Anda di halaman 1dari 5

NAMA : AMALIA RAHMAH

NIM : P07124118164
KELAS : IIB / SEMESTER 3
INI ATURAN KEMENKES SOAL PERSALINAN
DIPUBLIKASIKAN PADA : MINGGU, 23 JULI 2017 00:00:00, DIBACA : 70.174 KALI Jakarta, 23 Juli 2017

Permenkes No. 97 Tahun 2014 Pasal 14 ayat (1) yang berbunyi persalinan harus dilakukan di fasilitas
pelayanan kesehatan (Fasyankes) tidak berarti adanya larangan bidan untuk melakukan persalinan di
luar Fasyankes.

Bidan justru dapat melakukan persalinan di luar Fasyankes jika Fasyankes tersebut sulit dijangkau oleh
warga. Hal itu jelas dikatakan dalam PP No. 61 Tahun 2014 pasal 16 angka 4.

''Ketentuan ini muncul dengan dilatarbelakangi adanya disparitas geografis di negara kita baik dari sisi
alam maupun transportasi yang tidak memungkinkan. Pelayanan kesehatan harus sama dilakukan di
setiap daerah di Indonesia,'' jelas Kepala Biro Hukum dan Organisasi, Kementerian Kesehatan, Sundoyo,
SH., MKM, M.Hum, Minggu (23/7) dalam klarifikasi tertulis atas pemberitaan yang dimuat disalah satu
portal berita pada Rabu (19/7).

Pada media tersebut diberitakan bahwa bidan tidak mau datang ke rumah pasien karena dilarang
Permenkes No. 97 Tahun 2014 dan akan mendapatkan sanksi denda. Padahal, penafsiran atas
Permenkes tersebut tidak seperti itu.

Ketentuan persalinan harus dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan merupakan kebijakan Pemerintah
dalam menjaga kesehatan ibu dan mengurangi angka kematian ibu. Di samping adanya pengecualian
pada kondisi tertentu dapat dilakukan di luar Fasyankes.

Selain itu, pada Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) menjelaskan adanya 5 aspek dasar dalam persalinan
yang merupakan bagian dari standar Asuhan Persalinan Normal (APN), yakni, membuat keputusan klinik,
asuhan sayang ibu dan sayang bayi, pencegahan infeksi, pencatatan (rekam medis) asuhan
persalinan, dan rujukan pada kasus komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Semua aspek tersebut hanya
dapat dilakukan di Fasyankes.

''Ketentuan persalinan harus dilakukan di Fasyankes tidak melarang tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi dan kewenangan dalam melakukan persalinan untuk menolong persalinan di luar
Fasyankes, sehingga sejalan dengan ketentuan Pasal 16 ayat (4) PP No. 61 Tahun 2014,'' kata Sundoyo.

Selanjutnya, tambah Sundoyo, Permenkes No. 97 Tahun 2014 tidak memiliki ketentuan sanksi apalagi
sanksi pidana yang ketentuannya hanya ada di Undang-undang dan Peraturan Daerah. Tidak
dicantumkannya sanksi dalam Permenkes ini dilatarbelakangi bahwa substansi pengaturan hanya berisi
program-program kebijakan pemerintah. Tujuannya untuk menjaga kesehatan ibu dan mengurangi
angka kematian ibu.

Artinya, substansi dalam Permenkes merupakan tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah
pada pelayanan kesehatan ibu.

Dengan demikian apabila ditemukan ada Peraturan Daerah yang memberikan sanksi denda kepada
tenaga kesehatan dalam melakukan pertolongan persalinan diluar Fasyankes adalah berlebihan dan
tidak sesuai dengan NSPK (Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria) yang disusun oleh pemerintah, yakni
PP No. 61 Tahun 2014, dan Permenkes No. 97 Tahun 2014, jelasnya.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat,Kementerian Kesehatan RI. Untuk
informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567,SMS
081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak[at]kemkes[dot]go[dot]id.

Robekan Jalan Lahir (Perineum)

Robekan Perineum

Robekan perineum dapat dihindari dengan jalan menjaga jangan sampai dasar

panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Robekan perineum terbagi atas 4 derajat :

· Derajat I : mukosa vagina, fauchette posterior, kulit perineum

· Derajat II : mukosa vagina, fauchette posterior, kutit perineum, otot perineum

· Derajat III : mukosa vagina, fauchette posterior, kulit perineum, otot perineum, otot spinter

ani eksterna

· Derajat IV : mukosa vagina, fauchette posterior, kulit perineum, oto perineum, otot spinter

ani eksterna, dinding rectum anterior


Robekan perineum yang melebihi derajat 1 harus di jahit dengan penderita berbaring

secara litotomi dilakukan pembersihan luka dengan cairan anti septic dan luas robekan

ditentukan dengan seksama.

Pada derajat 2, setelah diberi anastesi local otot-otot diafragma urogenetalis dihubungkan

digaris tengah dengan jahitan dan kemudian luka pada vagina dan kulit perineum ditutup

dengan mengikutsertakan jaringan dibawahnya.

Pada derajat 3 dilakukan dengan teliti : dinding depan rectum yang robek dijahit,

kemudian fasia prarektal ditutup, dan muskulus sfingter ani eksternus yang robek dijahit.

Lakukan penutupan robekan.

Sedangkan pada derajat 4 dilakukan rujukan.


Tingkat episotomi menurut Manuaba (2007) antara lain :

Tingkat Jaringan terkena Keterangan


episiotomy

Pertama · Fourchette · Mungkin tidak perlu dijahit


· Kulit perineum · Menutup sendiri
· Mukosa vagina

Kedua · Fascia + muskulus · Perlu dijahit


badan perineum

Ketiga · Ditambah dengan · Harus dijahit legeartis


sfincter ani sehingga tidak menimbulkan
inkontinensia

Keempat · Ditambah dengan · Teknik menjahit khusus


mukosa rektum sehingga tidak menimbulkan
fistula
Penjahitan

Anda mungkin juga menyukai