Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Fisiologi reproduksi wanita jauh lebih rumit dari pada pria. Tidak seperti
pembentukan sperma yang berlangsung terus-menerus dan sekresi testosteron
yang relatif konstan, sedangkan pengeluaran ovum bersifat intermiten dan sekresi
hormon-hormon seks wanita memperlihatkan pergeseran siklus yang lebar. Hormon-
hormon reproduksi wanita meliputi estrogen, progesteron, Gonadotropin-Releasing
Hormone (GnRH), Foliccle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone
(LH). Hormon-hormon inilah yang membantu sistem reproduksi wanita dalam
pembentukan, pematangan sel telur dan pengeluaran ovum. Ketika pengeluaran
ovum dan tidak terjadi pembuahan maka akan terjadi menstruasi.

Mekanisme siklus menstruasi dipengaruhi oleh pelepasan-pelepasan hormon


yang berkaitan dengan adanya kerjasama hipotalamus dan ovarium. Dan ketika ada
gangguan pada hipotalamus dalam merangsang hormon-hormon tersebut maka
kerja hormon tidak akan seimbang. Apalagi jika gangguan hipotalamus tersebut
tidak bisa memproduksi Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH) maka akan
mengganggu pengeluaran ovum. Karena Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH)
merupakan hormon yang diproduksi oleh hipotalamus di otak. GnRH akan
merangsang pelepasan FSH (Folicle Stimulating Hormon) di hipofisis. Sedangkan
FSH sendiri akan menyebabkan pematangan dari folikel. Dari folikel yang matang
akan dikeluarkan ovum. Kemudian folikel ini akan menjadi korpus luteum dan
dipertahankan untuk waktu tertentu oleh LH. Tetapi ketika ovum yang sudah matang
dan menjadi korpus luteum ketika tidak terjadi pembuahan maka akan menjadi
korpus albikal yang kemudian akan keluar sebagai darah menstruasi.

Jika pada saat hipotalamus mengalami gangguan dalam memproduksi GnRH


maka proses pembentukan dan pematangan ovum tidak akan terjadi. Karena GnRH
berperan penting dalam merangsang pelepasan FSH untuk pematangan folikel.
Ketika sifat gangguan hipothalamus itu sendiri bersipat keturunan maka tidak akan
terjadi pembentukan sel telur dan pematangan folikel yang menyebabkan tidak bisa
mengeluarkan darah menstruasi.
Hal-hal yang menyebabkan hipotalamus tidak bisa merangsang GnRH seperti
penurunan berat badan, olahraga berlebihan, gangguan makan dan psikologis
distress menekan sumbu hipotalamus, hipofisis dan GnRH dengan menghambat
sekresi denyutan hipotalamus Gonadotropin-Releasing Hormone ( GnRH ). Ini
sering menyebabkan infertilitas wanita yang didiagnosis sebagai fungsional amenore
hipotalamus, yang didefinisikan sebagai tidak adanya menstruasi, dengan tingkat
gonadropin rendah atau normal dan hypoestrogenemia tanpa ketidaknormalan
organik. Maksudnya adalah faktor eksternal yang mempengaruhi estrogen dalam
darah.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi
Amenorea adalah keadaan tidak terjadinya menstruasi pada seorang wanita.
Hal tersebut normal terjadi pada masa sebelum pubertas, kehamilan dan
menyusui, dan setelah menopause. Amenorea sendiri terbagi menjadi dua, yaitu
amenorea primer dan sekunder. Amenorea primer adalah keadaan tidak
terjadinya menstruasi pada wanita usia 18 tahun keatas, sedangkan amenorea
sekunder penderita pernah mendapatkan menstruasi, tetapi kemudian tidak
menstruasi lagi (Sarwono, 2009).
Amenorea Hipotalamus Fungsional adalah suatu kondisi yang ditandai
dengan tidak adanya menstruasi karena penindasan dari sumbu hipotalamus-
hipofisis-ovarium, di mana tidak ada penyakit anatomis atau organik diidentifikasi.
Remaja atau wanita muda dengan kondisi ini biasanya hadir dengan amenore
durasi 6 bulan atau lebih. Pada remaja, kondisi ini mungkin sulit untuk
membedakan dari ketidakmatangan poros hipotalamus-hipofisis-ovarium selama
tahun-tahun postmenarchal awal. Namun siklus menstruasi pada remaja
biasanya tidak lebih dari 45 hari, bahkan selama postmenarchal tahun pertama
menstruasi.
Tiga jenis penyebab utama amenore hipotalamus fungsional yang telah
diakui, terkait dengan stres, penurunan berat badan dan exercise. Terlepas dari
pemicu spesifik, amenore hipotalamus fungsional ditandai dengan penekanan
Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH) pulsatility. Tetapi wanita yang kurus
atau berat badan normal mungkin akan terkena, tetapi dalam banyak kasus,
semua tiga faktor yang hadir. Terlepas dari pemicu spesifik, amenore
hipotalamus fungsional ditandai dengan penekanan Gonadotropin-Releasing
Hormone (GnRH) pulsatility.

