Anda di halaman 1dari 3

1. Diagnosis skenario?

Jawab:
Anamnesis
Tn.A 40 tahun keluhan utama nyeri kepala beputar disertai nyeri leher pada
leher bagian belakang sejak 1 hari yang lalu. Keluhan disertai nyeri dada, mual,
muntah sebanyak 3 kali sebelum PKM. Pasien adalah seorang karyawan yang
mengalami stres di tempat kerja. Dari anamnesis juga diperoleh informasi bahwa
pasien memiliki riwayat hipertensi namun tidak mengonsumsi obat hipertensi secara
teratur, pasien juga memiliki riwayat hiperkolesteromia dan DM tipe 2.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan TB=170 cm, BB=78 Kg, keadaan umum
lemah, pada pemeriksaan jantung didapatkan iktus kordis bergeser ke lateral bawah
dan kuat angkat. Dokter menduga telah terjadi cardiomegali akibat hipertensi
tersebut.
Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
TD: 220/120mmHg, R:20x/m, N:110x/menit, S:37oC
Diagnosis Kerja
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan TTV yang ada dalam skenario
dapat dicurigai bahwa pasien tersebut tengah menderita hipertensi. Berdasarkan
anamnesis, beberapa pasien mengalami keluhan berupa sakit kepala, mual, muntah,
rasa seperti berputar, atau penglihatan kabur. Pasien ini juga dapat dicurigai ke arah
hipertensi sekunder karena hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan
atau sebagai akibat dari adanya penyakit lain dan biasanya penyebabnya sudah
diketahui, seperti kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu, sakit kepala
proksimal, berkeringat atau takikardi serta adanya riwayat penyakit ginjal
sebelumnya. Pada anamnesis dapat pula digali mengenai faktor resiko kardiovaskular
seperti obesitas karena berdasarkan pengukuran IMT pada pasien diperoleh nilai
sebesar 26,98 yang menunjukan interpretasi obesitas tipe 1, aktivitas fisik yang
kurang, diabetes milletus, hiperkolesteromia karena terjadinya dislipidemia, stres
yang berlebih dan riwayat keluarga (Saputra, 2015).
Berdasarkan pemeriksaan fisik, nilai tekanan darah pasien diambil rerata dua
kali pengukuran pada setiap kali kunjungan ke dokter untuk bisa didiagnosis
hipertensi. Apabila tekanan darah ≥140/90 mmHg pada dua atau lebih kunjungan
maka hipertensi dapat ditegakkan. Pemeriksaaan tekanan darah harus dilakukan
dengan alat yang baik, ukuran dan posisi manset yang tepat (setingkat dengan
jantung) serta teknik yang benar. Pada kasus diperoleh TD: 220//120mmHg, menurut
JNC 8 pasien tersebut tergolong hipertensi stage 2 (Saputra, 2015).

