Anda di halaman 1dari 5

MAKLUMAT SEWINDU THE HUD INSTITUTE

MENUJU TERWUJUDNYA SISTEM NASIONAL


PERUMAHAN DAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN

1. Maklumat ini beranjak dari rujukan utama, sahih dan otentik dalam berbangsa
dan bernegara yakni Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun UUD 1945 (“UUD 1945”) yang secara sadar dan jelas memberi
makna pernyataan kemerdekaan rakyat Indonesia dari asing dalam segala
manifestasinya untuk mewajudkan kehidupan kebangsaan yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Pernyataan kemerdekaan itu tidak berhenti
namun dilanjutkan dengan tekat sungguh-sungguh membentuk dan menjadi
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kesejahteraan umum
termasuk pula kesejahteraan perumahan yang kemudian menjadi norma
konstitusi UUD 1945 Pasal 28 H ayat (1).

Tak ada orang yang tak berkehendak atas tempat, hunian dan mengambil spasial
ruang bagi dirinya dan kehidupannya. Sebab itu pemenuhan hak atas hunian
sebagai wujud dari hak bertempat tinggal bagi seluruh rakyat (for all)
sebagai hak dasar, hak asasi manusia, dan hak konstitusi yang bukan hak
dan hal yang dianggap muskil sebab watak konstitusi adalah cita-cita
realisitis-idealis yang diolah dari pikiran-pikiran puncak dan utama
pendiri bangsa. Namun kehendak mendasar akan kesejahteraan umum yang
kemudian dirumuskan dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 sebagai berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, yang diikuti pertama-tama dengan hak bertempat
tinggal (dari empat serangkai hak konstitusi Pasal 28 H ayat (1): hidup sejahtera
lahir batin; hak bertempat tinggal; mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat; memperoleh pelayanan kesehatan). Sehingga dimensi, bobot dan ikhtiar
terhadap hak bertempat tinggal juncto perumahan dan pembangunan
perkotaan musti setara derjat pengurusannya dengan hak atas lingkungan
hidup yang baik dan sehat; dan hak memperoleh pelayanan kesehatan.

Amanat konstitusi atas hak bertempat tinggal yang termasuk bab hak asasi
manusia itu menjadi tanggungjawab negara terutama pemerintah yang
eksplisit berbunyi dalam Pasal 28I ayat (4) UUD 1945. Dengan demikian hak
bertempat tinggal melekat integratif pada hak hidup sejahtera lahir dan
batin, bersumber dari pemikiran terbaik para pendiri bangsa (founding fathers)
dan kehendak melaksanakan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17-08-1945.

2. Dengan landasan konstitusional tersebut, maka pemenuhan hak bertempat


tinggal itu tidak akan dan jangan pernah berhenti, apalagi dikurangi dan
diperlambat menuju kesejahreraan perumahan. Kehendak kemanusian yang
mendasar itu tidak sepatutnya tergerus dan melemah. Penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman kokoh berorientasi sebagai ikhtiar
kesejahteraan rakyat, dan karenanya program perumahan rakyat jangan
direduksi hanya kegiaatan mengupayakan angka kuantitatif capaian
pembangunan perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan bukan

1
hanya derap mendongkrak eskalasi fiskal pembangunan perumahan, apalagi
cuma kegitan penyerapan statistik pembiayaan perumahan MBR saja, namun
mengupayakan dan menuju pemenuhan hak bermukim guna kesejahteraan
perumahan sebagai elemen sejahtera lahir dan batin. Karenanya rumah dan
perumahan bukan hanya unit hunian, namun menjadi unit menggerakkan
kesejahteraan rakyat dan kemajuan bangsa Indonesia, dengan keandalan
penyelenggaraan pemerintahan dan tata kelola pembanguan.