2.2 Etiologi
Amenorrhea hipotalamus mencerminkan keadaan defisiensi estrogen, yang
dapat membahayakan massa puncak pertumbuhan tulang yang dicapai dalam
masa remaja.
Penyebab paling umum amenorea hipotalamus
1. Penurunan berat badan
2. Gangguan makan
3. Berolahraga yang berlebihan
4. Stres psikososial yang hadir
5. Gangguan Mood dan gangguan kejiwaan kronis juga dapat dikaitkan dengan
amenore.
6. Penggunaan obat yang dapat mempengaruhi menstruasi (misalnya pasien
yang menerima obat-obatan antipsikotik, kelainan menstruasi berkembang di
sekitar 50%, dan amenore berkembang di sekitar 12%). Obat antipsikotik
memiliki efek pada reseptor antagonis dopamin hipofisis, yang menghapus
efek penghambatan sekresi dopamin pada prolaktin, yang hiperprolaktinemia
dihasilkan kemudian menekan pelepasan GnRH dengan berdenyut.
7. Wanita yang menggunakan pil kombinasi kontinyu kontrasepsi oral atau
suntikan depot medroksiprogesteron asetat.
Wanita dengan amenorea hipotalamus khas memiliki tingkat estradiol serum
rendah dan hormon luteinizingnya rendah atau normal dan follicle-stimulating
hormone, sedangkan respon gonadotropin terhadap rangsangan GnRH menjadi
lama.

2.3 Klasifikasi amenora


1. Amenora primer mengacu pada masalah ketika wanita muda yang berusia
lebih dari 16 tahun belum mengalami menstruasi tetapi telah menunjukkan
maturasi seksual, atau menstruasi mungkin tidak terjadi sampai usia 14
tahun tanpa disertai adanya karakteristik seks sekunder.
2. Amenorea sekunder tidak adanya menstruasi selama 3 siklus atau 6 bulan
setelah menarke normal pada masa remaja, biasanya disebabkan oleh
gangguan emosional minor yang berhubungan dengan berada jauh dari
rumah, masuk ke perguruan tinggi, ketegangan akibat tugas-tugas.
Penyebab kedua yang paling umum adalah kehamilan, sehingga
pemeriksaan kehamilan harus dilakukan.

2.4 Patofisiologi
Patofisiologi yang mendasari amenore hipotalamus tidak sepenuhnya
dipahami. Pengurangan latihan atau aktivitas dan rehabilitasi gizi yang dianjurkan
untuk memulihkan menstruasi.

