OLEH :
KELOMPOK I
Assamu’alaikum,War.Wab
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufik, serat hidayah-Nya Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-
Nya kami dapat menyelessaikan tugas dengan baik, tepat waktunya yang berjudul
“Herpes (Zoster, Simplex Dan Genital)”. Makalah ini disusun sebagai salah satu
tugas dari mata kuliah KMB III. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima
kasih yang sebesar besarnya kepada :
Penyusun
Kelompok I
ii
DAFTAR ISI
iii
J. Pemeriksaan Penunjang Simpleks dan Genital ............................................. 30
K. Konsep Asuhan Keperawatan Simpleks dan Genital .................................... 31
BAB IV PENUTUP ...................................................................................................... 37
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 37
B. Saran ............................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster
adalah infeksi virus pada kulit. Herpes zoster disebabkan oleh virus yang
sama dengan varisela, yaitu virus varisela zoster. Herpes zoster ditandai
dengan adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang
terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun
ganglion serabut saraf sensorik dan nervus kranialis. Tercatat ada tujuh jenis
virus yang dapat menyebabkan penyakit herpes pada manusia yaitu, herpes
simpleks, Varizolla zoster (VZV), Cytomegalovirus (CMV), Epstein Barr
(EBV) dan human herpes virus tipe 6 (HHV-6), tipe 7 (HHV-7), tipe 8
(HHV-8). Semua virus herpes memiliki ukuran dan morfologi yang sama dan
semuanya melakukan replikasi pada inti sel. (Bruner dan Suddart. 2002)
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada
perbedaan angka kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan
meningkat dengan peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per
1000 orang per tahun. Lebih dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan
kurang dari 10% kasus berusia di bawah 20 tahun. (Bruner dan Suddart.
2002)
Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi
varisela, virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan
mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal
melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi
infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi,
tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius. Herpes
zoster pada umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam
varisela yang terpadat. Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena
keadaan tertentu yang berhubungan dengan imunosupresi, dan imunitas
selular merupakan faktor penting untuk pertahanan pejamu terhadap infeksi
endogen.
1
Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi
yang terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang
persisten setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah
40 tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun.
Penyebaran dari ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran
darah sehingga terjadi herpes zoster generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh
karena defek imunologi karena keganasan atau pengobatan imunosupresi.
Pada pasien mungkin muncul dengan iritasi, penurunan kesadaran yang
disertai pusing dan kekuningan pada kulit (jaudince) dan kesulitan bernafas
atau kejang. Lesi biasanya hilang dalam dua minggu. Pengaktifan virus yang
berdormansi tersebut dapat disebabkan penurunan daya tahan tubuh, stress,
depresi, alergi pada makanan, demam, trauma pada mukosa genital,
menstruasi, kurang tidur dan sinar ultraviolet. (Bruner dan Suddart. 2002)
Secara umum pengobatan herpes zoster mempunyai 3 tujuan utama
yaitu dengan mengatasi inveksi virus akut, mengatasi nyeri akut yang
ditimbulkan oleh virus herpes zoster dan mencegah timbulnya neuralgia
paska herpetik.
Dari Latar belakang diatas maka penulis dapat meyimpulkan bahwa
herpes zoster adalah penyakit kulit disebabkan karena virus varisela zoster
yang ditandai dengan adanya nyeri hebat dan lesi pada kulit.
Infeksi Herpes simplex virus (HSV) merupakan salah satu virus
penyebab infeksi menular seksual yang meluas di seluruh dunia. HVS sendiri
dibagi menjadi dua tipe yakni HVS tipe 1 dan HVS tipe 2. Penyakit herpes
genitalis disebabkan oleh HSV anggota keluarga herpesviridae. Herpes
simplek/herpes genitalis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus simplek tipe 2 di mukosa alat kelamin.