Sumber:
Saputra, B.R., Rahayu, and Indrawanto, I.S. 2015. Profil Penderita Hipertensi di
RSUD Jombang Periode Januari-Desember 2013. Jurnal UMM. Vol 9(2).
Viewed on 30 October 2019. From www.ejournal.umm.ac.id
2. Diagnosis banding skenario?
Jawab:
A. CKD
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai
dengan abnormalitas struktur ataupun fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari 3
bulan. PGK ditandai dengan satu atau lebih tanda kerusakan ginjal yaitu
albuminuria, abnormalitas sedimen urin, elektrolit, histologi, struktur ginjal,
ataupun adanya riwayat transplantasi ginjal, juga disertai penurunan laju filtrasi
glomerulus (Aisara, 2018).
Penyebab kerusakan ginjal pada PGK adalah multifaktorial dan
kerusakannya bersifat ireversibel. Penyebab PGK pada pasien hemodialisis baru
di Indonesia adalah glomerulopati primer 14%, nefropati diabetika 27%, nefropati
lupus/SLE 1%, penyakit ginjal hipertensi 34%, ginjal polikistik 1%, nefropati
asam urat 2%, nefropati obstruksi 8%, pielonefritis kronik/PNC 6%, lain-lain 6%,
dan tidak diketahui sebesar 1%. Penyebab terbanyak adalah penyakit ginjal
hipertensi dengan persentase 34 % (Aisara, 2018).
Modifikasi faktor resiko PGK dilakukan pada hipertensi, obesitas morbid,
sindroma metabolik, hiperkolesterolemia, anemia, dan rokok. Menurut KDIGO,
PGK dengan tanda-tanda kegagalan ginjal (serositis, gangguan keseimbangan
asam-basa atau elektrolit, pruritus), kegagalan pengontrolan volume dan tekanan
darah, gangguan status gizi yang refrakter, dan gangguan kognitif membutuhkan
terapi hemodialisis (Aisara, 2018).
B. CVD
Kardiovaskuler (cardiovascular disease/CVD) adalah istilah bagi
serangkaian gangguan jantung dan pembuluh darah. Data badan kesehatan dunia
WHO tahun 2012 menunjukan bahwa CVD adalah faktor penyebab kematian
nomor satu didunia. Pada tahun 2008 terdapat 17,3 juta orang meninggal akibat
CVD, angka ini mewakili 30% dari penyebab kematian dunia. 7,3 juta kematian
terjadi karena jantung koroner dan 6,2 juta akibat stroke. Berdasarkan data
RISKESDAS tahun 2007, penyakit yang termasuk kelompok CVD menempati
urutan teratas penyebab kematian di Indonesia yaitu sebanyak 31,9%. Hasil Survai
Kesehatan Daerah tahun 2010 menunjukkan bahwa propinsi DIY masuk dalam
lima besar provinsi dengan kasus hipertensi terbanyak (Suyanto, 2015).
Kualitas dan peningkatan akses pelayanan penyakit CVD sangat
bergantung pada ketersediaan dan distribusi dokter spesialis. Saat ini, Indonesia
memiliki sekitar 500 dokter spesialis penyakit jantung dan pembuluh darah.
Jumlah ini masih sangat kurang dibandingkan dengan kebutuhan penduduk di
Indonesia yang mencapai 240 juta. Rasio yang diharapkan adalah 1:250.000
penduduk (Suyanto, 2015).
C. Sindrom Koroner Akut
Sindrom koroner akut atau infark miokard akut merupakan salah satu
diagnosis rawat inap tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada
SKA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien
mencapai rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2
dekade terakhir, sekitar 1 di antara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan
awal, meninggal dalam tahun pertama setelah infark miokard akut (Satoto, 2015).
Pada jantung normal kebutuhan oksigen miokard disuplai secara kontinyu
oleh arteri koroner selama aktivitas normal, kebutuhan oksigen miokard naik akan
menaikkan aliran arteri koroner. Suplai oksigen miokard bergantung pada oksigen
content darah dan coronary blood flow. Oksigen content bergantung pada
oksigenasi sistemik dan kadar hemoglobin, sehingga bila tidak anemia atau
penyakit paru aliran oksigen koroner cenderung konstan. Bila ada kelainan maka
aliran koroner secara dinamis menyesuaikan suplai oksigen dengan kebutuhan
oksigen sel (Satoto, 2015).

Sumber:
Aisara, S., Azmi, S., and Yanni, M. 2018. Gambaran Klinis Penderita Penyakit
Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil
Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol 7(1). From
https://jurnal.fk.unand.ac.id
Suyanto, Sandora, N., Burhanuddin, L., and Azrin, M. 2015. Cardiovascularr
Disease. Jurnal kesehatan Komunitas. Vol 1(2). Viewed on 30 October
2019. From www.jurnalkesehatankomunitas.ac.id
Satoto, H.H. 2015. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner. Jurnal Anestesiologi
Indonesia. Vol 6(3). From www.media.neliti.com

3. Pemeriksaan penunjang?
Jawab:
1) Pemeriksaan Laboratorium
a. Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti:
hipokoagulabilitas, anemia.
b. BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
c. Glukosa: Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan
oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
d. Urinalisa: darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan ada
DM;
2) CT Scan: mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati;
3) EKG: dapat menunjukan pola regangan, di mana luas, peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi;
4) IU: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: batu ginjal, perbaikan ginjal.
5) Foto dada: menunjukkan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran
jantung (Ibrahim, 2017).

Sumber:
Ibrahim. 2017. Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Hipertensi. Idea Nursing
Journal. Vol 2(1). Viewed on 30 October 2019. From www.jurnalunsyiah.ac.id

Anda mungkin juga menyukai