Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan

Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta proses

menjalankan/melaksanakan kegiatan usahanya. Perbankan syariah memiliki sebuah tujuan

yatu mengedepankan kemajuan dan perkembangan pereknomian masyakarat. Perbankan

Syariah muncul di Indonesia pada awal tahun 1990-an. Pemrakarsa pendirian perbankan

syariah di Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta

dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha

muslim.

Aktivitas keuangan dan perbankan syariah dapat dipandang sebagai wahana bagi

masyarakat modern untuk membawa mereka pada kegiatan saling tolong menolong. Agar

aktivitas tersebut tidak menyimpang dari hukum Islam, maka dibutuhkan konsep-konsep

Islam juga perlu adanya pengenalan dari masyarakat mengenai keberadaan dan penerapan

dari Perbankan Syariah itu sendiri. Untuk itu, makalah kami kali ini akan membahas

mengenai Eksistensi dan Implementasi Perbankan Syariah di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan lembaga keuangan syariah?
2. Bagaimanakah eksistensi perbankan syariah di Indonesia?
3. Bagaimanakah implementasi perbankan syariah di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan lembaga keuangan syariah
2. Mengetahui bagaimana eksistensi perbankan syariah di Indonesia
3. Mengetahui bagaimana implementasi perbankan syariah di Indonesia

1
BAB II

KAJIAN TEORI

Eksistensi adalah kata yang berasal dari bahasa latin yaitu existere yang memiliki arti

yakni muncul, ada, timbul dan berada. Hal ini kemudian melahirkan beberapa penjelasan

diantaranya yakni (1) eksistensi adalah apa yang ada, (2) eksistensi adalah apa yang

memiliki, (3) eksistensi adalah segala sesuatu yang dialami dengan penekanan bahwa sesuatu

itu ada, (4) eksistensi adalah kesempurnaan. Dari beberapa makna tersebut, kami

menggunakan kata “keberadaan” dalam mengartikan eksistensi pada makalah Eksistensi dan

Implementasi Perbankan Syariah di Indonesia ini.

Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah

disusun secara matang dan terperinci. Secara sederhana dapat diartikan pelaksanaan atau

penerapan. Menurut Brown dan Wildavsky, implementasi adalah perluasan aktivitas yang

saling menyesuaikan. Sedangkan Majone dan Wildavsky mengemukakan implementasi

sebagai evaluasi. Adapun menurut Schubert “Implementasi adalah sistem rekayasa”.

Dari beberapa hakikat di atas dan beberapa teori yang telah dikemukakan oleh para

ahli, maka dapat kami simpulkan bahwa Eksistensi dan Implementasi Perbankan Syariah

adalah keberadaan dan penyesuaian/penerapan dari perencanaan yang telah disusun secara

matang mengenai sistem bank syariah, unit usaha syariah yang mencakup kelembagaan serta

kegiatan usaha yang dilaksanakan di Indonesia.

2
BAB III
PEMBAHASAN

A. Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia


Lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan
bidang keuangan. Kegiatan usaha lembaga dapat berupa menghimpun dana dengan
menawarkan berbagai skema, menyalurkan dana dengan berbagai skema atau melakukan
kegiatan menghimpun dana dan menyalurkan dana sekaligus, dimana kegiatan usaha lembaga
keuangan diperuntukan bagi investasi perusahaan, kegiatan konsumsi, dan kegiatan distribuso
barang dan jasa.1 Secara umum, lembaga keuangan berperan sebagai lembaga intermediasi
keuangan. Intermediasi keuangan merupakan proses penyerapan dana dari unit surplus
ekonomi, baik sektor usaha, lembaga pemerintah maupun individu maupun (rumah tangga)
untuk penyediaan dana bagi unit ekonomi lain.
Dari penjelasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa sebuah lembaga keuangan
syariah adalah lembaga yang kegiatannya berkaitan dengan bidang keuangan yang memiliki
spirit Islam baik dalam pelayanan maupun produk-produknya, dalam pelaksanaanya diawasi
oleh sebuah lembaga yang disebut Dewan Pengawas Syariah.
Terdapat beberapa prinsip operasi lembaga keuangan syariah. Antara lain:
1. Keadilan, yaitu prinsip berbagai keuntungan atas dasar penjualan yang sebenarnya
berdasarkan kontribusi dan resiko masing-masing pihak.
2. Kemitraan, yaitu prinsip kesetaraan diantara para pihak yang terlibat dalam kerjasama.
Posisi nasabah investor (penyimpanan dana), dan penggunaan dana, serta lembaga
keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinergi untuk
memperoleh keuntungan.
3. Transparansi, dalam hal ini sebuah LKS diharuskan memberikan laporan keuangan
secara terbuka dan berkesinambungan kepada nasabah investor atau pihak-pihak yang
terlibat agar dapat mengetahui kondisi dana yang sebenarnya.
4. Universal, yaitu prinsip dimana LKS diharuskan memberikan suku, agama, ras, dan
golongan dalam masyarakat dalam memberikan layanannya sesuai dengan prinsip Islam
sebagai rahmatan lil alamin.

Tujuan berdirinya lembaga keuangan syariah:

1
Andri Soemitra, M.A., Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2009),
hlm. 29

3
1. Mengembangkan lembaga keuangan syari’ah (bank dan non bank) yang sehat
berdasarkan efisiensi dan keadilan, serta mampu meningkatkan partisipasi masyarakat
banyak sehingga menggalakkan usaha-usaha ekonomi rakyat, antara lain memperluas
jaringan lembaga keuangan syariah ke daerah-daerah terpencil.
2. Meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat bangsa Indonesia,
sehingga dapat mengurangi kesenjangan sosial ekonomi. Melalui peningkatan kualitas
dan kuantitas usaha, peningkatan kesempatan kerja, dan peningkatan penghasilan
masyarakat banyak.
3. Meningkatkan partisipasi masyarakat banyak dalam proses pembangunan, terutama
dalam bidang ekonomi keuangan yang selama ini diketahui masih banyak masyarakat
yang enggan berhubungan dengan bank ataupun lembaga keuangan lainnya, karena
menganggap bunga adalah riba.
4. Mendidik dan membimbing masyarakat untuk berpikir secara ekonomi, berperilaku
bisnis dan meningkatkan kualitas hidup mereka.

4
B. Eksistensi Perbankan Syariah di Indonesia
Keberadaan perbankan syariah di Indonesia di awali dengan berdirinya bank syariah
pertama pada tahun 1991 yang sampai pada saat ini kita kenal dengan Bank Muamalat yang
memulai operasionalnya pada tahun 1992. Bank Muamalat merupakan bank yang telah
berdiri karena kesadaran dari para cendekiawan muslim pada masa itu yang menginginkan
penerapan nilai-nilai Islam dalam muamalat / ekonomi. Selain itu, berdirinya Bank Syariah
ini didasarkan pada musyawarah nasional yang diselenggarakan oleh Majelis Ulama
Indonesia yang membahas mengenai pembentukan lembaga keuangan syariah di Indonesia
pada tahun 1990.
Meskipun telah diresmikan pada tahun 1991, tetapi operasionalnya nanti pada tahun
1992. Hal ini dikarenakan aturan yang mengatur tentang perbankan syariah berlaku ketika
tahun 1992 yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan yang
memperkenalkan sistem bagi hasil.
Kemunculan perbankan syariah di Indonesia dianggap mempunyai keterlambatan
dibandingkan negara-negara tetangga, misalnya Malaysia. Hal ini dikarenakan keinginan
politik pada masa itu yang belum bisa menerima dan mengesahkan terkait dengan eksistensi
dan keberadaan bank syariah sehingga perkembangan ekonomi syariah di Indonesia menjadi
lambat. Meskipun mempunyai perkembangan yang lambat, perbankan syariah di Indonesia
dianggap memilikibibit unggul atau harapan-harapan di masa depan untuk dapat mewujudkan
pemerataan ekonomi dan pembangunan negara. Hal ini dibuktikan oleh kemantapan aturan
yang dilakukan secara bertahap demi terlaksananya kegiatan Perbankan Syariah.
Aturan pertama yang mengatur tentang perbankan syariah adalah Undang-Undang
Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan dengan prinsip bagi hasil, kemudian direvisi dan
diganti dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan dengan prinsip
syariah dan mengalami perombakan dan pemantapan undang-undang dengan disahkannya
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang khusus mengatur segala macam hal yang
berkaitan dengan perbankan syariah, baik itu produknya, mekanisme dan operasionalnya,
pelayanan dan sebagainya.
Dari sisi praktiknya, kini kita telah melihat banyak industri perbankan yang berlabel
syariah yang ikut berkompetisi untuk membantu dan mengembangkan ekonomi negara
seperti bank syariah, asuransi syariah, pasar modal syariah, pegadaian syariah, dan lain
sebagainya. Dalam lembaga keuangan bank dapat ditemukan 12 bank umum syariah yang
merupakan bank umum yang kemudian ikut dalam lembaga keuangan syariah.

5
C. Implementasi Perbankan Syariah di Indonesia
Di Indonesia terdapat beberapa lembaga keuangan syariah yang telah beroperasi.
Diantaranya:
1. Bank Syariah
Di Indonesia, bank syariah pertama kali didirikan pada tahun 1992 yang biasa dikenal
dengan Bank Muamalat Indonesia (BMI). Meskipun perkembangannya agak terlambat bila
dibandingkan dengan negara-negara Muslim lainnya, perbankan syariah di Indonesia akan
terus berkembang. Bila pada periode tahun 1992-1998 hanya ada unit Bank Syariah, maka
pada tahun 2005, jumlah bank syariah di Indonesia bertambah, yaitu 3 bank umum syariah
dan 88 bank pembiayaan rakyat syariah pada tahun 2004.2
Pertumbuhan aset bank syariah di Indonesia pun dapat dikatakan akan sangat
mengesankan. Tumbuh kembangnya aset bank syariah ini dikarenakan semakin baiknya
kepastian disisi regulasi serta berkembangnya pemikiran masyarakat tentang keberadaan
bank syariah.3
Bank Syariah di Indonesia melakukan operasionalnya berdasarkan prinsip syariah dari
fatwa Desan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Bank Syariah ini
dibedakan atas 2, yakni Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Bank umum merupakan bank yang bertugas melayani seluruh jasa-jasa perbankan dan
melayani segenap masyarakat, baik masyarakat perorangan maupun lembaga-lembaga
lainnya. Bank umum juga dikenal dengan nama bank komersial dan dikelompokkan ke dalam
2 jenis, yaitu bank umum devisa dan bank umum nondevisa. Bank umum devisa memiliki
produk yang lebih luas daripada bank yang berstatus nondevisa, antara lain dapat
melaksanakan jasa yang berhubungan dengan seluruh mata uang asing atau jasa bank keluar
negeri. Bank umum, berfungsi sebagai pencipta uang giral dan uang kuasi, dengan fungsi
mempertemukan antara penabung dan penanam modal, dan menyelenggarakan lalu lintas
pembayaran yang efisien. Sejak dikeluarkannya UU No. 7 Tahun 1992 yang kemudian
diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 bank umum terdiri atas bank konvensional dan bank
syariah.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah berfungsi sebagai pelaksana sebagian fungsi bank
umum, tetapi di tingkat regional dengan berlandaskan kepada prinsip-prinsip syariah. Pada
sistem konvensional, biasanya dikenal dengan Bank Perkreditan Rakyat. Bank Pembiayaan
Bank Syariah merupakan bank khusus melayani masyarakat kecil di kecamatan dan

2
Ir. Adiwarman A. Karim, S.E., MBA., M.A.E.P, Bank Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 25
3
Ibid, hlm. 27

6
pedesaan. Jenis produk yang ditawarkan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah relatif sempit
dibandingkan dengan bank umum, bahkan ada beberapa jenis jasa bank tidak boleh
diselenggarakan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, seperti pembukuan rekening giro
dan ikut kliring.
Menurut M. Syafi’i Antonio, ada beberapa perbedaan mendasar antara bank syariah
dengan bank konvensional, yakni sebagai berikut:
a. Akad dan aspek legalitas. Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki
konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena dilakukan berdasarkan hukum Islam.
Seringnya nasabah berani melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah dilakukan
apabila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka. Setiap akad perbankan
syariah harus memenuhi ketentuan akad berikut:
1) Rukun : penjual, pembeli, barang, harga, akad/ijab kabul
2) Syarat :
- barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram
menjadi batal demi hukum syariah.
- harga barang dan jasa harus jelas
- tempat penyerahan harus jelas karena berdampak pada biaya transportasi
- barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan
b. Lembaga penyelesai sengketa. Berbeda dengan perbankan konvensional, jika pada
perbankan syariah terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dan
nasabahnya, kedua pihak diarahkan untuk tidak menyelesaikannya di peradilan
negeri, melainkan sesuai dengan cara hukum materi syariah. Lembaga yang
mengatur hukum materi atau berdasarkan prinsip syariah Indonesia dikenal dengan
Badan Arbitrase Syariah Nasional atau Basyarnas.
c. Struktur Organisasi. Bank Syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank
konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi ada tambahan satu
struktur lagi dalam struktur organisasi bank syariah, yaitu dengan masuknya unsur
Dewan Pengawas Syariah yang bertugas untuk mengawasi operasionalisasi bank
agar produk-produknya sesuai dengan prinsip syariah.
d. Bisnis dan usaha yang dibiayai. Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang
dilaksanakan tidak terlepas dari saringan syariah sehingga bank syariah tidak akan
mungkin membiayai usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal yang diharamkan.

7
e. Lingkungan kerja dan corprate culture. Bank Syariah selayaknya memiliki
lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah, baik dalam hal etika, profesionalitas,
kapabilitas, dan kepribadian.4
Pada bank syariah terdapat sebuah produk yang menawarkan tabungan invetasi yang
disebut simpanan mudarabah (simpanan bagi hasil atas usaha bank). Untuk dapat
membagihasilkan usaha bank kepada penyimpanan mudarabah, bank syariah menawarkan
jasa-jasa perbankan kepada masyarakat dalam bentuk sebagai berikut:
a. Pembiayaan untuk berbagai kegiatan investasi atas dasar bagi hasil terdiri dari: (a)
pembiayaan investasi bagi hasil al mudarabah dan (b) pembiayaan investasi bagi
hasil al musyarakah. Dari pembiayaan investasi tersebut, bank akan memperoleh
pendapatan berupa bagi hasil usaha.
b. Pembiayaan untuk berbagai kegiatan perdagangan terdiri dari (a) pembiayaan
perdagangan al-mudarabah, dan (b) pembiayaan perdagangan al-baiu bithaman
ajil. Dari pembiayaan perdagangan tersebut, bank akan memperoleh pendapatan
berupa mark-up atau margin keuntungan.
c. Pemberian pinjaman tunai untuk kebajikan (al-qardhul hasan) tanpa dikenakan
biaya apapun kecuali biaya administrasi berupa segala biaya yang diperlukan untuk
sahnyaperjanjian utang, seperti bea materai, bea akta notaris, bea studi kelayakan,
dan sebagainya. Dari pemberian pinjaman al-qardhul hasan, bank akan menerima
kembali biaya-biaya administrasi.
d. Fasilitas-fasilitas perbankan umumnya yang tidak bertentangan dengan syariah
seperti penitipan dana dalam rekening lancar (current account), dalam bentuk giro
wadi’ah yang diberi bonus dan jasa lainnya untuk memperoleh balas jasa (fee)
seperti: pemberian jaminan (al-kafalah), pengalihan tagihan (al-hiwalah),
pelayanan khusus (al-jualah), pembukaan L/C (al-wakalah), dan lain-lain. Dalam
pemakaian fasilitas-fasilitas tersebut bank akan memperoleh pendapatan berupa
fee.5
2. Asuransi Syariah
Pendirian Asuransi yang menggunakan prinsip syariah di Indonesia mrupakan suatu
ketegasan bahwa Islam mempunyai sistem asuransi yang tentunya secara operasional berbeda
dengan asuransi konvensional lainnya. Dengan menggunakan prisnip tolong-menolong, yaitu
setiap pemegang polis wajib memberikan derma untuk keperluan dana tolong-menolong,

4
M. Nur Rianto Al Arif, Lembaga Keuangan Syariah, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm. 111
5
Dr. Amir Mohamad & H. Rukmana, S.E., M.Si, Bank Syariah, (Jakarta: Erlangga, 2010), hlm. 29

8
serta untuk dana pengembangan kegiatan pembinaan umat dan semua peserta di samping
mendapatkan keuntungan pribadi, juga mendapatkan keuntungan bersama. Oleh karena itu,
perlu diingat bahwa asuransi syariah diawasi oleh satu badan atau dewan pengawas syariah
seperti yang ada pada bank yang menggunakan prinsip syariah.
Sejak tahun 1994, industri perasuransian mulai dimasuki oleh asuransi syariah yang
ditandai dengan berdirinya salah satu perusahaan asuransi syariah, yaitu Asuransi Syariah
Takaful.6 Meskipun pada awalnya pendirian perusahaan asuransi syariah ini menjadi
kontradiksi pendapat tentang kehalalan atas usaha tersebut, yaitu di satu pihak ada kalangan
orang Islam beranggapan bahwa asuransi sama dengan menentang qadha dan qadar atau
bertentangan dengan takdir. Mereka beranggapan bahwa kecelakaan, kemalangan, dan
kematian merupakan takdri Allah dan merupakan hal yang tidak dapat ditolak. Namun,
dipihak yang lain bagi sebagian umat Islam beranggapan bahwa setiap manusia juga
diperintahkan membuat perencanaan untuk menghadapi masa depan.7 Hal tersebut,
berdasarkan firman Allah SWT dalam QS. Al-Hasyr ayat 18 yang artinya “Hai orang-orang
yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang
telah diperbuat untuk hari esok (masa depan) dan bertakwalah kamu kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang engkau kerjakan.”
Terdapat beberapa perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional yakni sebagai
berikut:
a. Asuransi syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas
mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan investasi dananya. Dewan
Pengawas Syariah ini tidak ditemukan dalam asuransi konvensional.
b. Akad yang dilaksanakan pada asuransi syariah berdasarkan tolong menolong,
sedangkan asuransi konvensional berdasarkan jual beli.
c. Investasi dana pada asuransi syariah berdasarkan bagi hasil (mudharabah),
sedangkan pada asuransi konvensional memakai bunga (riba) sebagai landasan
perhitungan investasinya.
d. Kepemilikan dana pada asuransi syariah merupakan hak peserta. Perusahaan hanya
sebagai pemegang saham amanah untuk mengelolanya. Pada asuransi konvensional,
dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan sehingga
perusahaan bebas menentukan alokasi investasinya.

6
Prof. Dr. H. Zainuddin Ali M.A., Hukum Asuransi Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2008), hlm. 17
7
Ibid.

9
e. Dalam mekanismenya, asuransi syariah tidak mengenal dana hangus seperti yang
terdapat pada asuransi konvensional. Jika pada masa kontrak peserta tidak dapat
melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa
reversing period, maka dana yang dimasukkan dapat diambil kembali, kecuali
sebagian dana kecil yang diniatkan untuk tabarru’.
f. Pembayaran klaim pada asuransi syariah diambil dari dana tabarru’ (dana
kebajikan) seluruh peserta yang sejak awal telah diikhlaskan bahwa ada penyisihan
dana yang akan dipakai sebagai dana tolong-menolong diantara peserta bila terjadi
musibah, sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran klaim diambilkan dari
rekening dana perusahaan.
g. Pembagian keuntungan pada asuransi syariah dibagi antara perusahaan dengan
peserta sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan, sedangkan
pada asuransi konvensional seluruh keuntungan menjadi hak milik perusahaan.8
3. Pasar Modal Syariah
Intrumen pasar modal pada prinsipnya adalah semua surat-surat berharga (efek) yang
umum diperjualbelikan melalui pasar modal.9 Efek adalah setiap surat pengakuan utang, surat
berharga komersial, saham, obligasi, sekuritas kredit, tanda bukti utang, right, warrans, opsi,
atau setiap derivatif dari efek atau setiap instrumen yang ditetapkan oleh Bapepam LK
sebagai efek. Sifat efek yang diperdagangkan di pasar modal (bursa efek) biasanya berjangka
waktu panjang. Intrumen yang paling umum diperjual belikan melalui bursa efek antara lain
saham, obligasi, rights, obligasi konversi.
Pasar modal syariah secara khusus memperjualbelikan efek syariah. Efek syariah
adalah efek yang akad, pengelolan perusahaan, maupun cara penerbitannya memenuhi
prinsip-prinsip syariah yang didasarkan atas ajaran Islam yang penetapannya dilakukan oleh
DSN-MUI dalam bentuk fatwa.10 Ketentuan penerbitan efek syariah haruslah sesuai dengan
prinsip syariah di pasar modal. Prinsip-prinsip syariah di pasar modal adalah prinsip-prinsip
hukum Islam dalam kegiatan di bidang pasar modal berdasarkan fatwa DSN MUI, baik fatwa
DSN MUI yang ditetapkan dalam peraturan Bapepam dan LK maupun fatwa DSN MUI yang
diterbitkan sebelum ditetapkannya peraturan Bapepam dan LK.
Pasar modal syariah emiten yang menerbitkan efek syariah harus memenuhi kriteria
tertentu, yaitu:

