Edisi kesatu
Cetakan pertama, Januari 2013 Cetakan kelima, September 2015
Cetakan kedua, Juni 2014 Cetakan keenam, Maret 2016
Cetakan ketiga, September 2014 Cetakan ketujuh, Mei 2016
Cetakan keempat, Juni 2015
371.9
MAT MATERI pokok pengantar pendidikan anak berkebutuhan khusus;
1 – 9/ PDGK4407/ 3 sks/ IGAK Wardani [et.al.]; -- Cet.7;
Ed.1 --. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka, 2016.
534 hal; ill.; 21 cm
ISBN: 978-979-011-738-9
1. pendidikan khusus
I. Wardani, IGAK [et.al.]
3 3
Daftar I si
Kegiatan Belajar 2:
Penyebab dan Dampak Munculnya Kebutuhan Khusus ................... 1.20
Latihan …………………………………………............................... 1.29
Rangkuman ………………………………….................................... 1.31
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 1.31
Kegiatan Belajar 3:
Kebutuhan serta Hak dan Kewajiban Anak Berkebutuhan Khusus ... 1.35
Latihan …………………………………………............................... 1.42
Rangkuman ………………………………….................................... 1.43
Tes Formatif 3 ……………………………..…….............................. 1.44
Kegiatan Belajar 2:
Berbagai Bentuk dan Jenis Layanan Pendidikan bagi Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) ........................................................... 2.21
Latihan …………………………………………............................... 2.36
Rangkuman ………………………………….................................... 2.38
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 2.39
Kegiatan Belajar 2:
Kebutuhan Pendidikan dan Jenis Layanan bagi Anak Berbakat ....... 3.13
Latihan …………………………………………............................... 3.27
Rangkuman ………………………………….................................... 3.28
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 3.29
Kegiatan Belajar 2:
Dampak Ketunanetraan terhadap Kehidupan Seorang Individu ....... 4.29
Latihan …………………………………………............................... 4.42
Rangkuman ………………………………….................................... 4.43
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 4.44
Kegiatan Belajar 3:
Pendidikan Bagi Siswa Tunanetra di Sekolah Umum dalam Setting
Pendidikan Inklusif ........................................................................... 4.48
Latihan …………………………………………............................... 4.68
Rangkuman ………………………………….................................... 4.69
Tes Formatif 3 ……………………………..…….............................. 4.70
Kegiatan Belajar 2:
Dampak Tuna Rungu dan Gangguan Komunikasi Bagi
Perkembangan Anak .......................................................................... 5.28
Latihan …………………………………………............................... 5.34
Rangkuman ………………………………….................................... 5.35
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 5.36
Kegiatan Belajar 3:
Kebutuhan Khusus dan Profil Pendidikan Anak Tunarungu dan
Anak dengan Gangguan Komunikasi ................................................ 5.39
Latihan …………………………………………............................... 5.72
Rangkuman ………………………………….................................... 5.73
Tes Formatif 3 ……………………………..…….............................. 5.74
Kegiatan Belajar 2:
Dampak Ketunagrahitaan .................................................................. 6.20
Latihan …………………………………………............................... 6.24
Rangkuman ………………………………….................................... 6.26
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 6.27
Kegiatan Belajar 3:
Kebutuhan Khusus dan Profil Pendidikan Anak Tunagrahita ........... 6.30
Latihan …………………………………………............................... 6.43
7 7
Kegiatan Belajar 2:
Kebutuhan Khusus dan Profil Pendidikan Anak Tunadaksa ............. 7.14
Latihan …………………………………………............................... 7.22
Rangkuman ………………………………….................................... 7.23
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 7.24
Kegiatan Belajar 3:
Definisi, Klasifikasi, Penyebab, dan Dampak Ketunalarasan ........... 7.27
Latihan …………………………………………............................... 7.32
Rangkuman ………………………………….................................... 7.33
Tes Formatif 3 ……………………………..…….............................. 7.34
Kegiatan Belajar 4:
Kebutuhan Khusus dan Profil Pendidikan Anak Tunalaras .............. 7.37
Latihan …………………………………………............................... 7.46
Rangkuman ………………………………….................................... 7.47
Tes Formatif 4 ……………………………..…….............................. 7.48
viii 8
Kegiatan Belajar 2:
Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar ........................................... 8.14
Latihan …………………………………………............................... 8.25
Rangkuman ………………………………….................................... 8.26
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 8.27
Kegiatan Belajar 3:
Intervensi Anak Berkesulitan Belajar ........................................... 8.30
Latihan …………………………………………............................... 8.60
Rangkuman ………………………………….................................... 8.61
Tes Formatif 3 ……………………………..…….............................. 8.63
Kegiatan Belajar 2:
Tindak Lanjut Pelayanan Pendidikan bagi ABK .............................. 9.23
Latihan …………………………………………............................... 9.37
Rangkuman ………………………………….................................... 9.39
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 9.39
Selamat Belajar!
Pet a Ko mp ete n si
Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan
Khusus/PDGK4407/3 sks
xiii
M od ul 1
Kegiata n B elajar 1
diganti dengan istilah peserta didik berkelainan (PP No. 17/2010, Pasal 29).
Secara lebih halus, kita dapat menyebutnya sebagai anak berkebutuhan
khusus, yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai special need children atau
special need students atau child with special needs. Kebutuhan khusus itu
terkait dengan kesulitan yang dihadapi peserta didik karena adanya kelainan
pada diri anak tersebut. Sejalan dengan ini, istilah anak luar biasa diubah
menjadi anak berkebutuhan khusus (ABK), sedangkan keluarbiasaan diganti
dengan kelainan. Sesuai dengan UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas, anak
berkebutuhan khusus dapat dimaknai sebagai anak yang karena kondisi fisik,
emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki kecerdasan atau bakat istimewa
memerlukan bantuan khusus dalam pembelajaran. Dalam konteks
penyediaan layanan pendidikan, istilah peserta didik atau anak berkelainan
dan anak berkebutuhan khusus tersebut mempunyai makna yang sama. Oleh
karena itu, dalam modul ini istilah-istilah tersebut sering dipertukarkan atau
dipakai secara bergantian agar kita ingat bahwa satu kondisi dapat disebut
dengan berbagai nama.
Kebutuhan khusus dapat dimaknai sebagai kebutuhan khas setiap anak
terkait dengan kondisi fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau kecerdasan
atau bakat istimewa yang dimilikinya. Tanpa dipenuhinya kebutuhan khusus
tersebut, potensi yang dimiliki tidak akan berkembang optimal. Misalnya,
anak tuna rungu akan terbantu dalam pembelajaran jika kebutuhan
khususnya, yaitu lebih banyak berinteraksi melalui penglihatan daripada
pendengaran dipenuhi. Sementara itu, anak dengan kecerdasan atau bakat
istimewa akan terbantu dalam proses pembelajaran jika materi yang harus dia
pelajari diperkaya. Mengapa istilah-istilah ini terus berubah? Alasan yang
utama adalah menekankan sisi positif dari anak-anak ini. Setiap anak
mempunyai potensi, namun karena kondisi yang dialaminya, ia memerlukan
bantuan khusus agar kesulitan dapat diatasi dan potensi yang dimiliki dapat
berkembang optimal. Bantuan khusus inilah yang disebut sebagai kebutuhan
khusus.
Sejalan dengan uraian di atas, dalam modul ini, istilah anak
berkebutuhan khusus (ABK) digunakan sebagai istilah umum untuk semua
anak yang mempunyai kebutuhan khusus karena kelainan fisik, emosional,
mental, sosial, dan/atau kecerdasan atau bakat istimewa yang dimilikinya,
dan untuk menggantikan berbagai istilah yang selama ini digunakan, yaitu
anak luar biasa dan anak atau peserta didik berkelainan. Dalam bahasa
Inggris, istilah yang pernah digunakan untuk menyebut anak-anak ini bahkan
1.6 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
1 Anak Berkebutuhan Khusus 1.6
anak-anak tersebut dalam satu kelas. Tujuan utamanya tentu agar mampu
memberi layanan yang sesuai dengan kebutuhan anak tersebut sehingga
potensinya dapat berkembang secara optimal. Bersaing dengan teman-teman
yang mempunyai kemampuan hampir sama tentu merupakan tantangan
tersendiri bagi anak-anak ini. Namun, tidak jarang terjadi, anak yang
berkemampuan luar biasa menjadi frustrasi yang akhirnya berujung pada
timbulnya masalah sehingga harus mendapat penanganan khusus. Oleh
karena itu, masalah yang dihadapi anak berkebutuhan khusus yang berada di
atas normal ini, tidak jauh berbeda dengan masalah yang dihadapi anak
berkebutuhan khusus yang berada di bawah normal.
Jika kelainan di atas normal hanya dikenal dengan satu istilah maka
kelainan di bawah normal dikenal dengan berbagai istilah karena memang
kondisi kelainan di bawah normal sangat beragam. Jenis-jenis kelainan di
bawah normal adalah (1) tunanetra, (2) tunarungu, (3) gangguan komunikasi,
(4) tunagrahita, (5) tunadaksa, (6) tunalaras, (7) berkesulitan belajar, dan (8)
tunaganda, yang masing-masing mempunyai kebutuhan khusus sendiri-
sendiri. Mari kita kaji secara singkat setiap jenis peserta didik dengan
kebutuhan khusus tersebut karena kategori ini sebagian besar sejalan dengan
keberadaan layanan pendidikan khusus/luar biasa di Indonesia, dan modul-
modul berikutnya akan mengacu kepada kategori ini. Kajian secara lebih luas
dan bersifat lebih teknis akan Anda lakukan pada modul-modul berikutnya.
Dengan memahami secara umum jenis-jenis kelainan/kebutuhan khusus,
Anda akan mempunyai landasan yang kuat dalam mendalami setiap jenis
kebutuhan khusus/kelainan pada modul-modul berikutnya.
