Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang dibawa oleh Rasulullah SAW. dan
disebarkan dijazirah Arab yang diawali dengan sembunyi-sembunyi.
Setelah pengikut agama Islam telah banyak dari keluarga terdekat Nabi
dan sahabat maka turun perintah Allah untuk menyebarkan Islam secara
terang-terangan. Namun dalam penyebarannya tidak berjalan mulus,
Rasulullah dalam menyebarkan Islam mendapatkan tantangan dari suku
Quraisy. Islam disebarkan dan dipertahankan dengan harta dan jiwa oleh
para penganutnya yang setia membela Islam meski harus dengan
pertumpahan darah dalam peperangan.
Setelah Rasullah wafat, kepemimpinan Islam dipegang oleh
khulafaur Rasyidin. Pada perkembangannya Islam mengalami banyak
kemajuan maju. Islam telah disebarkan secara meluas keseluruh wilayah
Arab. Pada masa khulafaur Rasyidin Al-Quran telah dibukukan dalam
bentuk mushaf yang dikenal dengan mushaf utsmani.
Meskipun Islam telah berkembang’ namun juga banyak mendapat
tantangan dari luar dan dalam Islam sendiri. Seperti pada masa khalifah Ali
bin Abi Thalib banyak terjadi pemberontakan didaerah hingga peperangan.
Salahsatu perang dimasa Ali bin Abi Thalib ialah peperangan Muawiyah
dengan khalifah Ali bin Abi Thalib yang menghasilkan abitrase, sehingga
Muawiyah menggantikan posisi Ali bin Abi Thalib. Dampak yang
ditimbulkan dari abitrase ini adalah pengikut dari Ali bin Abi Thalib ingin
membunuh Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah karena dianggap telah kafir
dan halal dibunuh. Dalam rencana pembunuhan ini, hanya Ali bin Abi
Thalib yang berhasil dibunuh.
Setelah kematian Ali bin Abi Thalib, maka berakhirlah masa
Khulafaur Rasyidin dan berganti dengan pemerintahan Dinasti Umayyah
dibawah pimpinan Muawiyah bin Abi Sofwan. Pada masa pemerintahan
Dinasti Umayyah, Islam semakin berkembang dalam segala aspek hingga
perluasan daerah kekuasaan.
Setelah pemerintahan Dinasti Umayyah, digantikan oleh
pemerintahan dinasti Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti
kedua dalam sejarah pemerintahan umat Islam. Abbasiyah dinisbatkan
kepada al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW, Berdirinya dinasti ini
sebagai bentuk dukungan terhadap pandangan yang diserukan oleh Bani
Hasyim setelh wafatnya Rasulullah SAW. yaitu menyandarrkan khilafah
kepada keluarga Rasul dan kerabatnya.

1
B. Rumusan Masalah
Untuk menghindari meluasnya permasalahan, maka penulis
menetapkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses terbentuknya Dinasti Abbasiyah?
2. Bagaimana kemajuan-kemajuan Dinasti Abbasiyah?
3. Apa sebab-sebab kemunduran Dinasti Abbasiyah?

C. Tujuan
Tujuan dalam penulisan ini berdasarkan rumusan masalah yaitu
yang meliputi:
1. Untuk mengetahui tentang terbentuknya Dinasti Abbasiyyah.
2. Untuk mengetahui kemajuan pada masa Dinasti Abbasiyah.
3. Untuk mengetahui faktor penyebab kemunduran Dinasti Abbasiyyah

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah


Sebagaimana diketahui bahwa kekuasaan dinasti Bani Abbas atau
khilafah Abbasiyah melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah. Dinamakan
khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah
keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. dinasti Abbasiyah
didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn
Al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,
dari tahun 132 H (750 M) s. d 656 H (1258). Selama dinasti ini berkuasa,
pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan
perubahan politik, sosial, dan budaya.
Ketika dinasti Umayyah berkuasa Bani Abbas telah melakukan
usaha perebutan kekuasaan. Bani Abbas telah mulai melakukan upaya
perebutan kekuasaan sejak masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720
M) berkuasa. Khalifah itu dikenal liberal dan memberikan toleransi kepada
kegiatan keluarga Syi’ah. Gerakan itu didahului oleh saudara-saudara dari
Bani abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas, Muhammad serta Ibrahim
al-Imam, yang semuanya mengalami kegagalan, meskipun belum
melakukan gerakan yang bersifat politik. Sementara itu Ibrahim meninggal
dalam penjara karena tertangkap, setelah menjalani hukuman kurungan
karena melakukan gerakan makar. Barulah usaha perlawanan itu berhasil
ditangan Abu abbas, setelah melakukan pembantaian terhadap seluruh
Bani Umayyah, termasuk khalifah Marwan II yang sedang berkuasa.
Orang Abbasiyah, sebut Abbasiyah merasa lebih berhak daripada
Bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah dari cabang
Bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi.
Menurut mereka, orang Umayah secara paksa menguasai khalifah melalui
tragedi perang siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah
mereka mengadakan gerakan yang luar biasa melakukan pemberontakan
terhadap Umayah.
Pergantian kekuasaan dinasti Umayyah oleh Dinasti Bani
Abbasiyah diwarnai dengan pertumpahan darah. Meskipun kedua dinasti
ini berlatar belakang beragama Islam, akan tetapi dalam pergantian posisi
pemerintahan melalui perlawanan yang panjang dalam sejarah Islam.
Dalam sejarah berdirinya daulah Abbasiyah, menjelang akhir
Daulah Amawiyah I, terjadi bermacam-macam kekacauan yang antara lain
disebabkan:
1. Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani
Hasyim pada umumnya.
2. Merendahkan kaum muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga
mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan.