Sungguh-sunggh dan terus menerus mengguatkan tekat dan keyakinan


mengupayakan kesejahteraan perumahan patut terus dirawat dan ditingkatkan
dengan menginspirasi Pidato Mohammad Hatta dalam Kongres Perumahan
tahun 1955. “…tjita-tjita oentoek terselenggaranja keboetoehan peroemahan rakjat boekan
moestahil apabila kita soenggoeh-soenggoeh maoe dengan penoeh kepertjajaan, semoea
pasti bisa…”. Mohammad Hatta bahkan menawarkan program yang bersifat
konkrit: “Satu Rumah Sehat Untuk Satu Keluarga”. Butir dan semangat Kongres
Perumahan 1950 (“KP 1950”), 25-30 Agustus 1950 di Bandung itu hingga kini
masih relevan, dan perlu dengan sungguh-sungguh dan segera dipenuhi sebagai
bukti bakti kita kepada cita-cita Proklamasi.

3. Menjadikan Pembukaan UUD 1945 dan hak konstitusi atas kesejahteraan rakyat
secara lahir dan batin, maka arah penyelenggaan perumahan dan kawasan
permukinan bukan cuma mengupayakan angka kuantitatif capaian dan
penyerapan statistik pembiayaan perumahan MBR, namun setarikan nafas
adanya kepastian arah peningkatan kesejahteraan rakyat lahir dan batin dan
untuk semua (for all). Karenanya amat penting pemihakan yang memastikan
peningkatan derajat kualitas sosio-kultural, keberlanjutan tujuan-tujuan
pembangunan, indeks pembangunan manusia, indeks kebahagiaan, dan
lain-lain. Tak bertanggungjawab membiarkan ada warga masyarakat yang
tertinggal, menjadi korban luka dan tersisih dari dan atas nama pembangunan.

Maklumat ini mengingatkan betapa pentingnya arah kebijakan makro-strategis


yang musti menjadi perhatian dalam merancang masa depan kemajuan
bangsa bidang perumahan dan pembangunan perkotaan setidaknya dalam
tahap 20 tahun berikut sebagai rencana pembangunan jangka panjang
nasional, maupun rencana pembangunan jangka panjang nasional. Tantangan
yang besar di tengah zaman yang berubah dengan amat cepat (hyper change),
urbanisasi, perubahan iklim, resiko alam dan darurat kebencanaan, berkompetisi
dengan pembangunan kota-kota yang berskala supermetropolitan pada era
revolusi industri 4,0 maka patut merefleksi dan mengingatkan pembangunan
perumahan rakyat.

Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang berdasarkan UU


Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (“UU PKP”)
dan UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (“UU Rusun”), yang musti
menyasar dan mengoptimalkan manusia dalam pembangunan sebagai modal
manusia (human capital) dengan penghargaan potensi humanisnya. Karena itu
pembangunan perumahan rakyat untuk rakyat menjadi ikhtiar membangun
“mesin” kesejahteraan bukan beban pembangunan.

2
Penting pula mengadvokasi penyelenggaan pembangunan dengan perangkat
kelembagaan dan aparatur dengan kapasitas penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi berikut modal sosial (social capital). Termasuk pula pemberdayaan
pelaku/pelaksana nonpemerintah/swasta, dengan kebijakan kemitraan yang
partisipatif dan inklusif, dengan memperkenankan kearifan lokal, sehingga
pembangunan perumahan rakyat menjadi tepat nilai, tepat sasaran. Hal-hal itu
dirancang partisipatif menjadi kebijakan dan strategi nasional (national
grand policy and strategy) bidang perumahan dan dan pembangunan
perkotaan, serta peta jalan (roadmap) yang pasti dan tentunya akuntabel dan
transparan.

Amat penting pula mengangkat urusan pembangunan perumahan dan


permukiman yang tak terlepaskan kaitannya dengan pembangunan perkotaan,
sehingga berkolerasi dengan mandat, portopolio dan kapasitas penyelenggaraan
bidang perumahan, permukiman dan perkotaan yang berasal dari hak konstitusi.
Namun demikian, maklumat ini mengingatkan semakin pentingnya
pengembangan human capital penyelenggara pembangunan, kultur birokrasi,
tata kelola pemerintahan yang bersih, serta visi dan kapasitas kepemimpinan
yang pada gilirannya menjadi paling terdepan dalam pelayanan dan konduktor
pembangunan di lapangan.