1. Tunanetra
Tunanetra berarti kurang penglihatan. Sejalan dengan makna tersebut,
istilah ini dipakai untuk mereka yang mengalami gangguan penglihatan yang
mengakibatkan fungsi penglihatan tidak dapat dilakukan. Oleh karena
gangguan tersebut, penyandang tunanetra menunjukkan perbedaan yang
signifikan dengan mereka yang penglihatannya berfungsi secara normal.
Sehubungan dengan itu, anak tunanetra mempunyai kebutuhan khusus yang
menuntut adanya pelayanan khusus sehingga potensi yang dimiliki oleh para
tunanetra dapat berkembang secara optimal. Apakah di kelas Anda ada anak
yang mengalami gangguan penglihatan? Jika gangguan penglihatan tersebut
memang secara signifikan mengganggu proses pembelajaran, tentu anak ini
harus mendapat layanan khusus. Namun, ada kalanya gangguan penglihatan
1.10 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
1 Anak Berkebutuhan Khusus 1.10
tersebut masih dapat diatasi dengan kacamata, misalnya anak ini masih dapat
tetap mengikuti pembelajaran tanpa memerlukan bantuan khusus. Yang
diperlukan mungkin hanya pengaturan tempat duduk sehingga penglihatan
anak tidak terganggu. Oleh karena itu, Anda harus mampu mengidentifikasi
gangguan penglihatan yang dialami oleh anak. Di samping itu, Anda juga
harus waspada terhadap anak-anak yang menunjukkan perilaku yang
mungkin disebabkan oleh gangguan penglihatan atau perilaku yang dapat
menyebabkan terjadinya gangguan penglihatan.
2. Tunarungu
Istilah tunarungu dikenakan bagi mereka yang mengalami gangguan
pendengaran, mulai dari yang ringan sampai dengan yang berat. Gangguan
ini dapat terjadi sejak lahir (merupakan bawaan), dapat juga terjadi setelah
kelahiran. Istilah lain yang sering digunakan untuk menggambarkan anak
yang mengalami gangguan pendengaran adalah anak tuli. Namun, sebenarnya
istilah anak tuli ini hanya merupakan salah satu klasifikasi dari gangguan
pendengaran. Dalam bahasa Inggris sering disebut sebagai hearing impaired
atau hearing disorder. Oleh karena kondisi khusus ini, anak tunarungu
memerlukan bantuan khusus, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun
dalam pendidikan. Dalam derajat tertentu, tidak mustahil anak-anak ini
berada di kelas Anda. Oleh karena itu, Anda diharapkan mampu
mengidentifikasi keberadaan anak-anak ini sehingga bantuan /layanan khusus
bagi mereka dapat dirancang.
3. Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi atau dalam bahasa Inggris disebut communication
disorder, merupakan gangguan yang cukup signifikan karena kemampuan
berkomunikasi memungkinkan seseorang untuk berinteraksi dengan orang
lain. Jika kemampuan ini terganggu maka proses interaksi pun akan
terganggu pula. Secara garis besar, gangguan komunikasi dapat dibagi
menjadi dua kategori, yaitu gangguan bicara (karena kerusakan organ bicara)
dan gangguan bahasa (speech disorder dan language disorder). Gangguan
bicara yang sering disebut sebagai tunawicara dapat disebabkan oleh
gangguan pendengaran yang terjadi sejak lahir atau kerusakan organ bicara,
misalnya lidah yang terlampau pendek sehingga anak tidak dapat
memproduksi bunyi secara sempurna. Gangguan pendengaran yang terjadi
sejak lahir cenderung menjurus kepada gangguan bicara karena yang
1.11 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
1 Anak Berkebutuhan Khusus 1.11
4. Tunagrahita
Tunagrahita atau sering dikenal dengan cacat mental adalah kemampuan
mental yang berada di bawah normal. Tolok ukur yang sering dikenakan
untuk ini adalah tingkat kecerdasan atau IQ. Anak yang secara signifikan
1.12 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
1 Anak Berkebutuhan Khusus 1.12
5. Tunadaksa
Tunadaksa secara harfiah berarti cacat fisik. Oleh karena kecacatan ini,
anak tersebut tidak dapat menjalankan fungsi fisik secara normal. Anak yang
kakinya tidak normal karena kena polio atau yang anggota tubuhnya
diamputasi karena satu penyakit dapat dikelompokkan pada anak tunadaksa.
Istilah ini juga mencakup gangguan fisik dan kesehatan yang dialami oleh
anak sehingga fungsi yang harus dijalani sebagai anak normal, seperti
koordinasi, mobilitas, komunikasi, belajar, dan penyesuaian pribadi, secara
signifikan terganggu. Oleh karena itu, ke dalam kelompok ini juga dapat
dimasukkan anak-anak yang menderita penyakit epilepsy (ayan), cerebral
palsy, kelainan tulang belakang, gangguan pada tulang dan otot, serta yang
mengalami amputasi.
1.13 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
1 Anak Berkebutuhan Khusus 1.13
6. Tunalaras
Istilah tunalaras digunakan sebagai padanan dari istilah behavior
disorder dalam bahasa Inggris. Kelompok tunalaras sering juga
dikelompokkan dengan anak yang mengalami gangguan emosi (emotionally
disturbance). Gangguan yang muncul pada anak-anak ini berupa gangguan
perilaku, seperti suka menyakiti diri sendiri (misalnya mencabik-cabik
pakaian atau memukul-mukul kepala), suka menyerang teman (agresif) atau
bentuk penyimpangan perilaku yang lain. Termasuk juga dalam kelompok ini
adalah anak-anak penderita autistik, yaitu anak-anak yang menunjukkan
perilaku menyimpang yang membahayakan, baik bagi dirinya sendiri
maupun bagi orang lain. Misalnya, memukul-mukul secara berkelanjutan,
melempar/membanting benda-benda di sekitarnya, dan jari tangan yang
diputar-putar. Di samping autistik atau autism, dalam kelompok ini juga
termasuk attention deficit disorder (ADD) dan attention deficit hyperactive
disorder (ADHD). Dari makna katanya, Anda dapat menerka bahwa
penyandang ADD adalah mereka yang mendapat kesulitan dalam
memusatkan perhatian (tidak mampu memusatkan perhatian) sehingga
perhatiannya selalu beralih; sementara ADHD ditandai oleh ketidakmampuan
memusatkan perhatian yang disertai dengan hiperaktif, tidak mau diam.
Anak-anak seperti ini, khususnya ADHD perlu diwaspadai karena dapat
membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Di Indonesia, kelompok anak ini sering disebut sebagai anak-anak nakal
meskipun sebenarnya istilah tersebut kurang tepat. Secara khusus, Anda
dapat mengkaji tentang karakteristik dan pendidikan bagi anak-anak ini
dalam Modul 7, yang juga mengkaji tentang karakteristik dan pendidikan
bagi anak tunalaras.
8. Tunaganda
Sesuai dengan makna istilah tunaganda, kelompok penyandang kelainan
jenis ini adalah mereka yang menyandang lebih dari satu jenis kelainan.
Misalnya, penyandang tunanetra dan tunarungu sekaligus, penyandang
tunadaksa disertai tunagrahita atau bahkan tunadaksa, tunarungu, dan
tunagrahita sekaligus. Tentu dapat dibayangkan betapa besarnya kelainan
yang disandang, yang tentu saja berdampak pada kompleksnya layanan
pendidikan yang seyogianya disiapkan. Oleh karena kondisi tunaganda yang
seperti itu, kemungkinan mereka berada di SD biasa tentu sangat kecil.
Namun, sebagai guru, pengetahuan Anda tentang anak tunaganda akan
memperluas wawasan Anda tentang peserta didik berkelainan. Sekolah luar
biasa untuk penyandang tunaganda disebut sebagai SLB-G.
Kita sudah mengkaji jenis-jenis anak dengan kebutuhan khusus, yang
semuanya berjumlah 9 jenis, yaitu satu yang terkait dengan kelainan di atas
normal dan 8 yang terkait dengan kelainan di bawah normal.
Perlu Anda ketahui bahwa jenis-jenis anak dengan kebutuhan khusus
tersebut dibuat berdasarkan jenis layanan pendidikan yang diperlukan dan
sekolah luar biasa yang tersedia di Indonesia. Pada modul-modul berikutnya,
7 dari 9 jenis kelainan atau kebutuhan khusus tersebut akan diulas lebih
mendalam, yang masing-masing akan mencakup definisi dan penyebab,
karakteristik, serta kebutuhan pendidikannya.
1.15 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
1 Anak Berkebutuhan Khusus 1.15
L AT IH A N
1) Cobalah bertanya kepada lima orang kolega Anda. Jika dia mendengar
istilah anak berkebutuhan khusus (ABK), kira-kira anak mana yang
tergambar dalam bayangannya? Kemudian, bandingkan jawaban kelima
kolega tersebut dengan definisi ABK yang seharusnya. Apa yang dapat
Anda simpulkan dari perbandingan itu? Setelah itu, tuliskan definisi
yang benar dan sampaikanlah kepada kolega Anda!
2) Cobalah amati dengan cermat para siswa yang ada di sekolah Anda,
terutama yang ada dalam kelas Anda! Adakah di antara anak-anak
tersebut yang mempunyai kelainan? Jika ya, hambatan apa yang
dihadapi oleh anak-anak itu? Termasuk jenis ABK yang manakah anak-
anak tersebut?
3) Coba diskusikan dengan teman-teman apa perbedaan kedua jenis
klasifikasi ABK yang telah diuraikan di atas? Menurut pendapat Anda,
klasifikasi mana yang lebih sesuai dengan kepentingan pendidikan? Beri
alasan!
4) Apa manfaatnya bagi Anda mengetahui jenis-jenis ABK. Dukung
jawaban Anda dengan alasan yang logis!
ini dapat Anda gunakan untuk menetapkan jenis kebutuhan khusus yang
tepat bagi anak ini.