Yang beresiko terkena virus herpes adalah ibu hamil, bayi, dan
orang yang suka bergonta ganti pasangan seksual. Pada wanita hamil, bayi
sangat beresiko terkena virus herpes. Virus dapat ditularkan dari ibu ke
bayinya melalui plasenta selama kehamilan atau secara persalinan secara
normal. Sekitar 30-50% bayi yang lahir melalui vagina seorang ibu yang
terinfeksi virus herpes (Dewi Fajar Wati, 2017)
2
Untuk mencegah agar bayi yang sistem kekebalannya masih sangat
lemah, seorang Dokter akan memberikan saran agar ibu hamil yang
terindikasi virus herpes, melahirkan secara caesar. Persalinan caesar
memungkinkan bayi tidak perlu melewati saluran persalinan yang menjadi
persemaian berbagai virus. Penyakit herpes muncul dalam bentuk
gelembung atau lepuh-lepuh pada permukaan kulit, disertai rasa sakit.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu definisi dari herpes (zoster, simplex dan genital)?
2. Etiologi dari penyakit herpes (zoster, simplex dan genital)?
3. Klasifikasi dari herpes (zoster, simplex dan genital)?
4. Apa patofisiologi dari penyakit herpes (zoster, simplex dan genital)?
5. Bagaimana pathway dari penyakit herpes (zoster, simplex dan genital)
6. Apa saja tanda dan gejala dari penyakit herpes (zoster, simplex dan
genital)?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit herpes (zoster, simplex dan
genital)
8. Apa saja komplikasi dari penyakit herpes (zoster, simplex dan genital)?
9. Bagaimana cara pencegahan herpes (zoster, simplex dan genital)?
10. Bagaimana pemeriksaan fisik penyakit herpes (zoster, simplex dan
genital)?
11. Apa saja pemeriksaan penunjang dari penyakit herpes (zoster, simplex
dan genital)?
12. Bagaimana konsep asuhan keperawatan herpes (zoster, simplex dan
genital)?
C. Tujuan
a. Tujuan umum
Setelah proses pembelajaram ini diharapkan mahasiswa mampu
memberikan proses keperawatan secara benar terhadap penderita Herpes
(Zoster, Simplex Dan Genital)
b. Tujuan khusus
3
1. Untuk mengetahui definisi dari herpes (zoster, simplex dan genital)
2. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit herpes (zoster, simplex
dan genital)
3. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit herpes (zoster, simplex dan
genital)
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari penyakit herpes (zoster,
simplex dan genital)
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit herpes (zoster,
simplex dan genital)
6. Untuk mengetahui pathway dari penyakit herpes (zoster, simplex
dan genital)
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari penyakit herpes (zoster,
simplex dan genital)
8. Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit herpes (zoster, simplex
dan genital)
9. Untuk mengetahui cara pencegahan herpes (zoster, simplex dan
genital)
10. Untuk mengetahui cara pemeriksaan fisik herpes (zoster, simplex
dan genital)?
11. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari penyakit herpes
(zoster, simplex dan genital)
12. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan herpes (zoster,
simplex dan genital)
4
BAB II
HERPES ZOSTER
5
enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase
dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam
sel yang terinfeksi. Masa inkubasinya 14–21 hari.
a. Faktor Resiko Herpes zoster.
1) Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia ini akibat
daya tahan tubuhnya melemah. Makin tua usia penderita herpes zoster
makin tinggi pula resiko terserang nyeri.
2) Orang yang mengalami penurunan kekebalan (immunocompromised)
seperti HIV dan leukimia. Adanya lesi pada ODHA merupakan
manifestasi pertama dari immunocompromised.
3) Orang dengan terapi radiasi dan kemoterapi.
4) Orang dengan transplantasi organ mayor seperti transplantasi sumsum
tulang.
6
Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra
2. Herpes zoster fasialis
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis
(N.VII), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
7
Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra
4. Herpes zoster torakalis
Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.
8
Gambar 6. Herpes zoster sakralis dekstra
9
4) Lesi baru dapat terus muncul sampai hari ke-4 dan kadang–kadang
sampai hari ke- 7
5) Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan macula hiperpigmentasi
dan jaringan parut (pitted scar)
6) Pada lansia biasanya mengalami lesi yang lebih parah dan mereka
lebih sensitive terhadap nyeri yang dialami.
Gambaran yang khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata
dan hampir selalu unilateral. Menurut daerah penyerangnya dikenal :
a) Herpes zosrter of oftalmikus : menyerang dahi dan sekitar mata
b) Herpes zosrter servikalis : menyerang pundak dan lengan
c) Herpes zosrter torakalis : menyerang dada dan perut
d) Herpes zosrter lumbalis : menyerang bokong dan paha.
e) Herpes zosrter sakralis : menyerang sekitar anus dan getalia
f) Herpes zosrter atikum : menyerang telinga.
