Kasus
Kasus
IDENTITAS
Nama : Ny. TN
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 55 tahun
Alamat : Cirebon
Tanggal MRS : 25 September 2019
Jaminan : BPJS
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Luka dan nyei pada pergelangan tangan
Keluhan Tambahan : Lemas, nafsu makan menurun, dan pusing
Riwayat Penyakit Dahulu : DM tipe II sejak 3 tahun lalu
Riwayat Obat : Metformin 500 mg, dan Gllimepirid 4 mg.
Alergi Obat : Tidak ada
Alergi Makanan : Ada
Riwayat Penyakit Sekarang :
Ny. TN masuk Rumah Sakit pada 25 September 2019 pada pukul
20.00 WIB dengan keluhan nyeri pada pergelangan tangannya, disertai lemas
dan pusing. Paien mengatakan bahwa nyeri hilang timbul dan nyeri pada saat
tangan digerakan. Pasien tampak merintih kesakitan jika nyeri tiba.
Pasien mengatakan 2 minggu sebelum masuk Rumah Sakit pasien
terkena luka di pergeangan tangannya amun pasien tidak mengetahui
penyebabnya. Kemudian 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakt keluhan pada
pergelangan tangan pasien semakin bertambah.
Luka semakin lebar, membengkak dan menghitam sehingga akhirnya
dibawa ke Rumah Sakit oleh keluarganya karena merasa tidak kuat menahan
nyeri pada pergelangan tangannya. pasien mengatakan 2 tahun yang lalu
ibunya meninggal karena diabetes dan stroke.
2
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital 25-09-2019 26-09-2019
Tekanan darah 118/56 mmHg 92/56 mmHg
Nadi 72 x/menit 65 x/menit
Respirasi 16 x/menit 22 x/menit
Suhu 36,3 C 36,2 C
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan 25-9-2019 26-9-2019
Hemmoglobulin 8,6
Leukosit 19.500
- basofil 0,8
Hematologi
-eosinofil 0,1
Rutin
-neutrofil 86,2
-limfosit 9,3
-monosit 3,6
Ureum 309,1
Faal Ginjal
Kreatinin 5,82
B. DASAR TEORI
1. PATOFISIOLOGI
DIABETES MELITUS TIPE II
Gambar 1,
ULKUS DIABETIK
Kelainan metabolik pada defisiensi insulin relatif atau absolut yang tidak
diatasi dalam beberapa tahun atau puluh tahun, akan menyebabkan perubahan
ireversibel yang luas.2
Hipoksia jaringan merangsang pembentukan VEGF (vascular endotelial
growth factor), diikuti oleh angiogenesis. Mikroangiopati di retina akhirnya
dapat menyebabkan kebutaan atau retinopati dan pada bagian ekstremitas
dapat menyebabkan ulkus atau gangrenarea kecil gangren. Sel-sel yang tidak
menyerap glukosa dalam jumlah memadai jika terus berlanjut akanmengalami
perubahan ukuran menjadi menciut akibat hiperosmolaritas ekstrasel.2
Hiperglikemia pun mendorong pembentukan protein-protein plasma yang
mengandung gula, misalnya fibrinogen, haptoglobin, dan alfa 2
makroglobulin serta faktor pembekuan V-VIII. Dengan cara ini,
kecenderungann pembekuan dan kekentalan darah mungkin meningkat
sehingga meningkatkan resiko thrombosis dengan oklusi pembuluh darah
besar sehingga dapat terjadi iskemia jaringan dan terjadi gangren yang luas.2
6
parah. Salah satu pola khusus pielonefritis akut, papillitis nekrotikans atau
nekrosis papilar.2
(140 − 𝑈) 𝑥 𝐵𝐵
𝑳𝑭𝑮 = 𝑥 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡𝑎
75 𝑥 𝐶𝑟
Keterangan:
U : Umur dalam tahun
BB : Berat badan dalam kilogram
Cr : Nilai kreatinin serum (darah) dalam mg/dL
Konstanta: Laki-laki = 1
Perempuan = 0,85
2. GUIDELINE
C. SOAP
19
terapi ESA tidak boleh dimulai jika tingkat hemoglobin lebih tinggi dari 10 g / dL.
