Anda di halaman 1dari 108

HALAMAN JUDUL

PENERAPAN LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) PASIF TERHADAP


PENINGKATAN KEKUATAN OTOT EKSTREMITAS PADA ASUHAN
KEPERAWATAN Ny.N DENGAN KASUS STROKE
DI RUANG STROKE CENTER
RSUD POSO

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program


Pendidikan Diploma III Kesehatan Politeknik Kesehatan
Kemenkes Palu Jurusan Keperawatan
Prodi D-III Keperawatan Poso

Oleh

MOH. ARFAN DJALIA


NIM. PO0220215057

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-III KEPERAWATAN POSO
2018
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU
JURUSAN KEPERAWATAN PRODI DIII KEPERAWATAN POSO

Djalia, Moh. Arfan, 2018 Penerapan Latihan Range Of Motion (ROM) Pasif
terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Ekstremitas pada Asuhan
Keperawatan Ny.N dengan Kasus Stroke di Ruang Stroke Center RSUD
Poso. Pembimbing: (1) Kadar Ramadhan (2) Tasnim

ABSTRAK

Xiii + 77 halaman + 4 tabel + 8 lampiran

Latar Belakang Stroke merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah


penyakit jantung koroner dan kanker, baik di negara maju maupun di negara
berkembang satu dari sepuluh kematian disebabkan oleh stroke. stroke adalah
manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak baik vokal maupun global (menyeluruh),
yang berlangsung cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau sampai menyebabkan
kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan vaskular dengan gejala klinis yang
kompleks. Tujuan mengetahui penerapan latihan Range Of Motion (ROM) pasif
terhadap kelumpuhan ekstremitas pada asuhan keperawatan dengan kasus stroke di
Ruang Stroke Center RSUD Poso. Metode Penelitian yaitu dengan menggunakan
metode pendekatan deskriptif desain penelitian studi kasus. Hasil terdapat pengaruh
dalam pemberian latihan ROM terhadap kelumpuhan ektremitas pada penderita
penyakit stroke. Kesimpulan skala kekuatan otot sesudah diberikan latihan ROM pada
pasien stroke mengalami peningkatan kekuatan otot, pada ektremitas kanan dari skala
2 menjadi 3 dan ektremitas kiri dari skala 0 menjadi 1. Saran Diharapkan bagi perawat
yang bertugas di Ruang Stroke Center RSUD Poso dapat memberikan latihan ROM
pada penderita Stroke.

Kata Kunci : stroke, kelumpuhan, rom pasif


Daftar Rujukan : 25 (2002-2018)

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena

berkat Rahmat dan Hidayah-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis

Ilmiah penelitian ini. Adapun judul Karya Tulis Ilmiah ini adalah “Penerapan Latihan

Range Of Motion (ROM) Pasif terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Ekstremitas

pada Asuhan Keperawatan Ny.N dengan Kasus Stroke di Ruang Stroke Center

RSUD Poso”, yang diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam rangka

menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan di Politeknik Kesehatan

Kementerian Kesehatan Palu Program Studi Keperawatan Poso.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna

karena dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah penelitian ini penulis banyak

menemukan kesulitan dan hambatan, namun berkat bantuan dan masukkan saran dari

semua pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Untuk itu

penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada ayah dan ibu selaku orang tua yang

tercinta yang telah banyak berkorban dan selalu memberi nasehat, arahan serta

mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini, dan pada

kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Nasrul, SKM,M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian

Kesehatan Palu.

2. Selvi Alfrida Mangundap,S.Kp.M.Si selaku Ketua Jurusan Keperawatan

Poltekkes Kemenkes Palu.

v
3. Abdul Malik Lawira, S.Kep.Ns.M.Kes selaku Ketua Program Studi Keperawatan

Poso.

4. Kadar Ramadhan,SKM.MKM selaku pembimbing utama yang telah meluangkan

waktu dan tenaga dalam memberikan bimbingan dan arahan serta saran-saran

kepada penulis dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Tasnim, S.Kep.Ns.MM selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan

arahan dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini sekaligus sebagai Pembimbing

Akademik yang telah memberikan nasehat dan dukungan selama penulis

mengikuti pendidikan.

6. Dafrosia Darmi Manggasa, S.Kep.M.Biomed, I Made Nursana, S.Kep.Ns.M.Kes

dan Nurfatimah,SKM.M.Kes selaku tim penguji yang telah memberikan kritik

dan saran yang positif sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat di selesaikan.

7. Seluruh dosen dan staf Program Studi Keperawatan Poso, yang telah banyak

mengajarkan dan membantu dalam pembelajaran dan perkuliahan.

8. Kepada Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Poso yang telah memberikan izin

dan informasi selama penulis melakukan penelitian di Ruang Stroke Center

RSUD Poso.

9. Kepada Hasmin M Abd. Karim sebagai orang tua wali yang telah memberikan

dukungan dan nasehat kepada penulis selama pendidikan.

10. Kepada sahabat saya Tiara Desiniary Bagenda, Sahrul Puasa, Hendra Setiawan,

Nur Annisa Labatjo, yang telah membantu dan memberikan semangat dalam

penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini

vi
11. Kepada Suhardian yang telah setia dan memberikan semangat dalam

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini, semoga wisudah tepat waktu 2019.

12. Kepada teman-teman sesama mahasiswa yang telah bersama-sama berjuang

untuk menyelesaikan pendidikan pada waktunya.

Penulis menyadari dengan segala keterbatasan pengetahuan dan kemampuan

yang dimiliki penulis maka Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan,

oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan

penulis untuk perbaikan penyusunan di masa akan datang.

Akhirnya penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi

pembaca dan semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis baik

moril dan materil, dorongan, dan perhatian akan mendapat imbalan dari Tuhan

Yang Maha Esa, Amin.

Poso, Agustus 2018

Penulis

vii
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI ...........................................................iii

ABSTRAK ............................................................................................................iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................... v

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL.................................................................................................. xi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 8

A. Konsep Penyakit Stroke ................................................................................. 8


1. Pengertian ................................................................................................... 8
2. Klasifikasi Stroke ....................................................................................... 9
3. Etiologi ..................................................................................................... 10
4. Manifestasi Klinis ..................................................................................... 11
5. Stroke menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya ................................ 11
6. Pathway .................................................................................................... 12

viii
7. Patofisiologi ............................................................................................. 13
8. Pemeriksaan Diagnostik ............................................................................ 14
9. Komplikasi ............................................................................................... 16
10. Pengobatan ............................................................................................ 17
B. Konsep Asuhan Keperawatan Stroke ............................................................ 17
1. Pengkajian Keperawatan ........................................................................... 17
2. Diagnosa Keperawatan ............................................................................. 26
3. Perencanaan / Intervensi Keperawatan ...................................................... 31
4. Pelaksanaan/Implementasi keperawatan .................................................... 34
5. Evaluasi .................................................................................................... 35
C. Konsep Range Of Motion (ROM) ................................................................. 36
1. Pengertian Range Of Motion (ROM) ........................................................ 36
2. Tujuan Range Of Motion (ROM) .............................................................. 37
3. Manfaat Range Of Motion (ROM) ............................................................ 37
4. Prinsip latihan Range Of Motion (ROM) ................................................... 38
5. Jenis-Jenis Range Of Motion (ROM)......................................................... 39
6. Indikasi Range Of Motion (ROM) ............................................................ 40
D. Intervensi Keperawatan Latihan ROM Pasif Dan Aktif ................................ 41
1. Intervensi Keperawatan............................................................................. 41
2. Batasan prosedur....................................................................................... 42
3. Prosedur Tindakan .................................................................................... 44
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 50

A. Jenis Penelitian............................................................................................. 50
B. Lokasi dan waktu penelitian ......................................................................... 50
C. Subyek Studi Kasus ...................................................................................... 50
D. Fokus Studi .................................................................................................. 50
E. Definisi Operasional ..................................................................................... 51
F. Pengumpulan Data ....................................................................................... 52

ix
G. Etika Penelitian ............................................................................................ 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 54

A. Hasil Penelitian ............................................................................................ 54


B. Pembahasan ................................................................................................. 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 76

A. Kesimpulan .................................................................................................. 76
B. Saran ............................................................................................................ 77
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 78

x
DAFTAR TABEL

Halaman
2.1 Tabel Intervensi Keperawatan Pada Ny.N……………………………………41
4.1 Tabel Analisa Data Pada Ny.N………………..………………………………58
4.2 Tabel Intervensi Keperawatan Pada Ny.N…..………………………………...59
4.3 Tabel Implementasi Dan Evalusi Keperawatan Pada Ny.N………..……….....62

xi
DAFTAR GAMBAR

Halaman
2.1 Pathway Stroke…………………………………………………………………12
2.2 Gambar Latihan Gerak Pasif……………………………………………...........47
2.3 Gambar Latihan Gerak Aktif…………………………………………………...49

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Biodata Penulis


Lampiran 2 : Penjelasan sebelum penelitian
Lampiran 3 : Informed Consent
Lampiran 4 : Format Pengkajian Asuhan Keperawatan
Lampiran 5 : Surat Izin Penelitian
Lampiran 6 : Surat Keterangan Penelitian
Lampiran 7 : Pernyataan Keaslian Tulisan
Lampiran 8 : Jadwal Kegiatan Penelitian

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit

jantung koroner dan kanker, baik di negara maju maupun di negara berkembang

satu dari sepuluh kematian disebabkan oleh stroke (American Heart

Association, 2014; Stroke forum, 2015). Secara global, 15 juta orang terserang

stroke setiap tahunnya, satu pertiga meninggal dan sisanya mengalami

kecacatan permanen (Stroke forum, 2015). Stroke merupakan penyebab utama

kecacatan yang dapat dicegah (American Heart Association, 2014).

Menurut data World Health Organization (WHO, 2016) bahwa stroke

merupakan penyebab kedua kematian dan penyebab keenam yang paling umum

dari cacat. Sekitar 15 juta orang menderita stroke yang pertama kali setiap

tahun, dengan sepertiga dari kasus ini atau sekitar 6,6 juta mengakibatkan

kematian (3,5 juta perempuan dan 3,1 juta laki-laki). Stroke merupakan

masalah besar di negara-negara berpenghasilan rendah dari pada di negara

berpenghasilan tinggi. Lebih dari 81% kematian akibat stroke terjadi di negara-

negara berpenghasilan rendah Presentase kematian dini karena stroke naik

menjadi 94% pada orang dibawah usia 70 tahun.

Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan oleh Yayasan Stroke

Indonesia (Yastroki), masalah stroke semakin penting dan mendesak karena

1
2

kini jumlah penderita stroke di Indonesia adalah terbanyak dan menduduki

urutan pertama di Asia. Jumlah kematian yang disebabkan oleh stroke

menduduki urutan kedua pada usia diatas 60 tahun dan urutan kelima pada usia

15-59 tahun (Yastroki, 2012).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2013,

prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan

yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan (nakes) sebanyak 57,9% penyakit

stroke telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan Indonesia.

Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Sulawesi Tengah data seluruh

penyakit Stroke baik yang rawat inap ataupun yang rawat jalan pada tahun 2011

sebesar 421 pasien atau (13,01%) pada tahun 2012 seluruh data stroke sekitar

641 pasien atau (15,28%) sedangkan data pada tahun 2013 data stroke baik

yang rawat inap maupun rawat jalan sebesar 956 pasien atau (27,80%) (Dinas

Kesehatan Provinsi Sulteng, 2013).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten

Poso tahun 2015 jumlah pasien stroke sebanyak 458 orang atau, tahun 2016

didapati data jumlah pasien stroke sebanyak 429 orang atau, sedangkan pada

tahun 2017 jumlah pasien stroke sebanyak 603 orang (Dinas Kesehatan

Kabupaten Poso 2018).

Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu

bagian otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami


3

kematian akibat gangguan aliran darah karena sumbatan atau pecahnya

pembuluh darah otak. Menurut World Health Organization (WHO) stroke

adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak baik vokal maupun global

(menyeluruh), yang berlangsung capat, berlangsung lebih dari 24 jam atau

sampai menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan vaskular

dengan gejala klinis yang kompleks (Nabyl, 2012).

Gejala klinis yang sering muncul yaitu adanya serangan defisit

neurologis/kelumpuhan fokal seperti hemiparesis, yaitu lumpuh sebelah badan

yang kiri atau yang kanan saja, kemudian bicara pelo atau bicaranya tidak

begitu jelas, kesulitan berjalan dan kehilangan keseimbangan. Masalah yang

sering muncul pada pasien stroke adalah gangguan gerak, pasien mengalami

gangguan atau kesulitan saat berjalan karena mengalami gangguan pada

kekuatan otot dan keseimbangan tubuh atau bisa dikatakan dengan imobilisasi.

Imobilisasi merupakan suatu gangguan gerak dimana pasien mengalami

ketidakmampuan berpindah posisi selama tiga hari atau lebih, dengan gerak

anatomi tubuh menghilang akibat perubahan fungsi fisiologik. Seseorang yang

mengalami gangguan gerak atau gangguan pada kekuatan ototnya akan

berdampak pada aktivitas sehari-harinya. Efek dari imobilisai dapat

menyebabkan terjadinya penurunan fleksibilitas sendi (Iskandar, 2004).

Hasil penelitian oleh Maria Astrid, dkk (2011) mengatakan bahwa

latihan ROM adalah salah satu bentuk intervensi fundamental perawat yang
4

merupakan bagian dari proses rehabilitas pada pasien stroke. Penelitian ini juga

menunjukkan bahwa nilai kekuatan otot pada kelompok yang dilakukan

intervensi berbeda dengan kekuatan pada kelompok yang tidak dilakukan

intervensi. Hal ini berarti bahwa latihan ROM berpengaruh terhadap

peningkatan kekuatan otot pasien stroke (Maria dkk, 2011).

Mengacu pada hasil penelitian di atas, asuhan keperawatan pada pasien

stroke harus mencakup latihan ROM yang merupakan salah satu intervensi

mandiri keperawatan, yang bertujuan membantu pasien untuk mendapatkan

kemandirian yang maksimal dan rasa aman saat melakukan Activities of Daily

Living (ADL). Secara konsep dikatakan bahwa pemulihan ekstremitas lebih

banyak ditentukan oleh pemulihan fungsi jaringan otak, ada tidaknya penyakit

penyerta yang menghambat pengkatan kekuatan otot dan intensitas program

rehabilitasi yang dilakukan. Otot-otot volunter akan kehilangan tonus dan

kekuatannya jika tidak digunakan. Latihan ROM adalah latihan pergerakkan

rentang semua sendi dalam rentang normalnya jika perlu dilakukan secara

intensif untuk mempertahankan tonus otot & fungsi otot, mencegah disabilitas

sendi dan membantu perbaikan fungsi motorik. Terkait dengan peran perawat

dalam upaya meningkat kekuatan otot pada ektremitas harus berfokus pada

intervensi yang akan diterapkan dalam meningkatkan kekuatan otot ektremitas

pada pasien stroke yakni latihan ROM yang meliputi gerak pasif pada

ektremitas (Maria dkk, 2011).


5

Berdasarkan data awal pada pasien rawat inap di RSUD Poso, tahun

2015 jumlah pasien stroke sebanyak 42 orang ,dan pada tahun 2016 mengalami

peningkatan sebanyak 63 orang, sedangkan tahun 2017 mengalami peningkatan

yang signifikan yaitu sebanyak 287 orang (Rekam Medik RSUD Poso 2017).

Berdasarkan pengalaman peneliti selama dinas di RSUD Poso yang

terjadi pada pasien stroke dengan imobilisasi belum mendapatkan penanganan

yang tepat dan sesuai dengan tindakan keperawatan mandiri. Sebagian besar

pasien stroke belum dilakukan latihan ROM pasif pada ekstremitas 2 kali sehari

dan tidak memberikan edukasi tentang latihan ROM pasif pada keluarga pasien,

sehingga masalah imobilisasi/gangguan gerak belum mendapatkan perhatian

dari perawat.

Melihat terjadinya peningkatan kasus stroke di RSUD Poso, maka

penulis tertarik untuk mengangkat judul Karya Tulis Ilmiah dalam studi kasus

“Penerapan Latihan Range Of Motion (ROM) Pasif terhadap Peningkatan

Kekuatan Otot Ekstremitas pada Asuhan Keperawatan dengan Kasus Stroke di

Ruang Stroke Center RSUD Poso”.


6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian Latar Belakang yang dikemukakan diatas maka

yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut : “Bagaimana Penerapan

Latihan ROM Pasif terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Ekstremitas pada

Asuhan Keperawatan Ny.N dengan Kasus Stroke di Ruang Stroke Center

RSUD Poso”?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui penerapan latihan ROM pasif terhadap peningkatan

kekuatan otot ekstremitas pada asuhan keperawatan Ny.N dengan kasus

stroke di Ruang Stroke Center RSUD Poso.

2. Tujuan Khusus

a. Dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan peningkatan kekuatan

otot ekstremitas pada kasus stroke.

b. Dapat menyusun rencana/intervensi keperawatan pada pasien dengan

peningkatan kekuatan otot ekstremitas pada kasus stroke.

c. Dapat melakukan tindakan atau implementasi sesuai dengan rencana

keperawatan dengan peningkatan kekuatan otot ekstremitas pada kasus

stroke.
7

d. Dapat melakukan evaluasi dan catatan perkembangan sesuai tujuan

yang telah ditentukan terhadap pasien dengan peningkatan kekuatan

otot ekstremitas pada kasus stroke.

e. Dapat mendokumentasikan asuhan keperawatan pada kasus stroke.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi Rumah Sakit

Dapat menjadi masukan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat yang ada

di Rumah Sakit dalam pendokumentasian studi kasus pada asuhan

keperawatan khususnya penyakit stroke dan meningkatkan pelayanan

terhadap penderita stroke.

2. Bagi Institusi

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan bacaan di perpustakaan

Prodi Keperawatan Poso.

3. Bagi Penulis

Dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalaman penulis dalam

penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan stroke.

4. Bagi klien dan Keluarga

Untuk meningkatkan kekuatan otot atau mencegah kekakuan pada sendi

klien serta meningkatkan pengetahuan terutama mengenai penyakit yang

dideritanya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit Stroke


1. Pengertian

Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan

defisit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi

saraf otak (Sudoyo Aru, 2009). Istilah ini biasa digunakan secara spesifik

untuk menjelaskan infark serebrum.

Stroke adalah gangguan peredaran darah serebral yang disebabkan

oleh berbagai faktor dan berakibat adanya gangguan neurologis (Corwin,

2010).

Stroke atau Cerebral Vaskuler Accident (CVA) adalah gangguan

dalam sirkulasi intraserebral yang berkaitan dengan vascular insufficiency,

thrombosis, emboli, atau perdarahan (Widagdo, Suharyanto & Aryani,

2008). Stroke adalah disfungsi neurologi akut yang disebabkan oleh

gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan

gejala sesuai dengan daerah fokal pada otak yang terganggu (Guyton &

Hall, 2010). Stroke adalah gangguan fungsi sistem saraf pusat yang terjadi

secara mendadak dapat berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau

pecahnya pembuluh darah diotak dan ini biasanya disebabkan oleh

gangguan pembuluh darah di otak (Rizaldy, 2010).

8
9

2. Klasifikasi Stroke

Stroke dibagi menjadi 2 jenis yaitu :

a. Stroke Iskemik (Non Hemoragik)

Yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran

darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah

stroke iskemik.

Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

1) Stroke Trombotik : Proses terbentuknya thrombus yang membuat

penggumpalan

2) Stroke Embolik : tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah

3) Hipoperfusion Sistemik : berkurangnya aliran darah keseluruh

bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.

b. Stroke Hemoragik

Yaitu stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak.

Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.

Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu :

1) Hemoragik Intraserebral : pendarahan yang terjadi didalam jaringan

otak.

2) Hemoragik subaraknoid : Pendarahan yang terjadi pada ruang

subarknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan

jaringan yang menutupi otak ) (Arif Muttaqin, 2012).


10

3. Etiologi

a. Faktor yang tidak dapat dirubah (Non Reversible)

1) Jenis kelamin : Pria lebih sering ditemukan menderita stroke

dibanding wanita

2) Usia : Makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke

3) Keturunan : Ada riwayat keluarga yang terkena stroke

b. faktor yang dapat dirubah (Reversible)

1) Hipertensi

2) Penyakit jantung

3) Kolesterol tinggi

4) Obesitas

5) Diabetes Melitus

6) Polisetemia

7) Stress emosional

c. Kebiasaan Hidup

1) Merokok

2) Peminum Alkohol

3) Obat-obatan terlarang

4) Akitivitas yang tidak sehat : Kurang Olahraga, makanan

berkolesterol (Arif Muttaqin, 2012).


11

4. Manifestasi Klinis

a. Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separuh badan

b. Tiba-tiba hilang rasa peka

c. Bicara cedel atau pelo

d. Gangguan bicara dan Bahasa

e. Gangguan penglihatan

f. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai

g. Gangguan daya ingat

h. Nyeri kepala hebat

i. Vertigo

j. Kesadaran menurun

k. Proses kencing terganggu

l. Gangguan fungsi otak

5. Stroke menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya

a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi

selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul

akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24

jam.

b. Stroke Involusi : stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana

gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk.

Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.


12

c. Stroke Komplit : dimana gangguan neurologi yang timbul sudah

menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat

diawali oleh serangan TIA berulang (Smeltzer & Bare, 2002).

6. Pathway

Gambar 2.1 Pathway Stroke


13

7. Patofisiologi

Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai

persediaan suplai oksigen. Pada saat terjadi anoksia sebaiman pada CVA,

metabolisme serebral akan segera mengalami perubahan dan kematian sel

dan kerusakan permanen dapat terjadi dalam 3-10 menit. Banyak kondisi

yang merubah perfusi serebral yang akan menyebabkan hipoksia atau

anoksia. Hipoksia pertama kali menimbulkan iskemia. Iskemia dalam

waktu singkat (kurang dari 10-15 menit) menyebabkan deficit sementara.

Iskemia dalam waktu yang lama menyebabkan kematian sel permanen dan

infark serebral dengan disertai edema serebral. Tipe defisit fokal permanen

akan tergantung pada daerah otak yang dipengaruhi. Daerah otak yang di

pengaruhi tergangtung pada pembuluh darah serebral yang dipengaruhi.

Paling umum pembuluh darah yang dipengaruhi adalah middle cerebral

arteri, yang kedua adalah arteri korotis interna. Stroke trombotik adalah tipe

stroke yang paling umum, dimana sering dikaitkan dengan aterosklerotik

dan menyebabkan penyempitan lumen arteri, sehingga menyebabkan

gangguan suplai darah yang menuju ke otak. Fase awal dari thrombus tidak

selalu menyumbat komplit lumen. Penyumbatan komplit dapat terjadi

beberapa jam. Gejala-gejala dari CVA akibat thrombus terjadi selama tidur

atau segera setelah bangun. Hal ini berkaitan pada orang tua aktivitas

simpatisnya menurun dan sikap berbaring menyebabkan menurunnya


14

tekanan darah, yang akan menimbulkan iskemik otak. Pada orang ini

biasanya mempunyai hipotensi postural atau buruknya refleks terhadap

perubahan posisi. Tanda dan gejala sering memperlihatkan keadaan yang

lebih buruk pada 48 jam pertama setelah thrombosis. Stroke embolik yang

disebabkan embolus adalah penyebab umum kedua dari stroke. Klien yang

mengalami stroke akibat embolis biasanya usianya lebih mudah dan paling

umum embolus berasal dari thrombus jantung. Miokardial thrombus paling

umum disebabkan oleh penyakit jantung rheumatic dangan mitral stenosis

atau atrial fibrilasi. Penyebab yang lain stroke emboli adalah lemak, tumor

sel embolik, septik embolik, eksudat dari sub akut bacterial endocarditis,

emboli akibat pembedahan jantung atau vaskuler.

