Anda di halaman 1dari 20

SATUAN ACARA PENGAJARAN

KONTRAKTUR

Disusun Oleh :

Ridillah Vani J. 220110120051


Rafianti NurFauziah F. 220110120053
Sundari Rakhman 220110120071
Kinanti Devia Larasati 220110120112
Wenda Rizki Putri 220110120162

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2015
SATUAN ACARA PENGAJARAN

Pokok Bahasan : Perawatan Klien dengan Gangguan Muskuloskeletal


Sub Pokok Bahasan : Pendidikaan Kesehatan tentang Kontraktur

Sasaran : Klien dengan Gangguan Muskuloskeletal ( khususnya klien dengan resiko


komplikasi kontraktur )
Tempat : Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran

Waktu : 13 Maret 2015, jam 08.00


Pemateri : Ridillah, Rafianti , Sundari, Kinanti dan Wenda

Alokasi waktu : 30 menit


Tujuan Instruksional Umum (TIU) :
Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit diharapkan klien dapat mengerti tentang
kontraktur dan cara untuk mencegahnya.

Tujuan Instruksional Khusus (TIK):


Setelah diberikan pendidikan kesehatan, klien diharapkan dapat :
1. Memahami pengertian kontraktur, penyebab dan tanda tanda kontraktur,
2. Menjelaskan cara mencegah kontraktur,
3. Menjelaskan cara menangani kontraktur.
Metode: Metode yang digunakan adalah ceramah

Media Penyuluhan
- Power point persentation
- Leaflet
- Video
Materi: Terlampir
Proses Belajar Mengajar:

WAKTU KEGIATAN PEMBERI MATERI PESERTA METODE MEDIA


DIDIK
Awal
5 menit Perkenalan dan 1.Memberi salam 1. Menjawab
penjelasan tujuan pembuka dan salam dan
pendidikan memperkenalkan diri memperkenalkan Langsung
kesehatan diri.
2. Menjelaskan 2.Mendengarkan
tujuan dari dan
pendidikan kesehatan memperhatikan
dan tema pendidikan penjelasan yang
kesehatan di jelaskan

Isi
15 menit Pemberian 1. Menjelaskan Mendengarkan Langsung Power point
materi pendidikan materi pendidikan dan presentation
kesehatan kesehatan mengenai memperhatikan ( ppt ), video
mengenai pengertian
kontraktur. kontraktur, penyebab
kontraktur, tanda-
tanda kontraktur,
pencegahan dan
manajemen
kontraktur.

2. Memberikan Mengajukan
kesempatan untuk pertanyaan
bertanya tentang
materi yang
disampaikan

10 menit Penutup
Pertanyaan dan 1. Memberikan Menjawab Langsung
penyimpulan hasil pertanyaan dan
kegiatan kesempatan pada
audien untuk
menyebutkan cara
manajemen
kontraktur

2. Menyimpulkan Mendengarkan
bersama-sama hasil dan ikut
kegiatan berpartisipasi
dalam
menyimpulkan
hasil

3. Menutup Menjawab salam


penyuluhan dan
mengucapkan salam
Evaluasi
Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman sasaran setelah diberikan penyuluhan selama
30 menit diberikan pertanyaan:
1. Jelaskan pengertian kontraktur, penyebab dan tanda tanda kontraktur!
2. Apa saja cara mencegah kontraktur?
3. Bagaimana cara menangani jika terjadi kontraktur?
Materi:

A. Definisi Kontraktur
Kontraktur adalahpemendekan jarak 2 titik anatomis tubuh sehingga terjadi
keterbatasan rentang gerak (range of motion). Kontraktur adalah kontraksi yang menetap
dari kulit dan atau jaringan dibawahnya yang menyebabkan deformitas dan keterbatasan
gerak. Kelainan ini disebabkan karena tarikan parut abnormal pasca penyembuhan luka,
kelainan bawaan maupun proses degeneratif. Kontraktur yang banyak dijumpai adalah
akibat luka bakar (Perdanakusuma, 2009).