(Prof.dr.Adhi Juwanda, 199:107)
10
F. Pathway
Menyerang ganglion
anterior
Menetap diganglion
sensorik
Reaktivasi virus
varisela zoster
Kelainan/Lesi kulit
paada daerah ganglilon
HERPES ZOSTER
Timbul eritema
Merangsang
Merangsang nosiseptor peningkatan titik Tonjolan kulit <0.5 cm
patokan sushu tubuh dan terisi air
Gejala lokal
Gejala sistemik Kerusakan
Integritas Kulit
11
Nyeri kesemutan/rasa Demam
terbakar didaerah dada
Hipertermia
Nyeri Akut
12
2. Penderita dengan keluhan mata
Keterlibatan seluruh mata atau ujung hidung yang menunjukan hubungan
dengan cabang nasosiliaris nervus optalmikus, harus ditangani dengan
konsultasi opthamologis. Dapat diobati dengan salaep mata steroid topical
dan mydriatik, anti virus dapat diberikan
3. Neuralgia Pasca Herpes zoster
a. Bila nyeri masih terasa meskipun sudah diberikan acyclovir pada fase
akut, maka dapat diberikan anti depresan trisiklik ( misalnya :
amitriptilin 10 – 75 mg/hari)
b. Tindak lanjut ketat bagi penanganan nyeri dan dukungan emosional
merupakan bagian terpenting perawatan
13
I. Pencegahan Heropes Zoster
Cara untuk mengurangi risiko timbulnya herpes zoster adalah
pemberian vaksinasi. Vaksinasi disarankan bagi orang yang berusia diatas 50
tahun. Vaksin juga dapat diberikan pada orang yang pernah menderita herpes
zoster, untuk mencegah kekambuhan. Walau tidak dapat mencegah herpes
zoster sepenuhnya, vaksinasi setidaknya bisa mengurangi keparahan gejala
penyakit ini dan mempercepat waktu penyembuhan.
Seperti yang telah di terangkan sebelumnya, herpes zoster merupakan
kelanjutan dari penyakit cacar air, sehingga penyakit herpes zoster tidak dapat
di tularkan. Namun, penderita dapat menjadi sumber penyebaran virus
varicella zoster yang dapat mengakibatkan orang lain terkena cacar air.
Berikut ini adalah hal-hal yang dapat dilakukan agar anda tidak
menularkan virus ini kepada orang lain:
1. Menutup luka lepuh agar cairan pada lepuh tidak mengontaminasi benda-
benda yang dapat menjadi perantara penularan.
2. Tidak menggaruk luka lepuh
3. Menghindari kontak langsung dengan wanita hamil yang belum pernah
mengalami cacar air, bayi dengan berat badan lahir rendah atau bayi
prematur, serta orang dengan kekebalan tubuh yang lemah.
4. Sering mencuci tangan.
14
Pemeriksaan neurologis termasuk pemeriksaan nervus kranialis,
pemeriksaan sensorik dan motorik diperlukan untuk mengetahui komplikasi
pada sistem saraf.
15
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
HERPES ZOSTER
A. Pengkajian
1. Biodata/Identitas Pasien
Di dalam identitas hal-hal yang perlu di kaji antara lain nama pasien,
alamat pasien, umur pasien biasnya kejadian ini mencakup semua usia
antara anak-anak sampai dewasa, tanggal masuk ruma sakit penting untuk
di kaji untuk melihat perkembangan dari pengobatan, penanggung jawab
pasien agar pengobatan dapat di lakukan dengan persetujuan dari pihak
pasien dan petugas kesehatan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat
pelayanan kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul dan gatal-gatal
pada daerah yang terkena pada fase-fase awal baik pada herpes zoster
maupun simpleks.
b. Riwayat penyakit sekarang
Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit
yang mengalami peradangan berat dan vesikulasi yang hebat, selain itu
juga terdapat lesi/vesikel perkelompok dan penderita juga mengalami
demam.
c. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan kepada penderita ada atau tidak anggota keluarga atau
teman dekat yang terinfeksi virus ini.
d. Riwayat penyakit dahulu
Diderita kembali oleh pasien yang pernah mengalami penyakit
herpes zorter atau memiliki riwayat penyakit seperti ini
e. Riwayat psikososial.