2.5 Tanda Dan Gejala Amenorea


Tanda amenorea adalah tidak didapatkannya menstruasi pada usia 16 tahun,
dengan atau tanpa perkembangan seksual sekunder (perkembangan payudara,
perkembangan rambut pubis), atau kondisi dimana wanita tersebut tidak
mendapatkan menstruasi padahal sebelumnya sudah pernah mendapatkan
menstruasi. Gejala lainnya tergantung dari apa yang menyebabkan terjadinya
amenorea.
Gejala bervariasi, tergantung kepada penyebabnya. Jika gejala yang ada
adalah kegagalan mengalami pubertas, maka tidak akan ditemukan tanda-tanda
pubertas seperti pembesaran payudara, pertumbuhan rambut kemaluan, rambut
ketiak, serta perubahan bentuk tubuh. Jika penyebabnya adalah kehamilan, akan
ditemukan pembesaran perut. Jika penyebabnya kadar hormon tiroid yang tinggi
maka gejalanya adalah denyut jantung yang cepat, kecemasan, kulit yang hangat
dan lembab.
Gejala lain yang biasa ditemukan adalah :
1. Pernah mengalami menstruasi.
2. Tidak mengalami menstruasi selama 6 bulan atau lebih.
3. Sakit kepala.
4. Peningkatan atau penurunan berat badan.
5. Vagina kering.
6. Penglihatan kabur atau kehilangan penglihatan (disebabkan oleh tumor
pituitari).

2.6 Pemeriksaan Dan Terapi


a. Pemeriksaan amenorea
Pemeriksaan fisik, pemeriksaan panggul maupun tes kehamilan harus
dilakukan untuk menjauhkan dari diagnosa kehamilan. Tes darah yang dapat
dilakukan untuk mengecek kadar hormon, antara lain:
1. Follicle stimulating hormone (FSH).
2. Luteinizing hormone (LH).
3. Prolactin hormone (hormonprolaktin).
4. Serum hormone (seperti kadar hormon testoteron).
5. Thyroid stimulating hormone (TSH).

Tes lain yang dapat dilakukan, meliputi:


1. Biopsi endometrium.
2. Tes genetik.
3. MRI.
4. CT scan.
b. Terapi
Dengan mengubah perilaku lama seperti memperbaiki pola makan agar
berat badan menjadi normal karena dengan peningkatan lemak akan sedikit
membantu pemulihan amenorea hipotalamus, mengurangi olah raga yang
terlalu berat atau aktivitas yang berat dan tidak terlalu stres maka amenorea
hipotalamus biasanya akan pulih kembali.
Bagi wanita dengan amenore hipotalamus yang menginginkan kehamilan,
pengobatan pilihan adalah ovulasi induksi dengan GnRH berdenyut atau
gonadotropin injeksi.
Pengobatan yang dilakukan sesuai dengan penyebab dari amenorea
yang dialami, apabila penyebabnya adalah obesitas, maka diet dan olahraga
adalah terapinya. Belajar untuk mengatasi stress dan menurunkan aktivitas
fisik yang berlebih juga dapat membantu.
Terapi amenorea diklasifikasikan berdasarkan penyebab saluran
reproduksi atas dan bawah, penyebab indung telur, dan penyebab susunan
saraf pusat.
a. Saluran reproduksi
1. Aglutinasi labia (penggumpalan bibir labia) yang dapat diterapi dengan
krim estrogen.
2. Kelainan bawaan dari vagina, hymen imperforata (selaput dara tidak
memiliki lubang), septa vagina (vagina memiliki pembatas
diantaranya). Diterapi dengan insisi atau eksisi (operasi kecil).
3. Sindrom Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser. Sindrom ini terjadi pada
wanita yang memiliki indung telur normal namun tidak memiliki rahim
dan vagina atau memiliki keduanya namun kecil atau mengerut.
Pemeriksaan dengan MRI atau ultrasonografi (USG) dapat membantu
melihat kelainan ini. Terapi yang dilakukan berupa terapi non-bedah
berupa dilatasi (pelebaran) dari tonjolan di tempat seharusnya vagina
berada atau terapi bedah dengan membuat vagina baru
menggunakan skin graft.
4. Sindrom feminisasi testis. Terjadi pada pasien dengan kromosom 46,
XY kariotipe, dan memiliki dominan X-linked sehingga menyebabkan
gangguan dari hormon testosteron. Pasien ini memiliki testis dengan
fungsi normal tanpa organ dalam reproduksi wanita (indung telur,
rahim). Secara fisik bervariasi dari wanita tanpa pertumbuhan rambut
ketiak dan pubis sampai penampakan seperti layaknya pria namun
infertil (tidak dapat memiliki anak).
5. Parut pada rahim. Parut pada endometrium (lapisan rahim) atau
perlekatan intrauterine (dalam rahim) yang disebut sebagai sindrom
Asherman dapat terjadi karena tindakan kuret, operasi sesar,
miomektomi (operasi pengambilan mioma rahim), atau tuberkulosis.
Kelainan ini dapat dilihat dengan histerosalpingografi (melihat rahim
dengan menggunakan foto rontgen dengan kontras). Terapi yang
dilakukan mencakup operasi pengambilan jaringan parut. Pemberian
dosis estrogen setelah operasi terkadang diberikan untuk optimalisasi
penyembuhan lapisan dalam rahim.
b. Gangguan Indung Telur
1. Disgenesis gonadal. Disgenesis gonadal adalah tidak terdapatnya sel
telur dengan indung telur yang digantikan oleh jaringan parut. Terapi
yang dilakukan dengan terapi penggantian hormon pertumbuhan dan
hormon seksual.
2. Kegagalan Ovari Prematur. Kelaianan ini merupakan kegagalan dari
fungsi indung telur sebelum usia 40 tahun. Penyebabnya diperkirakan
kerusakan sel telur akibat infeksi atau proses autoimun.
3. Tumor ovarium. Tumor indung telur dapat mengganggu fungsi sel telur
normal.