Transient Ischemic Attack (TIA) berkaitan dengan iskemik serebral

dengan disfungsi neurologi sementara. Disfungsi neurologi dapat berupa

hilang kesadaran dan hilangnya seluruh fungsi sensorik dam motorik, atau

hanya ada defisit fokal. Defisit paling umum adalah kelemahan kontra

lateral wajah, tangan, lengan, dan tungkai, disfasia sementara dan beberapa

gangguan sensorik. Serangan iskemik berlangsung beberapa menit sampai

beberapa jam (Widagdo, Suharyanto & Aryani, 2008).

8. Pemeriksaan Diagnostik

a. Scan tomografi komputer bermanfaat untuk membandingkan lesi

serebrovaskuler, dan lesi non vaskuler, misalnya hemografi subdural,


15

abses otak, tumor atau hemografi intraserebral dapat dilihat pada CT

scan.

b. Angiografi digunakan untuk membedakan lesi serebrovaskuler dengan

lesi non vaskuler. Penting untuk diketahui apakah terdapat hemografi

karena informasi ini dapat membantu dokter memutuskan dibutuhkan

pemberian antikoagulan atau tidak.

c. Pencitraan resonan magnetik (MRI) dapat juga membantu dalam

membandingakan diagnose keperawatan.

d. Pemeriksaan ultrasonografi atau Doppler yang merupakan prosedur non

invasif, sangat membantu dalam mendiagnosa sumbatan arteri karotis.

e. Pemeriksaan Elekrtokardiografi (EKG) dapat membantu menentukan

apakah terdapat disritmia, yang dapat menyebabkan stroke, dimana

ditemukannya inversi gelombang T, depresi ST, dan kenaikan serta

perpanjangan QT.

f. Laboratorium

1. Peningkatan Hb & Ht terkait dengan stroke berat

2. Peningkatan WBC indikasi adanya infeksi endocarditis

bakterialis.

3. Analisa CSF (merah) perdarahan sub arachnoid


16

g. CT scan

Untuk mengetahui lokasi perdarahan, infark dan bekuan darah di daerah

sub arachnoid

h. EKG

T invertil, ST depresi dan QT elevasi dan memanjang

9. Komplikasi

a. Hipoksia serebral

Fungsi otak tergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirim ke

jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan

hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan

membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.

b. Penurunan aliran darah serebral

Bergantung pada tekanan darah, curah jantung dan integritas pembuluh

darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin

penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral,

hipertensi atau hipotensi eksterm perlu dihindari untuk mencegah

perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area

cedera.
17

10. Pengobatan

a. Penggunaan vasodilator dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan

aliran darah otak dengan menurunkan tekanan darah sistemik dan

menurunkan aliran darah anastomosis intra serebral

b. Antikoagulasi dapat diberikan melalui intravena dan oral, namun

pemberiannya harus dipantau secara terus menerus untuk mencegah

overdosis obat sehingga mengakibatkan meningkatnya resiko

perdarahan intra serebral.

c. Jika klien mengalami sakit kepala dan nyeri pada leher biasanya

diberikan obat analgsik ringan, sejenis codein dan acetaminophen.

Sering dihindari pemberian obat narkotik yang kuat, karena dapat

menenangkan klien dan menyebabkan pengkajian tidak akurat.

d. Jika klien mengalami kejang, berikan obat phenytoin (dilantin) atau

phenobartebaital. Hindari pemberian obat jenis barbiturate dan sedatif

lainnya. Jika klien demam berikan obat antipiretik.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Stroke


1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu

proses pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan

mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2011).


18

Pengkajian pada pasien stroke meliputi identitas klien, keluhan utama,

riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit

keluarga, dan pengkajian psikososial.

a. Identitas Klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,

pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk

rumah sakit, nomor registrasi, diagnosa medis.

b. Keluhan utama

Sering menjdi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah

kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat

berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.

c. Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak,pada saat klien

melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah, bahkan

kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau

gangguan fungsi otak yang lain.

Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran

disebabkanoleh perubahan didalam intracranial. Keluhan perubahan

perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi

alergi, tidak responsif, dan koma.


19

d. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes

mellitus, penyakit jantung, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang

lama, penggunaan obat-obatan anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat

adiktif, dan obesitas. Pengkajian obat-obatan yang sering digunakan klien,

seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan

lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaa obat

kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari

riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih

jauh dan untuk meberikan tindakan selanjutnya.

e. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes

melitus, atau adanya riwayat stroke dari keluarga.

f. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara persistem dengan focus

pemeriksaan fisik neurologi yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-

keluhan klien.

1) Keadaan Umum :

Umumnya pada pasien stroke mengalami penurunan kesadaran,

kadang mengalami gangguan bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak


20

bisa bicara dan tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, dan denyut

nadi bervariasi.

2) Sistem pernafasan :

Pada kasus infeksi di dapatkan klien batuk, peningkatan

produksi sputum,sesak nafas, penggunaan otot bantu pernafasan, dan

peningkatan frekuensi pernafasan. Auskultasi bunyi nafas tambahan

seperti ronchi pada klien peningkatan produksi secret dan kemampuan

batuk yang menurun yang sering di dapatkan pada klien stroke dengan

penurunan tingkat kesadaran (koma).

3) Sistem kardiovaskuler

Pengkajian pada sistem kardiovaskuler di dapatkan syok

hipovolemik yang seringa terjadi pada klien stroke. Tekanan darah

biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masih (tekanan

darah lebih dari 200 mmHg).

4) Sistem perkemihan

Setelah terjadinya stroke klien mungkin mengalami

inkontinensia urin sementara karena konfusi, ketidakmampuan untuk

mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan

postural.
21

5) Sistem pencernaan

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan

menurun, mual dam muntah pada fase akut. Mual dan muntah pada

pasien stroke disebabakan oleh peningkatan produksi asam lambung

sehingga menimbulkan masalah kebutuhan nutrisi.

6) Sistem muskuloskeletal

Stroke adalah penyakit yang mengakibatkan kehilangan kontrol

volunteer terhadap gerakan motorik. Gangguan kontrol motorik

volunteer pada salah satu sisi tubuh dalam menunjukkan kerusakan

pada neuron motorik atas pada sisi yang berlawanan dari otak.

Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah

satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang belawanan. Adanya kesulitan

untuk beraktivitas kerena kelemahan, kehilangan sensorik atau

paralise/hemiplegia, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola

aktivitas dan istirahat.

g. Neurosensorik

Pemeriksaan 12 saraf kranial

1) Saraf Olfaktorius (Nervus I)

Fungsi : saraf sensorik, untuk penciuman


22

Cara pemeriksaan : Anjurkan klien untuk menutup mata dan uji satu persatu

penciuman klien kemudian anjurkan klien untuk mengidentifikasi

perbedaan bau-bauan yang diberikan.

2) Saraf optikus (Nervus II)

Fungsi saraf sensorik, untuk penglihatan

Cara pemeriksaan : Dengan snellen card pada jarak 5-6 meter dan

pemeriksaan luas pandang dengan cara menjalankan sebuah benda dari

samping ke depan (kiri dan kanan, atas dan bawah).

3) Saraf okulomotorius (Nervus III)

Fungsi : saraf motorik, untuk mengangkat kelopak mata dan kontraksi

pupil.

Cara pemeriksaan : anjurkan klien menggerakkan dari dalam keluar, dan

dengan menggunakan lampu senter uji reaksi pupil dengan memberikan

rangsangan kedalamnya.

4) Saraf Troklearis (Nervus IV)

Fungsi : saraf motorik, untuk penggerakkan bola mata.

Cara pemeriksaan : anjurkan klien melihat kebawah dan kesamping kanan

kiri dengan menggerakkan tangan pemeriksa.

5) Saraf trigeminalis (Nervus V)

Fungsi : saraf motorik, gerakkan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi,

refleks kornea dan reflek berkedip.


23

Cara pemeriksaan : dengan menggunakan kapas halus sentuh pada kornea

klien, perhatikan refleks berkedip klien, dengan kapas sentuhkan pada

wajah klien, uji kepekaan lidah dan gigi, untuk menggerakkan rahang atau

mengigit.

6) Saraf abdusen (Nervus VI)

Fungsi : saraf motorik, pergerakkan bola mata kesamping memulai melalui

otot lateralis.

Cara pemeriksaan : anjurkan klien melirik kekanan.

7) Saraf fasialis (Nervus VII)

Fungsi : saraf motorik, untuk ekspresi wajah

Cara pemeriksaan : dengan cara menganjurkan klien tersenyum,

mengangakat alis, megerutkan dahi, uji rasa dengan menganjurkan klien

untuk menutup mata kemudian tempatkan garam/gula pada ujung lidah dan

anjurkan klien untuk mengidentifikasi rasa tersebut.

8) Saraf Vestibulokoklearis (Nervus VIII)

Fungsi : Saraf sensorik, untuk pendengaran dan keseimbangan.

Cara pemeriksaan : tes rine weber dan bisikan, tes keseimbangan dengan

klien klien berdiri menutup mata.

9) Saraf Glosofaringeus (Nervus IX)

Fungsi : saraf sensorik dan motorik, untuk sensasi rasa


24

Cara pemeriksaan : dengan cara membedakan rasa manis dan asam, dengan

mengembungkan mulut.

10) Saraf Vagus (Nervus X)

Fungsi : saraf sensorik dan motorik, untuk refleks muntah dan menelan.

Cara pemeriksaan : dengan menyentuh faring posterior, klien menelan

sekaligus disuruh mengucapakan kata “Ahh”.

11) Saraf Asesorius (Nervus XI)

Fungsi : saraf motorik, untuk menggerakkan bahu.

Cara pemeriksaan : anjurkan klien untuk meggerakkan bahu dan lakukan

tahanan sambil klien melawan tahanan tersebut.

12) Saraf Hipoglosus (Nervus XII)

Fungsi : saraf motorik, untuk menggerakkan lidah.

Cara pemeriksaan : dengan cara klien disuruh menjulurkan lidah dan

menggerakkan dari sisi ke sisi.

h. Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual

Pengkajian psikologi pada klien stroke meliputi beberapa dimensi yang

memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status

emosi, kognitif, dan perilaku klien. Dalam pola tata nilai dan kepercayaan klien,

klien biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang

tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.


25

i. Pengkajian aktivitas/istirahat

Gejala : merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,

kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia). Merasa mudah lelah, susah

untuk beristirahat (nyeri/kejang otot).

Tanda : gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik (hemiplagia), dan

terjadi kelemahan umum. Gangguan penglihatan dan gangguan tingkat

kesadaran.

j. Pengkajian sirkulasi

Gejala : adanya penyakit jantung (miocard infark), reumatik/penyakit jantung

vasikuler, gagal jantung kongestif, endokarditis bekterial, polisitemia, riwayat

hipotensi postural.

Tanda : hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/malformasi

vaskuler. Frekuensi nadi dapat bervariasi karena ketidakstabilan fungsi jantung

atau kondisi jantung, distrimia, perubahan EKG.

k. Integritas ego

Gejala : perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa

Tanda : emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan gembira,

kesulitan untuk mengekspresikan diri.

l. Eliminasi

Gejala : perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urin, anuria.

Tanda : distensi abdomen bising usus negatif (ileus paralitik).