Kaji respon pasien terhadap penyakit yang diderita serta peran
dalam keluarga dan masyarakat, respon dalam keluarga maupun
masyarakat.
16
3. Pola Kehidupan
a. Aktivitas dan Istirahat
Pasien mengeluh merasa cemas, tidak bisa tidur karena nyeri, dan gatal.
b. Pola Nutrisi dan Metabolik
Pada Herpes Zoster oftalmik, pasien mengalami penurunanan nafsu
makan, karena mengeluh nyeri pada daerah wajah dan pipi sehingga
pasien tidak dapat mengunyah makanan dengan baik karena disebabkan
oleh rasa nyeri
c. Pola Aktifitas dan Latihan
Dengan adanya nyeri dan gatal yang dirasakan, terjadi penurunan pola
saat aktifitas berlebih, sehingga pasien akan membatasi pergerakan
aktivitas .
d. Pola Hubungan dan peran
Pasien akan sedikit mengalami penurunan psikologis, isolasi karena
adanya gangguan citra tubuh.
4. Pengkajian fisik
1) Keadaan Umum
a. Tingkat Kesadaran
1. Kesadaran : kompasmentis
2. Kulit : terganggu dengan adanya bintil-bintil dan rasa
gatal pada kulitnya
3. Warna kulit : Sawo matang
b. TTV :
Suhu : > 37 C (Hipertermi)
Nadi : > 100x/menit (Takikardi)
TD : systole >139 mmHg, diastole >89 mmHg
Pernafasan : 16 – 24x/menit
2) Head To Toe
a. Kepala
wajah : ada lesi (ukuran > 1, bentuk :benjolan berisi air, penyebaran:
merata dengan kulit)
17
b. Rambut
Warna rambut hitam, tidak ada bau pada rambut, keadaan rambut
tertata rapi.
c. Mata (Penglihatan)
Adanya Nyeri tekan, ada penurunan penglihatan.
d. Hidung (Penciuman)
Septum nasi tepat ditengah, tidak terdapat secret, tidak terdapat lesi,
dan tidak terdapat hiposmia.
e. Telinga (Pendengaran)
Inspeksi
Daun telinga : tidak terdapat lesi, kista epidemoid, dan keloid
Lubang telinga : tidak terdapat obstruksi akibat adanya benda
asing.
Palpasi
Tidak terdapat edema, tidak terdapat nyeri tekan pada otitis media
dan mastoidius.
f. Mulut dan gigi
Mukosa bibir lembab, tidak pecah-pecah, warna gusi merah muda,
tidak terdapat perdarahan gusi, dan gigi bersih.
g. Abdomen
Inspeksi
Bentuk : normal simetris
Benjolan : tidak terdapat lesi
Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan
Tidak terdapat massa / benjolan
Tidak terdapat tanda tanda asites
Tidak terdapat pembesaran hepar
h. Integument
1) Ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri,
2) edema di sekitar lesi,dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi
sekunder.
18
3) akral hangat
4) turgor kulit normal/ kembali <1 detik
5) terdapat lesi pada permukaan kulit wajah
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia
2. Nyeri akut
3. Kerusakan integritas kulit
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia
keperawatan ... x 24 jam, 1. Identifikasi penyebab
diharapkan pasien mampu hipertermia (mis. dehidrasi,
mempertahankan kondisi terpapar lingkungan panas,
normotermi dengan kriteria penggunaan inkubator)
hasil: 2. Monitor suhu tubuh
a. Suhu tubuh dalam 3. Monitor haluaran urine
rentang normal 4. Monitor komplikas akibat
b. Nadi dan RR dalam hipertermia
rentang normal 5. Sediakan lingkungan yang
dingin
6. Longgarkan atau lepaskan
pakaian
7. Berikan cairan oral
8. Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika mengalami
hiperhidrosisi (kerigat
berlebih)
9. Lakukan pendinginan
eksternal (mis. selimut
19
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
10. Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
11. Anjurkan tirah baring
12. Kolaborasi pemberian
cairan intravena, jika perlu
20
TENS, hipnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
10. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
11. Fasilitasi istirahat dan tidur
12. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
13. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
14. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
15. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
16. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
17. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
18. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
21
mampumencapai (mis. perubahan sirkulasi,
penyembuhan pada kulit perubahan status nutrisi,
dengan kriteria hasil : penuruan kelembaban, suhu
a. Integritas kulit yang baik lingkungan ekstrem,
bisa dipertahankan penuruan mobilisasi)
(pigmentasinya) 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika
tirah baring
3. Anjurkan minumair yang
cukup
4. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
5. Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
6. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan,
dimana perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan
dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan (Potter & Perry 1997,
dalam Haryanto, 2007).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 2011).