3) Kedua jenis kategori ini masing-masing punya landasan yang kuat.
Kategori berdasarkan bidang yang mengalami penyimpangan
menempatkan setiap jenis kelainan dalam posisi yang sama (tidak
membedakan yang di atas normal dan yang di bawah normal), sementara
kategori yang kedua membedakan ABK menjadi dua kelompok besar.
Untuk kepentingan pendidikan, Anda dapat menentukan mana yang
lebih tepat dengan mengacu kepada jenis layanan yang perlu diberikan
kepada ABK. Susunlah alasan Anda secara sistematis dan diskusikan
dengan teman-teman Anda.
4) Anda dapat memikirkan manfaat ini ditinjau dari tugas Anda sebagai
guru yang harus menyediakan layanan pendidikan bagi setiap anak.
Manfaat ini akan lebih mudah Anda temukan jika Anda berdiskusi
dengan teman-teman Anda. Dalam berdiskusi, tentukan aspek-aspek dari
setiap kategori yang dapat Anda jadikan pegangan dalam memberikan
layanan pendidikan.
RANGKUM AN
TE S F O R M AT IF 1
7) Kelainan yang terjadi karena tidak berfungsinya alat indra dengan baik
atau yang disebut gangguan sensori, diderita oleh ABK yang disebut
sebagai ....
A. tunanetra dan tunarungu
B. tunalaras dan tunadaksa
C. tunawicara dan berkesulitan belajar
D. tunarungu dan gangguan komunikasi
9) Anak yang gagap dan anak yang tidak mampu menggunakan bahasa
untuk memahami ucapan orang lain atau untuk mengungkapkan
pikirannya, termasuk anak yang menderita ....
A. gangguan perilaku
B. autistik
C. gangguan komunikasi
D. kesulitan belajar
1.19 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
1 Anak Berkebutuhan Khusus 1.19
Kegiata n B elajar 2
kelainan pada penglihatan atau pendengaran anak tersebut atau sejak kapan
anak tersebut menderita tunarungu atau tunanetra. Untuk memperkaya
wawasan Anda dan untuk mencocokkan kebenaran uraian berikut, Anda
dapat bertanya kepada orang tua anak berkebutuhan khusus (ABK) tersebut
sejak kapan dan apa yang menyebabkan terjadinya kelainan itu. Tentu saja
ketika bertanya, Anda selalu harus menjaga agar orang tua anak tidak
tersinggung, tetapi merasa mendapat simpati. Dari hasil survei singkat
tersebut, barangkali Anda dapat mengelompokkan penyebab terjadinya
kelainan. Berdasarkan waktu terjadinya, penyebab kelainan dapat dibagi
menjadi tiga kategori seperti berikut.
1. Penyebab Prenatal, yaitu penyebab yang beraksi sebelum kelahiran.
Artinya, pada waktu janin masih berada dalam kandungan, mungkin
sang ibu terserang virus, misalnya virus rubela, mengalami trauma atau
salah minum obat, yang semuanya ini berakibat bagi munculnya
kelainan pada bayi. Berdasarkan penyebab ini, Anda tentu dapat
memahami kehati-hatian yang ditunjukkan oleh seorang calon ibu
selama masa kehamilan. Kehati-hatian ini merupakan satu usaha untuk
mencegah beraksinya berbagai penyebab yang memungkinkan terjadinya
kelainan.
2. Penyebab Perinatal, yaitu penyebab yang muncul pada saat atau waktu
proses kelahiran, seperti terjadinya benturan atau infeksi ketika
melahirkan, proses kelahiran dengan penyedotan (di-vacuum),
pemberian oksigen yang terlampau lama bagi anak yang lahir premature.
Dari uraian ini Anda dapat menduga betapa pentingnya proses kelahiran
tersebut. Keteledoran yang kecil dapat berakibat fatal bagi bayi.
Misalnya, keterlambatan memberi oksigen, kecerobohan menggunakan
alat-alat atau kelebihan memberi oksigen akan mengundang munculnya
kelainan yang tentu saja akan mengagetkan orang tua bayi.
3. Penyebab Postnatal, yaitu penyebab yang muncul setelah kelahiran,
misalnya kecelakaan, jatuh, atau kena penyakit tertentu. Penyebab ini
tentu dapat dihindari dengan cara berhati-hati, selalu menjaga kesehatan,
serta menyiapkan lingkungan yang kondusif bagi keluarga.
Dari pengamatan Anda terhadap ABK, baik yang ada di sekolah maupun
yang mungkin berada di sekitar lingkungan Anda, barangkali Anda
menemukan bahwa kelainan mempunyai dampak yang bervariasi bagi anak
itu sendiri, bagi keluarga, dan tentu saja bagi masyarakat sekitar. Bagaimana
dampak tersebut bagi masing-masing pihak dapat Anda kaji dari kasus-kasus
berikut.
Kasus 1
Ketika lahir, Andi merupakan anak yang sehat dan lucu. Suatu ketika
Andi menderita panas badan yang cukup tinggi. Orang tuanya membawa
Andi ke dokter. Setelah sembuh, tiba-tiba orang tuanya menyadari
bahwa Andi tidak memberi reaksi ketika dipanggil. Orang tuanya
menjadi risau dan membawa Andi ke dokter. Hasil pemeriksaan dokter
menunjukkan bahwa Andi menderita gangguan pendengaran yang cukup
serius. Menghadapi kenyataan yang demikian, orang tua Andi menjadi
shock. Rasa malu, kasihan, sedih, dan malang bercampur menjadi satu.
Saudara-saudara Andi mulai merasa malu pada teman-temannya karena
mempunyai adik yang tuli. Secara fisik, Andi tumbuh normal. Namun, ia
tidak mampu berkomunikasi dengan orang luar sehingga ia hanya tinggal
di rumah. Orang tuanya sendiri tampaknya tidak berusaha membantu
Andi. Ia dibiarkan sendiri dengan keadaannya dan tidak disekolahkan.
Tetangga Andi sebenarnya cukup kasihan pada Andi, namun mereka
tidak dapat berbuat apa-apa. Anak-anak sekitar sering menjadikan Andi
sebagai bahan ejekan. Dia dipanggil dengan berbagai julukan yang tidak
mengenakkan.
Kasus 2
Kasus 3
Rika dan Sutarna merupakan pasangan suami istri yang sudah lama
mendambakan anak. Mereka berkonsultasi dengan berbagai dokter, dan
juga pergi ke berbagai dukun tradisional. Tentu dapat dibayangkan
betapa bahagianya mereka, ketika mereka tahu bahwa Rika
mengandung. Mereka tidak sabar menunggu kelahiran bayi yang sudah
lama didambakan. Namun, kebahagiaan mereka sirna ketika seorang
bayi perempuan lahir. Bayi tersebut lahir cacat dengan kepala agak
besar serta kaki dan tangan yang tidak bisa digerakkan. Menurut dokter,
anak tersebut menderita cerebral palsy, dan dapat dipastikan akan
menderita tunagrahita berat, di samping tunadaksa. Dapat digambarkan
betapa keadaan kedua suami istri tersebut. Keluarga menyalahkan
pasangan tersebut karena mungkin terlalu banyak minum obat, dan
bahkan ada tetangga yang mengatakan pasangan tersebut kena kutuk.
Rika dan Sutarna akhirnya menerima kenyataan tersebut dengan pasrah.
Mereka berusaha untuk berkonsultasi dengan berbagai dokter dan juga
dengan psikolog. Segala usaha dicoba, dari dokter ahli sampai kepada
dukun tradisional, namun anak perempuan mereka yang diberi nama
Putri tidak menunjukkan kemajuan berarti. Fisik Putri tumbuh dengan
pesat, namun tidak dibarengi dengan kemampuan bergerak sehingga ia
tetap berada di kursi roda dan hanya mampu berkomunikasi dengan
mimik yang hanya dimengerti oleh pengasuhnya serta tentu saja orang
tuanya. Meskipun Putri cacat ganda, Rika dan Sutarna menerimanya
sebagai anugerah Tuhan, lebih-lebih sejak kelahiran Putri, usaha kedua
suami istri tersebut maju dengan pesat.
positif terhadap anak-anak ini. Mereka akan merasa bangga dengan kelainan
yang dimilikinya. Namun, jika anak tersebut tidak tertangani secara baik, ada
kemungkinan kelebihan yang dimilikinya membuat dia sombong, merasa
superior, dan merendahkan teman-temannya. Jika ini yang terjadi, tentu anak
tersebut dalam masalah. Di samping itu, kelainan atau kelebihan yang
dimiliki oleh anak berbakat dapat mempengaruhi berbagai aspek dalam
hidupnya. Dia mungkin akan menjadi frustrasi karena berada di antara orang-
orang dewasa, sedangkan dari segi usia dia masih anak-anak. Hal ini terjadi,
misalnya pada anak-anak yang dari segi kemampuan sudah layak memasuki
perguruan tinggi, sedangkan dari segi usia dia masih memerlukan teman-
teman sebaya untuk bermain. Sebaliknya, bagi anak yang mempunyai
kelainan di bawah normal, kelainan tersebut mempunyai dampak yang
umumnya menghambat perkembangan anak, lebih-lebih jika ia tidak
mendapat layanan yang sesuai dengan kebutuhan khususnya. Hambatan ini
tentu dapat diminimalkan dengan memberikan/menyediakan lingkungan yang
membantu anak dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya. Seperti
yang digambarkan dalam kasus-kasus di atas, dampak kelainan bagi anak
sangat banyak dan beragam. Ada anak yang kehilangan kepercayaan diri,
merasa rendah diri, terhambat berbagai aspek perkembangannya, namun ada
juga yang mampu tumbuh seperti anak-anak lainnya.
Jenis kelainan pada anak juga menimbulkan dampak yang spesifik.