4. Dengan landasan konstitusi, serta kehendak yang kuat mengupayakan


kesejahteraan perumahan, dengan segenap problematika negeri ini yang khas
termasuk ikhwal kerentanan dan resiko kebencanaan, dan belum terbangunnya
secara utuh dan tersistem atas turunan segenap komponen dasar perumahan
rakyat dan pembangunan perkotaan maka penting merumuskan turunan
kebijakan yang mencakup 5 (lima) Komponen Dasar Hak Bermukim (KDHB )
yakni penyediaan tanah, penataan ruang, infrastruktur dasar, pembiayaan
perumahan, teknik, teknologi dan bahan bangunan strategis. Jangan abaikan dan
segerakan-lah menyusun kebijakan turunan 5 KDHB secara utuh dan
lengkap, efektif dan partisipatif ke dalam norma, standar, pedoman dan
kriteria (NSPK). Hal tersebut menjadi alasan terus melakukan pengembangan,
inovasi dan percepatan serta tepat sasaran dalam pembangunan perumahan dan
perkotaan.

Untuk menjadikannya sebagai suatu kerangka nasional bagi


kementerian/lembaga, termasuk menjadi disiplin bagi pelaku pembangunan
nonpemerintah/swasta maka beralasan The HUD Institute mendorong
Pemerintah mengembangkan suatu sistem nasional perumahan dan
pembangunan perkotaan yang mengacu kepada landasan konstitusi dan
berbasis kepada peraturan perundang-undangan.

Maksud dirancang sistem nasional itu untuk mendukung efektifitas otonomi


daerah, menghargai kearifan lokal, keutamaan daerah, membuka peranserta dan
kerjasama pemerintah dengan non dan kerjasama/badan privat (swasta), bahan
publik (public). Bangunan sistem nasional itu mustilah tidak mengabaikan
pemberdayaan, perlindungan dan pemihakan kepada warga masyarakat dan hak
komunitas, yang mengakomodir dan mengatasi problematika sosial-ekonomi
dan budaya, juga kesenjangan formal norma-norma dalam lingkup UU PKP dan

3
UU Rusun dengan pengaturan pemerintahan daerah, pengaturan pertanahan dan
sumberdaya alam, pengaturan infrastuktur dasar, pengaturan pembiayaan
perumahan, dan pengaturan teknik, teknologi dan bahan bangunan strategis
yang terintegrasi sebagai suatu sistem nasional.

5. Ijtihat mendorong sistem nasional dimaksud menjadi agenda bangsa dan


ikhtiar kolektif untuk mengangkat derajat, peran, fungsi, dan kiprah
negara terutama pemerintah dalam pembangunan perumahan rakyat yang
berada dan tidak terpisahkan dengan pembangunan perkotaan guna
kesejahteraan rakyat. Namun dengan menggali sedemikian rupa nilai, potensi
dan kapasitas nonpemerintah dalam berbagai bentuk kerjasama, peranserta,
partisipasi yang dimaksudkan menjadi corak inklusifitas warga
masyarakat/publik ke dalam sistem nasional pembangunan perumahan dan
perkotaan yang semakin berkembang sesuai kemajuan amat cepat perkotaan
dan seriusnya tantangan urbanisasi.

6. Sistem nasional pembangunan perumahan dan perkotaan itu setarikan nafas


dengan mengupayakan sistem jaminan perumahan rakyat yang bermaksud
memastikan hunian yang layak, terjangkau, berkeadilan, tepat sasaran dan untuk
semua. Bahkan sejalan dengan eskalasi kesejahteraan lahir dan batin, maka
derajat kelayakan perumahan semakin perlu ditingkatkan standar dan diluaskan
indikatornya, bukan hanya standar dan indikator yang stagnan, jangan pula
tergerus dan menurun.