26

m. Makanan/cairan

Gejala : nafsu makan menurun. Mual muntah selama fase akut (peningkatan

TIK). Kehilangan sensasi rasa pada lidah, pipi, dan tenggorokan, disfalgia.

Adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.

Tanda : kesulitan menelan (gangguan refleks palatum dan faringeal). Obesitas

(faktor risiko).

2. Diagnosa Keperawatan

a. Pengertian

Diagnosa keperawatan merupakan sebuah label singkat yang

menggambarkan kondisi pasien yang di observasi dalam praktik.

b. Diagnosa Keperawatan yang muncul pada pasien dengan stroke (Judith

M. Wilkinson, 2014).

1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer : Berisiko

mengalami penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan

pengantaran nutrisi ke jaringan pada tingkat kapiler.

Domain 4, Aktivitas/Istirahat. Kelas 4, Respon kardiovaskuler

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan : Keterbatasan dalam

pergerakan fisik mandiri dan terarah pada tubuh atau satu

ekstremitas atau lebih.


27

Batasan karakteristik :

Objektif :

1) Penurunan waktu reaksi

2) Kesulitan membolak-balik tubuh

3) Dispnea saat beraktivitas

4) Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterrampilan

motorik halus atau kasar

5) Keterbatasan rentang pergerakan sendi

6) Tremor yang diinduksi oleh pergerakan

7) Melambatnya pergerakan

8) Gerak tidak teratur atau tidak terkoordinasi

Domain 4, Aktivitas/Istirahat. Kelas 2, Aktivitas/Latihan

3. Hambatan komunikasi verbal : Penurunan, keterlambatan atau tidak

adanya kemampuan untuk menerima, memproses, menghantarkan,

dan menggunakan sistem simbol.

Batasan karakteristik :

Objektif :

1) Tidak ada kontak mata atau kesulitan dalam kehadiran

tertentu

2) Kesulitan mengungkapkan pikiran secara verbal

3) Kesulitan mengolah kata-kata atau kalimat


28

4) Kesulitan dalam mengoprehensifkan dan mempertahankan

pola komunikasi yang biasanya

5) Ketidakmampuan atau kesulitan dalam menggunakan

ekspresi tubuh atau wajah

6) Verbalisasi yang tidak sesuai

7) Bicara pelo

8) Kesulitan dalam berbicara atau mengungkapkan kata-kata

9) Tidak mampu untuk berbicara dalam Bahasa pemberi

asuhan

10) Keinginan menolak untuk bicara

Domain 5. Persepsi/Kognisi. Kelas 5, Komunikasi

4. Kerusakan integritas kulit : perubahan epidermis dan dermis

Batasan karakteristik :

Objektif :

1) Kerusakan pada lapisan kulit (dermis)

2) Kerusakan pada permukaan kulit (epidermis)

3) Invasi struktur tubuh

Domain 11,Keamanan/Perlindungan. Kelas 2 Cedera Fisik

5. Nyeri akut : pengalaman sensori dan emosi yang tidak

menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau

potensial, atau digambarkan dengan istilah seperti kerusakan


29

(internasional Association For The Study of pain). Awitan yang

tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat yang

dapat di antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari

enam bulan.

Batasan karakteristik :

Subjektif :

1) Melaporkan nyeri dengan isyarat (misalnya, menggunakan

skala nyeri)

Objektif :

1) Respon otonom (misalnya, diaphoresis, perubahan tekanan

darah, denyut jantung, dilatasi pupil)

2) Perilaku distraksi (misalnya, mondar-mandir, mencari

aktivitas lain, aktivitas berulang)

3) Perilaku ekspresi (misalnya, gelisah, merintih, menangis,

kewaspadaan berlebihan, peka terhadap rangsangan, dan

menghela napas panjang)

4) Bukti nyeri yang dapat diamati

5) Posisi untuk menghindari nyeri

6) Perilaku menjaga atau sifat melindungi

7) Gangguan tidur

Domain 12, Kenyamanan. Kelas 1,Kenyamanan fisik


30

6. Defisit perawatan diri: mandi : hambatan kemampuan untuk

melakukan atau memenuhi aktifitas mandi atau hygiene sendiri

Batasan karakteristik :

Objektif :

1) Ketidakmampuan untuk mengakses kamar mandi

2) Ketidakmampuan untuk mengeringkan badan

3) Ketidakmampuan untuk mengambil perlengkapan mandi

4) Ketidakmampuan untuk mendapatkan sumber air

5) Ketidakmampuan untuk membersihkan tubuh

Domain 4, Aktivitas/Istirahat. Kelas 5, Perawatan diri

7. Ketidaksemibangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh : asupan

nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolik.

Batasan karakteristik :

Subjektif :

1) Kram abdomen

2) Nyeri abdomen

3) Menolak makan

4) Indigesti

5) Persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makanan

6) Melaporkan perubahan sensasi rasa

7) Merasa cepat kenyang setelah mengonsumsi makanan


31

Objektif :

1) Pembuluh kapiler rapuh

2) Diare atau steatore

3) Kekurangan makanan

4) Bising usus hiperaktif

5) Kurangnya minat terhadap makanan

6) Menolak untuk makan

7) Rongga mulut terluka

8) Kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan atau

mengunyah

Domain 2, Nutrisi. Kelas 1, Konsumsi

3. Perencanaan / Intervensi Keperawatan

1) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

Intervensi :

a. Surveilans kulit

b. Pemantuan tanda-tanda vital

c. Penyuluhan : proses penyakit

d. Penyuluhan : program aktifitas/latihan fisik

e. Bantuan menghentikan kebiasaan merokok


32

2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan

Intervensi :

a. Promosi mekanika tubuh

b. Promosi latihan fisik : latihan kekuatan

c. Terapi latihan fisik : ambulasi

d. Terapi latihan fisik : keseimbangan

e. Terapi latihan fisik : mobilitas sendi

f. Terapi latihan fisik : pengendalian otot

g. Pengaturan posisi

h. Pengaturan posisi : kursi roda

i. Bantuan perawatan diri : berpindah

3) Hambatan komunikasi verbal

Intervensi :

a. Mendengar aktif

b. Penurunan ansietas

c. Peningkatan komunikasi,defisit pendengaran

d. Peningkatan komunikasi,defisit wicara

e. Peningkatan komunikasi,defisit penglihatan

f. Dukungan pengambilan keputusan

g. Pelatihan memori
33

4) Kerusakan integritas kulit

Intervensi :

a. Pemberian medikasi

b. Perawatan area insisi

c. Manajemen area penekanan

d. Perawatan ulkus dekubitus

e. Manajemen pruritus

f. Perawatan kulit : pengobatan topikal

5) Nyeri akut

Intervensi :

a. Pemberian anlgesik

b. Pemberian medikasi

c. Manajemen medikasi

d. Manajemen nyeri

e. Bantuan analgesia yang dikendalikan pasien

f. Manajemen sedasi

g. Surveilans

6) Defisit perawatan diri : mandi

Intervensi :

a. Mandi

b. Pemeliharaan kesehatan mulut


34

c. Bantuan perawatan diri,mandi/hygiene

7) Ketidaksemibangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Intervensi :

a. Bantuan pemberian ASI

b. Manajemen diare

c. Manajemen gangguan makan

d. Manajemen cairan/elektrolit

e. Interpretasi data laboratorium

f. Konseling laktasi

g. Manajemen nutrisi

h. Terapi nutrisi

i. Konseling nutrisi

j. Pemantauan nutrisi

k. Penyuluhan : program diet

l. Bantuan perawatan diri : makan

m. Bantuan menaikan berat badan

n. Manajemen berat badan

4. Pelaksanaan/Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk

mencapai tujuan yang spesifik yang bertujuan untuk membantu klien dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan


35

kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi

koping.

Pelaksanaan keperawatan / implementasi harus sesuai dengan rencana

yang telah ditetapkan sebelumnya dan pelaksanaan ini disesuaikan dengan

masalah yang terjadi. Dalam pelaksanaan keperawatan ada 4 tindakan yang

dilakukan yaitu :

a. Tindakan mandiri

b. Tindakan observasi

c. Tindakan health education

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual yang melengkapi proses

keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan,

rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai (Potter &

Perry, 2006).

Tahapan evaluasi merupakan proses yang menentukan sejauh mana

tujuan dapat dicapai, sehingga dalam mengevaluasi efektivitas tindakan

keperawatan. Perawat perlu mengetahui kriteria keberhasilan dimana

kriteria ini harus dapat diukur dan diamati agar kemajuan perkembangan

keperawatan kesehatan klien dapat diketahui.


36

Dalam evaluasi dapat dikemukakan 4 kemungkinan yang

menentuan keperawatan selanjutnya yaitu :

a. Masalah klien dapat dipecahkan.

b. Sebagian masalah klien dapat dipecahkan.

c. Masalah klien tidak dapat dipecahkan.

d. Dapat muncul masalah baru.

C. Konsep Range Of Motion (ROM)

1. Pengertian Range Of Motion (ROM)

Range Of Motion (ROM) adalah jumlah maksimum gerakan yang mungkin

dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh, yaitu sagital,

transfersal, frontal. Sagital adalah garis yang melewati tubuh dari depan ke

belakang, membagi tubuh menjadi bagian kiri dan kanan. Potongan frontal

melewati tubuh dari sisi ke sisi dan membagi tubuh menjadi bagian depan

ke belakang. Potongan transfersal adalah garis horizontal yang membagi

tubuh menjadi bagian atas dan bawah. Mobilisasi sendi disetiap potongan

dibatasi oleh ligament, otot, dan konstruksi sendi. Beberapa gerakan sendi

spesifik untuk setiap potongan. Pada potongan sagital, gerakannya adalah

fleksi dan ekstensi (jari-jari tangan dan siku) dan hiperekstensi (pinggul).

Pada ptongan frontal, gerakannya adalah abduksi dan adduksi (lengan dan

tungkai), eversi dan inversi (kaki). Pada potongan transfersal, gerakannya

adalah pronasi dan supinasi (tangan), rotasi internal dan eksternal (lutut),
37

dan dorsifleksi dan plantarfleksi (kaki). Ketika mengkaji rentang gerak,

perawat menanyakan pertanyaan dan mengobservasi dalam mengumpulkan

data tentang kekakuan sendi, pembengkakan, nyeri, keterbatsan gerak, dan

gerakkan yang tidak sama. Klien yang memiliki keterbatasan mobilisasi

sendi karena penyakit, ketidakmampuan, atau trauma membutuhkan latihan

sendi untuk mengurangi bahaya mobilisasi. Pengertian ROM lainnya

adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan

pergerakkan otot, dimana klien menggerakkan masing-masing

persendiannya sesuai gerakan normal secara pasif ataupun aktif (Potter &

Perry, 2005).

2. Tujuan Range Of Motion (ROM)

Adapun tujuan dari Range Of Motion (ROM) yaitu :

1) Meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekutan otot

2) Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan

3) Mencegah kekakuan pada sendi

4) Merangsang sirkulasi darah

5) Mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur

3. Manfaat Range Of Motion (ROM)

Adapun manfaat dari Range Of Motion (ROM) yaitu :

1) Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam

melakukan pergerakan
38

2) Mengkaji tulang, sendi, dan otot

3) Mencegah terjadinya kekakuan sendi

4) Memperbaiki tonus otot

5) Meningkatkan mobilitas sendi

6) Memperbaiki toleransi otot untuk latihan

4. Prinsip latihan Range Of Motion (ROM)

Adapun prinsip Range Of Motion (ROM), diantaranya :

1) ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali

sehari

2) ROM dilakukan perlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan

pasien

3) Dalam merencanakan program latihan ROM , perhatikan umur

pasien, diagnosa, tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring

4) Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan latihan ROM dalah

leher, jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.

5) ROM dapat dilakukan pada semua persendian atau hanya pada

bagian-bagianyang di curigai mengalami proses penyakit.