Misalnya, anak tunarungu akan mendapat hambatan dalam berkomunikasi,
anak tunanetra mendapat hambatan dalam mobilitas, anak tunagrahita akan
mendapat hambatan dalam banyak hal termasuk dalam mengembangkan
keterampilan hidup sehari-hari atau menolong diri sendiri. Jika dampak
kelainan yang berkaitan dengan sensori, ruang lingkupnya terbatas pada
sensori yang menderita kelainan, tidak demikian halnya dengan kelainan
yang berkaitan dengan kognitif, seperti tunagrahita dan berbakat. Kelainan
ini akan mempunyai dampak secara menyeluruh, seperti yang terjadi pada
anak tunagrahita. Lebih parah lagi adalah bagi anak tunaganda, yang
mengalami kelainan lebih dari satu aspek. Dampak kelainan ini dapat
merupakan gabungan dari kelainan yang diderita, misalnya anak tunanetra
yang juga menderita tunarungu, dampaknya akan lebih parah jika dia hanya
menderita tunarungu atau tunagrahita saja. Sementara itu, kelainan di bawah
normal yang berkombinasi dengan kelainan di atas normal, misalnya anak
berbakat yang tunanetra, keberbakatan akan dapat memperkecil dampak
ketunanetraannya. Contoh lain adalah anak tunadaksa (karena menderita
1.26 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
1 Anak Berkebutuhan Khusus 1.26
polio, ia selalu berada di kursi roda) yang sangat cerdas. Oleh karena
cerdasnya, kepercayaan dirinya tetap tinggi sehingga ia tidak terlampau
banyak tergantung dari orang lain. Ia bahkan mampu mengendarai mobil
sendiri, setelah beberapa bagian mobil disesuaikan dengan kebutuhannya.
Tingkat kelainan juga menimbulkan kebutuhan khusus yang berbeda,
sehingga dampaknya juga akan berbeda bagi anak. Anak yang menderita
kelainan yang bersifat ringan mungkin masih mampu menolong diri sendiri
sehingga tidak banyak tergantung pada orang lain. Makin parah tingkat
kelainan, dampaknya bagi anak juga semakin parah. Ketergantungan pada
orang lain akan semakin tinggi karena terhambatnya perkembangan yang
cukup parah. Anak tunagrahita berat mungkin tidak dapat menolong diri
sendiri, sedangkan anak tunagrahita ringan masih dapat dididik. Berdasarkan
tingkat kelainan yang menimbulkan perbedaan dalam kebutuhan khusus
inilah dibuat klasifikasi anak mampu didik (tunagrahita ringan) dan mampu
latih (tunagrahita sedang). Contoh pada Kasus 3 merupakan ilustrasi dari
dampak kelainan ganda, yang menyebabkan anak tidak dapat berbuat apa-apa
tanpa bantuan khusus yang khas sehingga keberadaannya sangat tergantung
dari orang lain.
Di samping jenis dan tingkat kelainan, waktu munculnya kelainan juga
mempengaruhi berat ringannya kebutuhan khusus yang diperlukan oleh anak.
Anak yang menderita kelainan sejak lahir tidak sempat mengalami
pertumbuhan yang normal sehingga ia tidak sempat belajar keterampilan
yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, anak yang tuli sejak
lahir, tidak pernah mendapat kesempatan untuk mendengar bunyi atau
menghasilkan bunyi. Sebagai akibatnya, dia sama sekali tidak mempunyai
persepsi tentang bunyi, dan keadaan ini sangat berpengaruh bagi
kemampuannya untuk berkomunikasi. Sebaliknya, dampak kelainan atau
kebutuhan khusus yang terjadi sesudah kelahiran dapat diperkecil karena
anak-anak ini sudah sempat mengalami perkembangan yang normal sebelum
munculnya kelainan. Meskipun demikian, dampak psikologis yang dihadapi
mungkin jauh lebih besar pada anak yang mengalami kelainan sesudah lahir
daripada yang mengalaminya sejak lahir. Misalnya, anak yang menderita
tunanetra pada usia 15 tahun sudah sempat mengembangkan berbagai
keterampilan yang berkaitan dengan penglihatan, seperti membaca, menulis,
dan mobilitas. Oleh karena itu, dampak kelainan bagi perkembangan
selanjutnya tidak sama dengan jika ia menderita tunanetra sejak lahir.
Meskipun ia sempat menikmati dunia, namun ia mungkin akan menjadi
1.27 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
1 Anak Berkebutuhan Khusus 1.27
frustrasi karena tidak mampu lagi membaca huruf biasa, dan belajar huruf
Braille memerlukan waktu lama.
Kelainan memang berdampak bagi ABK sepanjang hayatnya karena ia
memiliki kebutuhan khusus sepanjang hayatnya pula. Agar dampak ini dapat
diminimalkan, berbagai layanan dalam setiap tahap perkembangan harus
dirancang dengan cermat. Penyediaan pelayanan ini akan menjadi lebih
mudah bagi kelainan yang mudah diidentifikasi, misalnya tunanetra,
tunarungu, dan tunadaksa. Namun, bagi kelainan yang susah dideteksi,
seperti tunagrahita, berbakat, tunalaras, dan kesulitan belajar, dampaknya
bagi anak mungkin akan menjadi lebih parah karena terlambatnya bantuan
khusus yang diberikan. Terlepas dari mudah tidaknya melakukan deteksi,
ABK haruslah dibantu agar dampak kelainan atau kebutuhan khusus yang
diperlukannya tidak menghambat dia untuk mampu menolong diri sendiri.
Dengan mencermati uraian di atas, Anda akan dapat menyimpulkan
bahwa dampak kelainan, terutama yang di bawah normal sangat bervariasi
sesuai dengan jenis kelainan dan lingkungan tempat anak tersebut dibesarkan.
Dampak yang sangat jelas bagi semua ABK adalah kelainan dan kebutuhan
khusus akan mempengaruhi perkembangan mereka. Bagi ABK di atas
normal, kelainan mungkin mempercepat perkembangan, sedangkan bagi
ABK di bawah normal, kelainan tersebut kemungkinan besar menghambat
perkembangan mereka. Pada dasarnya, perkembangan manusia (dalam arti
perubahan dalam hidup) berlangsung selama hidup maka dampak
kelainan/kebutuhan khusus ini pun akan muncul pada setiap tahap
perkembangan, mulai dari masa bayi sampai dengan meninggal.
pendidikan, latar belakang budaya, status sosial ekonomi keluarga, dan tentu
saja jenis dan tingkat kelainan yang diderita. Keluarga yang berpendidikan
dan berasal dari latar belakang budaya tertentu mungkin akan menerima
kelainan yang diderita oleh anaknya karena anak dianggap sebagai anugerah
Tuhan yang wajib diberi kasih sayang. Meskipun dapat dipastikan bahwa
reaksi orang tua akan sama ketika harus menerima kenyataan yang jauh dari
harapan, namun tindak lanjut dari reaksi tersebut akan bervariasi. Ada yang
secara sadar berusaha mencari jalan untuk menolong anaknya agar mampu
berkembang, ada yang pasrah saja tanpa berbuat apa-apa karena kondisi
ekonomi yang tidak memungkinkan, bahkan ada juga yang menjadi tidak
peduli atau lebih parah lagi, ada keluarga yang menyembunyikan anaknya
karena rasa malu. Kasus seperti ini, masih terjadi sehingga tidak mudah
untuk mendata ABK yang ada di satu daerah. Oleh karena itu, angka-angka
yang didapat tentang jumlah penyandang kelainan dapat dipastikan lebih
kecil dari keadaan yang sebenarnya.
Jenis dan tingkat kelainan juga menentukan reaksi keluarga terhadap
kelainan ini. Keluarga yang memiliki anak berbakat akan menjadi sangat
bangga akan anaknya. Oleh karena kebanggaan ini, tidak jarang keluarga
memeras habis kemampuan anaknya sehingga menimbulkan masalah bagi
anak. Namun, tidak jarang juga ada keluarga yang tidak peduli sehingga
kemampuan luar biasa yang dimiliki anak tidak berkembang. Dalam hal ini,
kita harus selalu ingat bahwa perkembangan seseorang dipengaruhi oleh
faktor bawaan dan faktor lingkungan. Berbeda dengan anak berbakat, setiap
keluarga yang menyadari ada anggota keluarganya yang menyandang
kelainan di bawah normal, lebih-lebih yang tingkat keparahannya cukup
tinggi, akan merasa terpukul. Mungkin diperlukan waktu yang cukup lama
sampai keluarga dapat menerima kenyataan tersebut.
daerah dianggap sebagai hukuman bagi masyarakat sekitar. Kita tentu sangat
berharap agar anggapan seperti itu, tidak muncul lagi dalam masyarakat.
Sebagai seorang guru, lebih-lebih guru di sekolah biasa, Anda perlu
menyadari sikap masyarakat ini agar Anda dapat memberikan layanan yang
tepat bagi ABK yang kebetulan ada di kelas Anda.
Sehubungan dengan dampak keberadaan ABK bagi masyarakat perlu
dicatat bahwa masyarakat di Indonesia sudah banyak yang peduli terhadap
ABK. Ini dibuktikan dengan pendirian berbagai sekolah luar biasa (SLB)
yang diprakarsai oleh masyarakat. Bahkan, menurut data dari Direktorat
Pendidikan Dasar, jumlah SLB Swasta hampir 12 kali lipat jumlah SLB
Negeri (Tahun 1998/1999: 2.875 SLB Negeri dan 33.974 SLB Swasta).
Dengan demikian, keberadaan ABK memang mendorong masyarakat untuk
berbuat sesuatu untuk membantu mereka tumbuh dan berkembang. Para
ABK diharapkan dapat mengembangkan potensinya sehingga memiliki
keterampilan yang memungkinkan mereka mampu menolong diri sendiri dan
tidak menjadi beban masyarakat atau sumber masalah yang berkaitan dengan
kriminal.
