FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
I. Tujuan
1.1.Mengetahui dan memahami prinsip titrasi asidimetri dan alkalimetri.
1.2.Dapat menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan metode titrasi
asidimetri dan alkalimetri.
II. Prinsip
2.1.Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitif adalah analisis yang berkaitan dengan suatu sampel
yang diukur banyaknya zat, konsentrasi, maupun lainnya yang ada disampel
tersebut. (Day and Underwood, 1999).
2.2.Titrasi
Penetralisasi yang dilakukan antara zat A dengan zat B, dimana zat A
yang berfungsi sebagai pentitran sudah diketahui konsentrasinya dan
menitrasi zat B yang tidak diketahui konsentrasinya. (Oxtoby, et.al, 2001).
2.3.Netralisasi
Reaksi netralisasi merupakan reaksi yang terjadi antara asam kuat dengan
basa kuat yang akan menghasilkan suatu garam yang bersifat netral. (James,
et.al, 2008).
2.4.Indikator
Senyawa kimia yang digunakan untuk membantu dalam proes titrasi yang
kegunaannya ini dilihat dari pHnya sehingga akan timbul perubahan warna
saat reaksi asam basa. (Maryanti, et.al, 2011).
III. Reaksi
3.1 Pembuatan Asam Oksalat
H2C2O4+ 2 NaOH → Na2C2O4+ 2H2O
(Basset, 1994)
3.2 Titrasi Asam Sitrat
C6H6O7+ NaOH → C6H7O7Na + H2O (Basset, 1994)
IV. Teori Dasar
Analisis kuantitatif merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk
menentukan jumlah zat atau kadar dari suatu sampel dengan melakukan
penimbangan secara seksama. Penimbangan secara seksama ini merupakan
penimbangan yang dilakukan dengan tingkat kesalahannya adalah 0,01% dari
berat sampel tersebut. Biasanya analisis kualitatif ini dilakukan pada gravimetri
dan volumetric. Gravimetri merupakan suatu metode yang digunakan untuk
mengetahui kuantitas dari suatu sampel dengan cara menimbang bobot dari
sampel tersebut. (Day and Underwood, 2002)
Volumetrik merupakan suatu metode yang digunakan untuk
mengetahui kuantitas dari suatu sampel dengan cara mengukur volume dari
sampel tersebut. Jika dilihat dari ukuran sampelnya, analisis kuantatif dibagi
menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1. Analisis kuantitatif makro, yaitu analisis yang dilakukan untuk berat
sampel lebih dari 0,1 gram.
2. Analisis kuantitatif semimikro, yaitu analisis yang dilakukan untuk
berat sampel antara 10 sampai 100 miligram.
3. Analisis kuantitatif mikro, yaitu analisis yang dilakukan untuk berat
sampel antara 1 sampai 10 miligram.
4. Analisis kuantitatif ultramikro, yaitu analisis yang dilakukan untuk
berat sampel 1 mikrogram. (Sumardjo, 2009).
Analisis kuantitatif ini ada yang disebut sebagai kosntituen atau analit.
Analit disebut sebagai konstituen utama jika zat yang ingin diketahui kuantitas
atau jumlahnya menyusun lebih dari 1% sampel. Namun, jika analit disebut
sebagai konstituen minor, artinya adalah bahwa jumlah analit yang menyusun
0,1%-1%. Jika jumlahnya kurang dari 0,1% maka disebut dengan zat perunut.
(trace). (Day and Underwood, 2002).
Yang sudah dilakukan salah satunya adalah titrasi. Titrasi merupakan
suatu metode yang dilakukan dimana titrat tidak diketahui konsentrasinya dan
titran yang sudah diketahui konsentrasi, kemudian dicari titik akhirnya yang
diketahui dari perubahan warna menjadi merah muda. (Chang, 2005). Titrasi
dapat digunakan untuk mnentukan kadar laktosa, lemak, pH, dan keasaman
pada susu sapi yang difermentasi menjadi youghurt. Dimana sangat berguna
bagi industri untuk menentukan waktu yang tepat bagi fermentasi susu sapi
(Agustina, et. Al., 2015).
Kemudian, salah satu titrasi ini adalah titrimetrik dimana harus
memenuhi beberapa syarat, yaitu:
1. Reaksi yang digunakan harus sederhana dengan substransi yang
bereaksi secara sempurna.
2. Reaksi dapat berlangsung dengan cepat.
3. Perubahan dalam reaksi dapat diikuti dengan perubahan energi
sehingga sifat yang ada di dalam zat baik secara fisika maupun
kimia ini berubah saat berada di titik equivalen.
4. Memakai indikator sebagai pemberi tanda adanya perubahan warna
saat proses titrasi. (Gunawan., et al, 2009).
Dalam praktikum ini akan dibahas mengenai asidimetri dan alkalimetri.
Asidimetri adalah metode yang dilakukan saat titrasi dimana larutan basa yang
menjadi titratnya dan larutan asam yang menjadi titrannya (sudah diketahui
konsentrasinya). Larutan yang biasa digunakan adalah NaOH sebagai larutan
baku sekunder, dan larutan asam oksalat sebagai larutan baku primer. (Laili, et.
al, 2014).
Sedangkan untuk alkalimetri merupakan metode dalam titrasi asam basa
yang dimana larutan asam menjadi titrat dan larutan basa menjadi titran.
Larutan yang biasanya digunakan adalah HCl dengan H2SO4 dengan indikator
metil jingga. Namun, dalam metode ini HCl dan H2SO4 harus dibakukan
terlebih dahulu dengan larutan boraks. (Schijf and Ebling, 2010).
Dalam sistem larutan ini, alkalinitas and asiditas merupakan kapasitas
penetral asam dan penetral basa dari sistem. Konsep kimia keasaman
dan kebasaan saling melengkapi satu sama lain, begitu pula dengan teknik
penentuannya. Alkalinitas merepresentasikan kapasitas penetral asam suatu
larutan dan dapat diartikan sebagai jumlah ekivalen seluruh basa yang dapat
dititrasi dengan asam kuat. (Barringer and Johnsson, 1996).
Asiditas merupakan kapasitas penetral basa dari suatu larutan dan dapat
diartikan sebagai jumlah ekivalen seluruh asam yang dapat dititrasi oleh basa
kuat. Keasaman dibagi menjadi dua kategori, yaitu asam kuat (asam terdisosiasi
sempurna) dan asam lemah (asam terdisosiasi sebagian). (Barringer and
Johnsson, 1996).
Dalam asidimetri dan alkalimetri juga dilakukan adanya pembakuan
atau standarisasi. Pembakuan atau standarisasi ini merupakan salah satu metode
yang ada dalam titrasi yang bertujuan untuk menentukan konsentrasi dari suatu
larutan supaya sesuai dengan larutan baku standar. Larutan baku standar adalah
larutan yang konsentrasinya sudah tepat dan tidak berubah-ubah sehingga dapat
digunakan sebagai patokan dalam pembakuan. Larutan ini ada dua macam,
yaitu larutan baku primer dan larutan baku sekunder. (Fudholly dan Yuyu,
2000).
Larutan baku primer adalah larutan yang konsentrasinya tidak mudah
berubah-ubah. Larutan baku primer memiliki syarat, yaitu konsentrasinya yang
tetap, tidak higroskopis, tidak mudah menguap, dan kemurniannya yang baik.
Contohnya adalah HCl, NaCl, asam oksalat, dan lainnya. Sedangkan untuk
larutan baku sekunder merupakan larutan yang konsentrasinya tidak tetap,
seperti NaOH, Na2S2O3, dan lainnya. (Fudholly dan Yuyu, 2000).
Kemudian, untuk netralisasi adalah suatu metode yang dimana larutan
asam digunakan sebagai pendonor proton dan larutan basa digunakan sebagai
penerima proton sehingga hasil akhirnya yang terbentuk adalah air dengan
garam netral. Proses ini dijelaskan dalam teori asam basa milik Lewis yang
menyebutkan bahwa disebut karena ion H+ dari asam bereaksi dengan ion OH−
dari basa, (Chang, 2005).
VI Prosedur
6.1.Pembuatan Larutan Baku NaOH 0,1N
Padatan NaOH ditimbang 2 gr dengan kaca arloji pada timbangan analitik lalu
ditutupi dengan plastic wrap kemudian padatan dilarutkan pada air bebas CO2. Air
bebas CO2 dihasilkan dari pemanasan aquadest pada beaker glass di atas penangas
air. Aquadest ditutup dengan plastic wrap yang diberi sedikit celah. Setelah
mendidih, pemanasan tetap dibiarkan berlangsung selama 5 menit lalu aquadest
didinginkan. Setelah dingin, padatan NaOH dilarutkan dengan batang pengaduk.
