NPM : 1718011077
Tutorial : 13
PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau substrat untuk pertumbuhan
mikroorganisme patogenik dan organisme lain penyebab penyakit. Faktor yang
mempengaruhi adanya mikroba adalah faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
Faktor intrinsik adalah faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh usaha apapun,
artinya faktor yang berasal dari dalam seperti adanya komponen zat makanan
yang diperlukan mikroba. Sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor yang dapat
dikendalikan oleh manusia (Susianawati, 2017).
Penyakit menular yang cukup berbahaya seperti tifus, kolera, disentri, atau tbc,
mudah tersebar melalui bahan makanan. Gangguan-gangguan kesehatan,
khususnya gagguan perut akibat makanan disebabkan, antara lain oleh
kebanyakan makan, alergi, kekurangan zat gizi, keracunan langsung oleh bahan-
bahan kimia, tanaman atau hewan beracun; toksintoksin yang dihasilkan bakteri;
mengkomsumsi pangan yan mengandung parasit-parasit hewan dan
mikroorganisme. Gangguan-gangguan ini sering dikelompokkan menjadi satu
karena memiliki gejala yang hampir sama atau sering tertukar dalam penentuan
penyebabnya (Susianawati, 2017).
Kerusakan bahan pangan dapat berlangsung cepat atau lambat tergantung dari
jenis bahan pangan atau makanan yang bersangkutan dan kondisi lingkungan
dimana bahan pangan tersebut diletakkan. Salah satu indikator kerusakan produk
pangan atau makanan adalah bila jumlah mikroorganisme tumbuh melebihi batas
yang telah ditetapkan.Untuk mengetahui sejauh mana kerusakan bahan pangan
tersebut dan untuk mengetahui aman atau tidaknya makanan tersebut dikonsumsi,
maka harus terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan mikrobiologi.Pengujian
mikrobiologi diantaranya meliputi uji kuantitatif untuk menentukan mutu dan
daya tahan suatu makanan, uji kualitatif bakteri patogen untuk menentukan
tingkat keamanannya, dan uji bakteri indikator untuk mengetahui tingkat sanitasi
makanan tersebut (Wijayanti, 2011).
Metode TPC merupakan metode untuk menghitung jumlah mikroba yang terdapat
pada sampel makanan dan produk hasil pertanian. Jumlah mikroba harus dibatasi
pada produk makanan dan hasil pertanian harus mengikuti standar-standar yang
sudah ditetapkan. Metode TPC dibedakan atas dua cara, yakni metode tuang
(pour plate), dan metode permukaan (surface / spread plate). Pada metode tuang,
sejumlah sampel (1ml atau 0,1ml) dari pengenceran yang dikehendaki
dimasukkan kecawan petri, kemudian ditambah agar-agar cair steril yang
didinginkan (47-50oC) sebanyak 15-20 ml dan digoyangkan supaya sampelnya
menyebar. Pada penanaman dengan metode permukaan, terlebih dahulu dibuat
agar cawan kemudian sebanyak 0,1 ml sampel yang telah diencerkan dipipet pada
permukaan agar-agar tersebur. Kemudian diratakan dengan batang gelas
melengkung yang steril (Dwidjoseputro, 2005).
Pada umumnya penelitian mengenai TPC diikuti dengan daya simpan produk. Uji
daya simpan produk berguna untuk melihat perkembangan jumlah mikroba
didalam produk selama perlakuan penyimpanan. Sampel akan diuji per jam, per
hari atau per minggu, tergantung jenis produk yang dibuat oleh peneliti. Media
Plate Count Agar (PCA) merupakan media padat, yaitu media yang mengandung
agar sehingga setelah dingin media tersebut akan menjadi padat. Media PCA
terdiri dari casein enzymic hydrolisate, yeast extract, dextrose, agar. Media PCA
dilarutkan dengan aqua destilata dengan membentuk suspensi 22,5 g/L kemudian
disterilisasi pada autoklaf 15 menit pada suhu 121°C (Wati, 2018).
