Kel Satu Bu Delila
Kel Satu Bu Delila
Disusun oleh:
UNIVERSITAS PASUNDAN
Page i
[i]
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha pengasih lagi Maha penyayang
Kami panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul Hukum Acara Pidana.
Pembuatan makalah ini merupakan tugas wajib dan sebagai syarat untuk
memenuhi tugas mata kuliah pengatar Ilmu Pengantar Tata Hukum Indonesia.
Makalah yang berisi tentang Asas-Asas Hukum Acara Pidana ini telah kami
susun semaksimal mungkin dan tentunya mendapat bantuan dari berbagai
pihak, sehingga kami mampu menyusun makalah ini dengan tepat waktu.
Dengan itu kami sangat berterimakasih kepada banyak pihak yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini.
Tentunya makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi susunan
bahasa maupun penulisan. Oleh karena itu, kami menerima saran dan kritik dari
pembaca sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.
Page i
[ii]
DAFTAR ISI
Kata pengantar...................................................................................................i
Daftar isi............................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan................................................................................................
3.2 Saran..........................................................................................................
3.3 Pengaplikasian..........................................................................................
Page ii
[iii]
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum yang demokratis,
berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Indonesia membutuhkan sebuah hukum yang hidup
atau berjalan, dengan harapan hukum tersebut dapat membentuk suasana yang tentram dan
teratur bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Agar harapan tersebut terlaksanakan, maka
hukum tersebut juga butuh ditegakkan, demi membela dan melindungi hak-hak setiap warga
Negara Repulik Indonesia.
Hukum Acara Pidana adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur bagaimana
Negara dengan menggunakan alat-alatnya dapat mewujudkan wewenangnya untuk memidana
atau membebaskan pidana.
Didalam KUHAP disamping mengatur ketentuan tentang cara proses pidana juga
mengatur tentang hak dan kewajiban seseorang yang terlibat proses pidana. Proses pidana
yang dimaksud adalah tahap pemeriksaan tersangka (interogasi) pada tingkat penyidikan.
Page
iii
[iv]
Page
iv
[v]
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sistem Peradilan Pidana
Frank Remington mengemukakan bahwa sistem peradilan negara atau criminal
justice sytem adalah pendekatan sistem terhadap mekanisme administrasi peradilan pidana
sebagai suatu sistem yang merupakan hasil dari interaksi antara peraturan perundang-
undangan, praktik administrasi dan sikap atau tingkah laku sosial. Mardjono Reksodiputro
menjelaskan bahwa sistem peradilan pidana sebagai suatu upaya masyarakat untuk
menaggulangi masalah kejahatan. Menanggulangi disini diartikan sebagai mengendalikan
kejahtaan agar berada dalam batas-batas toleransi masyarakat.
Sistem peradilan negara pada dasarnya memiliki beberapa tujuan, yaitu:
1. Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan
2. Menyelesaikan kasus kejahatan yang ada
3. Mengusahakan agar pelaku kejahatan tidak mengulangi kejahatnnya lagi.
Page v
[vi]
4. Menurut Simon
Hukum acara pidana bertugas mengatur cara-cara negara dengan alat perlengkapanya
mempergunakan wewenangnya untuk memidana dan menjatuhkan pidana.
5. Menurut Sudarto
Hukum acara pidana adalah aturan-aturan yang memberikan petunjuk apa yang harus
dilakukan oleh pada penegak hukum dan pihak-pihak lain yang terlibat didalamnya apabila
ada persangkaan bahwa hukum pidana dilanggar.
6. Menurut Seminar Nasional Pertama Tahun 1963
Hukum acara pidana adalah norma hukum berwujud wewenang yang diberikan kepada
negara untuk bertindak adil, apabila ada prasangka bahwasanya hukum pidana dilanggar.
Page
vi
[vii]
Page
vii
[viii]
dan kebijaksanaan kehakiman) yang menentukan 6 macam pengadilan yang pada dasarnya
sama dengan macam pengadilan yang dibentuk oleh commisarissen general.
3.Setelah Kemerdekaan
Pada masa itu masih terdapat beberapa-beberapa bagian dari negara yang masih
berbeda-beda. Dibentuk Undang-Undang No.19 tahun 1948 tentang badan pengadilan dalam
daerah Republik Indonesia yang membentuk pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan
Mahkamah Agung. Aturan ini belum diberlakukan karena adanya upaya invasi kembali oleh
Belanda. Invasi Belanda pada kali ini bertujuan melumpuhkan kekuatan Indonesia dan
mengakibatkan terbentuknya Republik Indonesia Serikat.
2. Pengadilan Tinggi
Bertugas untuk memeriksa di tingkat kedua segala perkara perdata dan pidana sepanjang bisa
dimintakan banding.
Page
viii
[ix]
3. Mahkamah Agung
Bertugas untuk melakukan pengawasan tertinggi atas peradilan dibawahnya.
Page
ix
[x]
Page x
[xi]
Page
xi
[xii]
ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang
atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang ini) singkat dan para pejabat penegak hukum yang dengan
sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar, dituntut,
dipidana dan atau dikenakan hukuman administrasi.
5. Asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan, bebas, jujur, dan tidak memihak.
Peradilan yang dilakukan harus cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan
tidak memihak. Harus ditrapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan.
6. Asas memperoleh bantuan hukum seluas-luasnya
Setiap orang yang tersangkut perkara, wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan
hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya.
7. Asas wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum dakwaan
Kepada seorang tersangka, sejak saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan
selain wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum yang didakwakan kepadanya, juga wajib
diberitahu haknya itu termasuk hak untuk menghubungi dan minta bantuan penasehat hukum.
8. Asas hadirnya terdakwa
Pengadilan memeriksa perkara pidana denagn hadimaya terdakwa.
9. Asas pemeriksaan di muka umum
Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali dalam hal yang
sudah diatur dalam undang-undang.
10. Asas pengawasan pelaksanaan putusan
Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh
ketua pengadilan negeri yang bersangkutan.
Page
xii
[xiii]
Dalam sistem saling berhadapan (adversary system) ini, ada pihak terdakwa yang
dibelakangnya terdapat penasihat hukumnya,sedangkan dipihak lain terdapat penuntut umum
yang atas nama negara menuntut pidana. Di belakang penuntut umum ini ada polisi yang
memberi data tentang hasil penyidikan (sebelum pemeriksaan hakim).
Sanksi-sanksi yang diajukan biasanya terbagi tiga.yaitu yang memberatkan terdakwa (a
charge), biasanya di ajukan oleh penuntut umum; yang meringankan terdakwa (a charge),
biasanya diajukan terdakwa atau penasihat hukumnya; dan ada pula saksi yang tidak
memberatkan dan tidak meringankan terdakwa, mestinya saksi golongan ketiga ini ialah saksi
ahli. yang terpenting diantara pihak ini tentulah terdakwa, karena dia yang akan menjadi
fokus pemeriksaan disidang pengadilan.
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam hukum acara pidana yaitu:3[6]
1. Tersangka, yaitu orang yang diduga melakukan tapi sebelum masuk sidang pengadilan. Jika
sudah masuk pengadilan statusnya menjadi terdakwa, dan apabila sudah diputus maka
statusnya sebagai terpidana.
2. Terdakwa, seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di pengadilan.
3. Terpidana, yaitu seorang yang dipidana yang telah menerima kekuatan hukum tetap.
4. Saksi, yaitu orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentigan penyidikan,
penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara yang pidana yang is dengar, lihat atau alami
sendiri.
5. Saksi ahli, yaitu seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk
membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan peradilan.
6. Penyidik, yaitu pejabat polisi negara republik Indonesia yang diberi wewenang menurut UU
untuk melakukan penyidikan.
Berdasarkan pasal 1 ayat (1) dan pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No. 8 tahun 1981
tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menjelaskan bahwa Penyidik adalah:
a. Pejabat Polisi negara Republik Indonesia;
b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
7. Penyelidik, yaitu pejabat polisi ncgara republik Indonesia yang diberi wewenang mcnurut
untuk melakukan penyelidikan.
Page
xiii
[xiv]
8. Penyidik pembantu, yaitu pejabat kepolisian negara RI yang karena diberi wewenang tertentu
dapat melakukan tugas penyidikan.
9. Jaksa, yaitu pejabat yang dihcri wewenang olch undang-undang ini untuk bertindak sehagai
penuntut umum serta mclaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
10. Hakim, yaitu pejabat pengadilan yang diberi wewenang oleh UU untuk mengadili.
11. Advokat kuasa hukum, yaitu pihak atau orang yang akan memberikan bantuan hukum
kepada pihak yang terseret dalam suatu kasus. Serta membantu proses berjalannya acara
sidang di pengadilan.
12. Pejabat aparat eksekusi, yaitu pihak yang bertugas melaksanakan UU pelaksanaan pidana.
Misalnya pejabat Lapas (lembaga pemasyarakatan).
Page
xiv
[xv]
Page
xv
[xvi]
10) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. (pasal 7 KUHAP)
Page
xvi
[xvii]
Jadi, penangkapan dan penahanan adalah merupakan tindakan yang membatasi dan
mengambil kebebasan bergerak seseorang. Mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk
melakukan penahanan terdapat dalam pasal 20 dan 21 ayat 1 dan ayat (4).
4) Penangguhan dan Penahanan
Untuk menjaga supaya tersangka atau terdakwa yang ditahan tidak dirugiakn
kepentingannya karena tindakan penahanan itu yang mungkin akan berlangsung untuk
beberapa waktu, diadakan kemungkinan untuk tersangka atau terdakwa mengajukan
permohonan agar penahanannya ditangguhkan, berbeda dengan ketentuan yang diatur dalam
HIR yang menetapkan bahwa pejabat satu-satunya yang berwenang menangguhakan
penahanan ialah hakim, maka menurut KUHAP yang berhak menentukan apakah suatu
penahanan perlu ditangguhakan atau tidak ialah penyidik atau penuntut umum atau hakim
sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
5) Penggeledahan Badan dan Rumah
Penggeledahan badan dan penggeledahan rumah hanya dapat dilakukan untuk
kepentingan penyidikan dan dengan surat perintah untuk itu dari yang berwenang. Yang
dimaksud dengan penggeledahn badan ialah tindakan penyidik untuk mengadakan
pemeriksaan badann atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada
badannya atau dibawanya serta untuk disita.
6) Penyitaan
Yang dimaksud dengan penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk
mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak
bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan,
penuntutan, dan pengadilan. Di samping itu, menurut pasal 39 KUHAP ditentukan bahwa
benda yang dapat dikenakan penyitaan adalah:
a). Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari
tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana
b). Benda yang telah digunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk
mempersiapkannya
c). Benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyidikan
d). Benda yang khusus di buat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana
e). Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana.
7) Pemeriksaan ditempat kejadian
Pemeriksaan ditempat kejadian pada umumnya dilakukan karena delik yang
mengakibatkan kematian, kejahatan seksual, pencurian dan perampokan. Dalam hal
Page
xvii
[xviii]
terjadinya kematian dan kejahatan seksual, sering dipanggil dokter untuk mengadakan
pemeriksaan ditempat kejadiaan diatur dalam pasal 7 KUHAP.
8) Pemeriksaan tersangka
Sebelum penyidik melakukan pemeriksaan terhadap seseorang yang dilakukan suatu
tindak pidana, maka penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk
mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkara itu wajib didampingi penasehat
hukum (pasal 114 KUHAP)
9) Pemeriksaan saksi dan ahli
Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan, dan peradialan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat
sendiri dan ia alami sendiri.
Mengenai hal ini, menurut pasal 224 KUHAP yang berbunyi:
"Barang siapa dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau juru
bahasa dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban menurut undang-undang, yang ia
sebagai demikian harus melakukan:
a. Dalam perkara pidana dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 9 bulan.
b. Dalam perkara lain, dipidana dengan pidana penjara selam-lamanya 6 bulan.”
10) Penyelesaian dan Penghentian Penyidikan
Menurut Syarifudin Petranase penyidikan itu dianggap selesai ketika dinyatakan
bahwa:
a). Penyidikan dianggap selesai apabila dalam waktu 7 hari,setelah penuntut umum menerima
hasil pendidikan dari penyidik, ada pemberitahuan dari penuntut umum bahwa penyidikan
diaanggap selesai. Pemberitahuan tersebut merupakan keharusan atau kewajiban bagi
penuntut umum seperti yang diatur dalam pasal 138 ayat 1 KUHAP.
b). Penyidikan diaanggap selesai apabila dalam waktu 14 hari penuntut umum tidak
mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik sebagaimana yang diatur dalam pasal 110
ayat 4 KUHAP.
Page
xviii
[xix]
Identitas lengkap terdakwa, seperti nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kebangsaan, tempat
tinggal, agama dan pekerjaan.
b). syarat materiil
harus berisi uraian secara cermat jelas dan lengkap mengenai tindakan pidana yang
didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tapi itu dilakukan.
Page
xix
[xx]
Penentuan hari sidang di tentukan oleh hakim yang di tunjuk oleh ketua pengadilan
untuk menyidangkan perkara (Pasal 152 ayat (1) KUHAP). Dalam hal ini, hakim tersebut
memerintahkan kepada penuntut umum supaya memanggil terdakwa dan sanksi untuk datang
disidang pengadilan (Pasal 152 ayat (2) KUHAP).
b. Pemeriksaan Perkara Biasa
KUHAP membedakan tiga macam pemeriksaan sidang pengadila. Pertama,
pemeriksaan perkara biasa; kedua, pemeriksaan singkat; ketiga, pemeriksaan cepat.
Pemeriksaan cepat dibagi lagi alas pemeriksaan tindak pidana ringan dan perkara
pelanggaran lalu lintas jalan.
c. Pemeriksaan Singkat
Seperti telah disebut dimuka, ketentuan tentang acara pemeriksaan biasa berlaku juga
bagi pemeriksaan singkat, kecuali ditentukan. Hal ini dapat dibaca dalam pasal 203 ayat (3)
yang mengatakan bahwa dalam acara ini (acara pemeriksaan singkat) berlaku ketentuan
bagian kesatu, Bagian kedua, Bagian ketiga bab ini (XVI), sepanjang peraturan itu tidak
bertentangan dengan ketentuannya.
d. Pemeriksaan Cepat
Istilah yang dipakai HIR ialah perkara rol. Ketentuan tentang acara pemeriksaan biasa
berlaku pula pada pemeriksaan cepat dengan kekecualian tertentu.
Page
xx
[xxi]
2) Putusan Lepas dari Segala Tuntutan: Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang
didakwakan kepada terdakwa terbukti , tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak
pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.
3) Putusan pemidanaan: Jika terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan
kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana.
Sebelum membicarakan putusan akhir tersebut, perlu kita ketahui bahwa pada waktu
hakim menerima suatu perkara dari penuntut umum dapat diterima. Putusan mengenai hal ini
bukan merupakan keputusan akhir (vonnis), tetapi merupakan suatu ketetapan.
Page
xxi
[xxii]
4. Upaya hukum
Adapun upaya hukum dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Upaya hukum biasa
KUHAP membedakan upaya hukum biasa dan luar biasa. Upaya hukum biasa
merupakan Bab XVII, sedangkan upaya hukum luar biasa Bab XVIII. Upaya hukum biasa
terdiri dari dua bagian, bagian kesatu tentang pemeriksaan banding dan bagian kedua tentang
pemeriksaan kasasi.
1) Pemeriksaan tingkat banding Pemeriksaan tingkat Banding
a) Hakim terdiri dari hakim majelis ( sekurang -kurangnya 3 orang )
b) Dasar pemeriksaan adalah berkas perkara yang diterima dari PN (yang sudah dikirim dalam
waktu 14 Hari) berkas -berkas yang dikirim adalah:
i. Berita acara penyidikan
ii. Berita acara pemeriksaan sidang
iii. Alat-alat bukti yang ada serta surat -surat tertentu yang timbul
dipengadilan
iv. Putusan pengadilan
c) Dalam pemeriksaan hakim banding adalah berkas -berkas perkara yang dikirim oleeh PN
tetapi jika perlu maka hakim PT dapat memanggil saksi-saksi, terdakwa atu penuntut umum.
Untuk melakukan konfirmasi. Hakim PT juga dapat memerintahkan untuk melakukan
pemeriksaan tambahan kepada PN atau melakukan sendiri.
2) Kasasi
Alasan-alasan dalam pengajuan kasasi:
a) Pengadilan yang bersangkutan tidak berwenang atau melampaui batas wewenang dalam
memeriksa dan memutus sengketa yang bersangkutan.
b) Pengadilan telah salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
c) Pengadilan lalai memenuhi syarat -syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
Sedangkan tata cara pengajuan Kasasi adalah sebagai berikut:
a) Diajukan dalam waktu empat belas hari sesudah putusan diberitahukan kepada terdakwa.
b) Permintaan tersebut ditulis oleh panitera dan ditandatangani oleh pemohon dan panitera.
c) Pemohon kasasi wajib mengajukan memori kasasi yang memuat alasan permohoan kasasi
dalam waktu 14 hari sejak permohonan kasasi diterirna panitera. Apabila dalam
tenggangwaktu tersebut pemohon terlambat menyerahkan memori kasasi maka hak untuk
mengajukan kasasi gugur.
Page
xxii
[xxiii]
Page
xxiii
[xxiv]
b. Pelaksanaan pidana mati tidak dilakukan didepan umum (Pasal 271 KUHAP)
c. Pidana dijalankan secara berturut-turut, jika terpidana dipidana penjara atau kurungan dan
kemudian dijatuhi pidana yang sejenis sebelum is menjalani pidana yang dijatuhkan
terdahulu, maka pidana itu dijalankan berturut-turut dimulai dengan pidana yang dijatuhkan
lebih dahulu (Pasal 272 KUHAP )
d. Jangka waktu pembayaran denda satu bulan dan dapat diperpanjang
e. Barang bukti yang dirampas oleh negara dilelang dan hasilnya dimasukkan ke kas negara
f. Putusan ganti rugi dilaksanakan secara perdata
g. Biaya perkara dan ganti rugi ditanggung berimbang oleh para narapidana
h. Pidana bersyarat diawasi dan diamati sungguh-sungguh.
Page
xxiv
[xxv]
Penyusunan alat-alat bukti negara-negara common law seperti Amerika Serikat lain
dari pada yang tercantum dalam KHUAP kita. Alat-alat bukti menurut Criminal Procedure
Law Amerika Serikat yang disebut Forms of evidence terdiri dari:
1. Real evidence (bukti sungguhan)
2. Documentary evidence (bukti dokumenter)
3. Testimonial evidence (bukti kesaksian)
4. Judicial evidence (pengamatan hakim)
Tidak disebut alat bukti kesaksian ahli dan keterangan terdakwa. Kesaksian ahli
digabungkan dengan bukti kesaksian. Yang lain dari pada yang tercantum dalam KHUAP
kita, ialah real evidence yang berupa objek materiil (materil object) yang meliputi tetapi tidak
terbatas atas peluru, pisau, senjata api, perhiasan intan permata, televisi, dan lain-lain. Benda-
benda ini berwujud. Real evidence ini biasa disebut bukti yang berbicara untuk diri sendiri
(speaks for it self). Bukti bentuk ini dipandang paling bernilai dibanding bukti yang lain.
Real evidence ini tidak termasuk alat bukti menurut hukum acara pidana kita (Belanda),
yang biasa disebut "barang bukti". Barang bukti yang berupa objek mareriil ini tidak bernilai
jika tidak di dentifikasi oleh saksi (dan terdakwa). Misalnya saksi mengatakan, peluru ini
saya rampas dari tangan terdakwa, barulah bernilai untuk memperkuat keyakinan hakim yang
timbul dari alat bukti yang ada.
Menurut pasal 184 KUHAP, alat-alat bukti ialah
1. Keterangan saksi;
2. Keterangan ahli;
3. Surat;
4. Petunjuk;
5. Keterangan terdakwa.
Adapun penjelasan dari alat bukti dalam perkara pidana yaitu:
1. Keterangan saksi; dalam praktek sering disebut dengan kesaksian. Kesaksian adalah wujud
kepastian yang diberikan kepada hakim di muka sidang tentang peristiwa yang disengketakan
dengan cara memberitahukan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak
dalam sengketa, yang dipanggil secara patut oleh pengadilan.
Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa
keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri
dan ia alami sendiri dengan menyebutkan alasan dari pengetahuan itu. Di dalam
penggolongannya keterangan saksi ini dikelompokkan dalam dua kelompok, yatu kelompok
Page
xxv
[xxvi]
relatif dapat didengar kesaksiannya. yang secara absolut tidak boleh menjadi saksi dan
kelompok, yaitu:
a. Yang tidak dapat menjadi saksi secara absolut diantaranya anak yang belum berumur 15
tahun dan belum pernah kawin, orang yang sakit jiwa atau kurang ingatan meskipun kadang-
kadang ingatannya baik.
Yang tidak dapat menjadi saksi secara relatif diatur dalam pasal 168 KUHAP, kecuali
ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar keterangannya dan
dapat mengundurkan diri sebagai saksi:
1) keluarga sedarah dalam garis lurus keatas atau kebawah sampi derajat ketiga dari terdakwa
atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.
2) saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, ibu atau bapak dan juga
mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa
sampai derajat ketiga.
3) suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercarai (pasal 169 KUHAP).
b. Di samping tidak cakap secara absolut maupun relatif juga terdapat pihak-pihak yang karena
jabatan, pekerjaan, harkat dapat meminta dibebaskan sebagai saksi terhadap hal-hal yang
dipercayakan kepada mereka dan hakim lah yang memutus soh atau tidaknya alasan tersebut
(pasal 170 ayat (1) dan (2) KUHAP)
Dalam memberikan kesaksian,pengucapan sumpah merupakan syarat mutlak. Dan
bagaiman cara mengucapkan sumpah yang diucapkan dari seorang saksi dapat dilihat dalam
ketentuan pasal 160 ayat (3) KUHAP yakni "sebelum memberikan keterangan, saksi wajib
mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa is akan
memberikan keterangan yang sebenarnya".
3.Keterangan ahli: Pasal 186 KUHAP keterangan ahli adalah apa yang seseorang ahli nyatakan
di sidang pengadilan. Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang
memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara
pidana guna kepentingan pemeriksaan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini
(pasal 1 ke 28 KUHAP), tidak semua keterangan ahli dapat dinilai sebagai alat bukti,
melainkan yang dapat memenuhi syarat-syarat kesaksian adalah yang diberikan dimuka
persidangan (pasal 186 KUHAP).
4. Surat; merupakan segala sesuatu yang memuat tanda bacaan yang dimaksudkan untuk
mencurahkan pikiran dan isi hati seseorang yang ditujukan untuk dirinya dan atau orang lain
yang dapat digunakan untuk alat pembuktian. Pasal 187 KUHAP menyebutkan surat
Page
xxvi
[xxvii]
sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c dibuat atas sumpah jabatan atau
dikutipkan dengan sumpah, adalah :
a. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang
berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau
keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri disertai dengan alasan yang jelas
dan tegas tentang keterangannya itu;
b. surat yang dibuat menurut ketentuan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat
mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang
diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau suatu keadaan;
c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai
sesuatu hal yang diminta secara resmi dari padanya;
d. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dari isi alat pembuktian yang lain.
4. Petunjuk; Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik
anttara yang satu dengan yang laiinya, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana atau siapa pelakunya tersebut disebut dengan
persangkaan undang-undang.
Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik
anatara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana siapa pelakunya (pasal 188 ayat (1) KUHAP)
sebagaimana tersebut dalam (pasal 188 ayat (2) KUHAP) hanya dapat diperoleh : a.
Keterangan saksi; b. Surat; c. Keterangan terdakwa. Hakimlah yang memiliki kewenangan
untuk melakukan pemeriksaan dan penilaian terhadap suatu ptunjuk denagn penuh cermat,
seksama, arif lagi bijaksana, dan berdasarkan hati nurani (pasal 188 ayat (3) KUHAP).
5. Keterangan terdakwa: Keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan disidang
pengadilan tentang perbuatan yang ia lakukan atau ia ketahui atau ia alami sendiri.
Pasal 189 KUHAP menegaskan :
a. keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan disidang tentang perbuatan yang ia
lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.
b. keterangan terdakwa yang diberikan diluar sidang dapat digunakan untuk membantu
menemukan bukti disidang asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah
sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya.
c. keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri.
d. keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan
perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.
Page
xxvii
[xxviii]
Adapun barang bukti dapat juga diajukan kedalam persidangan namun hanya berfungsi
sebagai menguatkan keyakinan hakim terhadap benarnya telah terjadi suatu tindak pidana dan
dalam memutuskan perkara yang sedang ditanganinya. Barang bukti bisa berupa alat atau pun
senjata yang dipergunakan pelaku kejahatan, jejak yang ditinggalkan pelaku dan sebagainya.
2.9 Perbedaan Antara Hukum Acara Pidana dengan Hukum Acara Perdata
Hukum acara yang mengatur dan melaksanakan soal-soal peradilan disebut hukum
acara pengadilan, yang terdiri dari hukum acara perdata dan hukum acara pidana.
Hukum acara perdata ialah rangkaian peraturan hukum yang menentukan bagaimana
cara-cara mengajukan ke depan pengadilan perkara perkara keperdataan dalam arti luas dan
cara melaksanakan putusan-putusan (Vonnis) hakim juga diambil berdasarkan peraturan-
peraturan tersebut. Dapat juga disebut rangkaian peraturan-peraturan hukum tentang cara-
cara memelihara dan mempertahankan hukum perdata material.
Adapun lapangan keperdataan itu memuat peraturan-peraturan tentang keadaan hukum
dan perhubungan hukum yang mengenai kepentingan-kepentingan perorangan, misinya: soal
perkawinan, jual bell, sewa menyewa, hak milik, hutang piutang, waris, dan lain-lain.
Lembaga-lembaga hukum yang terdapat dalam lapangan keperdataan yaitu: pengadilan
perdata, kantor catatan sipil, notaris, juru sita, juru lelang dan lain sebagainya.
Sedangkan yang dimaksud dengan hukum acara pidana yaitu rangkaian peraturan
hukum menentukan bagaimana cara-cara mengajukan ke depan pengadilan tentang perkara-
perkara kepidanaan dan dan bagaimana cara-cara menjatuhkan hukuman oleh hakim. Adapun
Page
xxviii
[xxix]
Page
xxix
[xxx]
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Pengertian Hukum Acara Pidana
Yang dimaksud hukum acara pidana yaitu keseluruhan peraturan hukum yang mengatur
bagaimana caranya alat-alat penegak hukum melaksanakan dan mempertahankan hukum
pidana.
2. Tujuan dan Fungsi Hukum Acara Pidana
Tujuan Hukum Acara Pidana yaitu untuk menemukan kebenaran materiil. Kebenaran
materiil yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan
menerapkan ketentuan hukum pidana secara jujur dan tepat. Sedangkan Fungsi hukum acara
pidana adalah menegakkan/menjalankan hukum pidana. Hukum acara pidana beroprasi sejak
adanya sangkaan tindak pidana walaupun tanpa adanya permintaan dari korban kecuali
tindakan pidana yang ditentukan lain oleh UU.
3. Asas-asas Hukum Acara Pidana
Adapun asas-asas yang terdapat pada hukum acara pidana yaitu:
a. Asas persamaan di muka hukum ( Equality Before The Law)
b. Asas perintah tertulis dari yang berwenang penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan
penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat berwenang dan dengan
cara yang diatur oleh undang-undang.
c. Asas praduga tak bersalah (presumtion of innocent)
d. Asas pemberian ganti rugi dan rehabilitasi atas salah tangkap, salah faham dan salah tuntut.
e. Asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan, bebas, jujur, dan tidak memihak.
f. Asas memperoleh bantuan hukum seluas-luasnya
g. Asas wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum dakwaan
h. Asas hadirnya terdakwa
i. Asas pemeriksaan di muka umum
j. Asas pengawasan pelaksanaan putusan
4. Pihak-pihak dalam Hukum Acara Pidana
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam hukum acara pidana yaitu: Tersangka,
Terdakwa, Terpidana, Saksi, Saksi ahli, Penyidik, Penyelidik, Penyidik pembantu, Jaksa,
Hakim, Advokat kuasa hukum dan Pejabat aparat eksekusi.