8
Ibid., hlm. 61
9
Andri Soemitra, M.A., loc.cit., hlm. 133
10
Ibid.

10
a. Jenus usaha, produk barang, jasa yang diberikan dan akad serta cara pengelolaan
perusahaan emiten atau perusahaan publik yang menerbitkan efek syariah tidakboleh
bertentangan dengan Prinsip-Prinsip Syariah. Pelaksanaan transaksi efek di pasar
modal syariah harus dilakukn menurut prinsip kehati-hatian serta tidak
diperbolehkan melakukan spekulasi dan manipulasi yang didalamnya mengandung
unsur dharar, gharar, riba, maysir, risywah, maksiat dan kezaliman. Termasuk
dalam transaksi yang mengandung unsur yang dilarang antara lain:
1) Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu
2) Bai’ al-ma’dum, yaitu melakukan penjualan atas barang (efek syariah) yang belum
dimiliki (short selling)
3) Insider trading, yaitu memakai informasi orang dalam untuk memperoleh
keuntungan atas transaksi yang dilarang
4) Menimbulkan informasi yang menyesatkan
5) Margin trading, yaitu melakukan transaksi atas efek syariah dengan fasilitas
pinjaman berbasis bunga atas kewajiban penyelesaian pembelian efek syariah
tersebut
6) Ihtikar (penimbunan), yaitu melakukan pembelian atau pengumpulan suatu efek
syariah untuk menyebabkan perubahan harga efek syariah, dengan tujuan
memengaruhi pihak lain.
b. Jenis kegiatan usaha emiten yang bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah
antara lain:
1) Perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang
2) Lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi
konvensional
3) Produsen, distributor, serta pedagang makanan dan minuman yang haram
4) Produsen, distributor, dan penyedia barang-barang ataupun jasa yang merusak moral
dan bersifat mudarat.
5) Melakukan investasi pada emiten (perusahaan) yang pada saat transaksi tingkat
(nisbah) utang perusahaan kepada lembaga keuangan ribawi lebih dominan dari
modalnya.
c. Emiten atau perusahaan publik yang bermaksud menerbitkan efek syariah wajib
untuk menandatangani dan memenuhi ketentuan akad yang sesuai dengan syariah
atas efek syariah yang dikeluarkan. Akad syariah yang digunakan antara lain:

11
1) Ijarah, yaitu perjanjian dimana pihak yang memiliki barang atau jasa (pemberi sewa
atau pemberi jasa) berjanji kepada penyewa atau pengguna jasa untuk menyerahkan
hak penggunaan atau pemanfataan jasa untuk menyerahkan hak
penggunaan/pemanfaatan atas suatu barang/jasa dalam waktu tertentu dengan
pembayaran sewa dan/ upah (ujrah), tanpa diikuti dengan beralihnya hak atas
pemilikan barang yang menjadi objek ijarah.
2) Kafalah, yaitu perjanjian dimana pihak penjamin (kafiil/guarantor) berjanji
memberikan jaminan kepada pihak yang dijamin (makful ‘anhu/debitor) untuk
memenuhi kewajiban pihak yang dijamin kepada pihak lain (makfuul lahu/kreditor).
3) Mudharabah (qiradh) adalah perjanjian dimana pihak yang menyediakan dana
berjanji pada pengelola usaha untuk menyerahkan modal dan pengelola berjanji
untuk mengelola modal tersebut.
4) Wakalah, perjanjian dimana pihak yang memberikuasa (muwakkil) memberikan
kuasa kepada pihak yang menerima kuasa (wakil) untuk melakukan tindakan atau
perbuatan tertentu.
d. Emiten atau perusahaan publik yang menerbitkan efek syariah wajib menjamin
bahwa kegiatan usahanya memenuhi prinsip-prinsip syariah dan memiliki Shariah
Compilance Office (SCO).
e. Dalam hal Emiten atau perusahaan publik yang menerbitkan efek syariah sewaktu-
waktu tidak memenuhi persyaratan, maka efek yang diterbitkan dengan sendirinya
sudah bukan efek syariah.
4. Reksa Dana Syariah
Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, reksana dana adalah
wadah yang digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya
diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manaher investasi. Prostofolio efek adalah
kumpulan (kombinasi) sekuritas, surat berharga atau efek, atau instrumen yang dikelola.
Reksa dana syariah adalah reksa dana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip
syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik modal (shahib al-mal)
dengan manajer investasi sebagai wakil sahib al-mal, maupun antara manajer investasi
sebagai wakil sahib al-mal dengan pengguna investasi.11