Berbeda halnya dengan anak berkelainan di bawah normal, keberadaan
anak berbakat di satu daerah pada umumnya membawa dampak positif bagi
masyarakat. Daerah asal ABK ini dapat terkenal karena prestasi anak-anak
berbakat ini. Misalnya, satu daerah di Bali, yaitu Kabupaten Bangli, menjadi
dikenal oleh dunia karena pemenang Olimpiade Fisika berasal dari daerah
tersebut. Tidak mustahil pula keberadaan anak-anak berbakat ini dapat
menjadi pendorong bagi masyarakat untuk lebih memperhatikan
perkembangan anaknya dan fasilitas pendidikan di daerah tersebut.
L AT IH A N
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Penyebab terjadinya kelainan dapat dikelompokkan berdasarkan waktu
atau masa terjadinya kelainan. Sebutkan ketiga kelompok penyebab
tersebut, dan beri contoh masing-masing kelompok! Di antara ketiga
jenis penyebab tersebut, yang manakah yang menurut Anda paling
menakutkan ibu yang sedang hamil? Berikan penjelasan atas jawaban
tersebut!
1.30 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
1 Anak Berkebutuhan Khusus 1.30
5) Kata kunci dalam jawaban ini adalah pelayanan yang sesuai dengan
kebutuhan ABK yang ada dalam keluarga. Anda dapat membuat
deskripsi sendiri dari kata kunci tersebut.
RANGKUM AN
TE S F O R M ATIF 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Penyebab terjadinya kelainan yang dikelompokkan berdasarkan masa
munculnya kelainan tersebut, adalah penyebab yang muncul pada ....
A. masa bayi, anak-anak, dewasa
B. prenatal, bayi, postnatal
C. prenatal, perinatal, postnatal
D. masa bayi, ketika hamil, prenatal
D. infeksi
1.33 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
1 Anak Berkebutuhan Khusus 1.33
3) Sampai berusia lima bulan, Rina adalah bayi yang sehat dan lucu. Suatu
ketika Rina menderita demam yang sangat tinggi. Ketika dibawa ke
dokter, Rina ternyata menderita meningitis. Setelah sembuh, ibu
bapaknya sangat khawatir akan dampak penyakit tersebut karena itu
mereka berusaha mengamati reaksi Rina kalau dipanggil atau diajak
berbicara. Apa sebenarnya yang dikhawatirkan oleh orang tua Rina?
A. Kemungkinan Rina akan menderita tunanetra.
B. Rina akan mengalami gangguan mental.
C. Kemungkinan Rina mengalami gangguan saraf.
D. Rina akan menjadi tunarungu.
6) Ani adalah gadis cilik yang lucu. Ia berteman akrab dengan Tita gadis
seusia yang menderita tunanetra sejak lahir. Pada usia sembilan tahun,
ketika duduk di kelas 4 Ani mendapat kecelakaan yang menyebabkan ia
kehilangan penglihatan. Sejak itu ia makin akrab bergaul dengan Tita.
Jika dibandingkan, perkembangan selanjutnya dari Ani dan Tita yang
keduanya kini kehilangan penglihatan, apa yang membedakan
keduanya?
A. Ani lebih mudah melakukan penyesuaian karena sudah sempat
melihat dunia.
B. Tita lebih mudah menyesuaikan diri karena sudah tunanetra sejak
lahir.
C. Ani akan lebih terampil daripada Tita karena sudah sempat belajar
keterampilan yang berkaitan dengan penglihatan.
D. Tita lebih terampil daripada Ani karena sejak kecil sudah biasa
menggunakan huruf Braille sehingga ia dengan mudah menguasai
lingkungannya
1.34 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
1 Anak Berkebutuhan Khusus 1.34
Kegiata n B elajar 3
seperti makan, tempat tinggal, dan rasa aman, sampai dengan kebutuhan yang
tertinggi, yaitu aktualisasi diri. Tidak berbeda dengan orang-orang normal,
para penyandang kelainan juga mempunyai kebutuhan yang sama. Untuk
memudahkan pemahaman terhadap kebutuhan penyandang kelainan ini, kita
akan mengelompokkannya menjadi kebutuhan fisik/kesehatan, kebutuhan
sosial/emosional, dan kebutuhan pendidikan. Ketiga kelompok kebutuhan ini
akan mencakup kebutuhan yang berkaitan dengan kondisi kelainan. Dengan
demikian, kebutuhan manusia secara umum tidak akan dibahas, namun jika
perlu hanya akan dijadikan acuan. Mari kita kaji satu per satu.
1. Kebutuhan Fisik/Kesehatan
Kebutuhan fisik dan kesehatan yang akan kita bahas lebih banyak
dikaitkan dengan kondisi fisik para penyandang kelainan. Sebagaimana
halnya orang normal, para penyandang kelainan memerlukan fasilitas yang
memungkinkan mereka bergerak sesuai dengan kebutuhannya atau
menjalankan kegiatan rutin sehari-hari tanpa harus selalu tergantung pada
bantuan orang lain. Kebutuhan fisik ini tentu terkait erat dengan jenis
kelainan yang disandang. Misalnya, bagi penyandang tunadaksa yang
menggunakan kursi roda, adanya sarana khusus bagi kursi roda, seperti jalan
miring sebagai pengganti tangga (dalam bahasa asing disebut ram) atau lift
dalam gedung bertingkat akan sangat membantu mereka dalam mobilitasnya.
Penyandang tunanetra memerlukan tongkat yang membantunya mencari arah,
sedangkan penyandang tunarungu memerlukan alat bantu dengar.
Sebagaimana halnya orang normal, para penyandang kelainan ini juga
mempunyai kebutuhan untuk menjaga kesehatannya. Oleh karena itu,
layanan kesehatan bagi ABK seyogianya disediakan sesuai dengan
kebutuhannya. Terkait dengan jenis kelainan yang disandangnya, berbagai
layanan kesehatan khusus diperlukan oleh anak-anak ini. Layanan tersebut,
antara lain physical therapy dan occupational therapy, yang keduanya
berkaitan dengan keterampilan gerak (motor skills), dan speech therapy atau
bina wicara bagi para tunarungu. Jika physical therapy lebih terkait dengan
gerakan bawah tubuh (kaki) maka occupational therapy lebih terkait dengan
gerakan bagian atas tubuh, yaitu tangan atau dengan gerakan yang lebih
halus. Para ahli yang terlibat dalam menangani kesehatan para penyandang
kelainan terdiri dari dokter umum, dokter gigi, ahli physical therapy dan ahli
occupational therapy, ahli gizi, ahli bedah tulang (orthopedist), ahli THT,
dokter spesialis mata dan perawat. Jenis ahli ini tentu dapat bertambah sesuai
1.38 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
1 Anak Berkebutuhan Khusus 1.38
2. Kebutuhan Sosial-Emosional
Bersosialisasi merupakan kebutuhan setiap makhluk, termasuk para
penyandang kelainan. Sebagai akibat dari kelainan yang disandangnya,
kebutuhan tersebut kadang-kadang susah dipenuhi. Berbagai kondisi/
keterampilan, seperti mencari teman, memasuki masa remaja, mencari kerja,
perkawinan, kehidupan seksual, dan membesarkan anak merupakan kondisi
yang menimbulkan masalah bagi penyandang kelainan. Coba Anda
bayangkan seorang tunarungu atau tunagrahita yang memasuki masa remaja,
mereka tentu dalam kondisi yang sulit. Remaja putri tunarungu mungkin
mampu membersihkan diri sendiri pada masa datang bulan atau haid, namun
mereka mungkin tidak sadar akan bahaya yang mungkin mereka alami karena
mereka sangat lugu. Sebaliknya, remaja tunagrahita mempunyai masalah
yang cukup kompleks. Selain tidak mampu membersihkan diri sendiri,
mereka juga tidak sadar apa arti remaja bagi seorang wanita dan bagi seorang
pria, sementara kebutuhan seksual mereka mungkin berkembang secara
normal. Oleh karena itu, mereka memerlukan lindungan dan bantuan para
pekerja sosial, psikolog, dan ahli bimbingan yang dapat membantu mereka
dalam menghadapi berbagai masalah yang berkaitan dengan sosialisasi dan
menjadi remaja. Masalah-masalah sosialisasi dapat menyebabkan gangguan
emosional, lebih-lebih bagi keluarga yang mempunyai ABK. Oleh karena itu,
bantuan para pekerja sosial, para psikolog, dan ahli bimbingan juga
dibutuhkan oleh para keluarga. Bahkan dari pengalaman sehari-hari dapat
disimpulkan bahwa keluarga lebih memerlukan bantuan tersebut daripada
ABK sendiri. Dengan bantuan ini, para orang tua diharapkan mau menerima
anaknya sebagaimana adanya dan berusaha membantu mereka
mengembangkan potensi yang dimilikinya.
3. Kebutuhan Pendidikan
Kebutuhan pendidikan penyandang keluarbiasaan, meliputi berbagai
aspek yang terkait dengan keluarbiasaan yang disandangnya. Misalnya,
secara khusus, penyandang tunarungu memerlukan bina persepsi bunyi yang
diberikan oleh seorang speech therapist, tunanetra memerlukan bimbingan
khusus dalam mobilitas dan huruf Braille, dan tunagrahita memerlukan
1.39 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
1 Anak Berkebutuhan Khusus 1.39
Ayat (1)
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu.
Ayat (2)
Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,
intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
Ayat (4)
Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa
berhak memperoleh pendidikan khusus.
Ayat (5)
Setiap warga Negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan
pendidikan sepanjang hayat.
1.40 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
1 Anak Berkebutuhan Khusus 1.40
Jika Anda simak baik-baik keempat ayat tersebut, Anda tentu dapat
menyimpulkan bahwa ABK mempunyai hak yang menjamin kelangsungan
pendidikan mereka. Tentu saja sebagai warga negara, mereka berhak
melanjutkan pendidikan jika memang mereka memiliki kemampuan yang
dipersyaratkan. Ini berarti, sebagai guru di jenjang pendidikan dasar, Anda
diharapkan dapat memberikan layanan pendidikan yang mereka butuhkan.