Hasil larutan NaOH lalu dititrasi dengan larutan asam oksalat 0,1N sehingga larutan
baku NaOH 0,1N telah dihasilkan.
VIII. Perhitungan
8.1. Pembuatan NaOH
𝑔𝑟 1000
𝑁= × ×𝑒
𝑀𝑟 𝑚𝑙
𝑔𝑟 1000
0,1 𝑁 = × ×1
40 500
𝑔𝑟 = 2 𝑔𝑟
8.2. Pembuatan Asam Oksalat
𝑔𝑟 1000
𝑁= × ×𝑒
𝑀𝑟 𝑚𝑙
𝑔𝑟 1000
0,1 𝑁 = × ×2
126 50
𝑔𝑟 = 0,315 𝑔𝑟
8.3. Pembuatan Fenolftalein
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎
%= × 100%
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
1 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎
=
100 100 𝑚𝐿
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 = 1 𝑔𝑟
8.4.Pembakuan NaOH
a. Erlenmeyer I
𝑀×𝑉 =𝑀×𝑉
10 × 𝑁 = 0,1 × 13,2
𝑁 = 0,132 𝑁
b. Erlenmeyer II
𝑀×𝑉 =𝑀×𝑉
10 × 𝑁 = 0,1 × 8,8
𝑁 = 0,088 𝑁
c. Erlenmeyer III
𝑀×𝑉 =𝑀×𝑉
10 × 𝑁 = 0,1 × 8,5
𝑁 = 0,085 𝑁
𝐼+𝐼𝐼+𝐼𝐼𝐼
d. Rata-rata normalitas adalah = 3
IX. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan praktikum ini, dapat diketahui bahwa penetapan
kadar dari asam sitrat setiap erlenmeyernya adalah 735 pada erlenmeyer I dan
II dan 819 pada erlenmeyer III. Kemudian, untuk rata-rata konsentrasi
pembakuan NaOH adalah 0,10167 N.
X. Daftar Pustaka
Agustina, Y., Kartika, R., dan Panggabean, A. S. 2015. Pengaruh Waktu
Fermentasi Terhadap Kadar Laktosa, Lemak, pH, dan Keasaman pada
Susu Sapi yang Difermentasi Menjadi Yoghurt. Jurnal Kimia
Mulawarman. Vol 12 (2). Halaman 97 – 100.
Barringer, J.L. & Johnsson, P.A. 1996. Theoretical Considerations and A
Simple Method for Measuring Alkalinity and Acidity in Low-Ph Waters
by Gran Titration. Tersedia secara online di https://pubs.usgs.gov/wri/
1989/4029/report.pdf [Diakses pada 20 November 2019].
Basset, J. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta:
Buku EGC.
Chang, R. 2005. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga.
Day, R.A dan Underwood, A.L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi IV.
Jakarta: Erlangga.
Day, R.A dan Underwood, A.L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Erlangga.
Fudholly dan Dra. Yuyu S. 2000. Penuntun Praktikum Kimia Farmasi
Kuantitatif. Sumedang: Laboratorium Kimia Farmasi.
Gunawan, Didik, S., W. dan Rum, H. 2009. Buku Ajar Analisis Kuantitatif.
Semarang: Universitas Diponegoro.
James, J, Baker, and Sovain, H. 2008. Prinsip-Prinsip Untuk Keperawatan.
Jakarta: Erlangga.
Laili, Rahmatul, Nurhayati, and Muhdarina. 2014. “Karakterisasi Lempung
Cegar Aktivasi KOH Kalsinasi Pada 300 Derajat Celcius.” Jurnal
FMIPA. Vol 1(2): 67–77.
Maryanti, E, Frihardi, B, dan Ikhwaruddin. 2011. Pemanfaatan Ekstrak Bunga
Mawar Sebagai Indikator Pada Titrasi Asam Basa. Jurnal Gradien. Vol
7(1): 697-701.
Oxtoby, D.W, Gillis, H.P, dan Nachtrieb, N.H. 2001. Prinsip Kimia Modern
Edisi IV. Jakarta: Erlangga.
Sumardjo, D. 2009 Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran. Jakarta: EGC.
Schijf, Johan, and Alina M. Ebling. 2010. “Investigation of the Ionic Strength
Dependence of Ulva Lactuca Acid Functional Group PKas by
Alkalimetric Titration.” Journal of Evironment, Science, & Technology.
Vol 44(5): 1644–49.