Implementasi keperawatan adalah kegiatan mengkoordinasikan
aktivitas pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk mengawasi
dan mencatat respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilakukan (Nettina, 2002).
22
Jadi, implemetasi keperawatan adalah kategori serangkaian perilaku
perawat yang berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim
kesehatan lain untuk membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan
perencanaan dan kriteria hasil yang telah ditentukan dengan cara mengawasi
dan mencatat respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilakukan.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.
Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan
proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi
itu sendiri. (Ali, 2009)
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan
menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian,
perencanaan dan pelaksanaan. (Mubarak, dkk., 2011)
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana: (Suprajitno dalam
Wardani, 2013)
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O : Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat
menggunakan pengamatan yang objektif.
A : Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi data
sesuai dengan kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk
membuat keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan. (Nurhayati,
2011)
23
BAB III
HERPES SIMPLEKS DAN GENITAL
24
pusar, terutama daerah genitalia lesi ekstra-genital dapat pula terjadi
akibat hubungan seksualorogenital.
25
Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel yang berkelompok
diatas kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan
kemudian menjadi seropurulen, dan kadang – kadang mengalami ulserasi
yang dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatric. Pada perabaan tidak
terdapat indurasi. Kadang – kadang dapat timbul infeksi sekunder sehingga
memberikan gambaran yang tidak jelas. Umumnya didapati pada orang
yang kekurangan antibody VHS. Pada wanita ada laporan yang
mengatakan bahwa 80 % infeksi VHS pada genetalia eksterna disertai
infeksi serviks
2. Fase Laten
Fase ini berarti pada penderita tidak ditemukan gejala klinis, tetapi
VHS ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis
3. Infeksi rekurens
Infeksi ini berarti VHS pada ganglion dorsalis yang dalam keadaan
tidak aktif, dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit
sehingga menimbulkan gejala klinis. Mekanisme pacu ini dapat berupa
trauma fisik (demam, infrksi, kurang tidur, hubungan seksual, dll), trauma
psikis (ganguan emosional, menstruasi dan dapat pula timbul akibat jenis
makanan dan minuman yang merangsang).
Gejala klinis yang timbul lebih ringan daripada infeksi primer dan
berlangsung kira-kira 7-10 hari. Sering ditemukan gejala prodromal local
sebelum timbul vesikel berupa rasa panas, gatal, dan nyeri. Infeksi
rekurens ini dapat timbul pada tempat yang sama (loco) atau tempat
lain/disekitarnya (non loco)
26
dengan biak, menghancurkan sel pejamu dan melepaskan lebih
banyak virion untuk menginfeksi sel-sel disekitarnya. Pada infeksi
aktif primer, virus menyebar melalui saluran limfe ke kelenjar limfe regional
dan menyebabkan limfadenopati. Tubuh melakukan respon imun seluler dan
humoral yang menahan infeksi tetapi tidak dapat mencegah kekambuhan
infeksi aktif. Setelah infeksi awal timbul fase laten. Selama masa ini virus
masuk ke dalam sel-sel sensorik yang mempersarafi daerah yang terinfeksi
dan bermigrasi disepanjang akson untuk bersembunyi di dalam ganglion
radiksdorsalis tempat virus berdiam tanpa menimbulkan sitotoksisitas atau
gejala pada manusia.