1.2 Tujuan
Tujuan percobaan kali ini yaitu:
1. Mengetahui prinsip dan tujuan penentuan jumlah mikroba dengan TPC
2. Mengetahui standar mutu produk berdasarkan jumlah mikroba yang ada
dalam produk tersebut
3. Mengetahui dan melakukan cara penentuan jumlah mikroba dengan metode
TPC dimulai dari preparasi sampel, teknik pengenceran sampel, sampai
dengan aturan perhitungan jumlah koloni dan cara melaporkan data jumlah
bakteri
4. Melakukan pewarnaan gram pada bakteri
5. Melakukan identifikasi pada bakteri dan uji lanjutan.
BAB II
METODE
2.1.2 Bahan
1. Sampel Makanan (Bakso Bakar).
2. Larutan Fisiologis NaCl 0.9%
3. Media PCA
4. Nutrient Broth
5. Crystal Violet
6. Iodin
7. Etanol
8. Safranin
9. Air
10. Media TSIA (Triple Sugar Iron Agar)
11. Media SIM (Sulfida Indole Motility)
12. Bahan untuk test sitrat : Simmons Citrate Agar yang mengandung
indikator Brom Thymol Blue-BTB
13. Media Lactosa
14. Minyak Emersi
Preparasi Sampel
Setelah dikeluarkan dari wadahnya, bahan ditumbuk sampai halus atau
homogen dengan menggunakan mortar dan stamper. Preparasi sampel
dilakukan secara aseptis yaitu dengan menggunakan alat yang steril.
Pengenceran
Pada metode ini, teknik pengenceran merupakan hal yang harus dikuasai.
Sebelu mikroorganisme ditumbuhkan dalam media, terlebih dahulu
dilakukan pengenceran sampel menggunakan larutan fisiologis. Tujuan
dari pengenceran sampel yaitu mengurangi jumlah kandungan mikroba
dalam sampel sehingga nantinya dapat diamati dan diketahui jumlah
mikroorganisme secara spesifik sehingga didapatkan perhitungan yang
tepat. Pengenceran memudahkan dalam perhitungan koloni.
Tahapan pengenceran:
Membuat larutan sampel sebanyak 10 ml (campuran 1ml/1gr sampel
dengan 9 ml larutan fisiologis)
Dari larutan tersebut diambil sebanyak 1 ml dan masukkan ke dalam 9
ml larutan fisiologis (NaCl) sehingga didapatkan pengenceran 10-2.
Dari pengenceran 10-2 diambil lagi 1 ml dan dimasukkan kedalam
tabung reaksi berisi 9 ml larutan fisiologis sehingga didapatkan
pengenceran 10-3, begitu seterusnya sampai mencapai pengenceran
yang kita harapkan.
Sampel yang telah diencerkan diambil sebanyak 1 ml dan diteteskan
pada petri dish, kemudian dituangi media NB cair.
Penghitungan Jumlah Koloni
Penghitungan dilakukan pada media agar yang jumlah populasi
mikrobanya antara 30 – 300 koloni. Bila jumlah populasi kurang dari
30 koloni akan menghasilkan penghitungan yang kurang teliti secara
statistik, namun bila lebih dari 300 koloni akan menghasilkan hal yang
sama karena terjadi persaingan diantara koloni.
Penghitungan populasi mikroba dapat dilakukan setelah masa
inkubasi yang umumnya membutuhkan waktu 24 jam atau lebih.
Uji Gula-Gula
1. HASIL
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut.
10-4 37 Bulat,
berwarna
putih
CFU=
1. Zat Makanan
Komponen kimiawi dan bahan makanan dapat ikut menentukan jenis
mikroorganisme yang dominan di dalam bahan makanan
tersebut.Komponen kimiawi tersebut sangat menentukan jumlah zat-zat
gizi yang paling penting untuk perkembangan mikroorganisme (Buckle
1987).
2. Suhu Pertumbuhan
Menurut Buckle (1987), suhu dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme dengan dua cara yang berlawanan yaitu (1) apabila suhu
mengalami kenaikan sekitar suhu optimalnya, kecepatan metabolisme naik
dan pertumbuhan dipercepat sedangkan bila suhu turun sekitar suhu
optimalnya, kecepatan metabolisme akan menurun dan pertumbuhan juga
diperlambat. Selanjutnya, Winarno (2002) menyebutkan bahwa setiap
penurunan suhu 8°C akan membuat kecepatan reaksi berkurang menjadi
setengahnya. (2) bila suhu naik hingga diatas suhu maksimal atau turun
dibawah suhu minimal, maka pertumbuhan mungkin akan terhenti,
komponen sel menjadi tidak aktif dan sel-sel mengalami kematian.
3. Nilai pH
Setiap organisme memiliki kisaran pH tertentu yang masih
memungkinkan bagi pertumbuhannya dan juga mempunyai pH optimum.
