Anda di halaman 1dari 11

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk dapat


mempertahankan hidup, karenanya masalah pangan merupakan topik yang
menarik untuk dikaji. Terjaminnya ketersediaan pangan dalam jumlah yang
cukup, kualitas yang memadai dan tingkat harga yang terjangkau oleh penduduk
merupakan beberapa sasaran dan terget yang ingin dicapai dalam penyusunan dan
perumusan kebijakan pangan nasional
Diperkirakan bahwa pada tahun 2030 jumlah penduduk Indonesia akan
mencapai 780 juta jiwa ( Bappenas, 2017) dan hal tersebut dapat menimbulkan
permasalahan dalam hal penyediaan pangan karena pertumbuhan penduduk tidak
berbanding lurus dengan peningkatan produksi bahan pangan sebagaimana
dikatakan oleh Tomas Robert Maltus ( 1766-1834 ) bahwa penduduk bertambah
menurut deret ukur sedangkan pertambahan produksi pertanian adalah menurut
deret hitung. Pembangunan ketahanan pangan dihadapkan pada permasalahan
pokok dimana pertumbuhan permintaan pangan adalah lebih cepat dari
pertumbuhan produksinya.
Secara nasional cepatnya pertumbuhan permintaan pangan baik dari aspek
mutu, jumlah dan keragamannya disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
adalah pertumbuhan penduduk, pertumbuhan industri, daya beli masyarakat serta
preferensi konsumen, sedangkan kapasitas produksi nasional saat ini terganggu
oleh kompetisi dalam penggunaan lahan, fenomena degradasi sumberdaya alam
dan lingkungan serta terbatasnya dukungan infrastruktur pertanian dan perubahan
iklim global. (Kemenkoinfo RI, 2011 )
Pengaruh iklim ekstrim (climate change ) akibat pemanasan global adalah
salah satu faktor kendala yang sulit ditangani . Iklim dan cuaca menjadi serba
tidak pasti dan kadang berubah drastis tidak lagi mengikuti ritme iklim tropis dua
musim penghujan dan musim kering, melainkan dalam ritme bersinergi keduanya,

1
hujan di musim kering, atau kering di musim hujan, sudah pasti perubahan drastis
demikian langsung berdampak pada kapasitas produksi pertanian dan ketersediaan
pangan yang masih sangat bergantung pada iklim, sebagai akibat dari itu,
situasinya kadang tidak lagi sekedar penurunan drastis dan krisis ketersediaan
pangan, pada daerah - daerah tertentu karena terkena dampak langsung perubahan
cuaca ekstrim, telah menyentuh situasi krisis atau darurat pangan. (Kemenkoinfo
RI, 2011) Organisasi dunia dan pangan memperkirakan sekitar 65 negara akan
menghadapi risiko kehilangan serelia sebesar 280 juta ton (FAO, 2009). Arifin
(2010 ) menjelaskan bahwa ketahanan pangan di Indonesia akan mengalami
penurunan produksi hingga 20 persen.
Ariningsih dan Rachman ( 2008) menjelaskan bahwa permasalahan pokok
ketahanan pangan adalah terkait kerawanan pangan di berbagai daerah akibat
tidak tercapainya ketahanan pangan di tingkat wilayah maupun rumah tangga.
Kerawanan pangan terjadi berulang-ulang (kronis) dan akibat bencana (tersier)
Pusat ketersediaan dan Kerawanan Pangan Kementrian Pertanian (2009 )
mencatat 100 kabupaten dari 349 kabupaten yang terancam berpotensi mengalami
rawan pangan. Daerah –daerah tersebut memiliki kebutuhan pangan yang cukup
tinggi namun memiliki masalah terkait dukungan penanaman tanaman pangan
dan rendahnya aksetabilitas masyarakat terhadap pangan
FSVA (Food Security Vulnarable Atlas ) Maluku memperlihatkan 3 (tiga)
permasalahan utama yang mempengaruhi ketahanan pangan daerah yakni
rendahnya akses ekonomi dalam mendapatkan pangan, adanya kasus kurang gizi
di beberapa kabupaten dan kewaspadaan dalam menghadapi perubahan iklim.
( Laporan BKP, 2013,2015)
Rendahnya akses ekonomi dipicu tidak hanya oleh rendahnya pendapatan,
namun juga oleh inflasi atau kenaikan harga pangan pokok. Di penghujung tahun
2010 inflasi secara nasional mencapai 6.96 % Menurut BPS sepanjang tahun
2010 beras adalah penyumbang inflasi terbesar yakni 1.29 % dan inflasi bahan
makanan secara umum menyumbang inflasi sebesar 0.69 % dan d iakhir tahun
2010 harga cabai menyumbang inflasi hingga ratusan persen

2
Inflasi bulanan kota Ambon dari 82 kota di Indonesia menduduki peringkat
ke-3 yang disebabkan adanya kenaikan IHK pada semua kelompok pengeluaran
yakni kelompok bahan makanan sebesar 0,50 persen, rokok dan tembakau sebesar
0,06 persen, perumahan, listrik, gas, dan air, dan bahan bakar sebesar 0,08 persen,
kelompok sandang sebesar 0,17 persen, kelompok transportasi, komunikasi dan
jasa keuangan sebesar 3,89 persen, Komoditas yang dominan menyumbang inflasi
di Kota Ambon adalah angkutan udara, cabai merah, kangkung, ikan layang, dan
bayam, (BPS Maluku, 2018 ).
Keterbatasan terhadap upaya pemenuhan bahan pangan baik dari ketersediaan
pangan dan daya beli, sering menjadi alasan tidak tercukupinya kebutuhan gizi
keluarga. Padahal untuk memenuhi kebutuhan pangan yang bergizi, tidak harus
selalu dengan membeli, keluarga dapat memanfaatkan lahan pekarangan sebagai
salah satu sumber potensial penyedia bahan pangan yang bernilai gizii
Beberapa jenis pangan seperti cabai, bayam dan kangkung adalah jenis
tanaman yang umumnya dikembangkan pada kawasan rumah pangan lestari
sehingga program ini sangat penting untuk dilaksanakan tidak hanya pada wilayah
stunting, dan rawan pangan namun juga pada kota yang cenderung mengalami
inflasi. Sehingga program KRPL merupakan salah satu strategi yang tepat dengan
memaksimalkan pemanfaatan lahan pekarangan
Sejalan dengan budaya untuk kembali ke alam (back tonature) menyebabkan
meningkatnya kesadaran masyarakat akan bahaya mengkonsumsi sayuran yang
mengandung bahan kimia. Saat ini pola hidup sehat yang akrab lingkungan telah
menjadi trend baru memulai pola hidup baru dengan menggunakan sayuran yang
ditanam skala rumah tangga karena karena aman dikonsumsi, kandungan nutrisi
tinggi dan ramah lingkungan Mencermati hal tersebut komitmen dari pemerintah
dan instansi terkait untuk melibatkan rumah tangga mewujudkan kemandirian
pangan melalui diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal, dan konservasi
tanaman pangan untuk masa depan perlu diaktualisasikan dalam menggerakkan
kembali budaya menanam di lahan pekarangan .
Justifikasi pentingya penelitian ini terkait tantangan utama dalam
mendukung ketahanan pangan di tingkat rumah tangga guna membangun

3
kapasitas dan kemandirian masyarakat yang mampu mengatasi masalah pangan
di dalam rumah tangga maupun di lingkungan sekitarnya. Dengan demikian
peran wanita tani penerima manfaat program KRPL merupakan hal yang sangat
penting guna menjaga keberlanjutan program ini. Aspek pola pikir wanita tani
terhadap manfaat yang diberikan program akan berdampak kepada sikap dan
perilaku mereka dalam mengimplementasikan kegiatan ini. Respons positif
wanita tani akan memberikan hasil yang baik, selanjutnya ketidakmampuan
mereka dalam merespons kegiatan dapat membatasi sikap dan perilakunya
terhadap implementasi program KRPL.
Terkait dengan studi tentang program Kawasan Rumah Pangan Lestari
memang sudah banyak dilakukan di Indonesia, namun studi ini masih sangat
terbatas di Maluku.
Studi ini bermaksud untuk mengisi hal tersebut dengan memfokuskan kajian
pada persepsi wanita tani terhadap pemanfaatan pekarangan melalui kegiatan
Kawasan Rumah Pangan Lestari menunjang diversifikasi pangan di Kota Ambon
(Studi kasus pada kelompok Taeno Baru Desa Poka – Kecamatan Teluk Ambon
Baguala - kota Ambon) .

1.2. Rumusan Masalah

Permasalahan yang dihadapi dalam hal konsumsi pangan tidak hanya


mencakup keseimbangan komposisi, namun juga masih belum terpenuhinya
kecukupan gizi. Selama ini pangan yang tersedia baru mencukupi dari segi jumlah
dan belum memenuhi keseimbangan yang sesuai dengan nilai gizi (PPH masih
rendah). Seiring dengan semangat otonomi daerah, maka kebijakan di bidang
ketahanan pangan dalam rangka perencanaan kebutuhan konsumsi dan
penyediaan pangan yang berbasis pada sumber daya pangan lokal juga ditempuh
melalui pendekatan peningkatan Pola Pangan Harapan (PPH). Pola pangan
harapan adalah jenis dan jumlah kelompok pangan utama yang dianjurkan untuk
memenuhi kebutuhan zat gizi berdasarkan kontribusi zat gizi energi masing-
masing kelompok pangan. Peningkatan nilai PPH memerlukan penganekaragaman

4
pangan. Upaya peningkatan nilai PPH tersebut dapat dicapai dengan
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi aneka ragam pangan
dengan prinsip gizi seimbang melalui program diversifikasi pangan
Program diversifikasi pangan di Kota Ambon dapat didukung melalui
pemanfaatan pekarangan dengan melakukan pembudidayaan tanaman dan ternak
di lahan pekarangan, seperti jenis tanaman: sumber pangan lokal bernilai
ekonomis tinggi yang dibutuhkan, misalnya ubi jalar, singkong, talas (patatas);
tanaman sayuran misalnya kangkung (potong dan cabut), bayam (hijau dan
merah), terong, kacang panjang, tomat, cabe dan lain-lain; tanaman rempah-
rempah dan obat yaitu jahe, temulawak, kunyit, sereh; buah-buahan meliputi
mangga, rambutan, pepaya, jambu, sirsak, pisang atau lainnya. Jenis ternak:
bebek, ayam, dan lainnya. Pemilihan komoditas tanaman dan ternak yang sesuai
membuat hasil yang diperoleh dapat beragam, sehingga dapat memenuhi
kecukupan gizi mikro keluarga yang berimbang
Pemanfaatan pekarangan untuk pemenuhan kebutuhan pangan keluarga di
Kota Ambon sudah dilakukan oleh masyarakat sejak lama dan terus berlangsung
hingga sekarang, namun belum dirancang dengan baik dan sistematis
pengembangannya, terutama dalam menjaga kelestarian sumber daya
(keberlanjutan usaha pekarangan). Sampai saat ini pemanfaatan pekarangan untuk
pemenuhan kebutuhan pangan keluarga belum mendapat perhatian serius dari
keluarga, bahkan cenderung dibiarkan begitu saja. Kalaupun pekarangan ditanami
dengan bermacam tanaman (tanaman campuran), jenis tanaman yang umumnya
ditanam adalah tanaman yang tidak produktif (sekedar mengisi kekosongan lahan)
dan tidak tertata dengan baik. Pemenuhan pangan keluarga masih bersumber dari
luar (membeli), belum berorientasi pada penguatan pangan lokal. Hasil dari
pemanfaatan pekarangan jika dikelola dengan baik, melalui penataan komoditas
usaha (tanaman dan ternak), dapat meningkatkan pemenuhan gizi mikro melalui
perbaikan menu makanan keluarga, serta dapat berfungsi sebagai media ekonomi
produktif yang lestari. Terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi bagi anggota
keluarga yang diperoleh dari pekarangan sebagai sumber keanekaragaman pangan
keluarga, diduga berawal dari persepsi pemilik pekarangan (perempuan ) tentang

5
pemanfaatan pekarangan, serta peran perempuan dan keluarganya dalam
mengelola pekarangan, sehingga pekarangan dapat menjadi lahan usahatani
keluarga yang produktif dan ekonomis. Pemahaman yang baik dan benar tentang
fungsi, manfaat pekarangan, diversifikasi makanan serta pentingnya makanan
yang beragam, bergizi, seimbang dan aman (B2SA) dapat memotivasi perempuan
dan keluarganya untuk mengoptimalisasi pekarangan yang mereka miliki,
sehingga lebih berdaya guna bagi pemenuhan pangan
Perempuan sesuai kodratnya memiliki peran yang sangat penting dalam
rumah tangga. Peran perempuan dalam penyediaan pangan keluarga melalui
pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan keluarga cenderung lebih
dominan. Aprodite M Sahusilawane dalam tulisannya mengenai….. menjelaskan
bahwa di Maluku Barat Daya perempuan adalah “inai “ mereka memiliki peran
yang sangat penting sebagai mencari nafkah dan penentu pemenuhan sumber
pangan keluarga Kehler (Adekunle 2013) mengatakan di daerah perdesaan Afrika
Selatan perempuan memainkan peran penting dalam pertanian sebagai produsen
makanan dari pada laki-laki. Perempuan memiliki pengaruh nyata di dalam
diversifikasi konsumsi pangan keluarga. Mereka memiliki peran penting dalam
mengatur dan mengelola sumberdaya keluarga terutama pangan yang berasal dari
lahan pekarangan. Menurut Soetomo (2006), sebagian besar yang terlibat dalam
pengelolaan usahatani pekarangan adalah perempuan. Kenyataan tersebut dapat
dipahami mengingat pemanfaatan pekarangan pada umumnya masih merupakan
usaha sambilan dan mudah dijangkau oleh perempuan yang juga bertanggung
jawab dalam tugas rumah tangga.
Terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi bagi anggota keluarga terutama
pangan dan gizi yang berasal dari hasil pekarangan secara kontinyu (setiap hari)
tergantung dari kompetensi perempuan. Oleh sebab itu perempuan memerlukan
pengetahuan dan teknologi budidaya pertanian dalam pemanfaatan pekarangan,
serta pengetahuan dan keterampilan dalam pengolahan hasil pekarangan. Baliwati
(2009) dan Suryana (2009) menyatakan penganekaragaman konsumsi pangan dan
gizi dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya faktor: (1) internal (individual),
seperti pendapatan, preferensi, budaya, serta pengetahuan gizi; (2) ekternal

6
agroekologi, produksi, ketersediaan dan distribusi, keanekaragaman pangan, serta
promosi termasuk penyuluhan. Perempuan sebagai pengelola/pemanfaat
pekarangan perlu melakukan transformasi pola pikir oleh karena itu perempuan
perlu didorong dalam pemberdayaan melalui kelompok wanita tani ( Lucya,
2015 )
Rotter (1954, dalam Mearn, 2010) menjelaskan bahwa setiap orang
mengintepretasikan kondisi yang sama dengan cara yang berbeda dan setiap orang
memiliki ekspektasi yang berbeda pula terhadap situasi yang sama Oleh karena itu
penafsiran secara subjektif terhadap lingkungan akan menentukan bagaimana
seseorang berperilaku. Dengan kata lain, persepsi individu satu dengan yang
lainnya terhadap Program KRPL akan saling berbeda.. Adanya perbedaan inilah
yang antara lain menyebabkan mengapa seseorang menyenangi suatu obyek,
sedangkan orang lain tidak senang bahkan membenci obyek tersebut. Hal ini
sangat tergantung bagaimana individu menanggapi obyek tersebut dengan
persepsinya. Pada kenyataannya sebagian besar sikap, tingkah laku dan
penyesuaian ditentukan oleh persepsinya. Jika persepsi masyarakat terhadap
pemanfaatan pekarangan dan diversifikasi pangan baik, maka program
diharapkan dapat berjalan dengan baik dan dapat dilanjutkan pada masa- masa
selanjutnya Penafsiran secara subjektif terhadap lingkungan akan mempengaruhi
cara seseorang berperilaku.

.Aspek status keberlanjutan pemanfaatan lahan pekarangan merupakan hal


yang sangat penting dalam mempertahankan dampak atau manfaat positif kegiatan
ini yang masih menghadapi tantangan yang cukup berat khususnya terkait dana
Banper. Laporan Dinas Ketahanan Pangan Maluku menyebutkan bahwa
pelaksanaan program KRPL di Maluku telah dilaksanakan sejak tahun 2013 -
adapun sebanyak 68 kelompok sejak tahun 2013 menerima dana Bantuan
Pemerintah yang diberikan kepada masyarakat Maluku hingga 2015.. Kota
Ambon memperoleh dukungan program sebanyak 15 kelompok KRPL dari 91
kelompok KRPL Maluku sebagaimana terlihat pada tabel dibawah ini :

7
Tabel Daftar Nama Kelompok di Kota Ambon 2013 -2015
Kecamatan Nama Nama Thn Status 2018
Desa/Dusun Kelompok Penumbuhan –
Kemandirian
Teluk Dusun Air Ali Melati Kartika 2013 – 2015 Aktif
Ambon Rumah Tiga
Teluk Dusun Keranjang Gelatik 2013 – 2015 Tidak aktif
Ambon Desa Rumah Tiga
Teluk Dusun Talaga Pange Anggrek` 2013 – 2015 Tidak aktif
Ambon Desa Poka
Baguala Waiheru Sejahtera 2013 – 2015 Tidak aktif
Mandiri
Baguala Passo Fajar 2013 – 2015 Tidak aktif
Baguala Lateri Nenas 2013 – 2015 Aktif
Sirimau Soya Kelurahan Beeri Delinda 2013 – 2015 Tidak aktif
Rijali
Sirimau Desa Hatiwe Kecil KW Hatiwe 2013 - 2015 Tidak aktif
Keci;
Sirimau Kelurahan Bt Gajah Gladiol 2013 - 2015 Aktif
Leitimur Hutumuri Cemara 2013 - 2015 Tidak aktif
Selatan
Leitimur Rutong Apel 2013 - 2015 Tidak aktif
Selatam
Leitimur Hutumuri Durian 2013 - 2015 Tidak aktif
Selatan
Nusaniwe Dusun Airlouw Sinar Kasih 2013 - 2015 Tidak aktif
Benteng
Nusaniwe Airlouw Pondok Hijau 2013 - 2015 Tidak aktif
Nusaniwe Eri nenas 2013 - 2015 Tidak aktif
2013 - 2015
Sumber : Laporan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Ambon, 20