c. Gangguan Susunan Saraf Pusat


1. Gangguan hipofisis. Tumor atau peradangan pada hipofisis dapat
mengakibatkan amenorea. Hiperprolaktinemia (hormone prolaktin
berlebih) akibat tumor, obat, atau kelainan lain dapat mengakibatkan
gangguan pengeluaran hormon gonadotropin. Terapi dengan
menggunakan agonis dopamin dapat menormalkan kadar prolaktin
dalam tubuh. Sindrom Sheehan adalan tidak efisiennya fungsi
hipofisis. Pengobatan berupa penggantian hormon agonis dopamin
atau terapi bedah berupa pengangkatan tumor.
2. Gangguan hipotalamus. Sindrom polikistik ovari, gangguan fungsi
tiroid, dan Syindrom Cushing merupakan kelainan yang menyebabkan
gangguan hipotalamus. Pengobatan sesuai dengan penyebabnya.
3. Hipogonadotropik dan hipogonadism. Penyebabnya adalah kelainan
organik dan kelainan fungsional (anoreksia nervosa atau bulimia).
Pengobatan untuk kelainan fungsional membutuhkan bantuan
psikiater.

2.7 Penanganan Yang Dilakukan


Penanganan pada kasus amenorea bergantung dari penyebabnya. Jika
disebabkan oleh kelebihan atau kekurangan berat badan, maka cara
penangannaya dengan mengubah pola hidup sehari-hari. Jika disebabkan oleh
gangguan kelenjar tiroid atau pituari, maka cara penanganannya dengan
pemberian obat-obatan.
Penanganan amenore sekunder tergantung dari penyebabnya. Sebagai
contoh: jika penyebab amenore sekunder adalah hipotiroid maka pengobatannya
adalah suplemen tiroid.
Ada beberapa kiat yang bisa dilakukan agar terhindar dari amenorea,
diantaranya :
1. Ubah pola hidup agar lebih sehat.
2. Seimbangkan antara kerja, rekreasi, dan istirahat.
3. Kurangi beban pikiran atau stres.
4. Waspadalah jika tidak mendapat menstruasi selama tiga bulan. Segera
periksakan ke dokter ahli kandungan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Amenorea adalah keadaan tidak terjadinya menstruasi pada seorang wanita.
Hal tersebut normal terjadi pada masa sebelum pubertas, kehamilan dan
menyusui, dan setelah menopause. Amenorea sendiri terbagi menjadi dua, yaitu
amenorea primer dan sekunder. Amenorea primer adalah keadaan tidak
terjadinya menstruasi pada wanita usia 18 tahun keatas, sedangkan amenorea
sekunder penderita pernah mendapatkan menstruasi, tetapi kemudian tidak
menstruasi lagi.
Amenorea Hipotalamus Fungsional adalah suatu kondisi yang ditandai
dengan tidak adanya menstruasi karena penindasan dari sumbu hipotalamus-
hipofisis-ovarium, di mana tidak ada penyakit anatomis atau organik
diidentifikasi. Remaja atau wanita muda dengan kondisi ini biasanya hadir
dengan amenore durasi 6 bulan atau lebih. Pada remaja, kondisi ini mungkin
sulit untuk membedakan dari ketidakmatangan poros hipotalamus-hipofisis-
ovarium selama tahun-tahun postmenarchal awal. Namun siklus menstruasi