Hal itu tersebut beralasan dan patut didorong bukan saja karena amanat
konstitusi atas kesejahteraan perumahan, namun diupayakan menjadi bagian
tidak terpisahkan dari agenda pembangunan berkelanjutan (sustainable
development goals), dalam rangka penghargaan, pemenuhan, pelaksanaan dan
pemajuan hak bertempat tinggal.

Tak boleh mengabaikan kinerja dan geliat pembangunan perumahan rakyat


dimaksud dengan ikhtiar sungguh-sungguh dan penuh percaya
sebagaimana butir pidato Mohammad Hatta pada KP 1950, yang bersesuaian
dengan prinsip kemajuan dan pemenuhan penuh (progresively and full
achiement) dari kovenan hak ekonomi sosial budaya yang baru muncul
kemudian.

7. Dalam mengupayakan kesejahteraan lahir dan batin termasuk hak bertempat


tinggal yang dirumuskan sebagai penyelenggaraan perumahan dan
pembangunan perkotaan, tak terlekakan dan relevan dengan mendorong
optimalisasi tanggungjawab negara mengefektifkan hak menguasai negara
guna penyediaan tanah untuk perumahan rakyat dan pembangunan
perkotaan. Bagaimanapun indikator kesejahteraan dan kebijakan nasional
peruntukan dan penggunaan serta pemanfaatan tanah untuk hak bertempat
tinggal justru tidak boleh ditinggalkan dalam kebijakan pertanahan nasional.

4
Penyediaan tanah sebagai maksud dari peruntukan, penggunaan dan
pemanfatan tanah untuk perumahan dan pembangunan perkotaan dengan
mengoptimalkan hak menguasai negara, sehingga mengendalikannya untuk
kepentingan publik dengan mengefektifkan fungsi sosial tanah. Kuat dan
permanennya pertautan antara perumahan dan pembangunan perkotaan
dengan pertanahan dengan landasan wewenang konstitusional memastikan
tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (vide Pasal 33 ayat (3) UUD
1945) dan hak menguasai negara (vide UUPA).

Oleh karena itu beralasan The HUD Institute mengadvokasi kebijakan yang
mengintegrasikan pokok kebijakan pertanahan ke dalam sistem nasional
perumahan dan pembangunan perkotaan, membentuk lembaga bank tanah yang
mencakup kepentingan perumahan rakyat dan pembangunan perkotaan,
membuat norma-norma penyediaan tanah untuk perumahan dan pembangunan
perkotaan dalam RUU Pertanahan, bahkan mengkaji dan menggagas penyediaan
tanah untuk perumahan dan pembangunan perkotaan masuk dalam reforma
agraria.

8. Untuk maksud itu, penyelenggaraan perumahan dan pembangunan perkotaan


dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, baik pada tingkat pusat maupun
daerah bukan saja menghendaki kebijakan anggaran negara yang meningkat
signifikan walaupun bertahap, namun tidak menafikan pembiayaan
berasal dari kemitraan dan bijak mendorong kegotongroyongan.

Namun kebijakan anggaran sesuai dengan sistem nasional perumahan dan


pembangunan perkotaan, dengan landasan konstitusi dan butir KP 1950 yang
masih kuat relevansinya, yang dimanfaatkan secara efektif dan tepat sasaran
dengan tata kelola pemerintahan yang bersih. Hal-hal itu bersifat
konstitusional, logis dan penting mengupayakan sistem kelembagaan
sebagai bidang pemerintah yang berwenang dalam membumikan hak
konstitusional bertempat tinggal dengan memperkuat mandat, kapasitas,
lingkup tugas dan fungsi pembangunan perumahan dan perkotaan.

Demikian disampaikan, atas perhatiannya diucapkan terimakasih.

Jakarta, 14 Januari 2019


THE HUD INSTITUTE
Masa Bakti 2016 - 2021

Ir. ZULFI SYARIF KOTO, M.Si MUHAMMAD JONI, SH, MH


Ketua Umum Sekretaris Umum

Anda mungkin juga menyukai