6) Melakukan latihan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah

mandi atau perawatan rutin telah dilakukan (Potter & Perry, 2005).
39

5. Jenis-Jenis Range Of Motion (ROM)

ROM dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :

1) ROM Pasif

ROM Pasif yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal

dari orang lain (perawat) atau alat mekanik. Perawat melakukan

gerakan persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang normal.

Indikasi latihan adalah pasien semi koma dan tidak sadar, dengan

keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau

semua latihan latihan rentang gerak dengan mandiri atau pasien

dengan paralisis ektremitas total (Suratun dkk, 2008).

2) ROM Aktif

ROM Aktif yaitu gerakan yang dilakukan oleh seseorang

(pasien) dengan menggunakan energi sendiri. Perawat memberikan

motivasi, dan membimbing klien dalam dalam melaksanakan

pergerakan sendiri secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi

normal. Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta

sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif (Suratun

dkk, 2008).
40

6. Indikasi Range Of Motion (ROM)

1) Indikasi ROM Pasif :

a. Pada daerah mana terdapat inflamasi jaringan akut yang apabila

dilakukan pergerakan aktif akan menghambat proses penyembuhan

b. Ketika pasien tidak dapat atau tidak dapat diperbolehkan untuk

bergerak aktif pada ruas atau seluruh tubuh, misalnya keadaan

koma, kelumpuhan atau bed rest total

2) Indikasi ROM Aktif :

a. Pada saat pasien dapat melakukan kontraksi otot secara aktif dan

menggerakkan ruas sendinya baik dengan bantuan atau tidak

b. Pada saat pasien memiliki kelemahan otot dan tidak dapat

menggerakkan persendian sepenuhnya, digunakan A-AROM

(Active-Assistive Range Of Motion) adalah jenis ROM aktif yang

mana bantuan diberikan melalui gaya dari luar apakah secara

manual atau mekanik, karena otot penggerak primer memerlukan

bantuan untuk menyelesaikan gerakan.

c. ROM Aktif dapat digunakan untuk program latihan aerobik

d. ROM Aktif digunakan untuk memelihara mobilisasi ruas diatas dan

dibawah daerah yang tidak dapat bergerak.


41

D. Intervensi Keperawatan Latihan ROM Pasif Dan Aktif

1. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.1
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC Intervensi NIC

Pergerakkan Sendi 1. Tentukan batasan pergerakan


sendi dan efeknya terhadap
fungsi sendi
2. Kolaborasi dengan ahli terapi
fisik dalam mengembangkan dan
menerapkan program sebuah
program latihan
3. Tentukan level motivasi pasien
untuk meningkatkan atau
memelihara pergerakan sendi
4. Jelaskan pada pasien atau
keluarga manfaat dan tujuan
melakukan latihan sendi
5. Monitor lokasi dan
kecenderungan adanya nyeri dan
ketidaknyamanan selama
pergerakan/aktifitas
6. Inisiasi pengukuran control nyeri
sebelum memulai latihan sendi
7. Pakaiakan baju yang tidak
menghambat pergerakan sendi
8. Lindungi pasien dari trauma
selama latihan
9. Bantu pasien mendapatkan posisi
tubuh yang optimal untuk
pergerakan sendi pasif maupun
aktif
10. Dukung latihan ROM aktif,sesuai
jadwal yang teratur dan terencana
42

Tujuan dan Kriteria Hasil NOC Intervensi NIC

11. Lakukan latihan ROM pasif atau


ROM dengan bantuan
Instruksikan pasien/keluarga cara
melakukan latihan ROM
pasif,ROM dengan bantuan atau
ROM aktif
12. Sediakan petunjuk tertulis untuk
melakukan latihan
13. Bantu pasien untuk membuat
jadwal latihan ROM aktif
14. Dukung pasien untuk melihat
gerakan tubuh sebelum memulai
latihan
15. Bantu untuk melakukan
pergerakan sendi yang ritmis dan
teratur sesuai kadar nyeri yang
bisa ditoleransi,ketahanan dan
pergerakan sendi
16. Dukung pasien untuk duduk di
tempat tidur,disamping tempat
tidur atau dikursi,sesuai toleransi
17. Dukung ambulasi,jika
memeungkinkan
18. Tentukan perkembangan terhadap
pencapaian tujuan
19. Sediakan dukungan positif dalam
melakukan latihan sendi
Sumber : Buku Saku Diagnosis Keperawatan
NANDA NIC-NOC
2. Batasan prosedur

Latihan gerak merupakan suatu kebutuhan manusia untuk melakukan

pergerakan dimana pergerakan tersebut dilakukan secara bebas. Latihan


43

gerak dapat dilakukan kapan saja dimana keadaan fisik tidak aktif dan

disesuaikan dengan keadaan pasien.

Range of Motion (ROM) adalah suatu teknik dasar yang digunakan

untuk menilai gerakan dan untuk gerakan awal ke dalam suatu program

intervensi terapeutik.Gerakan dapat dilihat sebagai tulang yang digerakkan

oleh otot ataupun gaya eksternal lain dalam ruang gerakannya melalui

persendian. Bila terjadi gerakan, maka seluruh struktur yang terdapat pada

persendian tersebut akan terpengaruh, yaitu: otot, permukaan sendi, kapsul

sendi, fasia, pembuluh darah dan saraf. Gerakan yang dapat dilakukan

sepenuhnya dinamakan Range Of Motion (ROM).

Untuk mempertahankan ROM normal, setiap ruas harus digerakkan

pada ruang gerak yang dimilikinya secara periodik. Faktor-faktor yang

dapat menurunkan ROM, yaitu penyakit-penyakit sistemik, sendi, nerologis

ataupun otot; akibat pengaruh cedera atau pembedahan; inaktivitas atau

imobilitas. Dari sudut terapi, aktivitas ROM diberikan untuk

mempertahankan mobilitas persendian dan jaringan lunak. Teknik ROM

tidak termasuk peregangan yang ditujukan untuk memperluas ruang gerak

sendi (Liyanawati,D. 2015).


44

3. Prosedur Tindakan

a. Pre interaksi

1. Cek status pasien

2. Mencuci tangan

3. Persiapan alat :

a) Handuk kecil

b) Lotion / baby oil

c) Minyak penghangat / minyak telon

b. Orientasi

1. Memberikan salam, memperkenalkan diri, dan mengidentifikasi

pasien dengan memeriksa identitas pasien secara cermat

2. Menjelaskan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan,

memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya dan

menjawab seluruh pertanyaan pasien

3. Meminta pengunjung untuk meninggalkan ruangan, jaga privasi

pasien

4. Mengatur posisi pasien sehingga merasa aman dan nyaman

c. Tahap kerja

1. Beritahu pasien bahwa tindakan akan segera dimulai

2. Tinggikan tempat tidur sampai ketinggian kerja yang nyaman

3. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur pasien


45

4. Cuci tangan dan pakai sarung tangan

a. Latihan pasif anggota gerak atas

1) Gerakkan menekuk dan meluruskan sendi bahu :

a) Tangan satu penolong memegang siku, tangan lainnya

memegang lengan

b) Luruskan siku, naikkan dan turunkan lengan dengan siku

tetap lurus

2) Gerakkan menekuk dan meluruskan siku :

a) Pegangan lengan atas dengan lengan satu, tangan

lainnya menekuk dan meluruskan siku

3) Gerakkan memutar pergelangan tangan :

a) Pegangan lengan bawah dengan lengan satu, tangan

lainnya menggenggam telapak tangan pasien.

b) Putar pergelangan tangan pasien ke arah luar

(terlentang) dan ke arah dalam (telungkup).

4) Gerakkan menekuk dan meluruskan pergelangan tangan :

a) Pegang lengan bawah dengan lengan satu, tangan

lainnya memegang pergelangan tangan pasien.

b) Tekuk pergelangan tangan ke atas dan ke bawah.


46

5) Gerakkan memutar ibu jari :

a) Pegang telapak tangan dan keempat jari dengan tangan satu,

tangan lainnya memutar ibu jari tangan.

6) Gerakkan menekuk dan meluruskan jari-jari tangan :

a) Pegang pergelangan tangan dengan tangan satu, tangan

lainnya menekuk dan meluruskan jari-jari tangan

b. Latihan pasif anggota gerak bawah.

1. Gerakkan menekuk dan meluruskan pangkal paha :

a) Pegang lutut dengan tangan satu, tangan lainnya memegang

tungkai.

b) Naikkan dan turunkan kaki dengan lutut tetap lurus.

2. Gerakkan menekuk dan meluruskan lutut :

a) Pegang lutut dengan tangan satu, tangan lainnya memegang

tungkai.

b) Tekuk dan luruskan lutut.

3. Gerakkan untuk pangkal paha :

a) Gerakkan kaki pasien menjauh dan mendekati badan (kaki

satunya)

4. Gerakkan memutar pergelangan kaki :

a) Pegang tungkai dengan tangan satu, tangan lainnya memutar

pergelangan kaki.
47

Gambar 2.2 Latihan Gerak Pasif

c. Latihan aktif anggota gerak atas dan bawah

1. Latihan I

a) Angkat tangan yang lumpuh menggunakan tangan yang

sehat ke atas.

b) Letakkan kedua tangan di atas kedua kepala

c) Kembalikan tangan ke posisi semula


48

2. Latihan II

a) Angkat tangan yang lumpuh melewati dada ke arah tangan

yang sehat

b) Kembali ke posisi semula

3. Latihan III

a) Angkat tangan yang lemah menggunakan tangan yang sehat

ke atas

b) Kembali seperti semula

4. Latihan IV

a) Tekuk siku yang lumpuh menggunakan tangan yang sehat

b) Luruskan siku, kemudian angkat ke atas

c) Letakkan kembali tangan yang lumpuh di tempat tidur

5. Latihan V

a) Pegang pergelangan tangan yang lumpuh menggunakan

tangan yang sehat, angkat ke atas dada

b) Putar pergelangan tangan ke arah dalam dan ke arah luar


49

Gambar 2.3 Latihan Gerak Aktif

d. Tahap Terminasi

1. Melakukan evalauasi tindakan yang dilakukan

2. Berpamitan dengan klien

3. Membereskan alat-alat

4. Mencuci tangan

5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan perawatan


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah adalah

Deskriptif dengan pendekatan Studi Kasus. Desain/jenis penelitian yaitu Studi

Kasus Deskriptif yang dipilih untuk studi yang akan dilaksanakan.

Penelitian ini untuk mengeksplorasi penerapan latihan ROM pasif

terhadap peningkatan kekuatan otot ekstremitas pada pasien stroke di RSUD

Poso pasien diobservasi selama 5 hari.

B. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Poso dimulai sejak pertama kali masuk

Rumah Sakit sampai pulang/dirawat minimal 5 hari pada 25 juni 2018.

C. Subyek Studi Kasus

Subyek penelitian 1 orang pasien stroke yang mengalami gangguan tingkat

kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran.

D. Fokus Studi

Studi Kasus penelitian ini berfokus pada penerapan latihan Range Of Motion

(ROM) pasif terhadap peningkatan kekuatan otot ekstremitas.

50
51

E. Definisi Operasional

Studi kasus penerapan prosedur keperawatan :

1. Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada

praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien

meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,

implementasi dan evaluasi.

2. Latihan ROM merupakan suatu kebutuhan manusia untuk melakukan

pergerakan dimana pergerakan tersebut dilakukan secara bebas sesuai

standar operasional prosedur.

3. Gerak pasif adalah gerak yang dilakukan oleh seseorang yang

menggerakan anggota tubuhnya dengan bantuan orang lain.

4. Kekuatan Otot adalah kemampuan otot yang menghasilkan tegangan

dan tenaga pada otot.