27
E. Pathway Herpes Simpleks dan Genital
28
F. Penatalaksanaan Herpes Simpleks dan Genital
Karena infeksi HSV tidak dapat disembuhkan, maka terapi
ditujukan untuk mengendalikan gejala dan menurunkan pengeluaran
virus. Obat antivirus analognukleosida merupakan terapi yang
dianjurkan. Obat-obatan ini bekerja dengan menyebabkan deaktivasi
atau mengantagonisasi DNA polymerase HSV yang pada gilirannya
menghentikan sintesis DNA dan replikasi virus. Tiga obat antivirus yang
dianjurkan oleh petunjuk CDC 1998 adalak asiklovir, famsiklovir, dan
valasiklovir. Obat antivirus harus dimulai sejak awal tanda kekambuhan
untuk mengurangi dan mempersingkat gejala. Apabila obat tertunda
sampai lesi kulit muncul, maka gejala hanya memendek 1 hari. Pasien
yang mengalami kekambuhan 6 kali atau lebih setahun sebaiknya
ditawari terapi supresif setiap hari yang dapat mengurangi frekuensi
kekambuhan sebesar 75%. Terapi topical dengan krim atau salep
antivirus tidak terbukti efektif. Terapi supresif atau profilaksis dianjurkan
untuk mengurangi resiko infeksi perinatal dan keharusan melakukan
seksioses area pada wanita yang positif HSV. Vaksin untuk mencegah
infeksi HSV-2 sekarang sedang diteliti.
29
mengalami gangguan yang terjadi pada otak, kulit, atau juga mata. Dan jika
herpes genital muncul pada ibu hamil, maka ini haruslah mendapatkan
perhatian khusus dan serius karena virus herpes bisa melalui plasenta, sampai
menuju ke sirkulasi fetal serta bisa menimbulkan terjadinya suatu kerusakan
atau bahkan kematian pada janinnya.
30
Pada herpes genitalis, gambaran vesikel yang nyeri ataupun lesi bentuk
ulkus mungkin akan tampak mirip dengan chancroid ataupun sifilis. Selain
itu, dapat pula ditemukan limfadenopati inguinal. Lesi pada saluran
uretra, bisa saja memberikan keluhan berupa retensi urin transien pada
wanita.
31
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
HERPES SIMPLEKS DAN GENITAL
A. Pengkajian
a. Biodata.
Dapat terjadi pada semua orang di semua umur; sering terjadi pada remaja
dan dewasa muda.Jenis kelamin; dapat terjadi pada pria dan wanita.
Pekerjaan, beresiko tinggi pada penjaja seks komersial.
b. Keluhan utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ketempat palayanan
kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul.
c. Riwayat penyakit sekarang
Kembangkan pola P Q R S T pada setiap keluhan klien. pada beberapa
kasus, timbul lesi/vesikel perkelompok pada penderita yang mengalami
demam atau penyakit yang disertai peningkatan suhu tubuh atau pada
penderita yang mengalami trauma fisik maupun psikis. Penderita
merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit yang mengalami
peradangan berat dan vesikulasi yang hebat.
d. Riwayat penyakit dahulu
Sering diderita kembali oleh klien yang pernah mengalami penyakit herpes
simplek atau memiliki riwayat penyakit seperti ini.
e. Riwayat penyakit kelarga
Ada anggota keluarga atau teman dekat yang terinfeksi virus ini.
f. Kebutuhan psikososial
Klien dengan penyakit kulit, terutama yang lesinya berada pada bagian
muka atau yang dapat dilihat oleh orang, biasanya mengalami gangguan
konsep diri.hal itu meliputi perubahan citra tubuh, ideal diri tubuh, ideal
diri, harga diri, penampilan peran, atau identitas diri. Reaksi yang mungkin
timbul adalah :
1. Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian tubuh.
2. Menarik diri dari kontak social.
3. Kemampuan untuk mengurus diri berkurang.
32
g. Kebiasaan sehari-hari.
