Anda di halaman 1dari 4

Mola Hidatidosa

Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan Penunjang

a) Anamnesis

Pasien dengan mola hidatidosa biasanya mengalami keluhan sebagai berikut1

1) Perdarahan pervaginam
2) Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan
namun tidak selalu
3) Hipertiroidisme
4) Hiperemesis gravidarum
5) Preeklampsia
6) Perdarahan baik sedikit maupun banyak yang berwarana
merah kecoklatan
7) Amenorea dengan durasi berbeda-beda diikuti perdarahan
ireguler.

b) Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan abdomen
a) Ukuran uterus lebih besar dari yang diperkirakan, hal ini
dikarenakan pertumbuhan vesikel yang berlebihan dan perdarahan
yang tersembunyi.
b) Uterus bersifat elastis/kenyal. Hal ini dikarenakan tidak adanya
kantung amnion.4
c) Bagian janin tidak teraba dan tidak ada pergerakan janin.
Balotement eksternal tidak dijumpai.
d) Tidak adanya denyut jantung janin yang dideteksi melalui Doppler.

Tanda abdominal yang negatif ini dinilai ketika tanda ini seharusnya ada
berdasarkan ukuran uterus dalam kasus tertentu.
2. Pemeriksaan pervaginam
a) Balotement internal tidak di jumpai.
b) Pembesaran unilateral atau bilateral (kista teka lutein) dari ovarium
dapat teraba pada 25-50% kasus. Pembesaran ovarium dapat tidak
teraba akibat pembesaran dari uterus. Pasien dengan kista teka
lutein memiliki risiko lebih besar menderita keganasan.
c) Dijumpainya vesikel dalam vagina merupakan patognomonik pada
mola hidatidosa.
d) Jika ostium serviks terbuka, bekuan darah atau vesikel dapat
dirasakan.

c) Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Darah lengkap dengan hitung platelet, blood urea nitrogen (BUN),
kreatinin, dan fungsi hati. Golongan darah, fungsi tiroid diindikasikan.
Prothrombin time (PT), partial thromboplastin time (PTT), protrombin,
fibrinogen diperiksa jika secara klinis diindikasikan.23 Kadar hCG
yang tinggi (> 100.000 IU/L) biasanya dijumpai pada pasien dengan
kehamilan mola komplit. Penilaian kadar hCG > 100.000 IU/L disertai
dengan perdarahan pervaginam dan pembesaran uterus merupakan
sugestif untuk diagnosis kehamilan mola komplit. Pada kehamilan
mola parsial biasanya kurang berhubungan dengan peningkatan kadar
hCG, biasanya < 100.000 IU/L. berdasarkan subunit hCG, kehamilan
mola komplit memiliki kadar subunit beta hCG yang lebih tinggi
dibandingkan kehamilan mola parsial (24:1). Sedangkan, pada
kehamilan mola parsial mempunyai kadar alfa hCG yang lebih tinggi
dibandingkan kehamilan mola komplit (0,85:0,17). Rata-rata
persentasi rasio beta hCG terhadap alf hCG pada kehamilan mola
komplit dan mola parsial adalah 20,9:2,4.12

2. Foto polos
Foto polos abdomen dapat dilakukan jika usia kehamilan lebih dari 16
minggu. Pada kehamilan mola dapat dijumpai bayangan janin yang
negatif. Pemeriksaan foto polos dada juga dilakukan untuk mengetahui
adanya embolisasi paru.
3. USG
Pencitraan sonografi merupakan andalan dalam mendiagnosis penyakit
trofoblastik.
USG merupakan teknik yang akurat dan sensitif untuk mendiagnosiss
mola hidatidosa komplit. Kehamilan mola komplit dengan
karakteristik pola vesikuler akibat pembengkakan pada seluruh
korionik vili. Korionik vili pada trimester satu tampak kecil dan sedikit
kavitasi. Namun, secara umum pada kehamilan mola komplit
menunjukkan massa uterin ekogenik dengan beberapa rongga kistik
anekoik tetapi tanpa janin atau kantung amnion, tampilan ini sering
disebut sebagai badai salju (snow storm) atau gambaran seperti sarang
lebah (honey comb). Tampilan USG pada kehamilan mola parsial
berupa penebalan dan multikistik plasenta bersama dengan janin yang
disertai retardasi pertumbuhan atau setidaknya jaringan janin.
Walaupun beberapa karakteristik ini hanya dijumpai kurang dari
setengah kejadian mola hidatidosa.
4. CT dan MRI
Penggunaan CT dan MRI untuk diagnosis tidak dianjurkan. Diagnosis
pasti mola hidatidosa didapati melalui pemeriksaan histopatologi dari
hasil konsepsi.

Tatalaksana Perdarahan Hebat

1. Perbaikan keadaan umum Yang termasuk diantaranya misalnya


pemberian transfusi darah untuk memperbaiki syok atau anemia
dan menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti preeklampsia
atau tirotoksikosis.
2. Pada abortus insipiens dan abortus inkompletus, bila ada tanda-
tanda syokmaka diatasi dulu dengan pemberian cairan dan
transfuse darah. Kemudian,jaringan dikeluarkan secepat mungkin
dengan metode digital dan kuretase.Setelah itu, beri obat-obat
uterotonika dan antibiotika.7 Pada keadaan abortuskompletus
dimana seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan
fetus),sehingga rongga rahim kosong, terapi yang diberikan hanya
uterotonika (agar uterus berkontraksi sehingga perdarahan
berhenti).Untukabortus tertunda, obat diberi dengan maksud agar
terjadi his sehingga fetus dandesidua dapat dikeluarkan, kalau tidak
berhasil, dilatasi dan kuretase dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
3. Prawirohardjo, Sarwono.2008. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
4. Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. Obstetri Williams.
Edisi 21. Jakarta: EGC, 2005
5. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. Ilmu Kebidanan.
Edisi ke-4. Jakarta: PT Bina Pustaka; 2011.h.550-6
6. Sastrawinata, Sulaiman. dkk. 2005. Ilmu Kesehatan Reproduksi:
Obstetri Patologi. EdisiJakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai