Anda di halaman 1dari 11

Nama : Diah Kumalasari

NIM : 1800029176

KELAS C

1. Soehatman Ramli (2010) menjelaskan bahwa api tidak terjadi begitu saja
tetapi merupakan suatu proses kimiawi antara uap bahan bakar dengan
oksigen dan bantuan panas. Teori ini dikenal dengan segitiga api (fire
Triangle). Menurut teori ini kebakaran terjadi karena adanya tiga faktor
yang menjadi unsur api yaitu:
a. Bahan bakar (fuel), yaitu unsur bahan bakar baik padat, cair dan gas
yang dapat terbakar yang tercampur dengan oksigen dari udara.
b. Sumber panas (heat), yaitu menjadi pemicu kebakaran dengan energi
yang cukup untuk menyalakan campuran antara bahan bakar dan
oksigen dari udara.
c. Oksigen, terkandung dalam udara. Tanpa adanya udara atau oksigen,
maka proses kebakaran tidak dapat terjadi.

Dari peristiwa ini dapat disimpulkan bahwa proses terjadinya api itu di
karenakan oleh adanya tiga unsur yaitu: bahan bakar, sumber panas, dan
oksigen. Jadi ketika ketiga unsur tersebut bertemu maka akan terjadi api,
oleh sebab itu disebut segitiga api. Jika salah satu unsur diambil, maka api
akan padam dan inilah prinsip dari pemadaman api. Prinsip segitiga api ini
dipakai untuk mencegah kebakaran dan penanggulangan api.

2. Menurut NFPA
NFPA (National Fire Protection Association) adalah suatu Lembaga swasta
yang khusus menangani di bidang penaggulangan bahaya kebakaran di
Amerika Serikat. Menurut NFPA, kebakaran dapat diklasifikasikan menjadi
kelas A, yaitu kebakaran bahan padat kecuali logam, kelas B, yaitu
kebakaran bahan cair dan gas yang mudah terbakar, kelas C, yaitu
kebakaran listrik yang bertegangan, dan kelas D, yaitu kebakaran bahan
logam.
Menurut Menteri tenaga kerja dan transmigrasi nomor 04/Men/1980
a. Kelas A
Bahan padat kecuali logam yang kebanyakan tidak dapat terbakar
dengan sendirinya. Kebakaran kelas A ini diakibatkan panas yang
datang dari luar, molekul-molekul benda padat berurai dan membentuk
gas lalu gas inilah yang terbakar. Sifat utama dari kebakaran benda padat
adalah bahan bakarnya tidak mengalir dan sanggup menyimpan panas
baik sekali. Bahan-bahan yang dimaksud seperti bahan yang
mengandung selulosa, karet, kertas, berbagai jenis plastik dan serat
alam. Prinsip pemadaman jenis ini adalah dengan cara menurunkan suhu
dengan cepat. Jenis media yang cocok adalah menggunakan air.
b. Kelas B
Kebakaran yang melibatkan cairan dan gas, dapat berupa soulvent,
pelumas, produk minyak bumi, pengencer cat, bensin dan cairan yang
mudah terbakar lainnya. Diatas cairan pada umumnya terdapat gas dan
gas ini yang dapat terbakar pada bahan bakar cair ini suatu bunga api
yang akan menimbulkan kebakaran. Sifat cairan ini adalah mudah
mengalir dan menyalakan api ke tempat lain. Prinsip pemadamannya
dengan cara menghilangkan oksigen dan menghalangi nyala api. Jenis
media pemadam yang cocok adalah dengan menggunakan busa.
c. Kelas C
Kebakaran listrik yang bertegangan, sebenarnya kebakaran kelas C ini
tidak lain dari kebakaran kelas A atau B atau kombinasi dimana ada
aliran listrik. Jika aliran listrik diputuskan maka akan berubah menjadi
kebakaran kelas A atau B. kebakaran kelas C perlu diperhatikan dalam
memilih jenis media pemadam, yaitu yang tidak menghantarkan listrik
untuk melindungi orang yang memadamkan kebakaran aliran listrik.
Biasanya menggunakan CO2 atau gas halon.
d. Kelas D
Kebakaran bahan logam seperti logam magnesium, titanium, uranium,
sodium, lithium dan potassium. Kebakaran logam memerlukan
pemanasan yang tinggi dan akan menimbulkan temperature yang sangat
tinggi pula. Untuk memadamkan pada kebakaran logam ini perlu
dengan alat atau media khusus. Prinsipnya dengan cara melapisi
permukaan logam yang terbakar dan mengisolasinya dari oksigen.
3. Jenis alat pemadam kebakaran
a. APAR (alat pemadam api ringan)
Apar dapat digolongkan ke beberapa jenis : (Dewi Kuriniawati,2013)
1. Apar jenis air, berisi cairan air biasa yang umumnya bervolume
sekitar 9 liter dengan jarak semprotan mencapai 20-25 inci selama
60-120 detik. Apar ini sangat efektif untuk memadamkan kebakaran
jenis A.
2. Apar jenis debu kering, jenis ini terdiri atas sodium bikarbonat 97%,
magnesium steaote 1,5 %, magnesium karbonat 1% dan trikalsium
karbonat 0,5%. Jarak semprotan mencapai 15-20 inci dengan waktu
semprotan hingga 2 menit. Sangat efektif untuk tipe kebakaran kelas
A, B, dan C. namun debu yang ditinggalkan apar ini dapat merusak
bahan-bahan tertentu seperti mesin dan bahan makanan.
3. Apar jensi gas, terdiri dari cairan karbondioksida dam BCF dalam
tekanan dan berukuran berat 2-5 ibs. Jarak semprotan bisa mencapai
8-12 inci dengan waktu semprotan 8-30 detik saja. Efektif untuk
kebakaran kelas B dan C.
4. Apar jenis buih atau busa (foam), alat ini biasanya terdiri atas 2
tabung dalam (alumunium sulfat) dan tabung luar (natrium
bikarbonat). Jarak semprotan alat ini berkisar antara 20 inci dengan
lama semprotan 30-90 detik. Efektif untuk memadamkan kebakaran
kelas B.
b. Sprinkler
sistem sprinkler adalah suatu sistem yang berkerja secara otomatis
dengan memancarkan air bertekanan kesegala arah untuk memadamkan
kebakaran atau setidak-tidaknya mencegah meluasnya kebakaran
(NFPA, 1999). Instalasi sprinkler ini dipasang secara tetap/permanen di
dalam bangunan yang dapat memadamkan kebakaran secara otomatis
dengan menyemprotkan air di tempat mula terjadi kebakaran. Sistem
sprinkler secara otomatis dianggap cara yang paling efektif dan
ekonomis untuk menerapkan air bagi pemadaman api. Sistem sprinkler
ini akan bekerja bila segelnya pecah akibat adanya panas dari api
kebakaran. Sistem sprinkler ini terdiri dari beberapa jenis yaitu (NFPA,
1999):
1. Sistem basah (wet pipe system)
2. Sistem kering (dry pipe system)
3. Sistem curah (deluge system)
4. Sistem pra aksi (preaction system)
5. Sistem kombinasi (combined system)
c. Hydrant
Menurut Depnaker, 1995 yang dimaksud dengan instalasi hydrant
kebakaran adalah suatu sistem pemadam kebakaran tetap yang
menggunakan media pemadam air bertekanan, yang dialirkan melalui
pipa-pipa dan slang kebakaran. Sistem ini terdiri dari sistem penyediaan
air pompa, pemipaan, kopling outlet dan inlet serta slang dan nozzle.
d. Fire detector
Sistem yang menjadi ujung tombak proteksi kebakaran sesuai
dengan namanya, fungsi alat ini adalah untuk mendeteksi terjadinya api
sedini mungkin. Yang dapat digolongkan beberapa jenis yaitu:
1. Detector asap, sistem deteksi yang mendeteksi adanya asap.
Menurut sifat fisiknya asap merupakan partikel-partikel karbon hasil
pembakaran yang tidak sempurna. Keberadaan ini digunakan untuk
membuat suatu alat deteksi asap. Salah satu alat deteksi asap bekerja
dengan prinsip ionisasi dengan menggunakan bahan radio aktif yang
akan mengionisasi udara di suatu ruangan dalam komponen
detector. Detector asap sangat tepat digunakan didalam bangunan
dimana banyak terdapat kebakaran kelas A.
2. Detector panas, peralatan detector kebakaran yang dilengkapi
dengan suatu rangkaian listrik atau pneumatic yang secara otomatis
akan mendeteksi kebakaran melalui panas yang diterimanya.
3. Detector nyala, api juga akan mengeluarkan nyala yang nyebar ke
sekitarnya. Api mengeluarkan radiasi sinar infra merah dan ultra
violet. Keberadaan sinar ini dapat dideteksi oleh sensor yang
terpasang dalam detector, sesuai fungsinya detector ini ada beberapa
jenis:
a. Detector infra merah
b. Detector UV
c. Detector foto elektris

Pemasangan dan penempatan setektor memerlukan berbagai


pertimbangan, misalnya sifat resiko kebakaran, jenis api dan kepadatan
penghuninya. Salah satu pertimbangan adalah jenis api dan kepadatan .
Salah satu pertimbangan adalah jenis bahan atau kelas kebakaran yang
mungkin terjadi.(tarwaka,2012).

4. Menurut Depdiknas (2003), media pemadam menurut fasenya dibagi


menjadi 3 macam :
Media pemadam jenis padat
1. Pasir dan tanah
Fungsi utama ialah membatasi menjalarnya kebakaran, namun untuk
kebakaran kecil dapat dipergunakan untuk menutupi permukaan
bahan bakar yang terbakar sehingga memisahkan udara dari proses
nyala yang terjadi. Dengan demikian api akan padam.
2. Tepung kimia
a. Tepung kimia biasa (reguler), kebakaran yang dipadamkan
adalah kebakatan cairan, gas, dan listrik.
b. Tepung kimia sebaguna (multipurpose). Tepung ini dikenal
sebagai tepung kimia ABC. Tepung sangat efektif untuk
memadamkan kebakaran kelas A, B, C, misalnya minyak, kayu,
gas dan listrik.
c. Tepung kimia kering (khusus), tepung kimia khusus atau tepung
kimia kering untuk memadamkan logam.

Cara kerja tepung kimia dalam mamadamkan api

a. Secara fisik yaitu dengan mengadakan pemisahan atau


penyelimutan dangan uap bahan bakar. Semua tepung
mempunyai cara kerja fisik seperti ini.
b. Secara kimiawi yaitu memutus rantai reaksi pembakaran dimana
partikel-partikel tepung kimia tersebut akan menyerap radikal
hidroksil dari api.

Media pemadam jenis cair

1. Air
Dalam pemadaman kebakaran cair adalah media pemadam yang
paling banyak dipergunakan, hal ini dikarenakan air mempunyai
keuntungan antara lain : mudah didapat dalam jumlah banyak,
harganya murah, mudah disimpan, diangkat dan dialirkan, dapat
dipancarkan. Air dalam pemadaman bekerja secara fisis yaitu:
mendinginkan, air mempunyai daya penyerap panas yang cukup
tinggi, dalam hal ini berfungsi sebagai pendingin. Menyelimuti, air
yang terkena panas berubah menjadi uap dan uap tersebutlah yang
menyelimuti bahan bakar yang terbakar. Dalam penyelimutan ini
air cukup efektif.
2. Busa
a. Busa regular yaitu busa yang hanya mampu memadamkan
bahan-bahan yang berasal dari bahan-bahan cair bukan pelarut.
b. Busa sebaguna yaitu busa yang sebagai busa anti alkohol yang
dapat memadamkan kebakaran yang berasal dari cairan pelarut
seperti : alkohol, either, atau zat cair yang melarut.
Berdasarkan cara terjadinya, maka busa dibagi menjadi :

a. Busa kimia yaitu busa yang terjadi karena adanya proses kimia,
yaitu percampuran bahan-bahan kimia.
b. Busa mekanik yaitu busa ini terjadi karena proses mekanis yaitu
berupa adukan dari bahan-bahan pembuat busa yang terjadi dari
cairan busa dan udara. Untuk melaksanakan proses pembuatan
busa dipergunakan alat-alat pembuat busa. Proses
pembuatannya yaitu pada air dicampurkan cairan busa hingga
membentuk larutan busa. Karena proses adukan atau penguapan
udara kedalam larutan busa maka terbentuklah busa mekanik.

Media pemadaman jenis gas

Media pemadam jenis gas akan memadamkan api secara fisik yaitu:
pendinginan dan penyelimutan.

5. Ergonomic adalah penerapan ilmu-ilmu biologis tentang manusia Bersama-


sama dengan ilmu-ilmu Teknik dan teknologi untuk mencapai penyesuaian
satu sama lain secara optimal dari manusia terhadap pekerjaannya, yang
manfaat dari padanya diukur dengan efisiensi dan kesejahteraan kerja.
Tidak jarang pula kepada ergonomic diberikan pengertian sebagai ilmu
tentang bekerja (study od work) atau ilmu tentang kerja. Untuk ergonomic,
di Indonesia digunakan pula istilah tata karya atau tata kerja. Ergonomi
merupakan perpaduandari berbagai lapangan ilmu seperti antropologi,
biometrika, fisiologi kerja, hygiene perusahaan dan kesehatan kerja,
perencanaan kerja, riset terpakai, dan sibernatika (cybernatics). Namun
kekhususan utamanya adalah perencanaan tata kerja yang dilaksanakan
dengan cara yang lebih baik dalam hal lain metoda kerja dan peralatan serta
perlengkapannya.(suma’mur,2009).
6. Konsep keseimbangan dalam ergonomi
Konsep keseimbangan antara kapasitas kerja dengan tuntutan tugas dapat
ditunjukkan pada gambar di bawah ini (Tarwaka,2011):
Material Task/work place Personal Physiological

Characteristic Characteristic Capacity Capacity

TASK DEMANDS WORK CAPACITY

Organizational Enviromental Psychological Biomechsnical


Characteristic Characteristic Capacity Capacity

PERFORMANCE

Quality Stress

Fatigue Accident

Discomfort Diseases

Injury Productivity

Penjelasan dari gambar di atas yaitu :

1. Kemampuan kerja
Kemampuan kerja seseorang ditentukan oleh :
a. Personal Capacity (karakteristik pribadi) meliputi faktor usia, jenis
kelamin, antropometri, Pendidikan, pengalaman, status sosial, agama
dan kepercayaan, status kesehatan, kesegaran tubuh dsb.
b. Physiological Capacity (kamampuan fisiologis) meliputi kemampuan
dan daya tahan cardio-vaskuler, syaraf otot, panca indera, dsb.
c. Psycological Capacity (kemampuan psikologis) berhubungan dengan
kemampuan mental, waktu reaksi, kemampuan adaptasi, stabilitas
emosi, dsb.
d. Biomechanical Capacity (kemampuan Bio-mekanik) berkaitan dengan
kemampuan dan daya tahan sendi dan persendian, tendon dan jalinan
tulang.
2. Tuntutan tugas
Tuntutan tugas pekerjaan/aktivitas tergantung pada :
a. Task and Material Characteristic (karakteristik tugas dan material);
ditentukan oleh karakteristik peralatan dan mesin, tipe, kecepatan dan
irama kerja, dsb.
b. Organization Characteristic; berhubungan dengan jam kerja dan jam
istirahat, kerja malam dan bergilir, cuti dan libur, manajemen,dsb.
c. Environmental Characteristic; berkaitan dengan manusia teman setugas,
suhu dan kelembaban, bising dan getaran, penerangan, sosio-budaya,
tabu, norma, adat dan kebiasaan, bahan-bahan pencemar,dsb.
3. Performansi
Performansi atau tampilan seseorang sangat tergantung kepada rasio dari
besarnya tuntutan tugas dengan besarnya kemampuan yang bersangkutan.
Dengan demikian apabila :
a. Bila rasio tuntutan tugas lebih besar daripada kemampuaan seseorang
atau kapasitas kerjanya, maka akan terjadi penampilan akhir berupa :
ketidaknyamanan “Overstress”, kelelahan, kecelakan, cedera, rasa sakit,
penyakit, dan tidak produktif.
b. Sebaliknya, bila tuntutan tugas lebih rendah daripada kemampuan
seseorang atau kapasitas kerjanya, maka akan terjadi penampilan akhir
berupa: (Understress), kebosanan, kejemuan, kelesuan, sakit dan tidak
produktif.
c. Agar penampilan menjadi optimal maka perlu adanya keseimbangan
dinamis antara tuntutan tugas dengan kemampuan yang dimiliki
sehingga tercapai kondisi dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman dan
produktif.