Jika kadar hemoglobin lebih rendah dari 10 g / dL, terapi ESA dapat dimulai,
tetapi keputusan perlu disesuaikan berdasarkan tingkat penurunan konsentrasi
hemoglobin, sebelum respons terhadap terapi zat besi, risiko memerlukan
transfusi, risiko terkait dengan terapi ESA, dan adanya gejala yang disebabkan
anemia. Untuk pasien yang menjalani dialisis, terapi ESA harus digunakan ketika
kadar hemoglobin antara 9 dan 10 g / dL untuk menghindari hemoglobin jatuh di
bawah 9 g / dL. Pada semua pasien dewasa, ESA tidak boleh digunakan untuk
secara sengaja meningkatkan kadar hemoglobin di atas 13 g / dL tetapi untuk
mempertahankan kadar tidak lebih tinggi dari 11,5 g / dL. Target ini didasarkan
pada pengamatan bahwa hasil buruk dikaitkan dengan penggunaan ESA dengan
target hemoglobin lebih tinggi dari 13 g / dL.2
d. Aturan Pakai Obat
Dalam uji coba terkontrol, pasien CKD berada pada risiko kematian yang
lebih besar, reaksi kardiovaskular merugikan yang serius, dan stroke
ketika menerima terapi ESA untuk menargetkan tingkat hemoglobin> 11 g
/ dL
Gunakan dosis terendah yang cukup untuk mengurangi kebutuhan
transfusi sel darah merah.1
e. Efek Samping Obat
> 10%
Pyrexia (10-42%)
Mual (11-35%)
Hipertensi (14-27%)
Batuk (4-26%)
Muntah (12-28%)
Pruritus (12-21%)
Ruam (2-19%)
Sakit kepala (5-18%)
Arthralgia (10-16%).1
f. Interaksi Obat
21
Tidak ada interaksi obat Epoetin Alfa dengan obat lain yang kelompok kami
gunakan.1
g. Mekanisme Kerja Obat
ADME
Absorption
Onset: Beberapa hari
Efek puncak: 2-6 minggu
Waktu serum puncak: 5-24 jam (SC)
Distribution
Vd: 9L
Ketersediaan hayati: 21-31% (SC); 3% (intraperitoneal)
Mechanism
Erythropoietin manusia rekombinan; merangsang erythropoiesis melalui
pembelahan dan diferensiasi sel-sel progenitor dalam sumsum tulang
Elimination
Waktu paruh, CKD: 4-13 jam (IV)
Jarak bebas: 14 mL / menit
Ekskresi: Tinja (mayoritas); urin (jumlah kecil).1
konsumsi makanan yang bisa menghambat penyerapan zat besi seperti fitat,
fosfat, tannin. b. Suplementasi zat besi Pemberian suplemen besi
menguntungkan karena dapat memperbaiki status hemoglobin dalam waktu
yang relatif singkat. Di Indonesia pil besi yang umum digunakan dalam
suplementasi zat besi adalah fero sulfat.
jantung, pemantauan osmolaritas serum dan penilaian jantung, ginjal, dan status
mental harus sering dilakukan selama pemberian cairan untuk menghindari
overload yang iatrogenic.
lain serta pasien dan keluarganya). Guna mencapai sasaran terapi TNM
sebaiknya diberikan sesuai dengan kebutuhan setiap penyandang DM .
Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang
dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.
Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya
keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama
pada mereka yang menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin
atau terapi insulin itu sendiri.
A. Komposisi Makanan yang Dianjurkan terdiri dari:
1) Karbohidrat
a. Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.
b. Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan.
c. Glukosa dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang
diabetes dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain.
d. Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
e. Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti glukosa, asal
tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily
Intake/ADI).
f. Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat diberikan
makanan selingan seperti buah atau makanan lain sebagai bagian
dari kebutuhan kalori sehari.
2) Lemak
a. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20- 25% kebutuhan kalori, dan
tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
b. Komposisi yang dianjurkan:
i. Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
ii. lemak tidak jenuh ganda < 10 %
iii. selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
25
3) Protein
a. Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi.
b. Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa
lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-
kacangan, tahu dan tempe.
c. Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan asupan
protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan
energi, dengan 65% diantaranya bernilai biologik tinggi.
d. Kecuali pada penderita DM yang sudah menjalani hemodialisis
asupan protein menjadi 1-1,2 g/kg BB perhari.
4) Natrium
a. Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan orang
sehat yaitu <2300 mg perhari
b. Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu dilakukan
pengurangan natrium secara individual
c. Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan
bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
5) Serat
a. Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari
kacangkacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang
tinggi serat.
b. Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari yang berasal dari
berbagai sumber bahan makanan.
B. Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkan penyandang DM, antara lain dengan memperhitungkan
26
terlebih dahulu dan bila >250 mg/dL dianjurkan untuk menunda latihan
jasmani. Kegiatan sehari-hari atau aktivitas seharihari bukan termasuk
dalam latihan jasmani meskipun dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari.
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaranjuga dapat menurunkan
berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan
berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-
70% denyut jantung maksimal) seperti:
a. jalan cepat
b. bersepeda santai
c. jogging
d. berenang
Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara mengurangi angka 220
dengan usia pasien. Pada penderita DM tanpa kontraindikasi contoh:
osteoartritis, hipertensi yang tidak terkontrol, retinopati, nefropati) dianjurkan
juga melakukan resistance training (latihan beban) 2-3 kali/perminggu sesuai
dengan petunjuk dokter. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur
dan status kesegaran jasmani. Intensitas latihan jasmani pada penyandang DM
yang relatif sehat bisa ditingkatkan, sedangkan pada penyandang DM yang
disertai komplikasi intesitas latihan perlu dikurangi dan disesuaikan dengan
masing-masing individu.
2. Farmakologi pada DM
A. Insulin
28
A. Vancomycine
1. mekanisme kerja
Vankomisin menghambat pembentukan dinding sel dengan mengikat
secara kuat ujung akhir D-Ala-D-Ala pentapeptida peptidoglikan Hal
ini menghambat transglikosilase, mencegah peman- jangan lebih lanJut
peptidoglikan dan pembentukan ikatan-silang. Karena itu
peptidoglikan melemah, dan sel menjadi rentan terhadap lisis.
Membran sel juga rusak yang ikut berperan dalam efek antibakteri.
Resistensi terhadap vankomisin pada enterokokus adalah modifikasi
tempat pengikatan D-Ala-D-Ala peptidoglikan, dengan D-Ala terminal
diganti oleh D-laktat. Hal ini menyebabkan hilangnya ikatan hidrogen
penting yang mempermudah pengikatan vankomisin ke sasarannya dan
hilangnya aktivitas. Mekanisme ini juga terdapat pada galur-galur S.
aureus resisten vankomisin (KHM ≥16 mcg/mL), yang memperoleh
determinan resistensi enterokokus. Mekanisme yang mendasari
berkurangnya kerentanan galur-galur S. aureus intermediat-vanko-
misin terhadap vankomisin (KHM=4-8 mcg/mL) belum sepenuhnya
dipahami. Namun, galur-galur ini memperlihatkan perubahan
metabolisme dinding sel yang menyebabkan penebalan dinding sel
disertai peningkatan residu D-Ala-D-Ala, yang berfungsi sebagai
tempat pengikatan buntu untuk vankomisin. Vankomisin dimasuk- kan
ke dalam dinding sel oleh sasaran semu ini dan mungkin tidak dapat
mencapai tempat pengikatannya.
2. Farmakokinetik
Vankomisin kurang diserap dari saluran cerna dan diberikan per oral
hanya untuk mengobati kolitis terkait-antibiotik yang disebab- kan
oleh C. difficile. Dosis parenteral harus diberikan secara intra- vena.
Infos intravena 1g selama 1 jam menghasilkan kadar darah 15-30
34
mcg/mL selama 1-2 jam. Obat ini tersebar luas di tubuh. Kadar di
cairan serebrospinal sebesar 7-30% dari konsentrasi serum pada saat
yang sama dapat dicapai jika terjadi peradangan meningen. Sebanyak
90% dari obat diekskresikan oleh filtrasi glomerulus. Jika terdapat
insufisiensi ginjal, dapat terjadi penimbu- nan yang mencolok (Tabel
43-2). Pada pasien yang secara fungsional anefrik, waktu-paruh
vankomisin adalah 6-10 hari. Cukup banyak (sekitar 50%) vankomisin
yang dikeluarkan selama hemo- dialisis standar jika digunakan
membran modern berfluks-tinggi.
3. Absorpsi
Oral : Diserap dengan buruk. Setelah 250 mg kapsul PO q8hr selama 7
dosis, konsentrasi feses vancomycin pada sukarelawan melebihi
100 mcg / g pada sebagian besar sampel
IV : Waktu serum puncak, segera setelah infus selesai
4. Distribusi
Didistribusi di jaringan tubuh dan cairan, kecuali cairan cerebrospinal
(CSF)
5. Metabolisme
Tidak ada metabolism vancomycine yang jelas
6. Eliminasi
Half life (IV) : 4-6 jam (normal fungsi ginjal)
Ekskresi : urine