Pasal 6 juga menegaskan bahwa anak berkelainan berhak memperoleh
pendidikan khusus. Undang-undang ini diharapkan dapat melindungi anak
berkelainan dari perlakuan sewenang-wenang yang mungkin ditunjukkan
oleh sekolah atau orang-orang tertentu.
Hak untuk mendapat pendidikan bukan hanya dilindungi dalam Undang-
undang satu negara, tetapi tercantum dalam Deklarasi Umum Hak-hak
Kemanusiaan 1948 (The 1948 Universal Declaration of Human Rights),
kemudian diperbaharui pada Konferensi Dunia tentang Pendidikan untuk
Semua, Tahun 1990 (The 1990 World Conference on Education for All),
yang bertujuan untuk meyakinkan bahwa hak tersebut adalah untuk semua,
terlepas dari perbedaan yang dimiliki oleh individu. Pada tanggal 7-10 Juni
1994, diselenggarakan Konferensi Dunia tentang Pendidikan bagi Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) di Salamanca, Spanyol yang dihadiri oleh 92
negara dan 25 organisasi internasional. Dalam konferensi tersebut
dimantapkan komitmen tentang Education for All, dan dikeluarkan Kerangka
Kerja untuk Pendidikan ABK yang diharapkan dapat menjadi pegangan bagi
setiap negara dalam penyelenggaraan Pendidikan Khusus.
Kerangka kerja tersebut dilandasi oleh kepercayaan tentang hak anak
atas pendidikan, yang antara lain menyebutkan bahwa:
1. setiap anak punya hak yang fundamental untuk mendapat pendidikan,
dan harus diberi kesempatan untuk mencapai dan memelihara tahap
belajar yang dapat diterimanya;
2. setiap anak punya karakteristik, minat, kemampuan, dan kebutuhan
belajar yang unik;
3. sistem pendidikan harus dirancang dan program pendidikan
diimplementasikan dengan mempertimbangkan perbedaan yang besar
dalam karakteristik dan kebutuhan anak;
4. mereka yang mempunyai kebutuhan belajar khusus (ABK) harus
mempunyai akses ke sekolah biasa yang seyogianya menerima mereka
dalam suasana pendidikan yang berfokus pada anak sehingga mampu
memenuhi kebutuhan mereka;
1.41 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
1 Anak Berkebutuhan Khusus 1.41
Jika kita simak baik-baik kelima butir di atas, kita akan menyadari
bahwa sebagai guru, kita wajib memberi kesempatan kepada ABK dalam
mengaktualisasikan dirinya melalui sekolah. Guru wajib memvariasikan
perlakuan yang diberikan kepada setiap anak sesuai dengan karakteristik dan
kebutuhan mereka karena mereka berhak untuk belajar sesuai dengan tahap-
tahap belajar yang sesuai bagi mereka. Di samping itu, butir-butir tersebut
juga menekankan pendidikan terintegrasi, yang memungkinkan ABK belajar
bersama dengan anak normal. Anda barangkali masih ingat dengan Sekolah
Terpadu yang pernah ada pada tahun 80-an. Anak yang menyandang kelainan
belajar bersama anak normal di SD Terpadu. Keterpaduan ini dianggap dapat
memberi berbagai manfaat, baik bagi masyarakat umum maupun bagi ABK
sendiri. Masyarakat akan mulai mau menerima keberadaan ABK, dan tidak
melarang anak-anaknya untuk bergaul dengan anak-anak ini. Di samping itu,
sistem terpadu dianggap dapat menghemat biaya, baik biaya yang
dikeluarkan oleh negara maupun oleh keluarga ABK.
Dengan memperhatikan uraian di atas, sebagai guru di sekolah biasa,
Anda seyogianya menerima ABK yang ingin bersekolah di tempat Anda
mengajar. Tentu saja penerimaan ini harus diikuti oleh usaha yang
memungkinkan ABK dapat memperoleh layanan pendidikan sesuai dengan
kebutuhannya. Jika memang pembelajaran berfokus pada anak, tentu saja
karakteristik dan kebutuhan setiap anak, termasuk karakteristik dan
kebutuhan ABK, akan merupakan acuan dalam pengelolaan pembelajaran.
Oleh karena itu, setiap guru di sekolah biasa seyogianya dibekali dengan
pengetahuan minimal tentang karakteristik dan kebutuhan ABK.
Selain hak untuk mendapatkan pendidikan, sebagai warga negara, para
penyandang kelainan juga mempunyai hak untuk mendapatkan jaminan
sosial, seperti akses ke berbagai tempat-tempat umum dan layanan
masyarakat, serta hak untuk mendapatkan pekerjaan. Di negara-negara barat,
seperti Amerika, hak untuk mendapatkan pekerjaan bagi penyandang
1.42 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
1 Anak Berkebutuhan Khusus 1.42
L AT IH A N
Jenis Kebutuhan
No. Jenis Kelainan
Fisik/Kesehatan Sosial-Emosional Pendidikan
1.44 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
1 Anak Berkebutuhan Khusus 1.44
RANGKUM AN
TE S F O R M AT IF 3
4) Sinta yang dikenal sebagai anak berbakat sudah duduk di kelas 2 SMU
meskipun usianya baru 11 tahun. Ia sangat pintar, tetapi ia mengalami
kesulitan yang tidak dapat diatasi sendiri. Ia merasa tersisih dari teman-
temannya yang semuanya sudah remaja sehingga ia hampir tidak pernah
ikut bermain atau bersenda-gurau. Pada waktu istirahat, dia selalu
menyibukkan diri dengan membaca. Bantuan yang diperlukan oleh Sinta
berkaitan dengan kebutuhan ....
A. sosial-emosional
B. kesehatan
C. pendidikan
D. fisik
1.46 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
1 Anak Berkebutuhan Khusus 1.46
10) Sita yang tunarungu punya keterampilan yang sangat tinggi dalam jahit-
menjahit. Ketika ia melamar pekerjaan pada sebuah perusahaan
konveksi, ia bersaing dengan berbagai pelamar yang semuanya normal.
Dalam tes menjahit, Sita mendapat nilai yang lebih tinggi dari pelamar
lainnya. Namun, kepala perusahaan menolak lamaran Sita dengan alasan
jika dia diterima, citra perusahaannya akan turun karena ada pegawai
yang susah diajak berkomunikasi. Pendapat kepala perusahaan tersebut
sebenarnya keliru karena ....
A. ia telah melanggar undang-undang
B. citra perusahaannya bahkan akan naik jika ia menerima Sita
C. ia tidak mempunyai pemahaman tentang kemampuan tunarungu
D. citra perusahaannya belum tentu akan turun
Tes Formatif 1
1) B. Jawaban lain menggambarkan kekurangan/kecacatan yang
dimiliki anak.
2) A. Sudah jelas.
3) D. Anggapan ini masih banyak dianut orang dan jawaban ini
merupakan perbandingan dengan anak normal.
4) C. Keinginan orang tua bukan merupakan indikator keluarbiasaan.
5) D. Sudah jelas.
6) B. Arah menunjuk atas atau bawah, jawaban lain tidak menunjukkan
arah.
7) A. Jawaban ini berkaitan dengan sensori atau indra, yaitu indra
penglihatan dan pendengaran.
8) D. Sudah jelas.
9) C. Gagap/tidak mampu menyampaikan sesuatu berkaitan dengan
gangguan komunikasi.
10) B. Sudah jelas.
Tes Formatif 2
1) C. Jawaban lain juga benar, tetapi jawaban yang paling tepat adalah
C.
2) B. Sudah jelas.
3) D. Meningitis dan panas tinggi merupakan salah satu penyebab
terjadinya ketunarunguan.
4) D. Sudah jelas.
5) C. Jumlah anggota keluarga tidak mempengaruhi dampak kelainan
bagi anak sendiri.
6) C. Meskipun kini sama-sama tunanetra, tetapi Ani sudah sempat
belajar berbagai keterampilan yang berkaitan dengan penglihatan,
inilah yang membuat keduanya berbeda.
7) A. Dampak ketunarunguan berkurang karena diimbangi oleh
keberbakatan.
8) B. Dampak kelainan bertambah karena keduanya merupakan
kelainan di bawah normal.
9) A. Jawaban lain juga benar, tetapi yang paling benar adalah A.
10) C. Banyaknya SLB yang dikelola oleh swasta merupakan indikator
besarnya perhatian masyarakat pada penyandang kelainan.
1.49 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
1 Anak Berkebutuhan Khusus 1.49
Tes Formatif 3
1) B. Gizi dan makanan merupakan kebutuhan semua orang, bukan
hanya kebutuhan para penyandang keluarbiasaan.
2) C. Semua kebutuhan ini berkaitan dengan pendidikan, artinya dapat
diberikan/dipenuhi melalui pendidikan.
3) C. Pendekatan dengan seorang teman termasuk masalah-masalah
sosialisasi karena itu tergolong dalam kebutuhan sosial-emosional.
4) A. Sinta tidak mampu bergaul dengan teman-temannya, termasuk
masalah sosialisasi.
5) B. Dengan memperhatikan perbedaan individual, pendidikan yang
sesuai dengan anak dapat disediakan.
6) C. Ini jawaban yang paling benar, dengan memahami karakteristik
dan kebutuhan ABK, guru akan mampu membantu penyiapan
program layanan yang sesuai.
7) C. Ini merupakan jawaban yang paling benar karena masyarakat
perlu dikondisikan agar mau menerima ALB.
8) D. Tidak ada orang yang mempunyai hak untuk mendapatkan
perumahan khusus, kecuali karena jabatan.
9) A. Merupakan jawaban yang paling benar, sesuai dengan hak yang
dimiliki, dan hak selalu diikuti oleh kewajiban.
