Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

PRAKTIKUM PENGANTAR KIMIA FARMASI


“ASIDIMETRI-ALKALIMETRI”

Shannon Maidelaine Prijadi


260110190071
Shift C 2019
Kamis, 14 November 2019, 10.00-13.00

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
I. Tujuan
1.1.Mengetahui dan memahami prinsip titrasi asidimetri dan alkalimetri.
1.2.Dapat menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan metode titrasi
asidimetri dan alkalimetri.

II. Prinsip
2.1.Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitif adalah analisis yang berkaitan dengan suatu sampel
yang diukur banyaknya zat, konsentrasi, maupun lainnya yang ada disampel
tersebut. (Day and Underwood, 1999).
2.2.Titrasi
Penetralisasi yang dilakukan antara zat A dengan zat B, dimana zat A
yang berfungsi sebagai pentitran sudah diketahui konsentrasinya dan
menitrasi zat B yang tidak diketahui konsentrasinya. (Oxtoby, et.al, 2001).
2.3.Netralisasi
Reaksi netralisasi merupakan reaksi yang terjadi antara asam kuat dengan
basa kuat yang akan menghasilkan suatu garam yang bersifat netral. (James,
et.al, 2008).
2.4.Indikator
Senyawa kimia yang digunakan untuk membantu dalam proes titrasi yang
kegunaannya ini dilihat dari pHnya sehingga akan timbul perubahan warna
saat reaksi asam basa. (Maryanti, et.al, 2011).

III. Reaksi
3.1 Pembuatan Asam Oksalat
H2C2O4+ 2 NaOH → Na2C2O4+ 2H2O
(Basset, 1994)
3.2 Titrasi Asam Sitrat
C6H6O7+ NaOH → C6H7O7Na + H2O (Basset, 1994)
IV. Teori Dasar
Analisis kuantitatif merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk
menentukan jumlah zat atau kadar dari suatu sampel dengan melakukan
penimbangan secara seksama. Penimbangan secara seksama ini merupakan
penimbangan yang dilakukan dengan tingkat kesalahannya adalah 0,01% dari
berat sampel tersebut. Biasanya analisis kualitatif ini dilakukan pada gravimetri
dan volumetric. Gravimetri merupakan suatu metode yang digunakan untuk
mengetahui kuantitas dari suatu sampel dengan cara menimbang bobot dari
sampel tersebut. (Day and Underwood, 2002)
Volumetrik merupakan suatu metode yang digunakan untuk
mengetahui kuantitas dari suatu sampel dengan cara mengukur volume dari
sampel tersebut. Jika dilihat dari ukuran sampelnya, analisis kuantatif dibagi
menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1. Analisis kuantitatif makro, yaitu analisis yang dilakukan untuk berat
sampel lebih dari 0,1 gram.
2. Analisis kuantitatif semimikro, yaitu analisis yang dilakukan untuk
berat sampel antara 10 sampai 100 miligram.
3. Analisis kuantitatif mikro, yaitu analisis yang dilakukan untuk berat
sampel antara 1 sampai 10 miligram.
4. Analisis kuantitatif ultramikro, yaitu analisis yang dilakukan untuk
berat sampel 1 mikrogram. (Sumardjo, 2009).
Analisis kuantitatif ini ada yang disebut sebagai kosntituen atau analit.
Analit disebut sebagai konstituen utama jika zat yang ingin diketahui kuantitas
atau jumlahnya menyusun lebih dari 1% sampel. Namun, jika analit disebut
sebagai konstituen minor, artinya adalah bahwa jumlah analit yang menyusun
0,1%-1%. Jika jumlahnya kurang dari 0,1% maka disebut dengan zat perunut.
(trace). (Day and Underwood, 2002).
Yang sudah dilakukan salah satunya adalah titrasi. Titrasi merupakan
suatu metode yang dilakukan dimana titrat tidak diketahui konsentrasinya dan
titran yang sudah diketahui konsentrasi, kemudian dicari titik akhirnya yang
diketahui dari perubahan warna menjadi merah muda. (Chang, 2005). Titrasi
dapat digunakan untuk mnentukan kadar laktosa, lemak, pH, dan keasaman
pada susu sapi yang difermentasi menjadi youghurt. Dimana sangat berguna
bagi industri untuk menentukan waktu yang tepat bagi fermentasi susu sapi
(Agustina, et. Al., 2015).
Kemudian, salah satu titrasi ini adalah titrimetrik dimana harus
memenuhi beberapa syarat, yaitu:
1. Reaksi yang digunakan harus sederhana dengan substransi yang
bereaksi secara sempurna.
2. Reaksi dapat berlangsung dengan cepat.
3. Perubahan dalam reaksi dapat diikuti dengan perubahan energi
sehingga sifat yang ada di dalam zat baik secara fisika maupun
kimia ini berubah saat berada di titik equivalen.
4. Memakai indikator sebagai pemberi tanda adanya perubahan warna
saat proses titrasi. (Gunawan., et al, 2009).
Dalam praktikum ini akan dibahas mengenai asidimetri dan alkalimetri.
Asidimetri adalah metode yang dilakukan saat titrasi dimana larutan basa yang
menjadi titratnya dan larutan asam yang menjadi titrannya (sudah diketahui
konsentrasinya). Larutan yang biasa digunakan adalah NaOH sebagai larutan
baku sekunder, dan larutan asam oksalat sebagai larutan baku primer. (Laili, et.
al, 2014).
Sedangkan untuk alkalimetri merupakan metode dalam titrasi asam basa
yang dimana larutan asam menjadi titrat dan larutan basa menjadi titran.
Larutan yang biasanya digunakan adalah HCl dengan H2SO4 dengan indikator
metil jingga. Namun, dalam metode ini HCl dan H2SO4 harus dibakukan
terlebih dahulu dengan larutan boraks. (Schijf and Ebling, 2010).
Dalam sistem larutan ini, alkalinitas and asiditas merupakan kapasitas
penetral asam dan penetral basa dari sistem. Konsep kimia keasaman
dan kebasaan saling melengkapi satu sama lain, begitu pula dengan teknik
penentuannya. Alkalinitas merepresentasikan kapasitas penetral asam suatu
larutan dan dapat diartikan sebagai jumlah ekivalen seluruh basa yang dapat
dititrasi dengan asam kuat. (Barringer and Johnsson, 1996).
Asiditas merupakan kapasitas penetral basa dari suatu larutan dan dapat
diartikan sebagai jumlah ekivalen seluruh asam yang dapat dititrasi oleh basa
kuat. Keasaman dibagi menjadi dua kategori, yaitu asam kuat (asam terdisosiasi
sempurna) dan asam lemah (asam terdisosiasi sebagian). (Barringer and
Johnsson, 1996).
Dalam asidimetri dan alkalimetri juga dilakukan adanya pembakuan
atau standarisasi. Pembakuan atau standarisasi ini merupakan salah satu metode
yang ada dalam titrasi yang bertujuan untuk menentukan konsentrasi dari suatu
larutan supaya sesuai dengan larutan baku standar. Larutan baku standar adalah
larutan yang konsentrasinya sudah tepat dan tidak berubah-ubah sehingga dapat
digunakan sebagai patokan dalam pembakuan. Larutan ini ada dua macam,
yaitu larutan baku primer dan larutan baku sekunder. (Fudholly dan Yuyu,
2000).
Larutan baku primer adalah larutan yang konsentrasinya tidak mudah
berubah-ubah. Larutan baku primer memiliki syarat, yaitu konsentrasinya yang
tetap, tidak higroskopis, tidak mudah menguap, dan kemurniannya yang baik.
Contohnya adalah HCl, NaCl, asam oksalat, dan lainnya. Sedangkan untuk
larutan baku sekunder merupakan larutan yang konsentrasinya tidak tetap,
seperti NaOH, Na2S2O3, dan lainnya. (Fudholly dan Yuyu, 2000).
Kemudian, untuk netralisasi adalah suatu metode yang dimana larutan
asam digunakan sebagai pendonor proton dan larutan basa digunakan sebagai
penerima proton sehingga hasil akhirnya yang terbentuk adalah air dengan
garam netral. Proses ini dijelaskan dalam teori asam basa milik Lewis yang
menyebutkan bahwa disebut karena ion H+ dari asam bereaksi dengan ion OH−
dari basa, (Chang, 2005).

V. Alat dan Bahan


5.1 Alat
5.1.1 Beaker glass
5.1.2 Bulb
5.1.3 Buret
5.1.4 Corong
5.1.5 Erlenmeyer
5.1.6 Kaca arloji
5.1.7 Kertas perkamen
5.1.8 Labu ukur
5.1.9 Pipet tetes
5.1.10 Pipet volume
5.1.11 Spatula
5.1.12 Statif dan klem
5.1.13 Timbangan analitik
5.2 Bahan
5. 2. 1 Aquadest
5. 2. 2 Asam oksalat
5. 2. 3 Asam sitrat
5. 2. 4 Fenolftalein
5. 2. 5 Natrium Hidroksida

VI Prosedur
6.1.Pembuatan Larutan Baku NaOH 0,1N
Padatan NaOH ditimbang 2 gr dengan kaca arloji pada timbangan analitik lalu
ditutupi dengan plastic wrap kemudian padatan dilarutkan pada air bebas CO2. Air
bebas CO2 dihasilkan dari pemanasan aquadest pada beaker glass di atas penangas
air. Aquadest ditutup dengan plastic wrap yang diberi sedikit celah. Setelah
mendidih, pemanasan tetap dibiarkan berlangsung selama 5 menit lalu aquadest
didinginkan. Setelah dingin, padatan NaOH dilarutkan dengan batang pengaduk.
Hasil larutan NaOH lalu dititrasi dengan larutan asam oksalat 0,1N sehingga larutan
baku NaOH 0,1N telah dihasilkan.

6.2.Pembuatan Indikator Fenolftalein


Padatan fenolftalein yang telah ditimbang 1 gr dilarutkan dengan etanol 70%
100 mL dengan beaker glass sebagai wadah. Setelah dilarutkan, ditambahkan
aquadest dan diaduk menggunakan batang pengaduk.

6.3.Pengenceran Asam Sitrat


Pada larutan sampel yaitu asam sitrat I yang berada di dalam labu ukur
ditambahkan aquadest 1/3 bagian, lalu dikocok. Kemudian tambahkan aquadest
kembali sehingga volume mencapai 100 mL. Lalu labu ukur ditutup rapat kembali
dan dihomogenkan dengan dikocok.

6.4.Penetapan Kadar Asam Sitrat


Penetapan kadar dilakukan dengan cara triplo. Larutan asam sitrat dimasukkan
ke dalam tiga buah Erlenmeyer sebanyak 10 mL. Pengambilan larutan dilakukan
dengan pipet bulb dan pipet volume. Lalu setiap Erlenmeyer ditetesi dengan
indikator fenolftalein sebanyak dua tetes. Titrasi dilakukan menggunakan statif dan
klem dengan larutan baku NaOH berada pada buret. Titik akhir titrasi diketahui
setelah terdapat perubahan warna larutan menjadi merah muda.