8
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa pada tahun 2013 Kota Ambon
menerima dukungan kegiatan ini sebanyak 15 kelompok dan sebanyak 13
kelompok KRPL yang ada tidak lagi berfungsi. Selanjutnya pada tahun 2018 Kota
Ambon menerima dukungan KRPL tahap pengembangan untuk 4 kelompok
sebesar Rp 60.000.00 Adapun dukungan program ini diharapkan dapat
memperbaiki kualitas konsumsi pangan masyarakat di wilayah kota Ambon yang
memiliki capaian konsumsi sayur dan buah mencapai 87,8 kkal/kap/hari
ditingkat AKG 2150 kkal/kap/hari ( Laporan Analisis konsumsi pangan Kota
Ambon, 2018) yang berarti masih dibawah anjuran. Sehingga kebutuhan program
optimalisasi lahan pekarangan menjadi hal yang sangat penting didalam
memperbaiki kualitas gizi masyarakat Kota Ambon
Dalam menunjang keberhasilan program KRPL maka ada kajian yang
terus dilakukan dalam memberikan kontribusi bagi kemajuan program ini, salah
satu diantaranya dilakukan oleh Ferdiana dkk ( 2016) dengan judul Program
KRPL dan penerapan pengaruhnya terhadap pengetahuan lingkungan dan sikap
perduli lingkungan masyarakat di Kelurahan Bareng Malang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa program KRPL dapat meningkatkan pengetahian lingkungan
dimana setelah masyarakat mengetahui manfaat dari program maka persepsi
mereka jadi berubah terhadap program KRPL dan dampaknya bagi lingkungan.
Selanjutnya penelitian mengenai faktor –faktor yang mempengaruhi pemanfaatan
lahan pekarangan oleh I Ketut Sukananta dkk (2015) suatu studi kasus pada KWT
di desa Srikandi Kabupaten Cirebon menunjukkan bahwa dengan adanya
kesadaran masyarakat khususnya wanita terhadap pentingnya pangan yang
beragam, bergizi, seimbang dan aman maka pelaksanaan optimalisasi KRPL dapat
memenuhi gizi yang seimbang
Berdasarkan berbagai studi yang dllakukan maka membangun kesadaran
masyarakat dan partisipasi terhadap program KRPL merupakan hal yang sangat
penting yang di dasari dengan membangun persepsi perempuan (ibu rumah
tangga) sebagai pemilik pekarangan sebagaimana fokus penelitian ini yang akan
dilakukan di Kota Ambon yakni didusun Taeno Desa Poka Kecamatan Teluk

9
Ambon dengan jumlah penerima manfaat program adalah 30 orang wanita yang
keseluruhannya berprofesi sebagai wanita petani.

Adapun pemilihan lokasi Taeno didasarkan pada tujuan mendasar


penelitian ini yakni mendiskripsikan dan menganalisis tingkat persepsi wanita
tani Kelompok Taeno Baru terhadap pemanfaatan pekarangan , Menganalisis
Tingkat persepsi wanita tani terhadap diversifikasi pangan yang ada serta melihat
pada keeratan korelasi komponen yang mendeterminasi program ini dan upaya
mempertahankan keberlanjutan program KRPL ini kedepan.

Dengan demikian yang menjadi rumusan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana tingkat persepsi kelompok wanita tani Taeno Baru terhadap


pemanfaatan pekarangan
2. Bagaimana tingkat persepsi kelompok wanita tani Taeno terhadap
diversifikasi pangan
3. Bagaimana hubungan faktor –faktor yang berpengaruh didalamnya
4. Bagaimana mengembangkan strategi keberlanjutan pelaksanaan kegiatan
KRPL melalui aspek ekologi, sosial dan ekonomi.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dalam penelitian ini


adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis tingkat presepsi wanita tani terhadap pemanfaatan


pekarangan
2. Menganalisis tingkat persepsi kelompok wanita tani terhadap diversifikasi
pangan
3. Menganalisis hubungan faktor –faktor yang berpengaruh didalamnya

10
4. Menganalisis strategi keberlanjutan kegiatan KRPL melalui aspek
ekologi, sosial dan ekonomi

1.4. Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut :
1. Tersedianya data dan informasi pelaksanaan program KRPL sekaligus
sebagai bahan pembelajaran (lesson learn)
2. Dapat dijadikan bahan masukan bagi pengambilan keputusan perumusan
perencanaan ketahanan pangan.

11

Anda mungkin juga menyukai