Anda di halaman 1dari 17

TREND DAN ISU

KEPERAWATAN ANAK

EFEKTIFITAS LENGKUAS MERAH UNTUK MENGATASI BRONKITIS

BOKI H. MARASABESSY 1812B1032


DENOK AYU OKTAVIA 1812B1054
VALENTINA DINDA 1812B1027
FATMA NAFIATUS S. 1812B1037
SABASTIAN IVALDO 1812B1049
ZULFIKAR SOSAL 1812B2056

PROFESI NERS
STIKES SURYA MITRA HUSADA
KEDIRI
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bronkitis merupakan penyakit infeksi pada saluran pernapasan yang menyerang

bronkus. Penyakit ini benyak menyerang anak-anak yang lingkungannya banyak

polutan, misalnya orang tua yang merokok dirumah, asap kendaraan bermotor, asap

hasil pembakaran pada saat masak yang menggunakan bahan bakar kayu, maupun

karena terinfeksi mikroorganisme seperti Streptococcus Pneumonie.

Berdasarkan jumlah pasien yang datang berobat ke Klinik Anak selama tanggal 10

Juni 2019 sampai dengan 21 Juni 2019, terdapat 2 penyakit yang memiliki jumlah

paling banyak yaitu BKS dengan jumlah 7 dan batuk kronik berulang (BKB) dengan

jumlah 10, untuk itu kelompok memutuskan untuk mengambil trend dan isu mengenai

bronkitis, karena untuk tren isu batuk kronik berulang dapat dikategorikan ke dalam

bronkitis.

Penanganan yang biasa dilakukan oleh sebagian besar orang tua adalah dengan

memberikan obat tradisional cina, seperti komsumsi obat-obat herbal, salah satunya

adalah lengkuas merah.


B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalahnya adalah “Apakah ada pengaruh pemberian lengkuas

merah untuk mengatasi bronkitis?”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian lengkuas merah terhadap bronkitis.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi lengkuas merah (Alpinia purpurata (Vieill) K. Schum)

sebagai antibakteri terhadap bronkitis.

b. Membandingkan hasil jurnal – jurnal mengenai pengaruh pemberian lengkuas

merah terhadap bakteri pneumoni pada bronkitis.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Bronkitis

Menurut Widagdo (2012), bronkitis ialah inflamasi non spesifik pada bronkus

umumnya (90%) disebabkan oleh virus (adenovirus, influenza, parainfluenza, RSV,

rhinovirus, harpes simplex virus) dan 10% oleh bakteri seperti Streptococcus

Pneumonie, dengan batuk sebagai gejala yang paling menonjol.

B. Klasifikasi Bronkitis

Bronkitis dapat diklasifikasikan sebagai :

1. Bronkitis Akut :

Bronkhitis akut pada bayi dan anak biasanya bersama juga dengan trakheitis,

merupakan penyakit infeksi saluran nafas akut (ISNA) bawah yang sering dijumpai.

Penyebab utama penyakit ini adalah virus maupun bakteri. Batuk merupakan gejala

yang menonjol dan arena batuk berhubungan dengan ISNA atas. Berarti bahwa

peradangan tersebut meliputi laring, trachea dan bronkus. Gangguan ini sering juga

disebut laringotrakeobronkhitis akut atau croup dan sering mengenai anak sampai

umur 3 tahun dengan gejala suara serak, stridor, dan nafas berbunyi.

2. Bronkitis Kronis

Bronkitis kronis merupakan gejala batuk yang berlangsung sekurang-kurangnya 2

minggu berturut-turut dan atau berluang paling sedikit 3 kali dalam 3 bulan.
C. Etiologi Bronkitis

Penyebab bronkitis Penyebab bronchitis sampai sekarang masih belum diketahui

dengan jelas. Pada kenyataannya kasus-kasus bronchitis dapat timbul secara congenital

maupun didapat.