VII Data Pengamatan


6.1.Pembuatan NaOH
No Zat Hasil Volume Mr Normalitas
Penimbangan
1. NaOH 2 gr 500 mL 40 0,1 N

6.2. Pembuatan Asam Oksalat

No Zat Hasil Volume Mr Normalitas


Penimbangan
1. H2C2O4 0,317 gr 50 mL 126 0,1 N

6.3. Pembuatan Fenolftalein 1%

No Zat Hasil Volume Pelarut %


Penimbangan
1. Fenolftalein 0,317 gr 100 mL Etanol 1%

6.4. Pembakuan NaOH

No Titran Titrat Volume Konsentrasi

Titrat I II III Titran I II III

1. NaOH H2C2O4 10 mL 13,2 mL 8,8 mL 8,5 mL 0,1 N 0,132 N 0,088 N 0,085 N

6.5.Penentuan Kadar Asam Sitrat

No Titran Titrat Volume Konsentrasi


Titrat I II III Titran I II III

1. NaOH C6H6O7 10 mL 3,5 mL 3,5 mL 3,9 mL 0,1 N 0,035 N 0,035 N 0,039 N

VIII. Perhitungan
8.1. Pembuatan NaOH
𝑔𝑟 1000
𝑁= × ×𝑒
𝑀𝑟 𝑚𝑙
𝑔𝑟 1000
0,1 𝑁 = × ×1
40 500
𝑔𝑟 = 2 𝑔𝑟
8.2. Pembuatan Asam Oksalat
𝑔𝑟 1000
𝑁= × ×𝑒
𝑀𝑟 𝑚𝑙

𝑔𝑟 1000
0,1 𝑁 = × ×2
126 50
𝑔𝑟 = 0,315 𝑔𝑟
8.3. Pembuatan Fenolftalein
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎
%= × 100%
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
1 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎
=
100 100 𝑚𝐿
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 = 1 𝑔𝑟
8.4.Pembakuan NaOH
a. Erlenmeyer I
𝑀×𝑉 =𝑀×𝑉
10 × 𝑁 = 0,1 × 13,2
𝑁 = 0,132 𝑁
b. Erlenmeyer II
𝑀×𝑉 =𝑀×𝑉
10 × 𝑁 = 0,1 × 8,8
𝑁 = 0,088 𝑁
c. Erlenmeyer III
𝑀×𝑉 =𝑀×𝑉
10 × 𝑁 = 0,1 × 8,5
𝑁 = 0,085 𝑁
𝐼+𝐼𝐼+𝐼𝐼𝐼
d. Rata-rata normalitas adalah = 3