3
3. Pelanggaran terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia
dengan cara terang-terangan.

Oleh karena itu, logis kalau Bani Hasyim mencari jalan keluar
dengan mendirikan gerakan rahasia untuk menumbangkan Daulah
Amawiyah. Gerakan ini menghimpun
a) Keturunan Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah;
b) Keturunan Abbas (Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim al-Iman;
c) Keurunan bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim al-khurasany.

B. Khalifah Dinasti Abbasiyyah


Mereka memusatkan kegiatannya di Khurasan. Dengan usaha ini,
pada tahun 132 H/ 750 M tumbanglah Daulah Amawiyah dengan
terbunuhnya Marwan ibn Muhammad, Khalifah terakhir. Dengan
terbunuhnya Marwan mulailah berdiri Daulah Abbasiyah dengan
diangkatnya Khalifah pertama, Abdullah ibn Muhammad, dengan gelar Abu
al-Abbas al-Saffah, pada tahun 132-136 H/ 750-754 M.
Pada awalnya kekhalifahan Abbasiyah menggunakan Kuffah
sebagai pusat pemerintahan, dengan Abu as-Saffah (750-754 M) sebagai
Khalifah pertama. Khalifah penggantinya, Abu ja’far al-Mansur (754-775)
memindahkan pusat pemerintahan kebaghdad. Daulah Abbasiyah
mengalami pergeseran dalam mengembangkan pemerintahan. Sehingga
dapatlah dikelompokkan masa daulah Abbasiyah menjadi lima periode
sehubungan dengan corak pemerintahan. Sedangkan menurut asal- usul
penguasa selama masa 508 tahun daulah Abbasiyah mengalami tiga kali
pergantian penguasa. Yaitu Bani Abbas, Bani Buwaihi, dan Bani Seljuk.
Adapun rincian susunan penguasa pemerintahan Bani Abbasiyah ialah
sebagai berikut.
1. Bani Abas (750-932 M )
 Khalifah Abu AbasAs-Safak (750-754 M)
 Khalifah Abu Jakfar Al-Mansur (754-775 M)
 Khalifah Al-Mahdi (775-785 M)
 Khalifah Al Hadi (775-776 M)
 Khalifah Harun Al-Rasyid (776-809 M)
 Khalifah Al-Amin (809-813 M)
 Khalifah Al-Makmun (813-633 M)
 Khalifdah Al-Mu’tasim (833-842 M)
 Khalifah Al-Wasiq ( 842-847 M)
 Khalifah Al-Mutawakkil (847-861 M)
2. Bani Buwaihi (932-1075 M)
 Khalifah Al-Kahir (932-934 M)
 Khalifah Ar-Radi (934-940 M

4
 Khalifah Al-Mustaqi (943-944 M)
 Khalifah Al-Muktakfi (944-946 M)
 Khalifal Al-Mufi (946-974 M)
3. Bani Seljuk
 Khalifah Al-Muktadi (1075-1048 M)
 Khalifah Al-Mustazhir (1074-1118 M)
 Khalifah Al-Mustasid (1118-1135 M)

Adapun periodisasi dalam Daulah Abbasiyah adalah sebagai berikut:

a. Periode Pertama (750-847 M)


Diawali dengan Tangan Besi, sebagaimana diketahui Daulah
Abbasiyahdidirikan oleh Abu Abas. Dikatakan demikian, karena dalam
Daulah Abbasiyah berkuasa dua dinasti lain disamping Dinasti Abasiyah.
Ternyata dia tidak lam berkuasa, hanya empat tahun. Pengembangan
dalam artisesungguhnya dilakukan oleh penggantinya, yaitu Abu Jakfar al-
Mansur (754-775 M). Dia memerintah dengan kejam, yang merupakan
modal bagi tercapainya masa kejayaan Daulah Abasiyah.
Pada periode awal pemerintahan Dinasti Abasiyah masih
menekankan pada kebijakan perluasan daerah. Kalau dasar-
dasarpemerintahan Daulah Abasiyah ini telah diletakkan dan dibangun olh
Abu Abbas as-Safak dan Abu Jakfar al-Mansur, maka puncak keemasan
dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, sejak masa khalifah al-
Mahdi (775-785 M) hinga Khalifah al-Wasiq (842-847 M). zaman
keemasan telah dimulai pada pemerintahan pengganti Khalifah Al-Jakfar,
dan mencapai puncaknya dimasa pemerintahan Harun Al-Rasyid. Dimasa-
masa itu para Khalifah mengembangkan berbagai jenis kesenian, terutama
kesusasteraan pada khususnya dan kebudayaan pada umumnya.