1. Kelainan Kongenital

Dalam hal ini bronchitis terjadi sejak dalam kandungan. Factor genetic atau factor

pertumbuhan dan factor perkembangan fetus memegang peran penting. Bronchitis

yang timbul congenital ini mempunyai ciri sebagai berikut :

a. Bronchitis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru.

b. Bronchitis konginetal sering menyertai penyakit-penyakit konginetal lainya,

misalnya : mucoviscidosis (cystic pulmonary fibrosis), sindrom kartagener

(bronkiektasis konginetal, sinusitis paranasal dan situs inversus), hipo atau

agamaglobalinemia, bronkiektasis pada anak kembar satu telur (anak yg satu

dengan bronkiektasis, ternyata saudara kembarnya juga menderita bronkiektasis),

bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan congenital berikut : tidak adanya

tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan, kifoskoliasis konginetal.

2. Kelainan didapat

Kelaianan didapat merupakan akibat proses berikut :

1) Infeksi.

Bronchitis sering terjadi sesudah seseorang menderita pneumonia yang sering

kambuh dan berlangsung lama, pneumonia ini merupakan komplikasi pertusis

maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberculosis paru dan sebagainya.
2) Obstruksi bronkus

Obstruksi bronkus yang dimaksud disini dapat disebabkan oleh berbagai

macam sebab : korpus alineum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar

terhadap bronkus. Penyebab utama penyakit Bronkhitis Akut adalah adalah virus.

Sebagai contoh Rhinovirus, Respiratory Sincytial Virus (RSV), Infulenza Virus,

Para-influenza Virus, Adenovirus dan Coxsakie Virus, selain virus juga terdapat

bakteri Streptococcus Pneumonie juga dapat menyebabkan bronkitis. Bronkitis

Akut sering terjadi pada anak yang menderita Morbilli, Pertusis dan infeksi

Mycoplasma Pneumonia. Belum ada bukti yang meyakinkan bahwa bakteri lain

merupakan penyebab primer Bronkitis Akut pada anak. Infeksi sekunder oleh

bakteri dapat terjadi, namun ini jarang di lingkungan sosio-ekonomi yang baik.

Faktor predisposisi terjadinya bronchitis akut adalah alergi, perubahan cuaca,

polusi udara, dan infeksi saluran napas atas kronik, memudahkan terjadinya

bronchitis.

Sedangkan pada Bronkitis Kronik dan Batuk Berulang adalah sebagai berikut :

a. Spesifik

1) Asma

2) Infeksi kronik saluran napas bagian atas (sinobronkitis).

3) Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus,

infeksi mycoplasma, hlamydia, pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur,

Streptococcus Pneumonie.

4) Penyakit paru yang telah ada misalnya bronkietaksis.

5) Sindrom aspirasi.

6) Penekanan pada saluran napas

7) Benda asing
8) Kelainan jantung bawaan

9) Kelainan sillia primer

10) Defisiensi imunologis

11) Kekurangan anfa-1-antitripsin

12) Fibrosis kistik

13) Psikis

b. Non-spesifik

1) Asap rokok

2) Polusi udara

D. Patofisiologi

Bronchitis terjadi karena Respiratory Syncytial Virus (RSV),Virus Influenza, Virus

Para Influenza, Asap Rokok, Polusi Udara, maupun patogen seperti bakteri penumonia

yang terhirup selama masa inkubasi virus kurang lebih 5 sampai 8 hari. Unsur-unsur

iritan ini menimbulkan inflamasi pada precabangan trakeobronkial, yang menyebabkan

peningkatan produksi sekret dan penyempitan atau penyumbatan jalan napas Menurut

Kowalak (2011).