11
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 20/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk
Reksa Dana Syariah, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, (Jakarta: PT Intermasa, 2003), Edisi Kedua,
hlm. 121

12
Di Indonesia, reksa dana syariah pertama kali dibentuk dengan nama Danareksa
Syariah yang disahkan keberadaannya oleh Bapepam pada tanggal 12 Juni 1997. Reksa dana
syariah yang didirikan itu berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK) berdasarkan Undang-
Undang No. 8 Tahun 1998 tentang Pasar Modal, yang dituangkan dalam Akta Nomor 24
tanggal 12 Juni 1997 yang dibuat di hadapan Notaris Djedjem Wijaya, S.H. di Jakarta antara
PT Danareksa Fund Management sebagai manajer investasi dengan Citibank N.A., sebagai
Bank Kustodian.
Menyusul kemudian PT Nasional Madani (PNM) melalui PNM Investment
Management, terbitlah PNM Syariah dan PNM Sana Sejahtera yang keduanya merupakan
jenis reksa dana syariah. Agustus 2004 Manajer Investasi PT Andalan Artha Advisindo
(AAA) Sekuritas bekerja sama dengan unit usaha Bank Danamon Syariah meluncurkan
produk reksa dana AAA Syariah Fund. November 2004 Bank Syariah Mandiri meluncurkan
produk reksa dana syariah, bekerja sama dengan Mandiri Sekuritas selaku manajer investasi
dan Detche Bank sebagai bank kustodian. Terakhir sampai dengan tahun 2008 menurut data
DSN MUI sudah hadir 22 reksa dana syariah di Indonesia.
5. Pasar Uang Syariah
Pasar Uang adalah mekanisme untuk memperdagangkan dana jangka pendek, yaitu
dana berjangka waktu kurang dari satu tahun. Pasar uang syariah merupakan mekanisme
yang memungkinkan lembaga keuangan syariah untuk menggunakan instrumen pasar dengan
mekanisme yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah baik untuk mengatasi persoalan
kekurangan likuiditas maupun kelebihan likuiditas.
6. Perusahaan Pembiayaan Syariah
Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar bank dan lembaga bukan bank yang
khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga
Pembiayaan. Kegiatan usaha lembaga pembiayaan diantaranya:
a. Sewa guna usaha (leasing)
b. Anjak piutang (factoring)
c. Usaha kartu kredit (credit card)
d. Pembiayaan konsumen (consumer finance)
Secara umum perusahaan pembiayaan berfungsi menyediakan produk yang berkualitas
dan pelayanan yang profesional untuk menjamin kesetiaan pelanggan. Memanfaatkan sumber
daya yang ada secara maksimal untuk memperoleh revenue yang dapat memberikan
kontribusi bagi pemegang saham dan kesejahteraan bagi karyawan.