Pada umumnya, mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran suhu 6,6-8,0
dan nilai pH luar pada kisaran 2,0-1,0 sydah bersifat merusak (Buckle
1987). Mikroorganisme juga memerlukan pH tertentu untuk
pertumbuhannya, namun pada umumnya bakteri memiliki kisaran pH
yang sempit, yaitu sekitar pH 6,5-7,5 atau pada pH netral.
4. Aktifitas Air
Jumlah air yang terkandung didalam bahan makanan atau larutan disebut
sebagai aktivitas air (water activity). Jenis mikroorganisme yang berbeda
membutuhnkan jumlah air yang berbeda pula untuk pertumbuhannya.
Bakteri umumnya memerlukan media yang memiliki nilai aw tinggi
(0,91), khamir membutuhkan nilai aw 0,87-0,91 sedangkan kapang
membutuhkan nilai aw yang lebih rendah lagi, yaitu 0,80-0,87 (Buckle
1987).
5. Ketersediaan Oksigen
Masing-masing organisme membutuhkan jumlah oksigen yang berbeda
untuk metabolismenya. Ada organisme yang tidak membutuhkan oksigen
sama sekali untuk pertumbuhannya (anaerob), ada yang membutuhkan
sedikit oksigen (mikroaerofil) dan ada yang dapat tumbuh dan
berkembang biak pada kondisi lingkungan yang cukup oksigen maupun
tidak ada oksigen sama sekali (anaerob fakultatif).
6. Senyawa penghambat
Pertumbuhan bakteri juga dipengaruhi oleh senyawa-senyawa dalam
bahan makanan yang bersifat antimikroba yang secara ilmiah ada didalam
bahan makanan tersebut maupun yang sengaja ditambahkan seperti asam
benzoat dan asam sorbat.
7. Waktu
Menurut Fardiaz (1992), perbedaan dalam sifat-sifat sel suatu organism
dan mekanisme pertumbuhannya menyebabkan perbedaan dalam
kecepatan pertumbuhan. Umumnya, semakin komplek dalam sifat-sifat sel
suatu organisme, maka waktu yang dibutuhkan oleh sel untuk membelah
semakin lama.Bakteri membelah lebih cepat dari pada khamir, sedangkan
khamir lebih cepat dari pada kapang. Bakteri membelah secara cepat dan
tumbuh maksiimal dalam waktu 45 menit, khamir baru membelah dengan
cepat dalam waktu 90 menit, kemudian kapang membelah dalam waktu
180 menit.
8. Potensial Reduksi Oksidiasi ( Redoks )
Potensial reduksi oksidasi menunjukkan kemampuan substrat untuk
melepaskan elektron (oksidasi) atau menerima elektron (reduksi).Potensial
redoks sangat berpengaruh terhadap kehidupan mikroba.Mikroba
memerlukan potensial redoks positif (teroksidasi), sedangkan pada
mikroba anaerob memerlukan potensial redoks negatif (tereduksi).
9. Struktur Biologi
Struktur biologi seperti kulit pada telur, kulit kacang-kacangan dan kulit
buah berperan mencegah masuknya mikroba ke dalam bahan pangan
tersebut.
10. Faktor Pengolahan
Mikroba spesifik yang terdapat di dalam bahan pangan dapat dikurangi
jumlahnya oleh berbagai jenis metode pengolahan atau pengawetan
pangan. Jenis-jenis pengolahan atau pengawetan pangan yang
berpengaruh terhadap kehidupan mikroba, antara lain suhu tinggi, suhu
rendah, penambahan bahan pengawet dan irradiasi.
Perhitungan Jumlah Koloni.
Pada praktikum kali ini menghitung jumlah bakteri pada bakso bakar. Hasil dari
metode hitungan cawan menggunakan suatu standar yang disebut dengan Total
Plate Counts (TPC). Standar tersebut adalah cawan yang dipilih dan dihitung
adalah yang mengandung jumlah koloni antara 30-300, beberapa koloni yang
bergabung menjadi satu merupakan satu kumpulan koloni yang besar yang jumlah
koloninya diragukan dapat dihitung sebagai satu koloni, dan satu deretan rantai
koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung sebagai satu koloni. Plate
count agar (PCA) adalah mikrobiologi medium pertumbuhan umum digunakan
untuk menilai atau memonitor "total" atau layak pertumbuhan bakteri dari sampel
(Waluyo, 2008).
Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram adalah pewarnaan diferensial yang sangat berguna dan paling
banyak digunakan dalam laboratorium mikrobiologi, karena merupakan tahapan
penting dalam langkah awal identifikasi. Pewarnaan ini didasarkan pada tebal
atau tipisnya lapisan peptidoglikan di dinding sel dan banyak sedikitnya lapisan
lemak pada membran sel bakteri. Pewarnaan gram menggunakan 4 macam zat
pewarna yaitu meliputi Cibol Getian Violet sebagai pewarna primer, Iodium
sebagai pewarna sekunder, Alkohol sebagai larutan pemucat, Safranin sebagai
pewarna pembanding. Jenis bakteri berdasarkan pewarnaan gram dibagi menjadi
dua yaitu gram positif dan gram negatif. Bakteri gram positif memiliki dinding sel
yang tebal dan membran sel selapis. Sedangkan baktri gram negatif mempunyai
dinding sel tipis yang berada di antara dua lapis membran sel (Manurung, 2012)
Bakteri gram negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil
ungu pada metode pewarnaan gram. Bakteri gram positif akan mempertahankan
warna ungu gelap setelah dicuci dengan alcohol, sementara bakteri gram negatif
tidak. Bakteri gram positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna metil
ungu sewaktu proses pewarnaan gram. Bakteri jenis ini akan berwarna biru atau
ungu di bawah mikroskop, sedangkan bakteri gram negatif akan berwarna merah
muda. Perbedaan klasifikasi antara kedua jenis bakteri ini terutama didasarkan
pada perbedaan struktur dinding sel bakteri.
Pada praktikum kali ini dilakukan teknik pewarnaan yaitu pewarnaan pada
bakteri. Diawali dengan mengoleskan isolat bakteri dengan tujuan agar isolat
bakteri dapat merata dikaca preparat. Lalu dilakukan fiksasi untuk melekatkan
mikroorganisme di kaca preparat. Sedangkan pemberian Iodium bertujuan untuk
memperkuat warna pada bakteri. Alkohol 96% berfungsi sebagai pemucat atau
peluntur warna pada bakteri. Dan tahap terakhir yaitu pemberian safranin yang
berfungsi untuk memberi warna kembali pada bakteri yang telah kehilangan
warna pada proses pemucatan dengan menggunakan alkohol. Pada bakteri di
preparat menunjukkan warna merah dan berbentuk basil. Hal ini membuktikan
bahwa bakteri di preparat merupakan bakteri gram negatif dikarenakan pada
bakteri gram negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil
ungu pada metode pewarnaan gram
Uji Katalase
Uji katalase merupakan salah satu uji biokimia dengan menggunakan prinsip
pemecahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air (H2O) dan oksigen (O2).
Hidrogen peroksida (H2O2) merupakan hasil respirasi aerobik yang bersifat racun
terhadap sel mikroba sehingga perlu didetoksifikasi (Komala dkk,
2012). Mikroorganisme dikatakan positif katalase, jika pada media kultur
mikrobia tersebut muncul gelembung udara (O2) (Sumarsih dkk., 2009).
Uji katalase dilakukan dengan cara satu jarum ose koloni bakteri di ambil dari
stok kultur, kemudian dioleskan pada media di kaca objek. Uji ini dilakukan
dengan menggunakan jarum ose bulat. Indikator pada uji katalase yaitu dengan
timbulnya gelembung udara disekitar kultur (Pakpahan dkk., 2013). Pada
percobaan tidak didapatkan adanya buih setelah diteteskan hidrogen peroksida,
yang menandakan bahwa uji katalase negatif.
Pada percobaan SIM yang telah dilakukan terlihat adanya pergerakan dari bakteri,
yang menandakan bakteri tersebut motil. Tidak terbentuknya cincin yang
berwarna merah muda di permukaan biakan, hal ini berarti bakteri ini tidak
membentuk indol dari triptophan sebagai sumber karbon. Tidak terlihat ada warna
hitam, maka menandakan bakteri ini tidak menghasilkan Hidrogen Sulfit (H2S).
Pada bakteri dengan uji indol positif, maka dalam media biakan, Indol menumpuk
sebagai produk buangan, sedangkan bagian lainnya dari molekul tryptofan ( asam
piruvat dan NH4+) dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan zat hara
mikroorganisme. Reagens bereaksi dengan indol dan menghasilkan senyawa yang
tidak larut dalam air dan berwarna mera pada permukaan medium (Widyawati,
2012).