Patologi dari bronkhitis adalah hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bronkhus,

dimana dapat menyebabkan penyempitan pada saluran bronkhus, sehingga diameter

bronkhus ini menebal lebih dari 30-40% dari normal. Terdapat juga peradangan difus,

penambahan sel mononuklear di submukosa trakeo bronkial, metaplasia epitel bronkhus

dan silia berkurang. Perubahan yang penting juga adalah perubahan pada saluran napas

kecil yaitu sekresi sel goblet, bukan saja bertambah dalam jumlahnya akan tetapi juga

lebih kental sehingga menghasilkan substansi yang mukopurulen, sel radang di mukosa

dan submokusa, edema, fibrosis penbrokial, penyumbatan mukus intraluminal dan


penambahan otot polos. Dua faktor utama yang menyebabkan bronkhitis yaitu adanya

zat-zat asing yang ada di dalam saluran napas dan infeksi mikrobiologi (Phee, 2003).

Seiring berlanjutnya proses inflamasi perubahan sel-sel yang membentuk dinding

traktus respiratorius akan mengakibatkan retensi jalan napas yang kecil dan

ketidakseimbangan ventilasi-perfusi yang berat sehingga penurunan oksigenasi daerah

arteri. Efek tambahan lainnya meliputi inflamasi yang menyebar luas, penyempitan jalan

napas dan penumpukan mucus di dalam jalan napas. Dinding bronkus mengalami

inflamasi dan penebalan akibat edema serta penumpukan sel-sel inflamasi. Selanjutnya

efek bronkospasme otot polos akan mempersempit lumen bronkus. Pada awalnya hanya

bronkus besar yang terlibat inflamasi ini, tetapi kemudian semua saluran napas turut

terkena. Jalan napas menjadi tersumbat dan terjadi penutupan, khususnya pada saat

ekspirasi. Dengan demikian, udara napas akan terperangkap di bagian distal paru. Pada

keadaan ini akan terjadi hipoventilasi yang menyebabkan ketidakcocokan dan akibatnya

timpul hipoksemia. Hal ini akan mengakibatkan ventilasi dan perfusi yang tidak

seimbang, sehingga penyebaran udara pernapasan maupun aliran darah ke alveoli tidak

merata. Timbul hipoksia dan sesak napas, lebih jauh lagi hipoksia alveoli menyebabkan

vasokontriksi pembuluh darah paru dan polisitemia. Terjadi hipertensi pulmonal yang

dalam jangka panjang dapat menimbulkan kor pulmonal (Phee,2003).

Hipoksemia dan hiperkapnia terjadi sekunder karena hipoventilasi. Resistensi

vaskuler paru meningkat ketika vasokonstriksi yang terjadi karena inflamasi dan

konpensasi pada daerah-daerah yang mengalami hipoventilasi membuat arteri pulmonalis

menyempit. Inflamasi alveolus menyebabkan sesak napas.

E. Tanda dan Gejala Klinis

Menurut Ngastiyah (2006), yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang lama,
yaitu:
a. Batuk siang dan malam terutama pada dini hari yang menyebabkan klien kurang
istirahat
b. Daya tahan tubuh klien yang menurun
c. Anoreksia sehingga berat badan klien sukar naik
d. Kesenangan anak untuk bermain terganggu
e. Konsentrasi belajar anak menurun
Gejala awal Bronkhitis, antara lain :
a. Batuk membandel
Batuk kambuhan, berdahak-tidak, berat-tidak. Kendati ringan harus tetap
diwaspadai karena bila keadaan batuk terus menerus bisa menghebat dan berlendir
sampai sesak napas.
b. Sulit disembuhkan
Bisa sering atau tidak tapi sulit disembuhkan. Dalam sebulan batuk pileknya lebih
dari seminggu dan baru sembuh dua minggu, lalu berulang lagi.
c. Terjadi kapan saja
Batuknya bisa muncul malam hari, baru tidur sebentar batuknya ‘grok-grok’
bahkan sampai muntah. Bisa juga batuk baru timbul menjelang pagi. “Atau habis
lari-lari, ia kemudian batuk-batuk sampai muntah.
Tanda dan gejala secara umum dapat disimpulkan:
a. Sering bersin dan banyak sekret atau lendir
b. Demam ringan
c. Tidak dapat makan dan gangguan tidur
d. Retraksi atau tarikan pada dinding-dinding dada, suprasternal,
interkostal dan subkostal pada inspirasi
e. Cuping hidung
f. Nafas cepat
g. Dapat juga cyanosis
h. Batuk-batuk
i. Wheezing
j. Iritabel
k. Cemas