b. Periode Kedua (232 H/ 847 M – 334H/ 945M


Kebijakan Khalifah Al-Mukasim (833-842 M untuk memilih anasir
Turki dalam ketentaraan kekhalifahan Abasiyah dilatarbelakangi oleh
adanya persaingan antara golongan Arab dan Persia pada masa Al-
Makmun dan sebelumnya. Khalifah Al-Mutawakkil (842-861 M) merupakan
awal dari periode ini adalah khalifah yang lemah.
Pemberontakan masih bermunculan dalam periode ini, seperti
pemberontakan Zanj didataran rendah Irak selatan dan Karamitah yang
berpusa di Bahrain. Faktor-faktor penting yng menyebabkan kemunduran
Bani Abas pada periode adalah. Pertama, luasnya wilayah kekuasaan
yang harus dikendalikan, sementara komunikasi lambat. Yang kedua,
profesionalisasi tentara menybabkan ketergantungan kepada mereka
menjadi sangat tinggi. Ketiga, kesulitan keuangan karena beban
pembiayaan tentara sangat besar. Setelah kekuatan militer merosot,
khalifah tidak sanggup lagi memaksa pengiriman pajak kebaghdad.

5
c. Periode Ketiga (334 H/945-447 H/1055 M)
Posisi Daulah Abasiyah yang berada dibawaah kekuasaan Bani
Buwaihi merupakan cirri utama periode ketiga ini. Keadaan Khalifah lebih
buruk ketimbang di masa sebelumnya, lebih-lebih karena Bani Buwaihi
menganut aliran Syi’ah. Akibatnya keudukan Khalifah tidak lebih sebagai
pegawai yang diperintah dan diberi gaji. Sementara itu bani Buwaihi telah
membagi kekuasaanya kepada tiga bersauara. Ali menguasai wilayah
bagian selatan Persia, Hasan menguasi wilayah bagian utara, dan Ahmad
menguasai wilayah al-ahwaz, Wasit, dan Baghdad. Baghdad dalam
periode ini tidak sebagai pusat pemerintahan Islam, karena telah pindah ke
Syiraz dimana berkuasaAli bin Buwaihi.

d. Periode Keempat (447 H/1055M-590 H/1199 M)


Periode keempat ini ditandai oleh kekuasaan Bani Seljuk dalam
Daulah Abasiyah. Kehadirannya atas unangan Khalifah untuk
melumpuhkan kekuatan Bani Buwaihi di Baghdad. Keadaan Khalifah
memang sudah membaik, paling tidak karena kewibawannya dalam bidang
agama sudah kembali setelah beberapa lama dikuasai orang-orang Syiah.

e. Periode Kelima (590 H/ 1199M-656 H / 1258 M)


Telah terjadi perubahaan besar-besaran dalam periode ini. Pada
periode ini, Khalifah Abbasiyah tidak lagi berada dibawah kekuasaan suatu
dinasti tertentu. Mereka merdeka dan berkuasa, tetapi hanya di Baghdad
dan sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah menunjukkan
kelemahan politiknya, pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar
menghancurkan Baghdad tanpa perlawanan pada tahun 656 H/ 1256 M.

C. Masa Kejayaan Dinasti Abbasiyah


Dalam setiap pemerintahan pada khususnya tentu memiliki
perkembangan dan kemajuan, sebagaimana halnya dalam pemerintahan
yang dipegang oleh dinasti Abbasiyah. Dinasti ini mempunyai kemajuan
bagi kelangsungan agama islam, sehingga masa dinasti Abbasiyah ini
dikenal dengan “The Golden Age of Islam.
Khilafah di Baghdad yang didirikan oleh Saffah dan Mansur
mencapai masa keemasannya mulai dari Mansur sampai Wathiq dan yang
paling jaya adalah periode Harun dan puteranya, Ma’mun. Istana khalifah
Harun yang identik dengan megah dan penuh dengan kehadiran para
pujangga, ilmuwan, dan tokoh-tokoh penting dunia. Dengan
Harun tercatat buku legendaries cerita 1001 malam. Baik segi politik,
ekonomi, dan budaya, periodenya tercatat sebagai The Golden Age of
Islam.
Adapun kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh dinasti Bani

6
Abbasiyah ialah sebagai berikut:
1. Administrasi
Sebelum Abbasiyah, dalam pemerintahan pos-pos terpenting diisi
oleh Bani Umayyah notabene bangsa arab, namun pada masa abbasiyah
orang non-arab mendapat fasilitas dan menduduki jabatan strategis.
Khalifah sebagai kepala pemerintahan, penguasa tertinggi sekaligus
menguasai jabatan keagamaan, pemimpin sacral. Disebut juga bahwa
para khalifah tidak peduli dan mentaati suatu aturan atau cara yang
tetapuntuk mengangkat putera mahkota, yaitu sejak masa al-Amin. Pada
masa ini, jabatan penting diisi oleh seorang wazir yang menjalankan
tugasnya sesuai dengan aturan yang digariskan oleh hukum Islam untuk
mengangkat dan menurunkan para pegawai. Wazir adalah pelaksana non-
militer yang diserahkan sang khalifah kepadanya. Ada dua macam wazir,
yaitu wazir yang memiliki kekuasaan yang sangat tinggi(tafwid)dan wazir
(tanfiz) yang kekuasaannya terbatas. Yang pertama disebut juga wazir
utama atau sekarang sama dengan perdana menteri yang dapat bertindak
tanpa harus direstui khalifah, termasuk mengangkat dan memecat para
gubernur dan hakim. Pada saat para khalifah lemah, kekuasaan dan
kedudukan wazir meningkat tajam. Sementara wazir tidak berkuasa penuh,
hanya mentaaati perintah khlifah saja.
Kalau pada masa Umayyah terdapat lima kementrian pokok, yang
disebut diwan, maka dimasa Abbasiyah kelima tersebut ditambah
jumlahnya. Kelima kementrian tersebut ialah (1) Diwan al-jund (war of
office). (2) diwan al-Kharaj (Department of Finance). (3) Diwan al-Rasal
(Board of Correspondence). (4) Diwan al_khatam (Board og Signet). (5)
Diwan al-Barid (Postal Department). Kelima diwan ini pada era Abbasiyah
ada penambahan diwan diantaranya. (6)Diwan al-Azimah(the Audit and
Account Board). (7) Diwan al-Nazri fi al-mazalim (Appeals and
Investigation Boars). (8) Diwan al-Nafaqat (the Board of Expenditure). (9)
Diwan al-Sawafi (the Board of Crown Land). (10) Diwan al-Diya (the Board
of States). (11) Diwan al-Sirr (the Board of Military Infection). Dan, (13)
Diwan al-Tawqi’ (the Board Request).
Diwan-diwan aru yang dibentuk pada periode Abbasiyah, antara
lain, Diwan al-Syurtha (Police Department). Kepala polisi disebut Sahib al-
Surtha yang beda dengan zaman Umayyah, mereka terbagi tugasnya
sesuai dengan kondisi wilyahnya. Tugas mereka paling utama adalah
menjamin dan memelihara keamanan, harta, dan nyawa masyarakat.
Sementara itu, polisi biasa ada dibawah kendali muhtasib.
Dari diwan-diwan yang dibentuk memiliki tugas masing-masing
dalam pemerintahan daulah Abbasiyah yang mempunyai peranan yang
sangat penting.
Demi kelancaran admiinistrasi wilayah kekuasaan Abbasiyah
dibagi dalam beberapawilayah administrasi yang dapat disebut provinsi
dan masing-masing provinsi yang dikepalai seorang Amir yang

7
melaksanakan tugas khalifah dan bertanggung jawab kepadanya. Khalifah
yang mengangkat dan memecat atau memindahkan ke Provinsi lain. Pada
umumnya, pendapatan provinsi digunakan untuk provinsi dan sisanya di
kirim ke pemerinta pusat.

2. Sosial
Philip Khore Hitti, bahwa para sejarawan Arab lebih berkonsentrasi
pada persoalan Khalifah Abbasiyah, lebih mengutamakan persoalan politik
dibandingkan dengan persoalan lain, yang menyebabkan mereka tidak
begitu memberikan gambaran memadai tentang kehidupan sosial-
ekonomi. Dengan adanya asimilasi, Aab-Mawali membawa dinasti ini
kehilangan jati diri sebagai bangsa Arab menjadi bangsa majemuk. Untuk
memperlancar proses pembaruan antara Arab dengan rakyat taklukan,
lembaga poligami, selir, dan perdagangan budak terbukti efektif. Saat
unsur Arab murni surut, orang Mawali dan anak-anak perempuan yang
dimerdekakan, mulai menggantikan posisi mereka. Aristokrasi Arab mulai
digantikan oleh hierarki pejabat yang mewakili berbagai bangsa, yang
semula didominasi oleh Persia dan kemudian oleh Turki.

3. Kegiatan ilmiah
Pada periode Abbasiyah adalah era baru dan identik dengan
kemajuan ilmu pengetahuan. Dari segi pendidikan, ilmu pengetahuan
termasuk science, kemajuan peradaban, dan kultur pada zaman ini bukan
hanya identik sebagai masa keemasan Islam, akan tetapi era ini mengukur
dengan gemilang dalam kemajuan peradaban dunia. Semasa dinasti
Umayyah kegiatan dan aktivitas nalar ilmu yang ditanam itu berkembang
pesat yang mencapai puncakya pada era Abbasiah.
Sebelum Dinasti Abbasiyah, pusat kegiatan Dunia Islam sel\lu
bermuara pada masjid. Masjid dijadikan centre of education. Pada Dinasti
Abbasiyah inilah mulai adanya pengembangan keilmuan dan teknologi
diarahkan kedalam ma’had.
Abad X Masehi disebut abad pembangunan daulah Islam,iyah
dimana dunia Islam, mulai dari Cordon di Spanyol sampai ke Multan di
Pakistan, mengalami kebangunan di segala bidang, terutama dalam
bidang berbagai macam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Duni Islam,
pada waktu itu dalam keadaan maju, jaya dan makmur.
Diantara pusat-pusat ilmu pengetahuan dan filsafat yang terkenal
ialah Damaskus, Alexandria, Qayrawan, Fustat, Kairo, al-Madaain,
Jundeshahpur, dan lain-lain. Banyaknya cendekiawan yang diangkat
menjadi pegawai pemerintahan dan istana para kahlifah Abbasiyah,
misalnya Mansur yng banyak mengangkat pegawai pemerintahan dan
istana dari cendekiawan-cendekiawan Persia. Yang terbesar dan banyak
berpengaruh pada mulanya ialah keluarga Barmak dan kemudian, seperti
jabatan wazir yang diberikn Mansur kepada Khalid ibn Barmak, kemudian

8
ke anak dan cucu-cucunya. Mereka ini berasal dari Bactra, dikenal sebagai
keluarga yang gemar pada ilmu pengetahuan dan filsafat, yang condong
kepada paham Mu’tazilah. Mereka disamping sebagai wazir, juga menjadi
pendidik anak-anak Khalifah. Diakuinya Mu’tazilah sebagai mazhab resmi
Negara pada masa Khalifah Ma’mun (827 M). Mu’tazilah adalah aliran yang
menganjurkan kemerdekaan dan kebebasan berfikir kepada manusia.
Aliran ini telah berkembang dalam masyarakat terutama pada masa awal
Dinasti Abbasiyah, yang banyak memajukan kegiatan intelektual dengan
lebih menggunakan rasio baik dalam penerjemahan ilmu-ilmu luar maupun
memadukan dengan ajaran Islam. Inilah faktor utama jasa mereka
memelihara Yunani dan selanjutnya dikembangkan melalui Kairo, dan
selanjutnya di transfer melalui pusat-pusat kegiatan ilmiah di Eropa Barat
Daya seperti Seville, Cordova, al-Hamra.
Pribadi beberapa Khalifah terutama pada masa awal Abbasiyah
seperti Mansur, Harun, dan Ma’mun adalah kutu buku dan sangat
mencintai ilmu pengetahuan sehingga terpengaruh dalam
kbijaksanaannya yang banyak ditujukan kepada peningkatan ilmu
pengetahuan. Selain itu semua, karena permasalahan yang dihadapi oleh
umat Islam semakin kompleks dan berkembang, oleh karena itu perlu
dibuka ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang, khususnya ilmu-ilmu
naqli eperti ilmu agama, bahasa, dan adab. Adapun ilmu aqli seperti
kedokteran, Manthiq, olahraga, ilmu angkasa luar dan ilmu-ilmu yang lain
telah dimulai oleh umat Islam dengan metode yang teratur. Kegiatan ilmiah
dikalangan umat Islam, semasa Abbasiyah yang menandakan Islam
memperoleh kemajuan disegala bidang.
Adapun ilmu yang berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah
terdiri dari perkembangan ilmu naqli (sumber dari Al-Qur’an dan Hadis)
yaitu seperti ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu kalam,ilmu tasawuf, ilmu bahasa,
ilmu fiqih,serta pembukuan kitab-kitab hukum. Sedangkan perkembangan
ilmu aqli diantaranya ilmu kedokteran dan ilmu filsafat, dan lain lain.

4. Peran Pemerintah
Pada masa kejayaan Islam banyak Khalifah mencintai dan
mendukung penuh atas aktivitas mereka paling menonjol dan besar
melalui penerjemahan yang merupakan kegiatan yang paling besar melalui
penerjemahan yang merupakan kegiatan yang paling besar peranannya
dalam mentransfer ilmu pengetahuan. Mereka menerjemahkan dari buku-
buku asing, seperti bahasa Sansekerta, Suryani, atau Yunani kedalam
bahasa arab yang telah dimulai sejak zaman Umayyah. Misalnya, Khalid
ibn Yazid, seorang penguasa, pecinta ilmu yang memerintahkan kepada
para cendekiawan Mesir atau yang tinggal di Mesir agar mereka
menerjemahkan buku-buku tentang kedokteran, bintang, dan kimia yang
berbahasa Ynani ke dalam bahasa arab. Demikian juga Khalifah Umar II
menyuruh menerjemahkan buku-buku kedokteran kedalam bahsa arab.

9
Pada 832 M, Ma’mun mendirikan Bait al-HIkmah di
Baghdadsebagai akademi pertama, lengkap dengan teropong bintang,
perpustakaan, dan lembaga penerjemahan. Kepala akademi ini yang
pertama adalah Yahya ibn Musawaih (777-857 M) murid Gibril ibn
Bakhtisyu, kemudian diangkat Hunain ibn Ishaq, murid Yahya sebagai
ketua kedua.
Sekitar akhir abad ke-10 m, kegiatan kaum muslibukan hanya
menerjemahkan, bahkan mulai memberikan syarahan (penjelasan), dan
melkukan tahqiq (pengeditan). Pada mulanya muncul dalam bentuk karya
tulis yang ringkas, lalu dalam wujud yang lebih luas dan dipadukan dalam
berbagai pemikiran dan petikan, analisis dan kritik yang disusun dalam
bentuk bab-bab dan pasal-pasal. Dengan kepekaan mereka, hasil kritik
dan analisis itu memancing lahirnya teori-teori baru sebagai hasil renungan
mereka sendiri. Misalnya apa yang yang telah dilakukan oleh Muhammad
ibn Musa al-Khawarizmi dengan memisahkan aljabar dari ilmu hisab yang
pada akhirnya menjadi ilmu tersendiri secara sistematis. Pada masa inilah
lahir karya-karya ulama yang telah tersusun rapi. Semasa Abbasiyah
muncul ulama-ulama besar .
Pada mulanya, para lama memelihara dan mentransfer ilmu
mereka melalui hafalan atau lembaran-lembaran yang tidak teratur.
Kemudian barulah abad ke-7 M,mereka menulis hadis, fikih, tafsir, dan
banyak buku dari berbagai bahasa arab dan menjadi buku-buku yang
disusun secara sistematis. Diantara kebanggaan zaman pemerintahan
Abbasiyah adalah terdapatnya 4 imam yaitu Abuu Hanifah, Malik, Syafi’i,
dan Ahmad ibn Hanbal, mazhab fikih yang ulung ketika itu. Mereka
merupakan para Ulama fikih yang paling agung dan tiada bandingannya di
dunia Islam.

D. Faktor Penyebab Kemunduran Dinasti Abbasiyah

Sejak abad ke-7 M bangsa Arab dengan cepat sekali menguasai


satu persatu wilayah kemajuan dunia saat itu sampai mereka pernah
menjadi penguasa yang sangat kuat dimana peta kekuatan Islam melebar
sampai Asia, Afrika, dan Eropa Barat Daya. Setelah mengalami masa
kejayaan, Dinasti Abbasiyah akhirnya mengalami kemunduran dan
kehancuran.
Berakhirnya kekuasaan Dinasti Seljuk atas Baghdad atau Khilafah
Abbasiyah merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, Khalifah
Abbasiyah tidak lagi berada dibawah kekuaasaan suatu dinasti tertentu,
walaupun banyak sekali Dinasti Islam berdiri. Adapun faktor penyebab
kehancuran Abbasiyah, diantaranya, sebagai berikut.

10
1. Internal
Semasa Abbasiyah wilayah kekuasaannnya meliputi barat sampai
samudera Atlantik, disebelah timur sampai India dan perbatasan China,
dan diutara dari laut Kashpia sampai keselatan, teluk Persia. Wilayah
kekuasaan Abbasiyah yang hampir sama luasnya dengan wilayah
kekuasaan dinasti Mongol, tidak mudah dikendalikan oleh para
Khalifah yang lemah. Di samping itu, sistem komunikasi masih sangat
lemah dan tidak maju saat itu, menyebabkan tidak cepat dapat
informasi akurat apabila suatu daerah ada masalah, konflik, atau terjadi
pemberontakan. Oleh karena itu, terjadinya banyak wilayah lepas dan
berdiri sendiri. Sebenarnya pasca Khalifah Ma’mun dinasti ini mulai
mengalami kemunduran. Ementara itu jauhnya wilayah-wilayah yang
terletak di ketiga benua tersebut, dan kemudian hari didorong oleh para
Khalifah yang makin lemah dan malas yang dipengaruhi oleh
kelompok-kelompok yang tidak terkendali bagi Khalifah,
Karena tidak adanya suatu sistem dan aturan yang baku
menyebabkan sering gonta-gantinya putera mahkota dikalangan istana
dan terbelahnya suara istana yang tidak menjadi keatuan bulat
terhadap pengangkatan para pengganti Khalifah. Seperti perang
saudara antara Amin-Ma’mun adalah bukti nyata. Disamping itu, tidak
adanya kerukunan antara tentara, istana, dan elit politik lain yang juga
memacu kemunduran dan kehancuran dinasti ini.
Selain agama juga faktor ekonomi cukup dominan atas lemahnya
sendi-sendi kekhalifahan Abbasiyah. Beban pajak yang berlebihan dn
pengaturan wilayah-wilayah (Provinsi) demi keuntungan kelas
penguasa telah menghancurkan bidang pertaniandan industri. Saat
para Wali, Amir, dan lain-lain termasuk kalangan istana makin kaya,
rakyat justru makin lemah dan miskin. Dengan adanya independensi
dinasti-dinasti tersebut perekonomian pusat menurun karena mereka
tidak lagi membayar upeti kepada pemerintahan pusat. Sementara itu,
disisi lain meningkatnya ketergantungan pada tentara bayaran.
Disamping itu, faktor yang penting yaitu merosotnya moral para
Khalifah Abbasiyah pada zaman kemunduran, serta melalaikan
salahsatu sendi Islam, yaitu jihad.
Dalam buku yang ditulis Abu Su’ud, disebutkan faktor-faktor intern
yang membuat Daulah Abasiyah lemah kekudian hancur antara lain :
 Adanya persaingan tidak sehat diantara beberapa bangsa yang
terhimpun dalam Daulah Abasiyah, terutama Arab, Persia, dan
Turki
 Terjadinya perselisihan pendapat diantara kelompok pemikiran
agama yang ada, yang berkembang menjadi pertumpahan darah.
 Munculnya dinasti-dinasti kecil sebagai akibat perpecahan social
yang berkepanjangan.

11
 Akhirnya terjadi kemerosotan tingkat perekonimian sebagai akibat
dari bentrokan politik.

2. Eksternal
Disamping faktor-faktor internal, ada juga faktor ekstern yang
membawa nasib dinasti ini terjun kejurang kehancuran total. Yaitu
serangan Bangsa Mongol. Latar belakang penghancuran dan
penghapusan pusat Islam di Baghdad, salahsatu faktor utama adalah
gangguan kelompok Asasin yang didirikan oleh Hasan ibn Sabbah
(1256 M) dipegunungan Alamut, Iraq. Sekte, anak cabang Syi’ah
Isma’iliyah ini sangat mengganggu di wilayah Persia dan sekitarnya.
Baik di wilayah Islam maupun di wilayah Mongol tersebut.
Setelah beberapakali penyerangan terhadap Assasin akhirnya
Hullagu, cucu Chengis Khan dapat berhasil melumpuhkan pusat
kekuatan mereka di Alamut. Kemudian menuju ke Baghdad. Setelah
membasmi mereka di Alamut, tentara Mongol mengepung kota
Baghdad selam dua bulan, setelah perundingan damai gagal, akhirnya
Khalifah menyerah, namun tetap dibunuh oleh Hulagu. Pembantaian
massal itu menelan korban sebanyak 800. 000 orang.
Ketika bangsa Mongol dapat menaklukkan Baghdad tahun 656/
1258, ada seorang pangeran keturunan Abbasiyah yang lolos dari
pembunuhan dan meneruskan Khilafah dengan gelar Khalifah yang
berkuasa dibidang keagamaan saja dibawah kekuasaan kaum Mamluk
di Kairo, Mesir tanpa kekuasaan duniawi yang bergelar sultan. Jabatan
yang disandang oleh keturunan Abbasiyah dimesir itu akhirnya diambil
oleh Sultan salami dan Turki Usmani ketika meguasai Mesir tahun
1517, dengan demikian, maka hilanglah Khalifah Abbasiyah untuk
selamnya. Sedangkan faktor ekstern yang terjadi adalah:
 Berlangsungnya Perang Salib yang berkepanjangan.
 Pasukan Mongol dan Tartar yang dipimpin oleh Hulagu Khan, yang
berhasil menjarah semua pusat-pusat kekuasaan maupun pusat
ilmu, yaitu perpustakaan di Baghdad.

Sebab Sebab Kemunduran Pemerintahan Bani Abbas


Sebagai mana terlihat dalam periodesasi khilafah Abbasyiah, masa
kemunduran dimuilai sejak periode kedua, namun demikian faktor-faktor
penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya
sudah terlihat pada periode pertama, hanya khalifah pada periode itu
sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah
kekuasaan Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri
cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil. Tetapi jika kholifah
lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.

12
Disamping kelemahan kholifah, banyak faktor lain yang
menyebabkan khilafah Abbasyiah hancur. Beberapa diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Luasnya wilayah yang harus di kendalikan
Ini sama seklai bukanya tidak dapat diatasi, tetapi salah satu
persyaratan untuk mempersatukan wilayah yang sangat luas harus ada
suatu tingkat saling percaya yang tinggi di kalangan penguasa-penguasa
utama dan pelakasana pemerintah. Penghukuman mati, sering setelah
disiksa, adalah perlakuan biasa terhadap para wazir yang di berhentikan,
pemenjaraan dan penyitaan harta adalah praktek normal.
Dalam keadaan seperti itu hampir bisa dipastikan bahwa setiap
orang pasti akan mencari keuntungan bagi dirinya dengan merugikan
orang lain, dan akibatnya adalah makin sulit bagi khalifah untuk
memperoleh orang-orang yang akan di tunjuk sebagai gubernur propinsi
yang bisa dipercaya.
2. Meningkatnya ketergantungan pada tentara bayaran.
Hal ini berhubungan dengan perkembangan-perkembangan dalam
tekhnologi militer. Pemakaian tentara bayaran juga berarti bahwa makin
banyak uang di keluarkan makin kuat tentara yang dimiliki. Demikianlah
untuk mempertahankan posisinya kholifah memerlukan kekuatan militer
yang cukup untuk menanggunlangi beberapa gubernur pembangkang
pada saat yang sama, tetapi beban keuangan ini makin lama makin sulit
diatasi.
3. Keuangan
Begitu kekuatan militer merosot, khalifah tidak sanggup
mengirimkan pajak ke Baghdad dan penghasilan menurun dan ini bisa
berarti ada pemberontakan oleh tentara atau kekuatan militernya
berkurang sehgingga berkurang pula kemampuan nya mengumpulkan
pajak. Karena tidak ada bank yang dimintai pinjaman uang oleh kholifah,
maka jalan satu-satunya dalam kedaruratan keuangan ini ialah
menerapkan denda yang besar, atau penyitaan begitu saja, dari orang-
orang kaya yang bagaimanapun sebagaian besar kekayaanya mungkin di
dapat secara tidak sah.
Berbagai hal lain juga disebutkan yang memperparah kesuliatan
keuangan. Tentara di beri tanah bukanya uang, dan ini mengurangi jumlah
yang harus dibayar keperbendaharaan Negara. Untuk menghindari
penyitaan orang-orang memberikan harta berdasar waqaf dan ini bisa di
berikan kepada keluarganya sendiri.
4. Persaingan antar bangsa.
Khilafah Abbasyiah didirikan oleh bani Abbas yang bersekutu
dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatar belakangi oleh
persamaan nasib yaitu sama-sama ditindas pada masa bani Umayyah.
Ada sebab-sebab dinasti Abbas memilih orang- orang Persia dari pada
orang Arab. Pertama, sulit, bagi orang-orang arab untuk melupakan bani