13
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah pembiayaan berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan antara perusahaan pembiayaan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
yang dibiayai untuk mengembalikan pembiayaan tersebut dalam jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil.
7. Dana Pensiun Syariah
Bagi dana pensiun yang beroperasi secara syariah, maka kebijakan investasi harus
memenuhi prinsip-prinsip syariah. Investasi hanya boleh dilakukan pada instrumen-instrumen
yang dibenarkan menurut fatwa DSN-MUI. Dana Pensiun Syariah harus mengelola dan
menginvestasikan dananya pada portofolio instrumen syariah. Hampir seluruh investasi yang
ditentukan oleh Peraturan Menteri Keuangan sudah tersedia dalam bentuk instrumen syariah.
8. Modal Ventura Syariah
Modal ventura syariah adalah bisnis pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal ke
dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan untuk jangka waktu tertentu
dengan berlandaskan prinsip-prinsip syariah. Pratik modal ventura yang dilakukan dengan
akad syariah, dan bergerak di usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
9. Pegadaian Syariah
Pegadaian syariah hadir di Indonesia dalam bentuk kerja sama bank syariah dengan
Perum Pegadaian membentuk unit layanan gadai syariah di beberapa kota di Indonesia. Di
samping itu, ada juga bank syariah yang menjalankan kegiatan pegadaian syariah sendiri.
Pegadaian syariah dalam menjalankan operasionalnya berpegang pada prinsip syariah.
Pada dasarnya, produk-produk berbasis syariah memiliki karakteristik seperti tidak
memungut bunga dalam berbagai bentuk karena riba, menetapkan uang sebagai alat tukar
bukan sebagai komoditas yang diperdagangkan, dan melakukan bisnis untuk memperoleh
imbalan atas jasa dan/ atau bagi hasil. Payung hukum gadai syariah dalam hal pemenuhan
prinsip-prinsip syariah berpegang pada Fatwa DSN-MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal
6 juni 2002 tentang rahn yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang
sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan, dan fatwa DSN-MUI No. 26/DSN-
MUI/III/2002 tentang gadai emas. Sedangkan dalam aspek kelembagaan tetap menginduk
kepada Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1990 tanggal 10 april.
10. Lembaga Pengelola Zakat / Badan Amil Zakat
Badan Amil Zakat adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah,
yang terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah dengan tugas mengumpulkan,
mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama Islam.
11. Lembaga Pengelola Wakaf

14
Lembaga wakaf yang berasal dari agama Islam ini telah diterima menjadi hukum adat
bangsa Indonesia sendiri. Di samping itu, suatu kenyataan bahwa di Indonesia terdapat
banyak benda wakaf, bik wakaf benda bergerak atau benda tak bergerak. Wakaf kian
mendapat perhatian yaang cukup serius dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 41
Tahun 2004 tentang Wakaf dan PP No. 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaannya.
12. Baitul Mal Wat Tamwil
Baitul Mal Wat Tamwil biasa disebut dengan BMT atau dikenal juga dengan Balai
Usaha Mandiri Terpadu, yaitu lembaga keuangan mikro (LKM) yang beroperasi berdasarkan
prinsip-prinsip syariah. Isinya berintikan bayt al mal wa al tamwil dengan kegiatan
mengembangkan usaha-usaha produktif dan invetasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan
ekonomi pengusaha kecil dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang
pembiayaan kegiatan ekonominya. Selain itu, juga menerima titipan zakat, infaq, dan sedekah
serta menyalurkannya sesuai dengan peraturan dan amanatnya.

15
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adanya musyawarah nasional yang diselenggarakan oleh Majelis Ulama Indonesia

pada tahun 1990 yang membahas mengenai sistem perbankan berbasis syariah telah menjadi

awal lahirnya lembaga keuangan syariah di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan lahirnya

Bank Syariah pertama di tahun 1991 yang mulai beroperasi pada tahun 1992. Yang kemudian

lahirlah beberapa lembaga keuangan lainnya seperti Asuransi Syariah, Perusahaan

Pembiayaan Syariah, Pegadaian Syariah, dan lain sebagainya.

B. Saran

Setelah menyelesaikan makalah dengan judul Eksistensi dan Implementasi Perbankan

Syariah di Indonesia, maka diharapkan makalah ini dapat memenuhi tugas Fundamental

Ekonomi Islam dan menjadi tambahan pengetahuan kepada pembaca.

16
DAFTAR PUSTAKA
Soemitra, Andri. 2009. Bank & Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana Predana
Media Group
Machmud, Amir. 2010. Bank Syariah. Jakarta: Erlangga
Karim, Adiwarman. 2010. Bank Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Ali, Zaiuddin. 2008. Hukum Asuransi Syariah. Jakarta: Sinar Grafika
Rianto Al Arif, Nur. 2012. Lembaga Keuangan Syariah. Bandung: Pustaka Setia

17

Anda mungkin juga menyukai