Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aspek sosial dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan manusia.
Di era globalisasi sekarang ini dengan berbagai perubahan yang begitu ekstrem
menuntut semua manusia harus memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satu
masalah yang kini banyak merebak di kalangan masyarakat adalah kematian
ataupun kesakitan pada ibu dan anak yang sesungguhnya tidak terlepas dari
faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka
berada.
Menjadi seorang bidan bukanlah hal yang mudah. Seorang bidan harus
siap fisik maupun mental, karena tugas seorang bidan sangatlah berat. Bidan yang
siap mengabdi di kawasan pedesaan mempunyai tantangan yang besar dalam
mengubah pola kehidupan masyarakat yang mempunyai dampak negatif tehadap
kesehatan masyarakat.. Tidak mudah mengubah pola pikir ataupun sosial budaya
masyarakat. Apalagi masalah proses persalinan yang umum masih banyak
menggunakan dukun beranak.
Untuk itu seorang bidan agar dapat melakukan pendekatan terhadap
masyarakat perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, yang meliputi
tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan kebiasaan
sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal lain
yang berkaitan dengan wilayah tersebut.

B. Tujuan Makalah
Untuk mengetahui aspek sosial budaya yang berkaitan dengan peran
seorang bidan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Pra Perkawinan dan


Perkawinan
1. Pra Perkawinan
Masa pra perkawinan adalah masa pasangan untuk mempersiapkan diri ke
jenjang perkawinan Pelayanan kebidanan diawali dengan pemeliharaan kesehatan
para calon ibu. Remaja wanita yang akan memasuki jenjang perkawinan perlu
dijaga kondisi kesehatannya. Kepada para remaja di beri pengertian tentang
hubungan seksual yang sehat, kesiapan mental dalam menghadapi kehamilan dan
pengetahuan tentang proses kehamilan dan persalinan, pemeliharaan kesehatan
dalam masa pra dan pasca kehamilan.
Promosi kesehatan pada masa pra kehamilan disampaikan kepada
kelompok remaja wanita atau pada wanita yang akan menikah. Penyampaian
nasehat tentang kesehatan pada masa pranikah ini disesuaikan dengan tingkat
intelektual para calon ibu dan keadaan sosial budaya masyarakat. Nasehat yang di
berikan menggunakan bahasa yang mudah di mengerti karena informasi yang di
berikan bersifat pribadi dan sensitif. Remaja yang tumbuh kembang secara
biologis diikuti oleh perkembangan psikologis dan sosialnya. Alam dan pikiran
remaja perlu diketahui. Remaja yang berjiwa muda memiliki sifat menantang,
sesuatu yang dianggap kaku dan kolot serta ingin akan kebebasan dapat
menimbulkan konflik di dalam diri mereka. Pendekatan keremajaan di dalam
membina kesehatan diperlukan. Penyampaian pesan kesehatan dilakukan melalui
bahasa remaja dengan memperhatikan aspek sosial budaya setempat.
Pemeriksaan kesehatan bagi remaja yang akan menikah dianjurkan.
Tujuan dari pemeriksaan tersebut adalah untuk mengetahui secara dini tentang
kondisi kesehatan para remaja. Bila ditemukan penyakit atau kelainan di dalam
diri remaja, maka tindakan pengobatan dapat segera dilakukan. Bila penyakit atau
kelainan tersebut tidak diatasi maka diupayakan agar remaja tersebut berupaya
untuk menjaga agar masalahnya tidak bertambah berat atau menular kepada
pasangannya. Misalnya remaja yang menderita penyakit jantung, bila hamil secara