B. Klasifikasi
Klasifikasi kontraktur berdasarkan derajat keparahan (Adu, 2011)

1) I: gejala berupa keketatan namun tanpa penurunan gerakan ruang lingkup gerak
maupun fungsi.
2) II: sedikit penurunan gerakan ruang lingkup gerak atau sedikit penurunan fungsi
namun tanpa mengganggu aktivitas sehari-hari secara signifikan, tanpa
penyimpangan arsitektur normal daerah yang terkena.
3) III: terdapat penurunan fungsi, dengan perubahan awal arsitektur normal pada
daerah yang terkena..
4) IV: kehilangan fungsi dari daerah yang terkena.

C. Penyebab
Kontraktur diakibatkan karena kombinasi berbagai faktor meliputi: posisi anggota
tubuh, durasi imobilisasi, otot, jaringan lunak, dan patologis tulang. Individu dengan luka
bakar sering diimobilisasi, baik secara global maupun fokal karena nyerinya, pembidaian,
dan posisinya. Luka bakar dapat meliputi jaringan lunak, otot, dan tulang. Semua faktor
ini berkontribusi terhadap kejadian kontraktur pada luka bakar (Schneider et al, 2006).
Berbagai hal yang dapat menyebabkan kontraktur adalah sebagai berikut (Adu, 2011):

1. Trauma suhu
2. Trauma zat kimia
3. Trauma elektrik
4. Post-trauma (Volkmann’s)
5. Infeksi ulkus buruli
6. Idiopatik (Dupuytren’s)
7. Kongenital (camptodactyly)

D. Penegakan Diagnosis Kontraktur


Penegakan diagnosis kontraktur akibat luka bakar dapat menggunakan bagan sebagai
berikut:

Bedakan antara kontraktur jaringan


lunak dan ankilosis persendian

Bedakan antara kontraktur jaringan ikat dan


kontraktur miogenik atau neurogenik

Diagnosis banding kontraktur dari struktur


anatomi:

a. Kontraktur kutan, subkutan, atau


fasial
b. Kontraktur tendon
c. Kontraktur ligament
d. Kontraktur otot
Nilai dan klasifikasi parut kontraktur untuk
memutuskan metode terapi

Evaluasi secara fungsional dan estetika dari


sendi atau jaringan pada sebelum dan sesudah
terapi

Gambar 2.1 Bagan Diagnosis Banding Kontraktur Akibat Luka Bakar (Ogawa &
Pribaz, 2010)

E. Patofisiologi
Patofisiologi yang jelas terbentuknya parut hipertrofi belum diketahui namun
banyak faktor yang berkontribusi terhadap proses fibroproliferatif kulit tersebut.
Paradigm yang sering digunakan adalah “benih dan tanah”. Komponen selular seperti
fibroblast, keratinosit, sel induk, dan sel inflamasi merupakan benih sedangkan komponen
nonseluler seperti matriks ekstraseluler, kekuatan mekanik, tekanan oksigen, dan cytokine
milieu adalah tanah. (Wong & Gurtner, 2010).
Mekanisme dasar pembentukan kontraktur didapat dari berbagai macam etiologi
yaitu congenital, didapat, atau idiopatik. Proses ini disebabkan oleh aktifnya miofibroblas
(sebuah sel dengan fibroblas dan dengan karakteristik seperti otot polos yang
terdistribusinya granulasi di seluruh jaringan yang ada pada luka). Kontraksi dari
miofibroblas menyebabkan luka menyusut. Hal ini juga diikuti dengan deposisi kolagen
dan saling berhubungan untuk mempertahankan kontraksi. Pada embryogenesis,
kegagalan diferensiasi jari-jari menyebabkan terbentuknya jaringan parut yang
menyebakan fleksi proksimal sendi interfalang yang mengakibatkan camptodactyly (Adu,
2011).
Kontraksi adalah proses aktif biologis untuk menurunkan dimensi area anatomi
dan jaringan yang dapat menyebabkan perlambatan kesembuhan dari luka terbuka.
Kontraktu adalah produk akhir dari proses kontraksi. Kontraktur mengganggu secara
fungsional dan estetik (Pandya, 2001)