5. Ektremitas merupakan salah satu anggota tubuh yakni tangan dan kaki
52

F. Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu :

1. Data Primer yaitu data yang diperoleh dari sumber asli atau pertama dan

melalui :

a. Wawancara

b. Obsevasi

c. Studi Dokumentasi

2. Data sekunder yaitu data yang sudah tersedia sehingga kita tinggal mencari

dan data yang di ambil yaitu data penderita penyakit stroke dari :

a. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah

b. Dinas Kesehatan Kabupaten Poso

c. Rumah Sakit Umum Daerah Poso

G. Etika Penelitian

Dalam menyelesaikan studi kasus peneliti menerapkan etika penelitian dengan

menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Prinsip menghargai hak asasi manusia(Respect Human Dignity)

Hak untuk menjadi responden berarti hak untuk mendapatkan jaminan dari

perlakuan yang diberikan dan pemberian informed consent. Sebelum

penelitian dilakukan, responden akan mendapatkan penjelasan secara

lengkap melalui informed consent yang diberikan. Penjelasan yang

diberikan berupa tujuan penelitian, prosedur, dan keuntungan yang didapat.


53

2. Prinsip manfaat (Benefience)

Prinsip ini berarti bahwa responden bebas dari penderitaan, eksplorasi,

memperhatikan risiko yang akan terjadi , dan keuntungan yang akan

didapatkan klien. Partisipasi responden dalam mengikuti penelitian serta

informasi yang telah diberikan, tidak dipergunakan untuk hal-hal yang tidak

menguntungkan responden dalam bentuk apapun. Tindakan yang diberikan

merupakan tindakan keperawatan alternatif yang tidak memiliki risiko

cedera dan merugikan.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Biodata Klien

Pengkajian telah dilaksanakan pada hari senin tanggal 25 juni 2018 pukul

08.00 WITA di Ruangan Stroke Center RSUD Poso dengan metode wawancara

kepada keluarga pasien, observasi langsung pada pasien, pemeriksaan fisik dan

melihat catatan medis sehingga penulis mendapatkan data sebagai berikut.

Pasien bernama Ny. N, usia 50 tahun jenis kelamin perempuan, berstatus

sebagai ibu rumah tangga, agama islam, alamat Desa Lembomawo. Ny. N masuk

RSUD Poso pada tanggal 24 Juni 2018 dengan diagnosa Non Hemoragik Stroke

dengan nomor RM 102XXX. Penanggung jawab Ny. N adalah Tn. U umur 56

tahun yang merupakan suami pasien dan tinggal bersama pasien

2. Pengkajian

a. Pasien masuk RSUD Poso dengan keluhan utama tiba-tiba pingsan, dan tidak

sadar. Suami pasien mengatakan bahwa pasien tiba-tiba pingsan setelah

makan, tidak sadar serta tangan kiri tidak dapat bergerak dan sempat

memanggil tenaga kesehatan untuk mengecek keadaan pasien dan dilakukan

perawatan di rumah. Suami pasien merasa tidak ada perubahan pada diri pasien

dan berinisiatif untuk membawa pasien ke RSUD Poso pada tanggal 24 Juni

2018 untuk dilakukan perawatan, sebelumnya suami pasien mengatakan

54
55

bahwa pasien pernah di rawat di RSUD poso pada bulan yang lalu dengan

kasus yang sama.

b. Pemeriksaan fisik Ny. N didapatkan hasil kesadaran somnolen, keadaan

umum pasien tampak lemah dan setelah dilakukan pemeriksaan tanda-tanda

vital didapatkan hasil TD : 170/120 mmHg, Suhu : 36,7 c, Nadi : 84 kali/menit

dan pernapasan : 24 kali/menit. Pemeriksaan sistematis yang dilakukan pada

Ny. N melakukan metode persistem dan didapatkan hasil sebagai berikut.

Sistem kardiovaskuler terdapat syok hipovolemik, tekanan darah 170/120

mmHg, nadi 84 kali/menit. Sistem pencernaan pasien tidak menelan, terpasang

selang NGT, tidak terdapat mual dan muntah, bunyi bising usus 8 x/menit

terdengar bunyi timpani. Sistem pernafasan terpasang selang oksigen nasal

kanule 5 LPM, dispnea. Sistem muskuloskeletal kehilangan kontrol

pergerakan anggota tubuh sebelah kiri, tonus otot kurang, kekuatan otot pada

ekstremitas kiri atas dan bawah dengan nilai 0 (tidak ada kontraksi otot)

sedangkan kontraksi otot pada ekstremitas kanan atas dan bawah dengan nilai

2 (tidak mampu melawan gaya gravitasi/gerakan pasif). Sistem integumen

elastisitas kulit kembali normal, terdapat bercak kemerahan di area belakang.

Sistem endokrin, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid. Sistem perkemihan,

terpasang kateter urine dengan jumlam per 24 jam 500-1000 ml.

c. Pemeriksaan saraf kranial : N 1, pasien tidak mampu membedakan bau minyak

kayu putih dan parfum. N II, klien dapat membuka mata pada saat dipanggil

namanya dengan rangsangan nyeri. N III, IV, VI, pupil berbentuk isokor,
56

reguler, tidak ditemukan edema, pupil mengecil dan kembali jika terkena

cahaya, tidak ada pembatasan cahaya. N V, pasien tidak dapat menggerakan

rahang ke kanan dan kekiri. N VII, klien mampu menutup mata, pasien tidak

mampu menggerakan bibirnya. N VIII, tidak ada gangguan fungsi/

pendengaran, pasien membuka mata pada saat di panggil. N IX, pasien bisa

mereflekskan rasa muntah. N X, pasien mengalami gangguan menelan

sehingga pasien di pasang NGT. N XI, pasien tidak dapat memfleksikan kepala

ke bahu. N XII, klien tidak bisa menjulurkan lidah keluar.

d. Pemeriksaan pola fungsi pada Ny. N dilakukan melalui metode wawancara

langsung pada keluarga pasien dan didapatkan hasil, persepsi kesehatan

keluarga pasien mengatakan jika Ny. N sakit keluarga akan membawa

ketempat pelayanan kesehatan. Pola metabolik keluarga pasien mengatakan

pada saat sehat pasien makan 3 kali sehari secara teratur, pada saat sakit

keluarga pasien mengatakan pasien terpasang NGT makanan bubur saring 3

kali sehari. Pada saat sehat keluarga pasien mengatakan pasien minum 6 kali

sehari, dan pada sakit keluarga pasien minum 3 kali sehari. Pola eliminasi BAB

keluarga pasien mengatakan sebelum sakit pasien BAB 2 kali sehari warna

kuning dengan bau khas feces, dan pada saat sakit keluarga pasien mengatakan

pasien BAB 1 kali sehari warna kecoklatan dengan bau khas feses sedangkan

Pola BAK keluarga pasien mengatakan sebelum pasien sakit BAK klien 3-4

kali sehari warna kuning dengan bau amoniak, sedangkan pada saat sakit

pasien dipasang kateter 24 jam urine mencapai 500-1000 ML warna kuning


57

kemerahan dengan bau amoniak. Pola aktivitas keluarga pasien mengatakan

sebelum sakit pasien melakukan aktivitas ringan seperti memasak bersih

halaman dan halaman rumah, dan pada saat sakit keluarga pasien mengatakan

pasien hanya terbaring lemah tidak dapat melakukan aktivitas. Pola istirahat

dan tidur keluarga pasien mengatakan sebelum sakit pasien tidur siang 2 jam

sehari dan tidur malam 7-8 jam sehari, pada saat sakit keluarga pasien

mengatakan karena sakit pasien selalu tidur dan tidak ada waktu-waktu

tertentu jika pasien terbangun. Data psikologis keluarga pasien mengatakan

pasien selalu marah tanpa sebab dan mudah tersinggung, data sosiologis

keluarga pasien mengatakan pasien berkomunikasi sudah tidak jelas, data

spiritual keluarga pasien mengatakan biasanya pasien jarang melakukan

ibadah karena kesehatanya terganggu.

e. Data penunjang didapatkan hasil laboratorium Gula darah puasa: 92 mg/dl,

Cholesterol : 300 mg/dl, SGOT : 27 mg/dl, SGPT : 31mg/dl, Tryseligerida :

86 mg/dl, Urea : 29 mg/dl, Urea nitrogen : 13 mg/dl, Creatinin : 0,7 mg/dl,

Asam urat : 4,0 mg/dl, Darah : Hb : 11,9 gr%, Leukosit : 11.200/mm3 dan

pemeriksaan EKG.

f. Terapi medis yang didapatkan yaitu terpasang cairan infus Ringer Laktat,

Oksigen kanula nasal 5 Lpm, kateter urin, paracetamol infus/12 jam, injeksi

citicolin 1amp/12 jam/iv, Nicardipin, ranitidine 1 amp/12 jam/iv, terpasang

selang NGT
58

g. Analisa data

Tabel 4.1 Analisa Data Pada Ny.N


No Analisa data Etiologi Masalah
1 DS : Stroke Hambatan
- keluarga pasien mobilitas fisik
mengatakan tangan Kehilangan kontrol
sebelah kiri pasien tidak otot volunter
bisa bergerak sejak 2 hari
yang lalu Hemiplagia dan
Hemiparesis
DO :
- Kekuatan otot pasien Hambatan mobilitas
menurun fisik
- ekstremitas kiri tidak
bisa bergerak
- pasien tampak lemah
- kekuatan otot 2 0
2 0

- GCS: E: 2 V:2 M:4

3. Diagnosa Keperawatan:

Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular


59

4. Intervensi Keperawatan

Tabel 4.2 Intervensi Keperawatan Pada Ny.N


No Diagnosa Keperawatan Tujuan & kriteria hasil Intervensi
(NOC) (NIC)
1 Hambatan mobilitas setelah dilakukan 1. Tentukan batasan
fisik berhubungan tindakan keperawatan pergerakan sendi dan
dengan gangguan selama 2 kali sehari efeknya terhadap
neuromuskular selama 5 hari
fungsi sendi
diharapkan masalah
hambatan mobilitas 2. Kolaborasi dengan
fisik teratasi dengan ahli terapi fisik
kriteria hasil kekuatan dalam
otot pada kedua mengembangkan dan
ekstremitas meningkat menerapkan program
sebuah program
latihan
3. Tentukan level
motivasi pasien
untuk meningkatkan
atau memelihara
pergerakan sendi
4. Jelaskan pada pasien
atau keluarga
manfaat dan tujuan
melakukan latihan
sendi
5. Monitor lokasi dan
kecenderungan
adanya nyeri dan
ketidaknyamanan
selama
pergerakan/aktifitas
6. Inisiasi pengukuran
control nyeri
sebelum memulai
latihan sendi
60

No Diagnosa Keperawatan Tujuan & kriteria hasil Intervensi


(NOC) (NIC)
7. Pakaikan baju yang
tidak menghambat
pergerakan sendi
8. Lindungi pasien dari
trauma selama
latihan
9. Bantu pasien
mendapatkan posisi
tubuh yang optimal
untuk pergerakan
sendi pasif maupun
aktif
10. Dukung latihan
ROM aktif,sesuai
jadwal yang teratur
dan terencana
11. Lakukan latihan
ROM pasif atau
ROM dengan
bantuan Instruksikan
pasien/keluarga cara
melakukan latihan
ROM pasif,ROM
dengan bantuan atau
ROM aktif
12. Sediakan petunjuk
tertulis untuk
melakukan latihan
13. Bantu pasien untuk
membuat jadwal
latihan ROM aktif
14. Dukung pasien
untuk melihat
gerakan tubuh
sebelum memulai
latihan
61