Dengan adanya nyeri, kebiasaan sehari-hari klien juga dapat mengalami
gangguan, terutama untuk istirahat/tidur dan aktivitas. Terjadi gangguan
BAB dan BAK pada herpes simpleks genitalis. Penyakit ini sering diderita
oleh klien yang mempunyai kebiasaan menggunakan alat-alat pribadi
secara bersama-sama atau klien yang mempunyai kebiasaan melakukan
hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan.
h. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum klien bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi, dan
daya tahan tubuh klien. pada kondisi awal/saat proses peradangan , dapat
terjadi peningkatan suhu tubuh atau demam dan perubahan tanda-tanda
vital yang lain. Pada pengkajian kulit, ditemukan adanya vesikel-vesikel
berkelompok yang nyeri ,edema di sekitar lesi, dan dapat pula timbul ulkus
pada infeksi sekunder. Pada pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu
diperhatikan adalah bagian glans penis, batang penis, uretra, dan daerah
anus. Sedangkan pada wanita, daerah yang perlu diperhatikan adalah labia
mayor dan minor, klitoris, introitus vagina, dan serviks. Jika timbul lesi,
catat jenis, bentuk, ukuran / luas, warna, dan keadaan lesi. Palpasi kelenjar
limfe regional, periksa adanya pembesaran; pada beberapa kasus dapat
terjadi pembesaran kelenjar limfe regional. Untuk mengetahui adanya
nyeri, kita dapat mengkaji respon individu terhadap nyeri akut secara
fisiologis atau melalui respon perilaku. Secara fisiologis,terjadi
diaphoresis, peningkatan denyut jantung, peningkatan pernapasan, dan
peningkatan tekanan darah; pada perilaku, dapat juga dijumpai menangis,
merintih, atau marah. Lakukan pengukuran nyeri dengan menggunakan
skala nyeri 0-10 untuk orang dewasa. Untuk anak-anak, pilih skala yang
sesuai dengan usia perkembangannya kita bisa menggunakan skala wajah
untuk mengkaji nyeri sesuai usia; libatkan anak dalam pemilihan.
B. Dianoga keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang muncul pada pasien herpes simpleks adalah :
1. Nyeri akut b/d inflamasi jaringan
33
2. Resiko infeksi b/d pemajanan melalui kontak (kontak langsung & tidak
langsung)
3. Kerusakan Integritas Kulit b/d penurunan imunologis
4. Gangguan citra tubuh b/d perubahan penampilan, sekunder akibat penyakit
herpes simpleks
C. Intervensi keperawatan
34
menurun
4. Nyeri menurun
35
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan,
dimana perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan
dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan (Potter & Perry 1997,
dalam Haryanto, 2007).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 2011).
Implementasi keperawatan adalah kegiatan mengkoordinasikan
aktivitas pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk mengawasi
dan mencatat respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilakukan (Nettina, 2002).
Jadi, implemetasi keperawatan adalah kategori serangkaian perilaku
perawat yang berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim
kesehatan lain untuk membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan
perencanaan dan kriteria hasil yang telah ditentukan dengan cara mengawasi
dan mencatat respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilakukan.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.
Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan
proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi
itu sendiri. (Ali, 2009)
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan
menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian,
perencanaan dan pelaksanaan. (Mubarak, dkk., 2011)
36
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana: (Suprajitno dalam
Wardani, 2013)
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O : Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat
menggunakan pengamatan yang objektif.
A : Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi data
sesuai dengan kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk
membuat keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan. (Nurhayati,
2011)
37
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster
adalah infeksi virus pada kulit. Herpes zoster disebabkan oleh virus yang
sama dengan varisela, yaitu virus varisela zoster. Herpes zoster ditandai
dengan adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang
terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun
ganglion serabut saraf sensorik dan nervus kranialis. Tercatat ada tujuh jenis
virus yang dapat menyebabkan penyakit herpes pada manusia yaitu, herpes
simpleks, Varizolla zoster (VZV), Cytomegalovirus (CMV), Epstein Barr
(EBV) dan human herpes virus tipe 6 (HHV-6), tipe 7 (HHV-7), tipe 8
(HHV-8). Semua virus herpes memiliki ukuran dan morfologi yang sama dan
semuanya melakukan replikasi pada inti sel. (Bruner dan Suddart. 2002)
Herpes Genitalis termasuk jenis penyakit tua karena sudah ada sejak
lama, ditularkan oleh bangsa Yunani, Romawi, dan Louis XV. Herpes
termasuk jenis penyakit biasa, disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks. Virus
herper ini tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat diobati. Obat yang biasa
diberikan untuk genital herpes adalah Acyclovir. Karena cara kerjanya
menetap dalam system saraf tubuh, virus tersebut tidak dapat disembuhkan
atau dihilangkan selama-lamanya. Herpes dapat juga ditularkan selama masa
kehamilan dan kelahiran. Mengingat risiko yang mungkin terjadi pada bayi
dalam kandungan, para dokter selalu menganjurkan operasi Caesar terhadap
penderita herpes (Dianawati, 2006).