F. Prevensi Kontraktur
Kontraktur dapat dicegah dari penyebab awal mulanya. Kontraktur banyak
disebabkan akibat luka bakar. Pencegahan luka bakar dibagi menjadi pencegahan primer,
sekunder dan tersier. Pencegahan primer bertujuan untuk menurunkan insidensi luka
bakar melalui cara memasak yang aman, pemadam kebakaran, dan edukasi tentang zat
yang menyebabkan trauma panas di sekolah atau komunitas. Pencegahan sekunder
bertujuan untuk menurunkan beratnya luka bakar melalui edukasi terhadap pertolongan
pertama. Pencegahan tersier bertujuan untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas
terhadap luka bakar (Schwarz, 2007).
Terdapat dua kunci penting dalam pencegahan kontraktur. Hal pertama adalah
area yang terbakar dibidai pada posisi anatomis dan berlatih maksimal lingkup gerak
sendi tiap persendian. Perkembangan bidai selama lima belas tahun terakhir berkontribusi
terhadap penurunan kejadian kontraktur dan hal ini semakin dikembangkan (Schwarz,
2007).
Secara umum terdapat berbagai cara pencegahan kontraktur, yaitu (Procter, 2010):
1. Posisi yang mencegah kontraktur
Posisi yang melindungi dari kontraktur harus dimulai dari hari pertama sampai
beberapa bulan setelah trauma. Posisi ini diaplikasikan terhadap semua pasien baik
yang mendapat terapi cangkok kulit maupun yang tidak. Posisi ini penting karena
dapat mempengaruhi panjang jaringan dengan menurunkan ruang lingkup gerak
sebagai akibat dari parut jaringan. Pasien diistirahatkan dengan posisi yang nyaman,
posisi ini biasanya adalah posisi fleksi dan juga merupakan posisi kontraktur. Tanpa
dorongan dan bantuan dari orang lain, pasien akan meneruskan posisi yang
menyebabkan kontraktur. Sekali kontraktur mulai terbentuk dapat terjadi kesulitan
untuk bergerak sempurna seperti sediakala. Penyesuaian awal memiliki esesnsi untuk
memastikan kemungkinan terbaik hasil terapi, selain itu pula untuk meringankan
nyeri.
Pasien harus selalu melakukan kebiasaan posisi pada stadium awal
penyembuhan. Pasien perlu dorongan untuk mempertahankan posisi yang mencegah
kontraktur (kecuali ketika program latihan dan aktivitas fungsional lain), dukungan
keluarga sangat penting.
Ketika luka bakar terjadi pada bagian fleksor tubuh, risiko kontraktur akan
semakin meningkat.
Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur berdasarkan luka bakar adalah
sebagai berikut:
a. Leher depan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi leher, dagu ditarik ke
arah dada, kontur leher menghilang sedangkan posisi yang mencegah terjadinya
kontraktur adalah ekstensi leher, tidak ada bantal di belakang kepala, putar balik
leher. Kepala dimiringkan bila posisi duduk.

Gambar 2.2. Kontraktur pada Leher Depan


Gambar 2.3. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

b. Leher belakang
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah ekstensi leher dan pererakan
leher yang lain sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah
duduk dengan posisi leher fleksi, berbaring dengan menggunakan bantal di
belakang kepala.

Gambar 2.4. Kontraktur pada Leher Belakang


Gambar 2.5. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

c. Aksila anterior, aksila posterior, maupun lipatan aksila


Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah terbatasnya abduksi dan juga
protraksi ketika luka bakar juga ada di dada sedangkan posisi yang mencegah
terjadinya fraktur adalah berbaring dan duduk lengan abduksi 900 ditopang dengan
menggunakan bantal atau alat lain diantara dada dan lengan.

Gambar 2.6. Kontraktur pada Aksila

Gambar 2.7. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

d. Siku depan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi siku sedangkan posisi
yang mencegah terjadinya fraktur adalah ekstensi siku.
Gambar 2.8. Kontraktur pada Siku

Gambar 2.9.Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

e. Punggung tangan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah hiperekstensi
metacarpalphalangeal (MCP), fleksi interphalangeal (IP), adduksi ibu jari, dan
fleksi pergelangan tangan sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur
adalah pada pergelangan tangan diekstensi 30-40 derajat, fleksi MCP 60-70
derajat, ekstensi sendi IP, dan abduksi ibu jari.