No Diagnosa Keperawatan Tujuan & kriteria hasil Intervensi


(NOC) (NIC)
15. Bantu untuk
melakukan
pergerakan sendi
yang ritmis dan
teratur sesuai kadar
nyeri yang bisa
ditoleransi,ketahanan
dan pergerakan sendi
16. Dukung pasien
untuk duduk di
tempat
tidur,disamping
tempat tidur atau
dikursi,sesuai
toleransi
17. Dukung
ambulasi,jika
memeungkinkan
18. Tentukan
perkembangan
terhadap pencapaian
tujuan
19. Sediakan dukungan
positif dalam
melakukan latihan
sendi
62

5. Implementasi & Evaluasi Keperawatan

Tabel 4.3 Implementasi & Evaluasi Keperawatan Pada Ny.N


Hari & Tanggal Implementasi Evaluasi
Senin, 25 Juni 1. Menjelaskan pada keluarga S:
2018 pasien manfaat dan tujuan - Keluarga pasien
Pukul 08:15 melakukan latihan sendi mengatakan paham dengan
manfaat dan tujuan dalam
Pukul 08:20 2. Memakaikan baju yang tidak melakukan latihan sendi
menghambat pergerakkan sendi - keluarga pasien
mengatakan pasien sudah
Pukul 08:30 3. Membantu pasien untuk mandi dan memakai baju
mendapatkan posisi tubuh yang yang tidak menghambat
optimal untuk pergerakan sendi pergerakkan sendi
pasif - keluarga mengatakan
tangan kiri tidak bisa
Pukul 15:22 4. Melakukan latihan ROM pasif bergerak, tangan kanan bisa
atau instruksikan pasien dan bergerak
keluarga cara melakukan latihan
ROM pasif sesuai SOP (Standar O:
Operasional Prosedur) - klien terlihat lebih nyaman
dengan pakaian yang di
Pukul 15:30 5. membantu keluarga pasien untuk pakainya sekarang
membuat jadwal latihan ROM - klien terlihat nyaman saat
Pasif di ubah posisi tubuhnya
- tubuh bagian kiri pasien
tidak bisa digerakkan
sedangkan tangan kanannya
masih bisa bergerak

A:
- Masalah 4, 5 belum teratasi

P:
- Lanjutkan Implementasi 3,
4, 5
63

Hari & Tanggal Implementasi Evaluasi

Senin, 25 juni 3. Membantu pasien untuk S:


2018 mendapatkan posisi tubuh yang - keluarga pasien
optimal untuk pergerakan sendi mengatakan tangan dan kaki
pasif
Pukul 15:22 kiri pasien tidak bisa
4. Melakukan latihan ROM pasif
atau instruksikan pasien dan bergerak
keluarga cara melakukan latihan - keluarga pasien
ROM pasif sesuai SOP (Standar mengatakan tangan kanan
Operasional Prosedur) dan kaki kanan pasien masi
5. Membantu keluarga pasien untuk bisa bergerak
membuat jadwal latihan ROM - Keluarga pasien
Pasif
mengatakan setuju dengan
jadwal latihan yang telah di
buat

O:
- pasien tampak nyaman
dengan posisi yang di
berikan
- mata klien tampak terbuka
- pasien tampak tidak sadar
- tangan kiri pasien tidak
bisa bergerak

A : masalah 4 belum teratasi

P : Ulangi Implementasi 4
64

Hari & Tanggal Implementasi Evaluasi

Selasa, 26 juni 4. Melakukan latihan ROM pasif S:


2018 atau instruksikan pasien dan - Keluarga pasien
keluarga cara melakukan latihan mengatakan tangan kanan
Pukul 08:30 ROM pasif sesuai SOP (Standar pasien bisa bergerak dan
Operasional Prosedur) tangan kiri belum bisa
bergerak
O:
- tangan kiri pasien tampak
belum bisa bergerak
- tangan kanan pasien
tampak bergerak

A : masalah 4 belum teratasi

P : Ulangi Implementasi 4

Pukul 15:20 S:
- Keluarga mengatakan mata
pasien tidak terbuka lagi
- keluarga pasien
mengatakan tangan kanan
pasien mulai sulit untuk
digerakan

O:
- tangan kiri pasien belum
bisa bergerak
- tangan kanan masih bisa
bergerak
- Pasien tampak tidak sadar

A : masalah 4 belum teratasi

P : Ulangi Implementasi 4
65

Hari & Tanggal Implementasi Evaluasi

Rabu, 27 juni 4. Melakukan latihan ROM pasif S:


2018 atau instruksikan pasien dan - keluarga pasien
keluarga cara melakukan latihan mengatakan pasien belum
Pukul 08:20 ROM pasif sesuai SOP (Standar sadar
Operasional Prosedur) - keluarga mengatakan
tangan kiri pasien belum bisa
bergerak
- keluarga pasien
mengatakan tangan kanan
pasien bisa bergerak

O:
- tangan kiri kiri pasien
belum bisa bergerak
- tangan dan kaki kanan
tidak kaku lagi
- jari tangan kanan bisa
bergerak
- pasien tampak tidak sadar

A : masalah 4 belum teratasi

P : Ulangi Implementasi 4

Pukul 15:20 4. Melakukan latihan ROM pasif S:


atau instruksikan pasien dan - keluarga pasien
keluarga cara melakukan latihan mengatakan pasien belum
ROM pasif sesuai SOP (Standar sadar
Operasional Prosedur) - keluarga pasien
mengatakan tangan kiri
pasien belum bisa bergerak
- keluarga pasien
mengatakan tangan kanan
pasien bisa bergerak
66

Hari & Tanggal Implementasi Evaluasi

O:
- pasien tampak mulai sadar
-tangan dan kaki kiri pasien
belum bisa bergerak
- tangan dan kaki kanan bisa
bergerak

A : masalah 4 belum teratasi

P : Ulangi Implementasi 4
Kamis, 28 Juni 4. Melakukan latihan ROM pasif S:
2018 atau instruksikan pasien dan - keluarga pasien
keluarga cara melakukan latihan mengatakan tangan kiri bisa
Pukul 08:20 ROM pasif sesuai SOP (Standar bergerak jika dirangsang
Operasional Prosedur) dengan nyeri
- keluarga pasien
mengatakan pasien mulai
sadar

O:
- tangan kiri pasien tampak
bergerak saat dirangsang
nyeri
- tangan kanan dan kaki
pasien bisa diangkat
- klien membuka mata saat
dipanggil namanya

A:
- masalah teratasi

P:
- ulangi implementasi 4
67

Hari & Tanggal Implementasi Evaluasi

Pukul 15.20 4. Melakukan latihan ROM pasif S:


atau instruksikan pasien dan - keluarga pasien
keluarga cara melakukan latihan mengatakan tangan kiri
ROM pasif sesuai SOP (Standar pasien kadang bergerak
Operasional Prosedur) - keluarga pasien
mengatakan pasien
membuka mata saat
dipanggil namanya

O:
- tangan kiri pasien tampak
bergerak apabila dirangsang
nyeri
- tangan kanan pasien
tampak bisa bergerak
- klien membuka mat ajika
dipanggil namanya

A:
- masalah teratasi

P:
- ulangi Implementasi 4
Jumat, 29 juni 4. Melakukan latihan ROM pasif S:
2018 atau instruksikan pasien dan - keluarga mengatakan
keluarga cara melakukan latihan pasien sudah sadar
08.20 ROM pasif sesuai SOP (Standar - keluarga mengatakan
Operasional Prosedur) tangan kiri pasien bisa
bergerak jika dirangsang
nyeri

O:
- tangan kiri pasien bisa
bergerak saat diperintahkan
dan dirangsang nyeri
68

Hari & Tanggal Implementasi Evaluasi

- Jari kaki dan tangan kiri


pasien bisa bergerak
- klien membuka mata saat
dipangil namanya
- tangan dan kaki kanan bisa
bergerak

A:
- masalah teratasi

P:
- pertahankan implementasi

4. Melakukan latihan ROM pasif S:


15.20 atau instruksikan pasien dan - keluarga pasien
keluarga cara melakukan latihan mengatakan tangan dan kaki
ROM pasif sesuai SOP (Standar kiri pasien bisa bergerak saat
Operasional Prosedur) dirangsang nyeri
- keluarga pasien
mengatakan tangan kanan
bisa bergerak

O:
- kaki dan tangan kanan bisa
bergerak mampu melawan
gravitasi
- kaki dan tangan kiri bisa
bergerak jika dirangsang
nyeri dan saat di perintahkan

A:
- masalah teratasi

P:
- pertahankan implementasi
69

B. Pembahasan

Asuhan keperawatan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar

manusia melalui tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi

keperawatan, implementasi dan evaluasi. Penulis akan membahas tentang

aplikasi tentang pemberian latihan Range Of Motion (ROM) pada asuhan

keperawatan Ny. N dengan Non Hemoragik Stroke di Ruangan Stroke Center

RSUD Poso.

1. Pengkajian

Pada pengkajian pasien Ny. N didapatkan data bahwa pasien datang

dengan keluhan pasien pingsan dan keadaan tidak sadar serta tangan kiri tidak

bisa di gerakan keluhan dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit.

Menurut Gilang (2007), gejala klinis penyakit Non Hemoragik Stroke adalah

adanya serangan defisit neurologis/kelumpuhan fokal seperti: hemiparese, yaitu

kelumpuhan sebelah badan yang kanan atau yang kiri saja. Sebab berdasarkan

pengkajian pada pasien Ny. N dengan kasus NHS telah sesuai dengan teori

Gilang (2007) yang telah ditemukan oleh peneliti yaitu kelumpuhan sebelah

badan (hemiparese).

Menurut Nursalam (2011) keadaan umumnya pada pasien stroke

mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan bicara yaitu

sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada tanda-tanda vital: tekanan

darah meningkat dan denyut nadi berfariasi. Sistem penafasan: pada kasus

infeksi didapatkan pasien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas,


70

penggunaan otot bantu pernafasan dan peningkatan frekuensi pernafasan.

Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronchi pada pasien dengan

peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk menurun yang sering

didapatkan pada pasien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran (koma).

Sistem kardiovaskuler: didapatkan syok hipovolemik yang sering terjadi pada

pasien stroke, tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi

hipertensi massif (tekanan darah lebih dari 200 mmHg).

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan peneliti, didapatkan hasil

Pemeriksaan fisik Ny. N dengan hasil kesadaran somnolen, keadaan umum

pasien tampak lemah dan setelah dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital

didapatkan hasil TD : 170/120 mmHg, Suhu : 36,7 c, Nadi : 84 kali/menit dan

pernapasan : 24 kali/menit. Pemeriksaan sistematis yang dilakukan pada Ny. N

melakukan metode persistem dan didapatkan hasil sebagai berikut. Sistem

kardiovaskuler terdapat syok hipovolemik, tekanan darah 170/120 mmHg, nadi

84 kali/menit. Sistem pencernaan pasien tidak menelan, terpasang selang NGT,

tidak terdapat mual dan muntah, bunyi bising usus 8 x/menit terdengar bunyi

timpani. Sistem pernafasan terpasang selang oksigen nasal kanule 5 LPM,

dispnea. Sistem muskuloskeletal kehilangan kontrol pergerakan anggota tubuh

sebelah kiri, tonus otot kurang, kekuatan otot pada ekstremitas kiri atas dan

bawah dengan nilai 0 (tidak ada kontraksi otot) sedangkan kontraksi otot pada

ekstremitas kanan atas dan bawah dengan nilai 2 (tidak mampu melawan gaya

gravitasi/gerakan pasif).
71

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Judith Wilkinson (2014), diagnosa keperawatan yang sering

muncul pada pasien dengan kasus Non hemoragik stroke adalah

ketidakefektifan bersihan jalan nafas, kerusakan integritas kulit, risiko

kerusakan integritas kulit, ketidakefektifan pola nafas, hambatan mobilitas

fisik, risiko jatuh, risiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, risiko

aspirasi, nyeri akut, hambatan komunikasi verbal, ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan, defisit perawatan diri. Berdasarkan hasil pengkajian

yang dilakukan penulis, didapatkan masalah keperawatan pada pasien Ny.N

yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, Risiko kerusakan integritas

kulit, hambatan mobilitas fisik, hambatan komunikasi verbal, ketidakefektifan

pola nafas, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan, defisit

perawatan diri. Berdasarkan diagnosa keperawatan yang didapatkan pada

Ny.N penulis berfokus pada salah satu diagnosa keperawatan prioritas yaitu

hambatan mobilitas fisik ditandai dengan data subyektif Ny. N, keluarga

pasien mengatakan tangan kiri pasien tidak bisa bergerak, keluarga pasien

mengatakan pasien tidak sadar. Data obyektif yang diperoleh kekuatan otot

menurun, ekstremitas kiri tidak bisa bergerak, pasien tampak lemah.