7.
A B C
Gambar di atas merupaka stasiun kerja.

Antropometri merupakan cabang dalam human sciences yang membahas


mengenai ukuran tubuh, bentuk, kekuatan, dan kapasitas kerja. Antropometri
merupakan cabang penting dalam ilmu ergonomi (Pheasant, 2003).

Dari gambar A adalah jenis pekerjaan yang memerlukan penekanan atau kerjaan
berat karena tinggi meja yang rendah sekitar 65-95 cm sehingga posisi tangan
berdiri atau posisi siku berdiri.

Gambar B adalah jenis pekerjaan yang ringan karena tinggi mejanya sedang sekitar
85-110cm dan tinggi landasan kerjaan sedikit lebih rendah dari tinggi siku berdiri.

Gambar C adalah jenis pekerjaan yang memerlukan ketelitian misalnya cahaya


dalam pekerjaan dan mejanya cukup tinggi sehingga posisi siku lebih tinggi dari
posisi siku berdiri sekitar 5-10cm.

Standar ukuran meja kerja bagi pekerjaan yang dilakukan dengan berdiri
(Suma’mur,2009):

a. Pada pekerjaan tangan (manual) yang dilakukan dengan cara berdiri, tinggi
meja sebaiknya 5-10 cm dibawah tinggi siku.
b. Apabila bekerja dilakukan dengan berdiri dan pekerjaan dikerjakan di atas
meja dan jika dataran tinggi siku dinyatakan sebagai dataran 0 maka bidang
kerja :
i. Untuk pekerjaan memerlukan ketelitian 0+ (5-10) cm
ii. Untuk pekerjaan ringan 0-(5-10) cm
iii. Untuk bekerja berat yang perlu mengangkat barang berat dan
memerlukan bekerjanya otot punggung 0-(10-20) cm.
Referensi

Depdiknas, 2003, Klasifikasi Dan Media Pemadam Kebakaran, Jogjakarta.

Depnaker,1995. Training K3 Bidang Penanggulangan Kebakaran. Jakarta :


Departemen Tenaga Kerja.

Dewi Kurniawati.2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. PT. Aksara Sinergi


Media: Surakarta

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor Per-04/Men/1980


Tentang Syarat-Syarat Pemasangan Dan Pemeliharaan APAR.

National Fire Protection Association, NFPA 13 1999 edition “life safety code”

Pheasant Stephen. 2003. Bodyspace: Antopometry, Ergonomics and the design of


work . edisi 2 . USA : Taylor & Francis

Soehatman Ramli, 2010, Petunjuk Praktis Manajemen Kebakaran. Jakarta.

Soehatman Ramli, 2010, System Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja.

Jakarta.

Suma’mur Dr.P.K, M.Sc.2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan kerja


(HIPERKES). Edisi 2. Jakarta Sagung Seto.

Tarwaka, 2011. Ergonomi Industri. Surakarta : HARAPAN PRESS

Tarwaka, 2012. Dasar-dasar Keselamatan Kerja Serta Pencegahan Kecelakaan


Kerja dan Produktivitas. Surakarta : HARAPAN PRESS

Anda mungkin juga menyukai