Gambar 2.10. Kontraktur pada Punggung Tangan


Gambar 2.11.Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur pada Punggung
Tangan

f. Telapak tangan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah adduksi dan fleksi jari-jari
tangan, telapak tangan ditarik ke dalam sedangkan posisi yang mencegah
terjadinya kontraktur adalah ekstensi pergelangan tangan, fleksi minimal MCP,
ekstensi dan abduksi jari-jari tangan.

Gambar 2.12. Kontraktur pada Telapak Tangan

Gambar 2.13. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur pada Telapak


Tangan
g. Groin
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi dan adduksi pangkal
paha sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah berbaring
tengkurap dengan ekstensi tungkai, batasi duduk dan berbaring posisi
menyamping. Jika dengan posisi supine, berbaring dengan posisi ekstensi tungkai,
tanpa bantal di bawah lutut.

Gambar 2.14. Posisi yang Menyebabkan Kontraktur

Gambar 2.15. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

h. Belakang lutut
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi lutut sedangkan posisi
yang mencegah terjadinya kontraktur adalah ekstensi tungkai pada saat berbaring
dan duduk.
Gambar 2.16. Kontraktur pada Belakang Lutut

Gambar 2.17. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

i. Kaki
Kaki adalah struktur komplek yang dapat ditarik dengan arah yang berbeda-beda
oleh jaringan yang telah menyembuh. Hal ini dapat mengakibatkan mobilitas yang
tidak normal. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah pergelangan kaki
diposisikan 90 derajat terhadap telapak kaki dengan menggunakan bantal untuk
mempertahankan posisi. Jika pasien dalam keadaan duduk maka posisi kakinya
datar di lantai (tanpa edem).

Gambar 2.18. Kontraktur pada Kaki


Gambar 2.19. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

j. Wajah
Kontraktur pada wajah dapat meliputi berbagai hal termasuk ketiakmampuan
untuk membuka maupun menutup mulut dengan sempurna, ketidakmampuan
menutup mata dengan sempurna, dan lain sebagainya.posisi yang mencegah
terjadinya kontraktur adalah secara teratur merubah ekspresi wajah dan
peregangan seperlunya. Tabung empuk dapat dimasukkan ke dalam mulut untuk
melawan kontraktur mulut.

Gambar 2.20.Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

2. Bidai
Pembidaian sangat efektif untuk membantu mencegah kontraktur dan
merupakan hal yang perlu dilakukan sebagai program rehabilitasi komprehensif.
Pembidaian membantu mempertahankan posisi yang mencegah kontraktur terutama
terhadap pasien yang mengalami nyeri hebat, kesulitan penyesuaian atau dengan area
luka bakar yang dengan menggunakan posisi pencegahan kontraktur saja tidak cukup.
Pembidaian dilakukan dengan posisi yang diregangkan sehingga memberikan
suatu latihan peregangan awal yang lebih mudah. Parut tidak hanya berkontraksi
namun juga mengambil rute terdekat, parut sering menimbulkan selaput atau anyaman
diantara jari-jari, leher, lutut, aksilda, dan lain-lain. Bidai membantu merenovasi
jaringan parutkarena membentuk dan mempertahankan kontur anatomis. Bidai adalah
satu-satunya modalitas terapeutik yang tersedia dan berlaku yang dapat mengatur
tekanan pada jaringan lunak sehingga dapat menimbulkan remodeling jaringan.
Bidai dapat dibuat dari berbagai macam bahan. Bahan yang ideal adalah yang
memiliki temperature rendah dan ringan, mudah dibentuk, dan disesuaikan kembali
kemudian juga sesuai dengan kontur.