0,132 + 0,088 + 0,085


𝑋=
3
𝑥 = 0,10167 𝑁
8.5. Penetapan Kadar Asam Sitrat
a. Erlenmeyer I
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 = 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝐵𝐸 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑖𝑡𝑟𝑎𝑡 × 𝐹𝑝
100
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 = 3,5 𝑚𝐿 × 0,1 𝑁 × 210 ×
10
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 735
b. Erlenmeyer II
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 = 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝐵𝐸 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑖𝑡𝑟𝑎𝑡 × 𝐹𝑝
100
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 = 3,5 𝑚𝐿 × 0,1 𝑁 × 210 ×
10
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 735
Erlenmeyer III
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 = 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝐵𝐸 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑖𝑡𝑟𝑎𝑡 × 𝐹𝑝
100
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 = 3,9 𝑚𝐿 × 0,1 𝑁 × 210 ×
10
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 819
IX. Pembahasan
Dalam praktikum ini dilakukan analisis secara kuantitatif yang dimana
praktikum sampel yang saya dapatkan adalah asam sitrat sehingga masuk ke
dalam volumetrik alkalimetri. Volumetric sendiri merupakan suatu metode
yang digunakan untuk mengetahui kuantitas dari suatu sampel dengan cara
mengukur volume dari sampel tersebut. Sedangkan untuk alkalimetri
merupakan metode titrasi yang dimana larutan basa sebagai pentitran dengan
konsentrasi yang sudah diketahui, dan larutan asam sebagai titrat yang akan
diketahui konsentrasinya melalui titrasi ini.
Titrasi dalam praktikum asidimetri dan alkalimetri bertujuan untuk
menentukan konsentrasi dari asam sitrat saat dititrasi dengan natrium
hidroksida (NaOH). Dalam proses titrasi ini bukan hanya titik akhir saja yang
ditemukan dengan adanya perubahan warna menjadi merah muda, tetapi juga
ada reaksi netralisasi yang terjadi. Saat asam sitrat dititrasi dengan NaOH dan
juga saat pembakuan NaOH dengan asam osksalat maka garam dan air akan
terbentuk. Berikut adalah reaksi netralisasinya:
C6H6O7+ NaOH → C6H7O7Na + H2O
H2C2O4+ 2 NaOH → Na2C2O4+ 2H2O
Kemudian dalam proses titrasi alkalimetri asam sitrat ini dibutuhkan
suatu indikator untuk membantu dalam memperjelas perubahan warna yang
terjadi saat titrasi dilakukan. Indikator yang disediakan saat praktikum adalah
fenolftalein dan metil jingga. Jika dilihat dari pH nya, fenolftalein memiliki pH
sekitar 8,3-10 sedangkan untuk metil jingga memiliki pH sekitar 3,1-4,4. Lalu,
untuk proses alkalimetri asam sitrat ini saya menggunakan indikator
fenolftalein dikarenakan pH yang dimiliki oleh fenolftalein sesuai dengan titran
NaOH yang bersifat basa sehingga dapat membaca dan membantu dalam
memperjelas perubahan warna menjadi merah muda saat titrasi terjadi.
Untuk melakukan proses alkalimetri ini dibutuhkan beberapa alat-alat
laboratorium yang diantaranya adalah labu ukur, erlenmyer, klem dan statif,
buret, gelas ukur, beaker glass, pipet tetes, pipet volume, dan bulb. Awalnya
dibersihkan terlebih dahulu semua alat-alat yang akan digunakan dalam
praktikum asidimetri dan alkalimetri, dikarenakan alat-alat tersebut tentunya
mengandung zat pengotor dan senyawa-senyawa lainnya yang masih tersisa
sehingga tidak menggangu hasil yang akan didapatkan saat praktikum ini
berlangsung.
Pembersihan juga dilakukan karena zat pengotor yang masih tersisa
pada alat-alat tersebut dapat mengakibatkan reagen akan bereaksi dengan zat
pengotor tersebut dan bukan sampel yang ingin kita uji yang bereaksi dengan
reagennya sehingga menyebabkan kesalahan terhadap hasil percobaan. Alatalat
seperti statif tidak diperlukan pencucian karena statif tidak bersentuhan
langsung dengan sampel dan tidak akan berpengaruh terhadap hasil percobaan.
Labu ukur digunakan untuk membuat asam oksalat dan pengenceran
asam sitrat dikarenakan senyawa-senyawa tersebut masuk ke dalam larutan
baku primer yang dimana memenuhi syaratnya, yaitu konsentrasinya yang
tetap, tidak higroskopis, tidak mudah menguap, dan kemurniannya yang baik.
Pembuatan oksalat ini, dengan awalan menimbang sebanyak 0,315 gr asam
oksalat dan dilarutkan dalam labu ukur 50 mL. Dipakainya volume 50 mL ini
dikarenakan volume asam oksalat yang dibutuhkan adalah sekitar 30 mL,
namun untuk jaga supaya tidak kekurangan maka dibuatlah 50 mL asam
oksalat.
Pembuatan asam oksalat dalam labu ukur yang benar adalah
memasukan terlebih dahulu padatan asam oksalat, lalu dialirkan dengan