F. Komplikasi

Menurut Marni (2014) komplikasi bronchitis dengan kondisi kesehatan yang jelek,

antara lain :

a. Sinusitis
b. Otitis media

c. Bronkhietasis

d. PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)

e. Gagal Napas

BAB III

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Menurut Jurnal


Jurnal utama yang digunakan pada pembahasan ini adalah Megasari (2015) Uji

Aktivitas Antibakteri Ektra Etanol Rimpang Lengkuas Merah (Alpinia purpurata

(Vieill) K. Schum) Terhadap Bakteri Klebsiella pneumonie Isolat Sputum

Penderitabronkitis Secara In Vivo. Rancangan penelitian yang digunakan One-way

ANOVA dengan rancangan penelitian nonequivalent control group with pre-post test

design. Kelompok perlakuan dan kelompok kontrol Kelompok sampel pada penelitian

ini adalah 18 tikus percobaan (in vivo).

Pada jurnal utama Megasari (2015) menyatakan Pada uji statistik ANOVA One Way

didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,000 (Sig < 0,05). Nilai F hitung yang didapatkan

yaitu 76,111. Nilai F tabel 3,48. Maka diperoleh F hitung > F tabel (76,111 > 0,05),

sehingga H1 diterima yaitu data jumlah koloni bakteri darah tikus ada perbedaan yang

bermakna pada setiap kelompok perlakuan.

Aktivitas antibakteri ekstrak lengkuas merah terkandung pada kandungan kimianya.

Minyak atsiri tersusun dari berbagai macam komponen yang secara garis besar terdiri

dari kelompok terpenoid dan fenil propana. Fenil propana memiliki percabangan rantai

berupa gugus-gugus fenol dan eter fenol. Senyawa fenol memilifi efek korosif, dapat

mendenaturasi protein, merusak dinding dan membran sel dan menonaktifkan enzim-

enzim. Senyawa ini bersifat bakterisid (termasuk mikobakteri), fungisid, dan mampu

menonaktifkan virus-virus lipofilik (Guenther, 2006).

Zat aktif pada ekstrak lengkuas merah diduga mempunyai efektivitias sebagai

antibakteri adalah minyak atsiri berwarna kuning kehijauan yang terdiri dari flavonoid

dan fenil propana. Mekanisme kerja antibakteri eksttrak lengkuas merah dalam

menghambat bakteri adalah merusak susunan dan perubahan mekanisme permeabilitas

dinding sel bakteri.


Pada setiap kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak etanol rimpang lengkuas

merah dengan pemberian dosis memberikan aktivitas antibakteri yang berbeda.

Semakin tinggi dosis yang diberikan aktivitas antibakterinya semakin besar atau

semakin banyak jumLah zat aktif yang sebagai antibakteri. Hal ini sesuai dengan

pendapat Pelczar dan Chan (1988) yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi

suatu zat antibiotik maka semakin cepat mikroorganisme terbunuh dan terhambat

pertumbuhannya.

B. Pembahasan Menurut Teori

Rimpang lengkuas secara tradisional digunakan untuk mengobati penyakit seperti :

diare, disentri, panu,batuk, kudis, bercak-bercak kulit dan tahi lalat, menghilangkan bau

mulut, obat kuat. Khasiat obat pada suatu tanaman umumnya disebabkan oleh kandungan

metabolit sekundernya, salah satu diantaranya adalah minyak atsiri (Elistina, 2005).

Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap, disebabkan minyak atsiri

dari beberapa tanaman bersifat aktif biologis sebagai antibakteri dan antijamur. Beberapa

hasil penelitian menemukan bahwa minyak atsiri dari daun sirih, rimpang temu kunci,

dan kunyit memiliki aktivitas sebagai antijamur dan antibakteri (Elistina, 2005). Minyak

atsiri pada umumnya dibagi menjadi dua komponen yaitu golongan hidrokarbon dan

golongan hidrokarbon teroksigenasi (Robinson, 1991; Soetarno, 1990). Menurut Heyne

(1987), senyawa-senyawa turunan hidrokarbon teroksigenasi (fenol) memiliki daya

antibakteri yang kuat.

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan minyak atsiri pada rimpang lengkuas

mengandung senyawa eugenol, sineol, dan metil sinamat (Buchbaufr, 2003). Penelitian

yang lebih intensif menemukan bahwa rimpang lengkuas mengandung zat-zat yang dapat

menghambat enzim xanthin oksidase sehingga bersifat sebagai antitumor. Lengkuas


mengandung asetoksi kavikol asetat dan asetoksi eugenol asetat yang bersifat antiradang

dan antitumor (Buchbaufr, 2003).

Minyak atsiri yang aktif sebagai antibakteri pada umumnya mengandung gugus fungsi

hidroksil (-OH) dan karbonil. Turunan fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui

proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah terbentuk kompleks

protein fenol dengan ikatan yang lemah dan segera mengalami peruraian, diikuti

penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Pada

kadar tinggi fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel memberan mengalami lisis

(Oka, 2008).

Lengkuas juga mengandung golongan senyawa flvonoid, fenol, dan terpenoi.

Senyawa-senyawa metabolit sekunder golongan flavanoid, saponin, tannin dan minyak

atsiri yang terdapat pada ekstrak lengkuas merah seperti yang diungkapkan Kunia

(2007), yang berperan dalam menghambat pertumbuhan bakeri. Terbentuknya daerah

zona hambat menunjukkan terjadinya penghambatan pertumbuhan koloni bakteri yang

diduga akibat pengaruh senyawa bioaktif yang terdapat pada ekstrak Lengkuas merah.

Menurut penelitian Herni dan Shofia (2015) yang melakukan skrining fitokimia

Lengkuas merah dan Lengkuas putih, menunjukkan hasil untuk ekstrak etanol rimpang

Lengkuas merah positif mengandung golongan senyawa flavonoid, tannin, kuinon dan

terpenoid. Selain itu ekstrak rimpang Lengkuas merah juga mengandung minyak atsiri

seperti yang diungkapkan Kunia (2007), senyawa- senyawa tersebut diduga merupakan

senyawa yang berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri pneumoniae. Menurut

Volk dan Wheeler (1988), minyak atsiri (seperti yang terkandung di dalam Lengkuas

merah), dapat menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri dengan mengganggu

proses terbentuknya membran atau dinding sel karena komponen struktural membran sel

bakteri tersusun atas protein dan lipid, hal ini menyebabkan membran sel rentan terhadap
zat kimia yang dapat menurunkan tegangan permukaan. Kerusakan membran sel

menyebabkan terganggunya transport nutrisi (senyawa dan ion) melalui membran sel

yang pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan bakteri. Volk

dan Wheeler (1993) menambahkan bahwa walaupun dinding sel seperti yang terdapat

pada bakteri memiliki struktur yang dapat memberikan kekuatan tambahan bagi sel,

namun senyawa kimia seperti tannin yang juga terkandung dalam Lengkuas merah

mempunyai sifat sebagai pengelat yang berefek spasmolitik, menciutkan atau

mengkerutkan sel sehingga pertumbuhan bakteri terganggu. Flavonoid dapat

menghambat proses quorum sensing dalam pembentukan biofilm. Sedangkan saponin

berpotensi sebagai antibiofilm karena dapat mengganggu pembentukan biofilm dengan

merusak matriks biofilm (Coleman et al., 2010). Senyawa Senyawa fenol dapat bersifat

koagulator protein. Protein yang menggumpal tidak dapat berfungsi lagi, sehingga akan

mengganggu pembentukan dinding sel bakteri sehingga pada akhirnya bakteri

kehilangan kemampuan membentuk koloni dan menyebabkan kematian sel (Darwis

Welly, 2013).