2
teratur harus memeriksakan kesehatannya kepada dokter. Remaja yang menderita
AIDS harus menjaga pasanganya agar tidak terkena virus HIV. Caranya adalah
agar menggunakan kondom saat besrsenggama, bila menikah. Upaya
pemeliharaan kesehatan bagi para calon ibu ini dapat dilakukan melalui kelompok
atau kumpulan para remaja seperti karang taruna, pramuka, organisaai wanita
remaja dan sebagainya.
Promosi kesehatan pranikah merupakan suatu proses untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya yang
ditujukan pada masyarakat reproduktip pranikah
Bidan juga berperan dalam mencegah perkawinan dini pada pasangan pra
nikah yang masih menjadi masalah penting dalam kesehatan reproduksi
perempuan di Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) mencatat, anak
perempuan yang menikah pertama kali pada usia sangat muda, 10-14 tahun, cukup
tinggi, jumlahnya 4,8 persen dari jumlah perempuan usia 10-59 tahun. Sedangkan
yang menikah dalam rentang usia 16-19 tahun berjumlah 41,9 persen. Dengan
demikian, hampir 50 persen perempuan Indonesia menikah pertama kali pada usia
di bawah 20 tahun. Provinsi dengan persentase perkawinan dini tertinggi adalah
Kalimantan Selatan (9 persen), Jawa Barat (7,5 persen), serta Kalimantan Timur
dan Kalimantan Tengah masing-masing 7 persen. Hal ini sangat berhubungan
dengan sosial budaya pada daerah tersebut yang mendukung perkawinan dini.
Usia perkawinan dini yang cukup tinggi pada perempuan mengindikasikan
rentannya posisi perempuan di masyarakat. Koordinator Kartini Network
Nursyahbani Katjasungkana menyebut dalam berbagai kesempatan, pernikahan
dini menunjukkan posisi perempuan yang lebih lemah secara ekonomi maupun
budaya. Secara budaya, perempuan disosialisasikan segera menikah sebagai
tujuan hidupnya. Akibatnya, perempuan memiliki pilihan lebih terbatas untuk
mengembangkan diri sebagai individu utuh. Selain itu, segera menikahkan anak
perempuan artinya keluarga akan mendapat mas kawin yang berharga di
masyarakat setempat, seperti hewan ternak. Data Riskesdas memperlihatkan,
perkawinan sangat muda (10-14 tahun) banyak terjadi pada perempuan di
pedesaan, berpendidikan rendah, berstatus ekonomi termiskin, serta berasal dari
kelompok buruh, petani, dan nelayan.

3
Sedangkan bagi perempuan, menikah artinya harus siap hamil pada usia
sangat muda. Bila disertai kekurangan energi dan protein, akan menimbulkan
masalah kesehatan yang dapat berakibat kematian bagi ibu saat melahirkan dan
juga bayinya. Dan resiko hamil muda sangat tinggi.
2. Perkawinan
Pekawinan bukan hanya sekedar hubungan antara suami dan istri.
Perkawinan memberikan buah untuk menghasilkan turunan. Bayi yang dilahirkan
juga adalah bayi yang sehat dan direncanakan. Kegiatan pembinaan yang
dilakukan oleh bidan sendiri antara lain mempromosikan kesehatan agar peran
serta ibu dalam upaya kesehatan ibu, anak dan keluarga meningkat.
Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang meliputi pelayanan ibu hamil, ibu
bersalin, ibu nifas, keluarga berencana, kesehatan reproduksi, pemeriksaan bayi,
anak balita dan anak prasekolah sehat. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan
ibu dan anak tersebut diyakini memerlukan pengetahuan aspek sosial budaya
dalam penerapannya kemudian melakukan pendekatan-pendekatan untuk
melakukan perubahan-perubahan terhadap kebiasaan-kebiasaan yang tidak
mendukung peningkatan kesehatan ibu dan anak. Misalnya pola makan, pacta
dasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia dimana peran kebudayaan
cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap daerah mempunyai pola makan tertentu,
termasuk pola makan ibu hamil dan anak yang disertai dengan kepercayaan akan
pantangan, tabu, dan anjuran terhadap beberapa makanan tertentu. Misalnya di
Jawa Tengah adanya anggapan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena
akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara di salah satu daerah di Jawa
Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi
makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Sikap seperti
ini akan berakibat buruk bagi ibu hamil karena akan membuat ibu dan anak
kurang gizi.
B. Aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Kehamilan
Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu
diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika
persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin.