10) B. Ini sesuai dengan alasan penolakan kepala perusahaan tersebut; ia
tidak sadar bahwa menerima penyandang kelainan akan
meningkatkan citra perusahaannya.
1.50 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
1 Anak Berkebutuhan Khusus 1.50
Glosariu m
ALB, anak luar : anak yang menunjukkan penyimpangan atau
biasa, yaitu mempunyai keluarbiasaan, yang secara signifikan
membedakannya dengan anak normal; atau anak
yang mempunyai kebutuhan belajar/memerlukan
layanan pendidikan khusus.
Education for all : gerakan pendidikan bagi semua, yang dicetuskan
dalam Konferensi Dunia, Tahun 1990.
Emotionally : gangguan emosi, yaitu anak-anak yang mengalami
disturbance gangguan emosional yang berdampak pada berbagai
perilaku menyimpang, seperti berteriak-teriak,
menyakiti diri sendiri atau merusak.
Fundamental : mendasar.
Gangguan : gangguan yang terjadi pada kemampuan
komunikasi atau berkomunikasi yang dapat disebabkan oleh tidak
communication sempurnanya organ bicara dan terganggunya
disorder kemampuan bahasa.
Gifted and : anak berbakat, yaitu anak yang mempunyai
talented kelebihan luar biasa dibandingkan dengan anak
normal; kelebihan tersebut dapat terjadi pada
berbagai bidang.
Inklusif : arti sebenarnya "tercakup dalam", dalam dunia
pendidikan, istilah ini digunakan untuk
menggambarkan pendidikan terpadu, yaitu ALB
yang belajar bersama dengan anak normal di
sekolah terdekat.
Kebutuhan fisik : adalah kebutuhan yang berkaitan dengan kondisi
dan kesehatan fisik dan kesehatan penyandang keluarbiasaan
sehingga dia mampu mengembangkan potensinya
secara optimal.
Kebutuhan : adalah berbagai layanan pendidikan yang
pendidikan diperlukan oleh ALB agar mampu mengembangkan
potensi yang dimiliki secara optimal.
Kebutuhan sosial- : adalah kebutuhan yang berkaitan dengan perasaan
emosional dan interaksi atau pergaulan dengan orang lain,
seperti cara mengendalikan perasaan, cara
mengungkapkan perasaan, cara menjaga diri, dan
cara mendekati teman.
1.51 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
1 Anak Berkebutuhan Khusus 1.51
Daftar Pustaka
Greenspan, S. I. ; Wieder, S.; & Simons, R. (2006). The Child with Special
Needs. Anak Berkebutuhan Khusus. Diterjemahkan oleh: Mieke
Gembirasari. Jakarta: Penerbit Yayasan Ayo Main.
Dari judul setiap kegiatan belajar (KB) dapat Anda simak bahwa KB1
dirancang untuk mencapai tujuan Nomor 1, 2, dan 3, sedangkan KB2
dirancang untuk mencapai tujuan Nomor 4, 5, dan 6.
Agar berhasil menguasai materi modul ini, kiat yang telah Anda gunakan
dalam mempelajari Modul 1 tetap dapat Anda terapkan. Anda tentu dapat
menambahkan kiat-kiat lain, misalnya dengan membuat ringkasan dari materi
yang Anda baca atau mencatat butir-butir penting dalam buku yang mudah
Anda bawa. Khusus untuk mempelajari modul ini, Anda akan merasa sangat
terbantu jika Anda berkesempatan berkunjung ke satu atau lebih Sekolah
Luar Biasa (SLB) dan berkunjung ke satu sekolah biasa yang juga mendidik
ABK. Kesempatan berkunjung ini dapat Anda atur sendiri sesuai dengan
waktu yang tersedia serta keberadaan sekolah-sekolah tersebut. Jika Anda
mau berusaha, Anda pasti berhasil mengunjungi sekolah dimaksud.
Kegiata n B elajar 1
Ilustrasi I
Ilustrasi 2
Ilustrasi 3
Andi yang baru pulang dari sebuah bank menggerutu karena lambannya
pelayanan di bank tersebut. Ia sudah antri hampir satu jam, tiba-tiba
teler mengumumkan bahwa komputer sedang macet sehingga mereka
tidak dapat melayani para nasabah. Andi menggerutu terus karena teler
yang menyampaikan pengumuman tersebut bermuka kecut dan tidak
meminta maaf, seolah-olah hal seperti itu merupakan hal biasa saja dan
para nasabah harus rela menerimanya. “Kalau pelayanannya begini
terus aku akan pindah bank", gerutu Andi pada temannya.
Ilustrasi 4
Dari keempat ilustrasi tersebut, Anda dapat menyimak makna dari kata
pelayanan, yang dalam bahasa asing disebut service. Meskipun suasana yang
digambarkan berbeda-beda, namun Anda dapat menyimak bahwa kata
pelayanan pada ketiga ilustrasi tersebut mempunyai makna yang sama.
Pelayanan merupakan suatu jasa yang diberikan oleh seseorang atau satu
lembaga untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Tini berusaha memenuhi
kebutuhan tamunya untuk mendapatkan kamar, Paramitha berusaha
memenuhi kebutuhan para penumpang agar merasa nyaman dalam pesawat,
dan teller bank bertugas memenuhi kebutuhan para nasabah. Akhirnya,
yayasan yang disebut dalam ilustrasi empat meskipun dalam kadar yang
berbeda, juga memberikan jasa untuk memenuhi kebutuhan anak Pak Hasan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997: 571), pelayanan diartikan
sebagai (1) perihal atau cara melayani; (2) usaha melayani kebutuhan orang
lain dengan memperoleh imbalan (uang); (3) kemudahan yang diberikan
sehubungan dengan jual beli barang atau jasa. Dari ketiga makna tersebut,
Anda dapat menyimak bahwa makna yang paling tepat dengan ilustrasi di
atas adalah makna yang kedua, yaitu usaha melayani kebutuhan orang lain
dengan mendapat imbalan. Dalam keempat ilustrasi di atas, pemberi layanan,
secara langsung atau tidak langsung mendapat imbalan dari yang
membutuhkan layanan tersebut. Receptionist, pramugari, dan teller bank
memang digaji untuk memberi pelayanan kepada tamu, penumpang, dan
nasabah bank, sesuai dengan kebutuhan yang disampaikan oleh pengguna
pelayanan. Yayasan sosial mempekerjakan berbagai ahli untuk memberikan
layanan kepada penyandang kelainan yang membutuhkan layanan tersebut.
Dengan demikian, kalau kita kaji secara cermat, dalam konteks pelayanan
terdapat kebutuhan dari pencari layanan dan kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan tersebut dari penyedia layanan. Suatu pelayanan dikatakan
berhasil atau berkualitas tinggi jika layanan yang diberikan sesuai dengan
kebutuhan para pengguna layanan. Inilah yang merupakan kata kunci dalam
keberhasilan pelayanan, lebih-lebih dalam konteks pelayanan pendidikan
bagi ABK. Oleh karena itu, kaitan kebutuhan dan pelayanan harus selalu
Anda pegang teguh.
Seperti halnya dengan pelayanan, pendidikan juga dapat dimaknai
dengan berbagai cara. Makna yang akan kita gunakan dalam modul ini adalah
2.6 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
2 Anak Berkebutuhan Khusus 2.6
makna yang terdapat dalam UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas. Dalam Bab I,
Pasal 1, Ayat 1, ditetapkan bahwa:
pendidikan khusus bagi tunarungu atau layanan kesehatan secara ekstra bagi
tunadaksa. Di samping itu, tidak semua penyandang kelainan memerlukan
layanan sepanjang hidup. Ada di antara mereka yang hanya memerlukan
layanan khusus pada waktu tertentu, seperti layanan dari pekerja sosial yang
diperlukan oleh penyandang kelainan ketika menjelang remaja atau
menghadapi masa-masa tertentu dalam hidup, seperti ketika melahirkan atau
menghadapi satu peristiwa penting. Selebihnya mereka dapat memanfaatkan
layanan yang disediakan untuk umum.
Jenis dan durasi layanan pendidikan yang diperlukan juga bervariasi
secara individual tergantung dari jenis dan tingkat kelainan yang
disandangnya. Mereka yang menyandang kelainan ringan, seperti tunagrahita
ringan, tunarungu ringan dapat dilayani di sekolah umum, namun mereka
yang menderita kelainan sedang dan parah, lebih banyak dilayani secara
khusus meskipun pada saat-saat tertentu mereka dapat memanfaatkan layanan
pendidikan yang disediakan untuk umum. Namun, yang perlu kita ingat,
terlepas dari perbedaan jenis dan frekuensi layanan pendidikan yang
diperlukan oleh penyandang kelainan, pelayanan pendidikan khusus
merupakan kebutuhan utama para penyandang kelainan. Tanpa tersedianya
pelayanan pendidikan khusus, potensi yang mereka miliki tidak akan
berkembang, bahkan sebaliknya mungkin tenggelam dan memperparah
kondisi kelainan mereka. Cobalah Anda cari sebuah contoh yang tepat untuk
melukiskan pernyataan tersebut. Anda barangkali pernah menjumpai anak
tunarungu yang menjadi anak nakal karena tidak pernah mendapat layanan
pendidikan khusus. Orang tuanya tidak peduli terhadap kebutuhannya, dan
membiarkan ia dijadikan bahan ejekan oleh teman-teman dan masyarakat
sekelilingnya. Potensi yang ada pada dirinya seperti tingkat kecerdasan yang
cukup normal tidak mendapat perhatian secara khusus. Sebagai akibatnya,
kecerdasan yang dia miliki sama sekali tidak berkembang, bahkan
menyumbang terhadap terjerumusnya ia menjadi anak nakal. Berdasarkan
uraian di atas, cobalah Anda lukiskan makna pelayanan pendidikan bagi
hidup/masa depan ABK.