Gambar 2.21. Contoh Pembidaian

3. Peregangan dan mobilisasi awal


Sendi yang terkena luka bakar harus digerakkan dan diregangkan beberapa
kali setiap harinya. Pasien membutuhkan pendamping baik dari tim medis maupun
keluarganya untuk mencapai pergerakan yang penuh terutama untuk anak-anak yang
memerluka perhatian yang lebih dari orang tua. Pasien perlu mengembangkan
kebiasaan tersebut dari hari ke hari.
4. Melakukan aktivitas sehari-hari
Pasien luka bakar sering merasa kehilangan rasa dan kemampuan untuk
beraktivitas secara normal. Aktivitas sehari-hari seperti makan, mandi sangat penting
untuk melatih pasien dapat hidup mandiri.
5. Pijat dan pemberian moisturiser
Pijatan pada parut sangat dianjurkan sebagai bagian dari penatalaksanaan luka parut
meskipun mekanisme efeknya belum begitu diketahui. Hal yang dapat dilakukan
adalah:
a. Pemberian moisturiser luka sering kehilangan kelembaban tergantung dari
dalamnya luka dan sejauh kerusakan struktur kulit. Luka tersebut dapat menjadi
sangat kering dan menimbulkan rasa tidak nyaman. Hal ini dapat menimbulkan
retak dan pecahnya parut. Pemijatan dengan moisturizer atau minyak tanpa
parfum pada bagian teratas parut dapat melembutkan sehingga pasien merasa
lebih nyaman dan untuk mengurangi gatal.
b. Jika parut menjadi tebal dan meninggi dapat menggunakan pijatan kuat dan dalam
menggunakan ibujari atau ujung jari untuk mengurangi kelebihan cairan pada
tempat tersebut.
c. Parut akibat luka bakar mengandung kolagen empat kali dibandingkan dengan
luka parut biasa. Pijatan yang dalam dengan pola sedikit memutar dapat
meningkatkan kesegarisan luka parut.
d. Penurunan sensoris dan perubahan sensasi dapat terjadi. Pijatan rutin dan sentuhan
pada parut dapat membantu desensitisasi dari luka yang sebelumnya hipersensitif
e. Faktor psikologis dari seseorang yang memiliki kesulitan dan merasa tidak enak
dipandang dapat dikurangi dengan menyentuh parut dan belajar bagaimana
menerima keadaannya.
6. Terapi tekanan
Terapi tekanan adalah modalitas primer dalam penatalaksanaan parut akibat
luka bakar meskipun efektivitas klinis secara sains masih belum terbukti. Pemberian
tekanan pada area luka bakar diduga dapat mengurangi parut dengan mempercepat
maturasi parut dan mendorong reorientasi terbentuknya serta kolagen. Pola parallel
yang bertentangan dengan pola luka yang berputar pada parut. Mekanisme yang
diduga adalah, pemberian tekana dapat menciptakan hipoksia lokal pada jaringan
parut sehingga mereduksi aliran darah yang sebelumnya hipervaskuler pada luka
parut. Hal ini mengakibatkan menurunnya influks kolagen dan penurunan
pembentukan jaringan parut. Sesegera setelah luka menjadi tertutup dan dapat
menerima tekanan, pasien menggunakan pakaian tekanan.
7. Silicon
Silicon digunakan untuk mengobati parut hipetrofik. Mekanisme dalam mencegah dan
penatalaksanan parut hipertrofik masih belum jelas namun kemungkinan silicon
mempengaruhi fase penyembuhan remodeling kolagen.
Ketika luka bakar telah sembuh, pasien dan keluarganya harus membiasakan
untuk latihan peregangan, pemijatan, moisturizer, dan mandi di air yang hangat. Semua
hal ini dapat membantu mencegah kontraktur. Pasien harus didorong untuk menggunakan
tangan sebisa mungkin untuk aktivitas dan kebutuhan sehari-hari. Jika mungkin
digunakan untuk kembali ke pekerjaan mereka (Pandya, 2001).
Obat-obatan antifibrogenik untuk mengatasi parut hipertrofi yang dapat
menyebabkan kontraktur adalah sebagai berikut:
1. Antagonis TGF-β
2. Interferon α, β, γ
3. Bleomycin
4. 5-fluorouracil
5. kortikosteroid
Interaksi yang rumit antara berbagai faktor berpengaruh terhadap penyembuhan
dan menentukan hasil fibrotic atau regeneratif pada luka. Terapi tunggal dalam melawan
parut bekas luka banyak yang tidak berhasil karena rumitnya interaksi antara sel luka
dengan lingkungannya (Wong & Gurtner, 2010).