aquadest dengan corong kaca. Isi 1/3 bagian tinggu labu ukur dan kocok dengan
memutar. Pengocokan memutar ini bertujuan untuk melarutkan ½ bagian asam
oksalatnya. Kemudian isi hingga batas labu ukur dengan aquadest dan kocok
kembali. Berbeda dengan pengocokan 1/3 bagian, pengocokan di labu ukur ini
harus seperti pengangakatan barbel yang searah.
Dilanjut dengan pengenceran asam sitrat yang sudah disediakan oleh
asisten laboratorium, sehingga saya langsung mengencerkannya di labu uku
sekitar 50 mL yang diberikan. Pengenceran yang dilakukan dalam labu ukur
hampir sama sistemnya dengan pembuatan asam oksalat diatas. Lalu, dibuat
juga larutan baku sekunder NaOH 500 mL.
NaOH disebut sebagai larutan baku sekunder dikarenakan larutan baku
sekunder merupakan larutan yang konsentrasinya tidak tetap, Pembuatan
NaOH ini adalah dengan cara penimbangan terlebih dahulu natrium hidroksida
sebanyak 2 gr dan dilarutkan dalam beaker glass 500 mL. Dalam proses
pembuatan NaOH ini digunakan beaker glass sebagai wadah dikarenakan
NaOH merupakan larutan baku sekunder.
Kemudian dilakukan juga pembuatan fenolftalein 1%, yaitu dengan cara
menimbang terlebih dahulu fenolftalein sebanyak 1 gr. Lalu, dilarutkan dalam
etanol 100 mL. Etanol disini digunakan sebagai pelarut organic dikarenakan
fenolftalein merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, dan hanya larut
dalam pelarut organik saja salah satunya adalah etanol.
Setelah dibuat semua larutannya, lalu NaOH yang telah dibuat tersebut
harus dibakukan dengan larutan asam oksalat supaya menjadi larutan baku
standar. Dalam proses ini, titrasi yang dilakukan dinamakan asidimetri karena
larutan basa menjadi titrat dan larutan asam menjadi titrannya yang sudah
diketahui tingkat konsentrasinya. Hasil yang didapatkan adalah adanya
perubahan warna dari larutan berwarna bening menjadi warna merah muda
yang menandakan sebagai titik akhir dari titrasi. Kemudian, didapatkan hasil
dari pembakuan NaOH ini adalah 0,132 N , 0,088 N, dan 0,085 N.
Dilakukan titrrasi sebanyak 3x ini untuk memastikan bahwa volume
yang didapatkan itu benar dan tepat. Dapat dilihat bahwa konsentrasi yang
didapatkan juga memiliki selisih yang tidak terlalu jauh. Oleh karena itu, rata-
rata hasil pembakuan NaOH ini adalah 0,10167 N.
Kemudian, langsung dilanjutkan dengan titrasi antara asam sitrat
dengan larutan baku NaOH. Dalam proses titrasi ini larutan basa NaOH berada
di buret sebagai titran sedangkan asam sitrat berada dalam erlenmeyer sebagai
titrat. Kondisi ini mengartikan bahwa titrasi yang dilakukan ini dinamakan
alkalimetri. Saat proses titrasi, buret yang digunakan tidak boleh bocor karena
berpengaruh terhadap hasil titrasinya.
Selain itu, peletakkan buret juga harus tegak lurus supaya pembacaan
volume titran tidak salah. Lalu, untuk pemindahan asam sitrat ke dalam
erlenmyer dibutuhkan suatu alat dinamakan pipet volume 10 mL karena sampel
asam sitrat yang akan diambil sebanyak 10 mL saja. Dalam proses pengambilan
sampel asam sitrat dari dalam labu ukur ke erlenmeyer ini dibutuhkan bulb
sebagai alat penarikan larutan asam sitrat ini.
Dalam bulb terdapat 3 tombol untuk mengambil larutan asam sitrat ini,
yaitu exit, air, and suction. Air merupakan tombol yang digunakan untuk
mengempeskan atau mengeluarkan udara yang ada di bulb, sehingga bulb dapat
mengambil larutan tersebut. Lalu, untuk suction merupakan tombol yang
digunakan untuk menyedot atau menarik dalam pipet volume sebanyak 10 mL
sampai batas yang telah ditentukan. Dalam proses suction ini, diperlukan skill
yang cukup supaya tidak berlebihan dalam pengambilan larutan.
Terakhir adalah exit digunakan untuk mengeluarkan larutan-larutan
tersebut ke dalam erlenmyer yang sudah disediakan. Proses pengambilan
larutan ini juga, pipet volume tidak boleh masuk sampai permukaan bawah labu
ukur dikarenakan dapat menghambat pengambilan larutan asam sitrat ini.
Setelah diambil larutan asam sitratnya, dapat dilanjutkan ke proses titrasinya
dengan menambahkan indikator terlebih dahulu supaya mempermudah dalam
proses titrasi ini. Hasil yang didapatkan adalah adanya perubahan warna dari
larutan berwarna bening menjadi warna merah muda yang menandakan sebagai
titik akhir dari titrasi.
Hasil volume NaOH yang didapat dari proses titrasi yang dilakukan
sebanyak 3x ini adalah erlenmeyer I sebanyak 3,5 mL, lalu di erlenmeyer II
sebanyak 3,5 mL, dan erlenmeyer III sebanyak 3,9 mL. kemudian, dilanjut
dengan perhitungan penetapan kadar dari asam sitrat ini, dan diperoleh hasilnya
adalah pada erlenmeyer I kadarnya adalah 2,45%, erlenmeyer II adalah 2,45%,
dan erlenmeyer III adalah 2,73%.