pada remaja biasanya tidak lebih dari 45 hari, bahkan selama postmenarchal
tahun pertama menstruasi.
Dari hasil penelitian tersebut didapatkan 25 % wanita mengalami amenore
hipotalamus yang disebabkan oleh mutasi gen atau cacat genetik yang
mengendalikan hipotalamus dalam memberikan rangsangan hormon-hormon.
Amenore hipotalamus ini disebabkan oleh olahraga atau aktivitas fisik yang
berlebihan dan penurunan berat badan yang drastis. Penyebab ini
menyebabkan penindasan atau pergeseran sumbu hipofisis di hipotalamus,
yang menyebabkan gangguan dari rangsangan hormon seperti GnRH, FSH, LH
dll.
Dengan mengubah perilaku lama seperti memperbaiki pola makan agar
berat badan menjadi normal karena dengan peningkatan lemak akan sedikit
membantu pemulihan amenorea hipotalamus, mengurangi olah raga yang terlalu
berat atau aktivitas yang berat dan tidak terlalu stres maka amenorea
hipotalamus biasanya akan pulih kembali.
Bagi wanita dengan amenore hipotalamus yang menginginkan kehamilan,
pengobatan pilihan adalah ovulasi induksi dengan GnRH berdenyut atau
gonadotropin injeksi.
Amenore hipotalamus termasuk amenore primer karena merupakan hasil
dari suatu kondisi genetik atau anatomi pada wanita muda yang tidak pernah
mengembangkan periode menstruasi (pada usia 16) dan tidak hamil. Banyak
kondisi genetik yang ditandai dengan amenore adalah kondisi di mana beberapa
atau semua organ normal wanita internal yang baik gagal untuk membentuk
normal selama perkembangan janin atau gagal berfungsi dengan baik. Penyakit
kelenjar pituitary dan hipotalamus (suatu wilayah otak yang penting untuk
mengontrol produksi hormon) juga dapat menyebabkan amenore primer sejak
daerah ini memainkan peran penting dalam regulasi hormon ovarium.

3.2 Saran
Diharapkan setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat memahami
tentang amenore hipotalamus dan penyebab amenore hipotalamus.
Serta bagi instasi yang terkait proses pengobatan dapat menyediakan
fasilitas dan tenaga kesehatan yang kompeten sehingga penderita amenore
hipotalamus dapat ditangani dengan baik atau diberi pengobatan dan terapi
yang benar.
Penulis makalah ini mengharapkan kritik dan saran dari rekan-rekan untuk
memperbaiki penulisan makalah ini karena penulis sadar bahwa penulisan
makalah ini sangat jauh dari sempurna masih banyak kekurangannya.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.nejm.org/search?q=amenorrhea&asug=ame

http://serbamakalah.blogspot.com/2013/01/amenore-hipotalomus.html

http://pendidikans1-keperawatan.blogspot.com/2013/05/amenorea.html

Prawirohardjo, S. (2009). Ilmu Kandungan. (H. Wiknjosastro, Ed.) Jakarta: PT Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai