Anda di halaman 1dari 6

EFUSI PLEURA

Andi Sultan Yusuf


K1A115051

1. Pengertian Efusi Pleura

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan cairan

melebihi normal di dalam cavum pleura diantara pleura parietalis dan visceralis

dapat berupa transudat atau cairan eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura

hanya mengandung cairan sebanyak 10-20 m.l. Penyakit-penyakit yang dapat

menimbulkan efusi pleura adalah tuberkulosis, infeksi paru non tuberkulosis,

keganasan, sirosis hati, trauma tembus atau tumpul pada daerah ada, infark paru,

serta gagal jantung kongestif.1

2. Etiologi Efusi Pleura

Efusi pleura merupakan proses penyakit primer yang jarang terjadi, tetapi

biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Menurut Bruner &

Suddart (2010) dalam Permana (2016), terjadinya efusi pleura disebabkan oleh 2

faktor yaitu :

a. Infeksi

Penyakit-penyakit infeksi yang menyebabkan efusi pleura antara lain :

tuberkulosis, pneumonia, abses paru dan abses subfrenik.


b. Non Infeksi

Sedangkan penyakit non infeksi yang dapat menyebabakan efusi

pleura antara lain Ca paru, Ca pleura (primer dan sekunder), Ca mediastinum,

tumor ovarium, gagal ginjal dan gagal hati.2

3. Faktor Risiko Efusi Pleura

Sejumlah faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk

menderita efusi pleura diantaranya adalah memiliki riwayat teknan darah tinggi

(hipertensi), merokok, mengonsumsi minuman beralkool, dan terkena paparan

debu asbes.3

4. Klasiikasi Efusi Pleura

Ada dua tipe dari efusi pleura, yaitu efusi pleura transudatif dan eksudatif.

a. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh beberapa kombinasi dari peningkatan

tekanan hidrostatik atau berkurangnya tekanan onkotik kapiler misalnya gagal

jantung, sirosis, dan sindrom nefrotik. Dikatakan efusi pleura transudat

apabila kadar proteinnya <3 gram/100 ml dan berat jenisnya <1,16.3,4

b. Efusi pleura eksudatif disebabkan oleh proses lokal yang mengakibatkan

perubahan pada pembentukan dan penyerapan cairan pleura; peningkatan

permeabilitas kapiler menyebabkan eksudasi cairan, protein, sel, dan

komponen serum lainnya Penyebab yang paling sering terjadi, yaitu

pnemonia, malignansi, dan pulmonary embolism, infeksi virus, dan

tuberculosis. Dikatakan efusi pleura eksudat apabila kadar proteinnya >3

gram/100 ml dan berat jenisnya >1,16.4, 5


5. Tanda dan Gejala

Pada hakekatnya kelainan-kelainan yang ditemukan dapat dikelompokkan

dalam dua bagian besar, yaitu kelainan yang disebabkan ole timbunan cairan

didalam rongga pleura dan kelainan yang disebabkan ole penyakit atau kelainan

primernya. Timbunan cairan didalam rongga pleura sudah dapat dipastikan akan

memberikan kompresi patologis pada paru, seingga ekspansi paru akan terganggu

dengan akibat akhir sesak napas (tentunya tanpa bunyi tambahan, karena bronkus

tetap normal). Semakin banyak timbunan cairan, sesak akan semakin terasa,

sebaliknya ik cairan masi sedikit keluan sesak belum begitu nyata aau malahan

tak terasa sama sekali. Pada beberapa penderita, akan timbul batuk-batuk

keringyang disebabkan ole rangsangan pada pleura. Pada pemeriksaan fisik,

semakin banyak cairan, paru disisi yang sakit akan semakin tampak tertinggal

pada pernapasan(perlu diperatikan bawa keadaan ini juga dapat disebabkan oleh

timbulnya rasa nyeri). Fremitus akan melemah, bakan pada efusu yang berat

fremitus mungkin sama sekali tidak akan terasa. Bila banyak sekali cairan

dirongga pleura, akan tampak sela-sela iga menonjol atau koneks. Pada perkusi,

didaera yang ada cairannya akan suara redup sampai pekak.6

6. Penatalaksanaan Medis

Efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan menggunkan pipa

intubasi melalui sela iga. Bila cairan pusnya kental, seingga sulit keluar atau bila

empiemanya multilokular, perlu tindakan operati. Mungkin sebelumnya dapat

dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologi atau larutan antiseptic (betadine).
Pengobatan secara siistemik hendaknya segera diberikan, tetai ini tidak berarti

apabila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adekuat. Untuk mencega lagi efusi

pleura setela aspirassi, dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketnya pleura

iseral dan pleura parietal. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin, bleomisin,

korinebacterium parum, Tio-tapa. 5 Fluorourasil.7

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Foto Toraks

Pada oto rontgen PA akan terlihat jika akumulasi cairan pleura mencapai 300

mL. Pada mulanya, cairan terliat berkumpul didasar hemitoraks diantara

permukaan inferior para dan diafragma terutama disebela posterior, yaitu di

sinus pleura yang dalam. Jika cairan pleura terus bertambah banyak, cairan

akan menuju sinus kostofrenikus posterior dan ke lateral, dan akirnya ke

anterior. Jika cairan terus bertambah, cairan akan menuju keatas, yaitu

kedaera paru yang cekung, dan penguncup keatas. Diaragma dan

kostofrenikus tidak akan terliat pada foto rontgen ika cairan pleura mencapai 1

mL. Sehingga pada foto rontgen ditandai dengan opasitas homogen yang

menutupi kostofrenikus.5

b. Tes Rivalta

Tes Rivalta merupakan pemeriksaan konvensional yang masih sering

dilakukan hingga saat ini untuk membedakan efusi pleura transudat (tes

Rivalta negatif) dan eksudat (tes Rivalta positif). Interpretasi dari tes Rivalta
dilakukan dengan menilai ada tidaknya kekeruhan setelah cairan efusi pleura

diteteskan pada cairan aquades yang mengandung asam acetat glacial.8

8. Komplikasi

Pada setiap efui pleura, selalu ditakutkan terjadinya infeksi sekunder

(seingga menjadi piotoraks). Schwarte sangat mungkin terajdi bila cairan

mengandung banyak cairan, seperti misalnya pada pleuritis eksudatif,

hematotoraks, dan piotoraks. Schwarte adala gumpalan fibrin yang melekatka

pleura viseralis dengan pleura parietlais setempat. Scwarte ini tentunya akan

mengurangi kemampuan ekspansi paru seingga akan menurunkan kemapuan

bernapas penderita karena gangguan retriksi berupa penurunan kapasitas vital.

Kemudian, Karen afibrin ini akan mengalami retraksi, akan timbul deormitas dan

kemunduran faal paru yang lebih parah lagi.6

9. Asuhan Keperawatan
Daftar Pustaka

1. Dewi, T.D.B.P. 2012. Efusi Pleura Masif: Sebuah Laporan Kasus. Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana. Bali.

2. Permana, N.A.I .2016. Penatalaksanaan fisioterapi Pada Efusi Pleura Di Rs Paru


Dr. Ario Wirawan Salatiga. Program Studi Fisioterapi Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta

3. Perimpunan Dokter Paru Indonesia. 2017. Efusi Pleura. Surakarta.

4. Dwianggita, P. 2016. Etiologi Efusi Pleura pada Pasien Rawat Inap di Rumah
Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar, Bali Tahun 2013. Program Studi
Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Bali

5. Djodjodibroti, D. 2104, Respirologi. Edisi2. Penerbit Buku Kedokteran EGC.


Jakarta.

6. Danusantoso,. 2020. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Edisi2. EGC. Jakarta

7. Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo, W. A., Setiyohadi, B., Syam, F. A., dkk. 2014. Diare
Akut dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Interna
Publishing. Jakarta.

8. Salmah, S., Culla, S.A. 2018. Identification of Mycobacterium Tuberculosis By


Polymerase Chain Reaction (Pcr) Test and Its Relationship to Mgg
Staining of Pleural Fluid in Patients With Suspected Tuberculous Pleural
Effusion. Department of Histology, Faculty of medicine, Hasanuddin
University, Makassar

Anda mungkin juga menyukai