13
Umayyah.
Kedua, orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya
ushabiyah kesukuan. Meskipun demikian, orang-orang Persia itu merasa
puas. Mereka menginginkan dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia
pula. Sementara bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir
ditubuh mereka adalah (ras)istimewa dan mereaka menganggap rendah
bangsa non Arab di dunia Islam.
Setelah Al Mutawakkil, seoratng khalifah yang lemah naik tahta,
dominasi tentara Turki tak terbendung lagi sejak saat itu kekuasaan bani
Abbas sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-
orang Turki. Posisi ini kemudian di rebut oleh bani Buwaih, bangsa Persia,
pada periode ketiga, dan selnajutnya beralih pada dinasti Seljuk.
5. Kemerosotan ekonomi
Setelah khilafah memasuki periode kemunduran. Pendapatan
Negara menurun. Sementara pengeluaran meningkat lebih besar.
Menurunya pendapatan karena makin menyempitnya wilayah kekuasaan,
banyak terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat, di
peringanya pajak, sedangkan banyak dinasti-dinasti kecil yang
memerdekakan diri dan tidak mau membayar upeti. Sedangkan
pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para
khalifah semakin mewah, jenis pengeluaran makin beragam dan para
pejabat melakukan korupsi.
6. Konflik keagamaan
Konflik yang dilatar belakangi agama tak terbatas pada konflik
anatara muslim dan zindiq atau Ahlussunnah dengan Syi’ah saja. Tetapi
juga antara aliran dalam Islam. Mu’tazilah yang cenderung rasional dituduh
sebagai pembuat bid’ah oleh golongan salaf. Perselisihan antar dua
golongan ini di pertajam oleh Al Ma’mun, dengan menjadikan Mu’tazilah
sebagai madzhab resmi Negara dan melakukan mihnah. Pada masa Al
Mutawakkil (847-861) aliran Mu’tazilah di batalkan sebagai aliran Negara
dan golongan salaf kembali naik daun. Tidak toleranya pengikut Hambali
(salaf) terhadap Mu’tazilah yang rasional telah menyempitkan horizon
intelektual.
7. Ancaman dari luar
Adapun faktor eksternal yang menyebabkan khilafah Abbasyiah
lemah dan akhirnya hancur. Pertama, perang salib yang berlangsung
beberapa gelombang atau periode yang menelan banyak korban. Kedua,
serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam. Pengaruh salib juga
terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol, Hulago Khar, panglima tentara
Mongol sangat membenci Islam karena ia banyak di pengaruhi oleh orang-
orang Budha dan Kristen Nestorian.
8. Pertentangan internal keluarga
Didalam pemerintahan terjadi konflik keluarga yang
berkepanjangan. Ribuan orang terbunuh akibat peristiwa Al Mansur

14
melawan Abdullah bin Ali pamanya sendiri dan Al Masum Al Mu’tasim
melawan Abbas bin Al Ma’mun. Konflik ini meyebabkan keretakan
psikologis yang dalam dan menghilangkan solidaritas keluarga, sehingga
mengundang campur tangan dari luar.
9. Kehilangan kendali dan munculnya daulah-daulah kecil
Faktor kepribadian sangat menentukan pula keberhasilan seorang
pemimpin. Kelemahan pribadi diantara kholifah Abbasyiah mengakibatkan
kehancuran system khilafah. Terutama karena terbuai kehidupan mewah,
perdana menteri seenaknya menentukan kebijakan para khalifah. Mereka
menggunakan kekuatan dari luar untuk mempertahankan pemerintahanya
seperti orang Turki, Seljuk, dan Buwaihi-khawarizmi, kekuatan dari luar
lebih mengakibatkan kehancuran.

15
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Setelah kita menguraikan masalah mengenai Dinasti Abbasiyah


maka dapatlah kita mengambil suatu kesimpulan yaitu:
1. Dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah melanjutkan kekuasaan
Bani Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan
penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi
Muhammad SAW. dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah
ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas. Kekuasaannya
berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750
M) s. d 656 H (1258). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan
yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial,
dan budaya.
2. Pada masa kuasa Dinasti Abbasiyah banyak kemajuan yang telah
dicapai yaitu dalam bidang administrasi, agama, sosial, ilmu
pengetahuan, dan pemerintah.
3. Kemunduran Dinasti Abbasiyah tidak terlepas dari banyak faktor yaitu
faktor internal dan eksternal.

16
DAFTAR PUSTAKA

Hassan, Hassan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta, 1989

Wahid, N. Abbas dan Suratno, Khazanah Sejarah Kebudaan Islam, Solo: PT. Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri, 2009

http://punyalembak.blogspot.com/2016/04/sejarah-peradaban-islam-dinasti.html

http://syafieh.blogspot.com/2014/01/perkembangan-islam-pada-masa-
abbasiyah.html#ixzz3JUeJwHne

17

Anda mungkin juga menyukai