3. Intervensi

Intervensi yang sesuai dengan diagnosa keperawatan pada pasien Ny. N

yang sedang dirawat di ruangan Stroke Center RSUD Poso adalah sebagai

berikut: Hambatan mobilitas fisik, faktor yang berhubungan gangguan


72

neuromuskular/kelumpuhan. Tujuan yang ingin dicapai adalah setelah

dilakukan tindakan keperawatan selama 2 kali sehari selama 5 hari diharapkan

masalah hambatan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil kekuatan otot

pada kedua ekstremitas meningkat. Intervensi yang dilakukan yaitu:

menjelaskan pada pasien atau keluarga pasien tentang manfaat dan tujuan

melakukan latihan sendi tujuannya agar keluarga pasien memahami manfaat

dan tujuan dari latihan sendi, memakaikan baju yang tidak menghambat

latihan sendi tujuannya agar gerakkan latihan sendi yang dilakukan pasien bisa

di gerakkan dengan bebas dan menjaga agar tidak terjadinya penyempitan

pembuluh darah, membantu pasien untuk mendapatkan posisi tubuh yang

optimal untuk pergerakan sendi pasif maupun aktif tujuannya agar pasien

merasa nyaman dalam melakukan latihan ROM, melakukan latihan ROM

pasif atau instruksikan pasien dan keluarga cara melakukan latihan ROM pasif

tujuannya untuk meningkatkan kekuatan otot, mencegah kekakuan pada pada

ekstremitas dan keluarga bisa melakukan latihan ROM secara mandiri,

membantu keluarga pasien untuk membuat jadwal latihan ROM pasif

tujuannya agar keluarga mengetahui jadwal latihan ROM yang akan

dilakukan.

4. Implementasi

Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis dalam mengatasi

diagnosa keperawatan pada Ny. N dengan hambatan mobilitas fisik adalah

pemberian latihan ROM Pasif 2 kali sehari yakni pagi dan sore selama 5 hari.
73

Menurut (Maria dkk, 2011) mengemukakan bahwa latihan ROM pasif 3 kali

sehari mapun latihan ROM yang diberikan hanya 1 kali sehari sama-sama

berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan fungsional otot.

Pada hari pertama penulis hanya menjelaskan manfaat dan tujuan dalam

melakukan latihan sendi, memakaikan baju yang tidak menghambat

pergerakkan sendi dan mengatur posisi tubuh pasien pada pagi hari, pada saat

sore hari penulis melanjutkan intervensi yaitu mengatur kembali posisi tubuh

pasien untuk pergerakkan sendi pasif, melakukan latihan ROM pasif atau

instruksikan keluarga cara melakukan latihan ROM sesuai standar operasional

prosedur, dan memambatu keluarga untuk membuat jadwal latihan ROM

pasif, namun masalah belum teratasi karena tangan dan kaki kiri belum bisa

bergerak sedangkan pada tangan dan kaki kana masih bisa bergerak namun

tidak mampu melawan gravitasi, sehingga penulis mengulangi intervensi.

Pada hari kedua penulis melakukan tindakan latihan ROM pasif sesuai

jadwal yang dibuat yakni pagi dan sore hari namun belum ada perubahan pada

ekstremitas kerena tangan dan kaki kiri belum bisa bergerak sehingga

masalah belum teratasi, ulangi intervensi.

Pada hari ketiga penulis mengulangi tindakan latihan ROM pasif sesuai

jadwal yang telah dibuat setelah dilakukan latihan, jari tangan pasien mulai

bisa bergerak tapi tangan dan kaki belum bisa digerakkan sehingga masalah

belum teratasi.
74

Pada hari ke empat penulis masih melakukan tindakan yang sama yaitu

latihan ROM pasif pada pagi dan sore hari, didapatkan hasil pasien membuka

mata saat di panggil namanya namun tidak bisa bicara, tangan dan kaki kiri

mulai bisa bergerak saat dirangsang nyeri sehingga penulis menganalisa

masalah teratasi dan ulangi intervensi besok hari.

Pada hari kelima penulis melakukan tindak latihan ROM Pasif di pagi

dan sore hari didapatkan hasil tangan dan kaki kiri pasien bisa bergerak ketika

dirangsang nyeri , tangan dan kaki kanan sudah bisa bergerak mampu melawan

gravitasi, pasien membuka mata saat dipanggil namanya, sehingga penulis

menganalisa masalah teratasi, planning tetap pertahankan intervensi.

5. Evaluasi

Setelah dilakukan implementasi selama 5 hari dan melakukan evaluasi

keperawatan akhir, masalah hambatan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria

hasil kekuatan otot pada kedua ekstremitas meningkat, diperoleh data

subyektif keluarga pasien mengatakan kedua tangan, dan kedua kaki pasien

bisa bergerak. sedangkan data obyektif yang diperoleh, kaki dan tangan kanan

pasien bisa bergerak mampu melawan gravitasi, kaki dan tangan kiri tampak

bergerak jika dirangsang nyeri. Analisa masalah hambatan mobilitas fisik

teratasi. Planning pertahankan intervensi. Dalam penelitian yang dilakukan

Adamovich & Lewis (2007) mengungkapkan bahwa latihan ROM 2 kali sehari

selama 5 hari dapat meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke dengan
75

hasil kekuatan otot dari skala 2 menjadi 3 pada ekstremitas kiri dan kekuatan

otot pada ektremitas kanan dari skala 1 menjadi 2.

Pada pasien Ny.N mengalami perubahan kekuatan otot pada

ekstremitas, sebelum diberi latihan ROM Pasif ekstremitas kanan atas dan

bawah berada pada skala 2 dan pada ektremitas kiri maupun bawah berada

pada skala 0. Setelah diberikan latihan ROM Pasif mengalami peningkatan

kekuatan otot, pada ektremitas kanan dari skala 2 menjadi 3 dan ektremitas

kiri dari skala 0 menjadi 1. Pernyataan ini sejalan dengan penelitian yang di

ungkapkan oleh Adamovich & Lewis (2007) bahwa latihan ROM 2 kali sehari

dapat meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

setelah menerapkan terapi non-farmakologis yaitu dengan pemberian

latihan Range Of Motion (ROM) pasif pada Asuhan Keperawatan Stroke

dengan kasus Non Hemoragik Stroke di ruangan Stroke Center RSUD Poso,

maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengkajian yang didapatkan pada pasien yaitu Pasien bernama Ny. N, usia

50 tahun jenis kelamin perempuan, berstatus sebagai ibu rumah tangga,

agama islam, alamat Desa Lembomawo. Ny. N masuk RSUD Poso pada

tanggal 24 Juni 2018 dengan diagnosa medis Non Hemoragik Stroke serta

keluhan utama tiba-tiba pingsan, dan tidak sadar.

2. Rencana/Intervensi keperawatan yang dilakukan pada Ny.N yaitu

menjelaskan pada pasien atau keluarga pasien tentang manfaat dan tujuan

melakukan latihan sendi, memakaikan baju yang tidak menghambat latihan

sendi, membantu pasien untuk mendapatkan posisi tubuh yang optimal

untuk pergerakan sendi pasif, melakukan latihan ROM pasif atau

instruksikan pasien dan keluarga cara melakukan latihan ROM pasif,

membantu keluarga pasien untuk membuat jadwal latihan ROM pasif.

76
77

3. Pemberian latihan ROM pasif 2 kali sehari yakni pagi dan sore selama 5

hari dapat meningkatkan kekuatan otot pada ekstremitas yang dirasakan

pasien.

4. Penerapan latihan ROM pasif pada Ny.N mengalami peningkatan kekuatan

otot ektremitas pada penderita penyakit stroke di RSUD Poso.

B. Saran

1. Keluarga pasien diharapkan dapat melakukan latihan ROM tersebut dengan

mandiri sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh peneliti.

2. Diharapkan bagi perawat yang bertugas di Ruang Stroke Center RSUD

Poso dapat memberikan latihan ROM 2 kali sehari pada penderita Stroke.
DAFTAR PUSTAKA

Adamovich & Lewis, Pengaruh pemberian latihan ROM terhadap kekuatan otot
Pasien Stroke di RSUD Gambiran 2007

American Hearth Association ,(2014). Pengertian Stroke. Jurnal Stroke, 1.


Arif Mutaqqin,. Asuhan Keperawatan dengan gangguan sistem persarafan.
salemba medika. Jakarta.2012.

Arya. (2011). Strategi Mengatasi dan Bangkit Dari Stroke. Yogyakarta


: Pustaka Belajar
Corwin. 2010. Buku Saku Patofisiologi edisi 3. EGC : Jakarta

Dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, 2013. Prevalensi penderita Stroke


Di Sulawesi Tengah.
Dinas Kesehatan Kabupaten Poso, 2018. Prevalensi jumlah Penderita Stroke
Di Kab. Poso

Gilang. 2007. Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM) Terhadap Kekuatan Otot,
Luas Gerak dan Kemampuan Fungsional Pasien Stroke di RSUD Dr. Salamun
Bandung.
Iskandar, (2004), Panduan praktis pencegahan dan pengobatan stroke, PT Bhuana
Ilmu Populer, Kelompok Gramedia, Jarkarta.
Judith Wilkinson, 2014. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.Jakarta : EGC.

Liyanawati, D. (2015). Pemberian Range Of Motion (ROM) Aktif-Asitif terhadap


peningkatan kekuatan otot ekstremitas atas pada asuhan keperawatan dengan
stroke diruang anyelir RSUD Dr. Soediran. Asuhan Keperawatan Stroke.

Maria dkk, 2011. Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM) Terhadap Kekuatan
Otot, Luas Gerak dan Kemampuan Fungsional Pasien Stroke di RS Sint
Carolus Jakarta.

Nursalam. 2011. Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Praktik.


Jakarta: Salemba Medika

78
Nabyl, 2012. Deteksi dini dan gejala stroke, solusi hidup sehat bebas stroke.
Yogyakarta. Aulia Publishing.
Potter & Perry. 2006. Asuhan keperawatan Stroke. EGC: Jakarta

Potter & Perry. 2005. Konsep Range Of Motion (ROM). EGC : Jarkarta
Rekam Medik RSUD Poso, 2017. Prevalensi Pasien Stroke.
Riset Kesehatan Dasar(Rikesdas). (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan kementerian RI tahun 2013.
Rizaldy, 2010. Definisi Stroke dan Gejala stroke . Yogyakarta
Smeltzer dan Bare. 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa oleh
Agung Waluyo, EGC, Jakarta.
Sudoyo Aru, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:
Interna Publishing

Suratun dkk, 2008. Konsep latihan Range Of Motion . Jakarta: Mediaction


Widagdo, Suharyanto, Aryani, (2008). Asuhan Keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem persarafan. Jakarta : Trans Info Media

WHO. (2016) dalam Winda Praditiya 2017. Upaya Peningkatan Mobilitas Fisik Pada
Pasien Stroke Hemoragik. Surakarta.
Yastroki. (2012). Data Stroke Indonesia. Jakarta: Fakultas Kedokteran EGC

79

Anda mungkin juga menyukai