4
Memahami perilaku perawatan kehamilan (ante natal care) adalah penting untuk
mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri.
Fakta di berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, masih banyak ibu-ibu
yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka
merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter.
Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan
kehamilan ke bidan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi
yang mungkin dialami oleh mereka. Resiko ini baru diketahui pada saat persalinan
yang sering kali karena kasusnya sudah terlambat dapat membawa akibat fatal
yaitu kematian.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan
kurangnya informasi. Selain dari kurangnya pengetahuan akan pentingnya
perawatan kehamilan, permasalahan-permasalahan pada kehamilan dan persalinan
dipengaruhi juga oleh faktor nikah pada usia muda yang masih banyak dijumpai
di daerah pedesaan. Disamping itu, dengan masih adanya preferensi terhadap jenis
kelamin anak khususnya pada beberapa suku, yang menyebabkan istri mengalami
kehamilan yang berturut-turut dalam jangka waktu yang relatif pendek,
menyebabkan ibu mempunyai resiko tinggi saat melahirkan.
Contohnya di kalangan masyarakat pada suku bangsa nuaulu (Maluku)
terdapat suatu tradisi upacara kehamilan yang dianggap sebagai suatu peristiwa
biasa, khususnya masa kehamilan seorang perempuan pada bulan pertama hingga
bulan kedelapan. Namun pada usia saat kandungan telah mencapai Sembilan
bulan, barulah mereka akan mengadakan suatu upacara. Masyarakat nuaulu
mempunyai anggapan bahwa pada saat usia kandungan seorang perempuan telah
mencapai Sembilan bulan, maka pada diri perempuan yang bersangkutan banyak
diliputi oleh pengaruh roh-roh jahat yang dapat menimbulkan berbagai bahaya
gaib. Dan tidak hanya dirinya sendiri juga anak yang dikandungannya, melainkan
orang lain disekitarnya, khususnya kaum laki-laki. Untuk menghindari pengaruh
roh-roh jahat tersebut, si perempuan hamil perlu diasingkan dengan
menempatkannya di posuno. Masyarakat nuaulu juga beranggapan bahwa pada
kehidupan seorang anak manusia itu baru tercipta atau baru dimulai sejak dalam
kandungan yang telah berusia 9 bulan. Jadi dalam hal ini ( masa kehamilan 1-8

5
bulan ) oleh mereka bukan dianggap merupakan suatu proses dimulainya bentuk
kehidupan.
Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah
masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan
pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka
sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi dengan pantangan-pantangan terhadap
beberapa makanan yang sebenamya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil tentunya
akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Tidak heran kalau
anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah
pedesaan.
Di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur
karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara di salah satu daerah di Jawa
Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi
makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Di
masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan
kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Dan memang, selain
ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah. Tentunya hal
ini sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi.

6
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan
masyarakat, mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan
status kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah
kerjanya.
Seorang bidan harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat
khususnya, berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, bufas, bayi baru
lahir, anak remaja dan usia lanjut. Seorang bidan juga harus memiliki kompetensi
yang cukup berkaitan dengan tugas, peran serta tanggung jawabnya.
Seorang bidan perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, yang
meliputi tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan
kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian, dan
hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut.
Melalui kegiatan-kegiatan kebudayaan tradisional setempat bidan dapat
berperan aktif untuk melakukan promosi kesehatan kepada masyaratkat dengan
melakukan penyuluhan kesehatan di sela-sela acara kesenian atau kebudayaan
tradisional tersebut.

B. Saran
Bidan harus selalu menjaga hubungan yang efektif dengan masyarakat
dengan selalu mengadakan komunkasi efektif.

7
DAFTAR PUSTAKA

8
ASPEK SOSIAL BUDAYA

Disusun Oleh :

Kelompok : 5

1. DESMINA LUBIS
2. ERLITA PEBRIANTI NASUTION

Dosen Pembimbing :

Asmaryadi, M.Pd

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


UNIVERSITAS AUFA ROYHAN
PADANG SIDIMPUAN
2019

9
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada penulis sehingga saya
berhasil menyelesaikan makalah “ASPEK SOSIAL BUDAYA DENGAN
PENAGANAN KEBIDANAN” Penulis menyadari bahwa makalah yang penulis
selesaikan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari bersifat membangun guna kesempurnaan
makalah penulis selanjutnya.

Akhir kata, penulis menyucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta
penulis berharap agar makalah ini dapat bermamfaat untuk kita semua.

Padangsidimpuan, November 2019

Penulis

i10
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Tujuan ......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Pra
Perkawinan dan Perkawinan .......................................................... 2
B. Aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan
Kehamilan ...................................................................................... 4
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 11
B. Saran ............................................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA

ii
11
12
13

Anda mungkin juga menyukai