Page
xxx
[xxxi]
1. UUD 1945 dalam Pasal 24 ayat (1) “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang”. dan
Ayat (2) “Susunan dan badan-badan kehakiman itu diatur dengan undang-undang”.
Dalam Pasal 25 menyatakan “Syarat-syarat untuk menjadi dan diberhentikan sebagai
Hakim ditetapkan dengan undang-undang”. dalam penjelasan Pasal Pasal 24 dan 25
dijelaskan “Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka artinya terlepas dari
Pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan
dalam undang-undang kedudukannya para hakim”. Dalam Pasal II Aturan Peralihan
UUD 1945 “Segala Lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk
melaksanakan UUD dan belum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar
ini”.
2. Kitap Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Atau Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. Peraturan yang menjadi dasar sebelum
belakunya Undang-Undang ini adalah Herzien Inlandsch Reglement (HIR) atau
Reglemen Indonesia yang diperbaharui (RIB) (Staadsblad Tahun 1941 Nomor 44)
yang berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951.
Dengan berlakunya KUHAP maka untuk pertama kalinya di Indonesia di adakan
kodifikasi dan unifikasi yang lengkap dalam ini meliputi seluruh proses pidana dari
awal (mencari kebenaran) sampai pada kasasi di Mahkamah Agung, bahkan sampai
(herziening).
3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum jo. Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 2 /1986 Tentang Peradilan
Umum jo. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Perubahan kedua Atas
UU No. 2/1986 Tentang Peradilan Umum.
4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung jo. Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung jo. Perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3
Tahum 2009.
5. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, pada saat
Undang-Undang ini berlaku, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advocat yang mulai berlaku sejak
diundang tanggal 5 April 2003.
7. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
8. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
9. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Pokok Perbangkan, khususnya
Pasal37 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
Page
xxxi
[xxxii]
Page
xxxii
[xxxiii]
B. Saran
Inilah yang diwacanakan pada penulisan ini, meskipun penulisan ini jauh dari kata
sempurna, minimal kita bisa mengimplementasikan tulisan ini. Mungkin masih banyak
kesalahan dari penulisan makalah ini, karena kami adalah manusia yang tempatnya salah dan
doss: dalam hadits "al insanu minal khotto' wannisa', dan kami juga butuh saran/ kritikan agar
bisa menjadi motivasi untuk masa depan yang lebih baik dari masa sebelumnya.
Page
xxxiii
[xxxiv]
DAFTAR PUSTAKA
http://ilmuhukumuin-suka.blogspot.com/2013/05/sistem-peradilan-pidanak-di-indonesia.html
http://leesyailendranism.blogspot.com/2016/03/makalah-hukum-acara-pidana.html
https://ilmukita683.wordpress.com/2016/11/20/istilah-tersangka-terdakwa-dan-terpidana/
Abdussalam, H. R. 2006. Prospek Hukum Pidana Indonesia dalam mewujudkan Rasa Keadilan
Masyarakat. Jakarta: Restu Agung.
Hamzah, Andi. 1984. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Hamzah, Andi. 1987. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Kansil, C.T.S. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Pangaribuan, Luhut M.P. 2013. Hukum Acara Pidana. cet. Ke-1. Jakarta: Djambatan.
Pangaribuan, Luhut M.P. 2014. Hukum Acara Pidana. Jakarta: Papas Sinar Sinanti.
Petranse, Syarifudin H.Ap dan Sabuan Ansori. 2000. Hukum Acara Pidana. Indralaya:
Universitas Sriwijaya.
Salam, Faisal. 2012. Hukum Acara Pidana Militer di Indonesia. Jakarta: Mandar Maju.
Waluyadi. 1999. Pengetahuan Dasar Hukum Acara Pidana. Bandung: Mandar Maju.
Yudowidagdo, Hendraswanto. 1987. Kapita Selekta Hukum Acara Pidana di Indonesia. Jakarta:
Bina Aksara.
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
Page
xxxiv