C. Pemanfaatan Lengkuas

1. Bahan: rimpang umbi lengkuas.

2. Cara membuat: bahan tersebut ditumbuk halus kemudian direbus dengan 3 gelas

air sampai mendidih

3. Cara menggunakan: diminum 2 kali sehari, pagi dan sore.


BAB IV

KESIMPULAN
Lengkuas merah (Alpinia purpurata (Vieill) K. Schum) yang mempunyai senyawa

minyak atsiri dan senyawa yang lainya mampu menjadi terapi alternatif non farmakogi

sebagai anti bakteri dapat mengobat bronkitis. Sehingga dapat menjadi bahan

pertimbangan dan dipergunakan lebih lanjut sebagai terapi pendukung.

DAFTAR PUSTAKA
Alfian dkk. UJI EFEKTIVITAS MINYAK ATSIRI LENGKUAS MERAH (Alpinia
purpurata K. Schum) DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Candida albica,
2008

Buchbaufr G., 2003, Original Research Paper, Acta Pharm, 53: 73-81

Elistina, M. D. 2005, Isolasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Dari Daun Sirih
(Piper betle L). Skripsi. Jurusan Kimia. FMIPA. Universitas Udayana. Denpasar.

Ermiati., Hamzah, B. and Priyanto, G. 2004. Kajian teknologi ekstraksi minyak


leingkuas merah (Alpinia galanga L.). J. Agribisnis dan Industri Pertanian 3(2): 34-
41.

Firda Khanifah. Efek Pemberian Air Perasan Jeruk Nipis (citrus aurantifilosa) terhadap
Pembentukan, Pertumbuhan dan Pengahncuran Biofilm Staphyloccocus Aureus secara
In Vivo, 2015.

Heyne, K., 1987, TumbuhanBerguna Indonesia III, BadanLitbangKehutanan, Jakarta.


Muhammad Prasetio Putra. Perbandungan Aktivitas Antipieretik antara Ekstra Etanol
Kunyit Putih (Kurkuma Zedoara Rosc) dengan Paracetamol pada Tikus Demam,
2015.
Muhammad Rahmansyah Nasution. Efektifitas Madu untuk gejala batuk pada anak
dengan Rinitis, 2016.
Nur Fadilla Thamrin. Formulasi Sediaan Krim dar Ekstra Etanol Kunyit (Curcumae
Domesticae Val) dan Uji Efektifitas terhadap bakteri Staphylococcus Aureus, 2012.
Oka dan Fanny. ISOLASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI
DARI RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galanga L.), 2008
Poetry Melinda dkk. UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK RIMPANG LENGKUAS
MERAH (Alpinia purpurata K.Schum) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI
Klebsiella pneumoniae ISOLAT SPUTUM PADA PENDERITA PNEUMONIA
RESISTEN ANTIBIOTIK SEFTRIAKSON, 2019
Robinson, T., 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi, a.b. Kosasih
Padmawinata, ITB, Bandung, h.132-136

Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. K. Padmawinata


(penerjemah). Penerbit: ITB, Bandung
Yuharmen, Eryanti, Y dan Nurbalatif. (2002). Uji Aktifitas Antimikroba Minyak Atsiri
dan Ekstrak Metanol Lengkuas (Alpinia Galanga). Vol I. Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Riau. Riau. Hal. 2 – 3.

Welly dkk. UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK RIMPANG LENGKUAS MERAH (Alpinia


purpurata K.Schum) SEBAGAI ANTIBAKTERI Escherichia coli PENYEBAB
DIARE, 2013

Anda mungkin juga menyukai