IX. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan praktikum ini, dapat diketahui bahwa penetapan
kadar dari asam sitrat setiap erlenmeyernya adalah 735 pada erlenmeyer I dan
II dan 819 pada erlenmeyer III. Kemudian, untuk rata-rata konsentrasi
pembakuan NaOH adalah 0,10167 N.

X. Daftar Pustaka
Agustina, Y., Kartika, R., dan Panggabean, A. S. 2015. Pengaruh Waktu
Fermentasi Terhadap Kadar Laktosa, Lemak, pH, dan Keasaman pada
Susu Sapi yang Difermentasi Menjadi Yoghurt. Jurnal Kimia
Mulawarman. Vol 12 (2). Halaman 97 – 100.
Barringer, J.L. & Johnsson, P.A. 1996. Theoretical Considerations and A
Simple Method for Measuring Alkalinity and Acidity in Low-Ph Waters
by Gran Titration. Tersedia secara online di https://pubs.usgs.gov/wri/
1989/4029/report.pdf [Diakses pada 20 November 2019].
Basset, J. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta:
Buku EGC.
Chang, R. 2005. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga.
Day, R.A dan Underwood, A.L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi IV.
Jakarta: Erlangga.
Day, R.A dan Underwood, A.L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Erlangga.
Fudholly dan Dra. Yuyu S. 2000. Penuntun Praktikum Kimia Farmasi
Kuantitatif. Sumedang: Laboratorium Kimia Farmasi.
Gunawan, Didik, S., W. dan Rum, H. 2009. Buku Ajar Analisis Kuantitatif.
Semarang: Universitas Diponegoro.
James, J, Baker, and Sovain, H. 2008. Prinsip-Prinsip Untuk Keperawatan.
Jakarta: Erlangga.
Laili, Rahmatul, Nurhayati, and Muhdarina. 2014. “Karakterisasi Lempung
Cegar Aktivasi KOH Kalsinasi Pada 300 Derajat Celcius.” Jurnal
FMIPA. Vol 1(2): 67–77.
Maryanti, E, Frihardi, B, dan Ikhwaruddin. 2011. Pemanfaatan Ekstrak Bunga
Mawar Sebagai Indikator Pada Titrasi Asam Basa. Jurnal Gradien. Vol
7(1): 697-701.
Oxtoby, D.W, Gillis, H.P, dan Nachtrieb, N.H. 2001. Prinsip Kimia Modern
Edisi IV. Jakarta: Erlangga.
Sumardjo, D. 2009 Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran. Jakarta: EGC.
Schijf, Johan, and Alina M. Ebling. 2010. “Investigation of the Ionic Strength
Dependence of Ulva Lactuca Acid Functional Group PKas by
Alkalimetric Titration.” Journal of Evironment, Science, & Technology.
Vol 44(5): 1644–49.

Anda mungkin juga menyukai