B. Saran
Diharapkan agar kita semua agar lebih menjaga kebersihan diri
terutama pada bagian Genital (alat kelamin), karena hal itu dapat mencegah
timbulnya jamur atau virus pada bagian genital yang dapat menyebabkan
berbagai penyakit seperti Herpes Genitalis.
38
Berdasarkan uraian yang ada serta kesimpulan diatas , maka penulis
mencoba mengajukan beberapa saran sebagai bahan pertimbangan :
1. Dalam memberikan asuhan keperawatan perlu adanya kerja sama tim baik
dokter , perawat sebagai pelaksana , klien maupun keluarga klien untuk
mendapatkan kemudahan didalam pelaksanaan asuhan keperawatan demi
terwujudnya mutu asuhan keperawatan yang lebih baik
2. Untuk masyarakat bisa lebih memahami dan mencegah terjadinya infeksi
virus Herpes Zoster.
Demikian materi yang kami paparkan, tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan
kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul
makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca dapat memberikan kritik
dan saran yang membangun kepada penyusun demi sempurnanya makalah ini
dan penulisan makalah dikesempatan-kesempatan berikutnya.Semoga
makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga parapembaca pada
umumnya.
39
DAFTAR PUSTAKA
Centers for Disease Control and Prevention. 2008. Vaksinasi Cacar Air.
http://www.immunize.org/vis/in_var.pdf
Djuanda, Adhi (1993). Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin, Edisi Kedua, FK
Universitas Indonesia, Jakarta, 1993.
Doengoes E. Marilyn, Geissler C. Alice, and Moorhouse F. Mary. 1993. Rencana
Asuhan Keperawatan (Edisi 3). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Dumasari, Ramona.2008. Varicella Dan Herpes Zozter. Departemen Ilmu
Kesehatan Kulit Dan Kelamin. Universitas Sumatra Utara.
Finn, Adam 2005. Hot Topics In Infection And Immunity In Children II. New
York: Spinger
Hadinegoro , dkk. 2010. Terapi Asiklovir Pada Anak Dengan Varisela Tanpa
Penyulit . Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RS Dr Cipto
Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Sari Pediatri, Vol. 11, No. 6, April 2010
Joanne M. McCloskey Dochterman. 2013. Nursing Interventions Classification
(NIC). Elsevier. Mosby
Katsambas, Andreas. 2015. European Handbook of Dermatological Treatments.
New York: Spinger
Kurniawan, dkk. 2009. Varicela Zoster Pada Anak. Medicinus · Vol. 3 No. 1
Februari 2009 – Mei 2009
Kusuma Hardi dan Nurain Huda Amin. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC (jilid 1).
Yogyakarta : Media Action Publishing
Mansjoer Arif dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Media Aescula plus.
Jakarta.
Mehta. 2006. Pyoderma gangrenosum on varicella lesions. Clinical and
Experimental Dermatology.Volume 32, pages 215–217, 27 November
2006
NANDA.2014. Nursing Diagnoses definitions and clasification 2015-2017 10th
edition. Wiley Blackwell
40
Prabhu, Smitha. 2009. Chilhood Herpes Zoster : A Clustering Of Ten Cases.
Indian Journal Of Dermatology.Vol : 54 Page 62-64
Rampengan, T.H. 2008. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, Edisi 2, jakarta:
EGC.
Richard,E.Berhman,dkk.2012. Ilmu Kesehatan Anak Nelson.Jakarta:EGC.
Siregar., 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta ; EGC.
Sue Moorhead. 2013. NOC. Elsevier. Mosby
Thomson ,June M., et. al. 1986. Clinical Nursing Practice, The C.V. Mosby
Company, Toronto
Wasitaatmadja,S,M. 2010 Anatomi Kulit dan Faal Kulit. ed. 6 Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
41