Uji TSIA
Uji Triple Sugar Iron agar (TSIA) merupakan metode yang digunakan untuk
melihat kemampuan mikroorganisme dalam memfermentasikan gula. Media yang
diguanakan dalam uji TSIA ini adalah TSIA agar yang mengandung 3 macam
gula, yaitu glukosa 0,1%, laktosa 0,1%, dan sukrosa 0,1%. Selain itu, juga
terdapat indicator fenol merah yang menyebabkan perubahan warna dari merah
orange menjadi kuning dalam suasana asam. TSIA juga mengandung natrium
trisulfat, yaitu suatu substrat untuk penghasil H2S, ferro sulfat menghasilkan FeS
(precipitat), bewarna hitam untuk membedakan bakteri H2S dengan bakteribakteri
lainnya. Konsentrasi glukosa adalah 1/10 dari konsentrasi laktosa atau sukrosa
agar fermentasi glukosa saja yang terlihat (Yusuf, 2009).
Pada uji TSIA warna media berubah menjadi merah karena bakteri bersifat basa
Perubahan warna media ini menandakan bahwa bakteri ini tidak memfermentasi
laktosa dan sukrosa. Pada media daerah butt media berubah berwarna kuning ini
menandakan bakteri memfermentasi glukosa. Pembentukan gas positif ini hasil
dari fermentasi H2 dan CO2 dapat dilihat dari pecahnya dan terangkatnya agar.
Pembentukan H2S positif ditandai dengan adanya endapan berwarna hitam
(Yusuf, 2009)
Pada percobaan kali ini, pada uji TSIA Slant dan Butt berwarna kuning yang
berarti bakteri mampu memfermentasi glukosa, sukrosa dan laktosa. Serta tidak
disertai pembentukan gas.
Uji Laktosa
Tujuan dari pemeriksaan uji gula-gula adalah untuk mengetahui kemampuan
organism memfermentasi karbohidrat. Prinsip dari pemeriksaan ini adalah bakteri
akan memecah karbohidrat tertentu yang tergabung dalam medium dasar dengan
membentuk asam atau asam dengan gas (Burrows, 2004). Larutan gula yang
dipakai adalah glukosa, laktosa, maltosa, manitol, dan sukrosa. Uji ini didasarkan
atas kemampuan bakteri untuk memfermentasi gula-gula tersebut yang ditandai
dengan perubahan warna dari biru menjadi kuning (Soemarno, 2003).
Pada percobaan terjadi perubahan warna pada media glukosa yang berubah
menjadi warna kuning yang menandakan bakteri ini membentuk asam dari
fermentasi laktosa. Tidak terbentuk gelembung pada tabung durham yang
diletakan terbalik didalam tabung media yang berarti hasil fermentasi tidak
berbentuk gas.
BSN. 2009. Standar Nasional Indonesia (SNI) No: 7388-2009 tentang batas
maksimum cemaran mikroba dan batas maksimum residu dalam bahan
makanan asal hewan. Jakarta: BSN
Buckle et al. 1987. Ilmu pangan terjemahan purnomo h, adiono. Jakarta: UI Press.
Fardiaz S. 2002. Mikrobiologi pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi IPB.
Komala PS, Helard D, Delimas D. 2012. Identifikasi mikroba anaerob dominan pada
pengolahan limbah cair pabrik karet dengan sistem multi soil layering
(MSL). Jurnal Teknik Lingkungan UNAND. 9(1): 74-88
Ratna S. 2012. Mikrobiologi dasar dalam praktek: Teknik dan Prosedur dasar
Laboratorium. Jakarta: PT Gramedia.
Soemarno. 2003. Isolasi dan identifikasi bakteri klinik. Akademi Analisis Kesehatan
Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Susianawati R. 2017. Kajian penerapan gmp dan ssop pada produk ikan asin kering
dalam upaya peningkatan keamanan pangan di kabupaten kendal.
semarang. Semarang : Tesis Program Studi Magister Manajemen
Sumberdaya Pantai-UNPAD.
Wati RY. 2018. Pengaruh pemanasan media plate count agar (pca) berulang terhadap
uji total plate count (tpc) di laboratorium mikrobiologi teknologi hasil
pertanian unand. Jurnal Unand. 1(2):44-7
Widyawati, A., 2012. Bacillus sp asal kedeai yang berfungsi sebagai pemacu
tumbuhan tanaman dan biokontrol fungi patogen akar. Tesis. Institut
Pertanian Bogor.
Winarno, 2002. Kimia pangan dan gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Yusuf, A. 2009. Analisis risiko agen hayati untuk pengendalian patogen pada
tanaman. Skripsi. Universitas Riau.
LAMPIRAN