G. Penatalaksanaan Kontraktur
Seperti yang telah dijelaskan pada klasifikasi kontraktur, terutama kontraktur
derajat III dan IV memerlukan tindakan operasi sedangkan untuk derajat I dan II tidak
memerlukan tindakan operasi. (Adu, 2011). Untuk menentukan terapi dari parut
kontraktur maka klasifikasi tempat terjadinya kontraktur harus dinilai. Bentuk dan
kedalaman luka sebelum atau dalam operasi. Penilaian setelah operasi juga penting untuk
mengevaluasi metode penatalaksanaan (Ogawa & Pribaz, 2010).

Prosedur operasi tidak boleh dilakukan selama fase aktif penyembuhan dan
pembentukan jaringan parut. Selama luka tersebut immature dan banyak baskularisasinya
tidak dilakukan operasi. Biasanya dibutuhkan waktu satu tahun atau lebih. Luka harus
menjadi matur, supel, dan avaskuler sebelum dilakukan operasi (Goel & Shrivastava,
2010).
1. Pembebasan kontraktur
Pembebasan kontraktur yang tuntas harus dilakukan dengan mencegah
kerusakan berbagai struktur penting seperti arteri, saraf, tendon, dan lain-lain. Insisi
dimulai di pada lintasan ketegangan yang maksimal yaitu daerah yang paling
kencang. Titik ini biasanya berlawanan dengan garis persendian. Insisi diperdalam
sampai jaringan yang tidak ada parutnya.
2. Penutupan kulit
Penutupan dengan menggunakan skin grafts atau skin flap. Umumnya area
dibuangnya setelah dibuangnya jaringan kontraktur akan ditutup dengan
menggunakan skin grafts. Penutupan menggunakan flap digunakan pada situasi yang
khusus. Lapisan grafts diusahakan dibuat luas dengan menggunakan tautan. Teknik
yang dapat digunakan adalah Full Thickness Skin Graft (FTSG) merupakan skin graft
yang menyertakan seluruh bagian dari dermis. Karakteristik kulit normal dapat terjadi
setelah proses graft selesai karena komponen dermis dipertahankan selama proses
graft. Teknik lain yang dapat digunakan adalah Split Thickness Skin Graft (STSG).
Skin flap digunakan jika pembebasan kontraktur kemungkinan membuka
persendian terutama tangan dan kaki. Teknik yang dapat digunakan adalah Z plasty. Z
plasty adalah tindakan operasi yang bertujuan memperpanjang garis luka sehingga
dapat mencegah kontraktur terutama pada persendian. Tindakan ini dilakukan dengan
cara transposisi flap sehingga didapatkan garis luka yang lebih panjang. Teknik lain
yang dapat digunakan adalah V-Y plasty, V-M plasty, split skin fraft (SSG) dan lain
sebagainya.
3. Perawatan postoperatif
Pemeliharaan dan posisi yang terlepas diharuskan sampai kurang lebih 3 minggu atau
sampai garis tepiflap sembuh. Perawatan postoperatif menggunakan bidai statis atau
dinamis dan juga terapi latihan fisik diperlukan untuk menjaga ruang lingkup gerak
persendian.
DAFTAR PUSTAKA

Adu EJK. 2011. Management of contractures: a five-year experience at komfo anokye


teaching hospital in kumasi. Ghana Medical Journal

Barbara, C Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Yayasan IAPK

Goel A & Shrivastava P. 2010. Post-burn scars and scar contractures. Indian Journal of
Plastic Surgery

Ogawa R & Pribaz JJ. 2010. Diagnosis, assessment, and classification of scar contractures.
Color Atlas of Burn Reconstructive Surgery. Springer Heidelberg Dordrecht London
NewYork.

Samsuhidajat R, De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC

Schneider JC, Holavanahalli R, Helm, P, Goldstein R, & Kowalske K. 2006. Contractures in


burn injury: defining the problem. Journal of Burn Care Research 27(4):508-514.

Schwarz. 2000. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. Jakarta: EGC

Wong VW & Gurtner GC. 2010. Strategies for skin regeneration in burn patients. Color
Atlas of Burn Reconstructive Surgery. Springer Heidelberg Dordrecht London
NewYork.

Anda mungkin juga menyukai