Sesuai dengan kebutuhan para penyandang kelainan, sebagaimana yang
sudah Anda kaji dalam Modul 1, jenis pelayanan pendidikan dapat dibedakan
menjadi 3 kategori sebagai berikut.
a. Layanan pendidikan yang berkaitan dengan bidang kesehatan dan fisik,
seperti kebutuhan yang berkaitan dengan koordinasi gerakan anggota
tubuh dan berbagai jenis gangguan kesehatan, melibatkan berbagai
2.8 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
2 Anak Berkebutuhan Khusus 2.8
tersebut sebagai bagian dari tanggung jawab seorang pendidik. Kondisi yang
serupa pasti terjadi sepanjang masa, terlepas dari kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang bermanfaat bagi kesejahteraan umat manusia. Perlu kita
sadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga membawa
dampak yang merugikan kehidupan manusia, lebih-lebih jika masyarakat
belum siap menerima kemajuan tersebut. Anda barangkali dapat mencari
berbagai contoh. Misalnya, penyalahgunaan pemakaian narkotika dan obat-
obat terlarang, kemampuan membuat alat peledak yang disalahgunakan atau
penggunaan internet untuk hal-hal yang merugikan. Dengan perkataan lain,
kemajuan teknologi kadang-kadang menjerumuskan anggota masyarakat,
misalnya ada yang menggunakan kemajuan teknologi untuk hal-hal yang
dapat menghancurkan umat manusia. Jika ini terjadi, keberadaan penyandang
kelainan akan terjadi sepanjang jaman, baik itu di masa lalu yang masih
primitif maupun di masa kini yang penuh dengan kemajuan teknologi.
Untuk membantu para penyandang kelainan berkembang secara optimal,
sudah selayaknya negara menyediakan layanan pendidikan khusus bagi
mereka. Namun, apabila kita tengok sejarah perkembangan pelayanan
pendidikan ini, terutama di Indonesia, tampaknya keberadaan layanan
pendidikan tersebut sangat terlambat dibandingkan layanan pendidikan yang
sudah ada di negara-negara lain. Barangkali dari sejarah atau dongeng yang
pernah Anda dengar terselip tentang sikap masyarakat terhadap para
penyandang kelainan. Mitos yang masih hidup hingga sekarang, seperti yang
mengatakan bahwa anak yang lahir cacat merupakan kutukan dan hukuman
Tuhan merupakan salah satu kendala dalam menyediakan pelayanan
pendidikan khusus bagi penyandang kelainan. Apakah di sekeliling Anda ada
mitos seperti itu? Jika ya, apa pengaruhnya bagi penyandang kelainan dan
keluarganya?
Oleh karena berbagai hambatan tersebut, selama berabad-abad para
penyandang kelainan, khususnya yang di bawah normal, menerima perlakuan
yang buruk dari masyarakat, bahkan menurut Hewett (dalam Gearheart,
1980), dalam abad ke-14 dan ke-15, para penyandang kelainan ini menerima
perlakuan yang lebih buruk dari sebelumnya. Kondisi ini dipengaruhi oleh
latar belakang budaya masyarakat tempat para penyandang kelainan tersebut
dilahirkan dan dibesarkan. Makin tebal kepercayaan mereka terhadap
takhayul dan mistik, makin parah penderitaan para penyandang kelainan ini.
Barangkali Anda pernah mendengar cerita bahwa di satu tempat bayi yang
2.10 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
2 Anak Berkebutuhan Khusus 2.10
lahir cacat harus dibuang atau diisolasi. Kejadian seperti ini tidak hanya
terjadi di Indonesia, tetapi di seluruh dunia.
Pelayanan pendidikan khusus bagi penyandang kelainan baru dapat
ditelusuri mulai abad ke-16, ketika di Spanyol berhasil dididik seorang
penyandang tunarungu sejak lahir. Dengan demikian, peristiwa ini
merupakan titik asal berdirinya sekolah untuk tunarungu. Kenyataan ini
membuat kita berpikir, apa yang terjadi pada para penyandang kelainan
sebelum waktu itu. Bahkan di Amerika, keberadaan layanan pendidikan ini,
terutama bagi anak tunagrahita, tunarungu wicara dan tunanetra secara formal
baru dimulai pada abad ke-19. Pada sekitar pertengahan abad ke-19, Eduard
Senguin, yang merupakan prototype dari Itard (pendiri sekolah untuk anak
tunagrahita di Paris) berimigrasi ke Amerika Serikat. Tahun 1817 di
Connecticut, Amerika Serikat didirikan American Asylum for the Deaf, yaitu
sekolah yang disediakan khusus bagi anak tunarungu wicara. Untuk anak
tunanetra, sekolah yang pertama di Amerika Serikat didirikan pertama kali
pada Tahun 1831 di Watertown (Gearheat, 1980; Reynolds and Birch, 1988).
Sejak waktu itu, pelayanan pendidikan terhadap penyandang kelainan
mendapat kemajuan yang cukup pesat, yang dikukuhkan melalui undang-
undang. Salah satu dari Undang-undang Amerika Serikat yang amat terkenal
tentang pelayanan pendidikan bagi penyandang kelainan adalah Public Law
94-142 yang diundangkan pada Tahun 1975 dan berlaku efektif Tahun 1978.
Undang-undang ini merupakan tonggak sejarah dalam perkembangan
layanan pendidikan bagi penyandang kelainan, dan disebut sebagai The
Education of All Handicapped Children Act (Gerakan Pendidikan bagi
Semua Anak Penyandang Cacat). Undang-undang ini menjamin hak setiap
anak untuk mendapat pendidikan yang sesuai, yang bebas biaya, dan
dilaksanakan dalam lingkungan yang paling tidak terbatas (least restrictive
environment). Ini berarti, setiap penyandang kelainan mempunyai hak untuk
mendapat layanan pendidikan yang tidak terisolasi dan sesuai dengan
kondisinya. Dengan undang-undang seperti ini, terbuka peluang bagi ABK
untuk bersekolah di sekolah umum yang terdekat dengan tempat tinggalnya.
Bagaimana halnya dengan layanan pendidikan khusus di Indonesia?
Meskipun keberadaan anak berkebutuhan khusus sudah terdeteksi sejak
dulu kala, pelayanan pendidikan khusus yang berupa pendidikan luar biasa
(PLB) di Indonesia baru dapat ditelusuri mulai 1901, ketika Institut untuk
Tunanetra didirikan di Bandung. Dari data ini, Anda dapat menghitung
berapa tahun kita ketinggalan dari Amerika Serikat dan negara lain. Pendirian
2.11 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
2 Anak Berkebutuhan Khusus 2.11
sekolah yang memberi harapan ini, kemudian diikuti oleh pendirian Sekolah
Luar Biasa (SLB) untuk tunagrahita di Bandung pada Tahun 1927 (Amin
1985). Kota Bandung ternyata merupakan kota pertama yang menyediakan
layanan pendidikan bagi ABK. Perintisan ini memberi dampak positif bagi
layanan pendidikan ABK karena sejak itu perhatian kepada ABK mulai
meningkat. Dengan diproklamasikannya Kemerdekaan pada 17 Agustus
1945, pelayanan pendidikan untuk ABK semakin meningkat. Hal ini sejalan
dengan Pasal 31 UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara
berhak mendapat pendidikan.
Meskipun pelayanan pendidikan terhadap ABK diprakarsai oleh swasta
(yaitu berbagai yayasan sosial), namun gema pelayanan pendidikan ini
memberi makna tersendiri bagi perkembangan pelayanan pendidikan khusus
di Indonesia, termasuk peran pemerintah dalam menyediakan layanan
pendidikan ini. Berbagai SLB mulai bermunculan baik di Jawa maupun di
luar Jawa. Sebagian besar sekolah dikelola oleh yayasan swasta, dan sebagian
kecil dikelola oleh pemerintah. Peraturan pemerintah No. 72 Tahun 1991
tentang Pendidikan Luar Biasa, yang merupakan pedoman untuk
penyelenggaraan PLB, menetapkan bahwa setiap anak berhak mendapat
pendidikan sesuai dengan jenis kelainan yang disandangnya. Sejalan dengan
peraturan tersebut, SLB dibedakan menjadi SLB-A untuk anak tunanetra,
SLB-B untuk anak tunarungu, SLB-C untuk anak tunagrahita, SLB-D untuk
anak tunadaksa, dan SLB-E untuk anak tunalaras. Di samping itu, untuk anak
berbakat sebenarnya dibuka SLB-F, namun kemudian mereka lebih banyak
bersekolah di sekolah unggulan, dan untuk tunaganda disediakan SLB-G.
Terkait dengan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, pemerintah
mendirikan beberapa SLB Negeri, bahkan mendirikan SLB Pembina tingkat
provinsi dan SLB Pembina tingkat nasional. Di antara SLB Pembina tingkat
nasional tersebut adalah SLB-B di Denpasar, SLB-C di Lawang, Malang,
serta SLB-A di Jakarta. Pemerintah juga mendirikan Sekolah Terpadu, yaitu
sekolah dasar biasa yang juga melayani anak berkebutuhan khusus, dan
SDLB, yaitu sekolah dasar yang memberi layanan kepada ABK dari semua
jenis. Sekolah Terpadu diniatkan untuk memberi kesempatan kepada ABK
yang memenuhi syarat bersekolah bersama dengan anak-anak normal lainnya
sehingga jurang yang memisahkan antara anak berkebutuhan khusus dan
anak normal dapat dipersempit. Pada perkembangan selanjutnya, Sekolah
Terpadu tidak hanya diselenggarakan pada jenjang sekolah dasar, tetapi juga
2.12 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
2 Anak Berkebutuhan Khusus 2.12
pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu SLTP dan Sekolah
Menengah.
Di lain pihak, swasta juga tidak mau ketinggalan untuk memberikan
pelayanan pendidikan bagi ABK sehingga jumlah sekolah untuk ABK
meningkat tajam. Perhatian yang besar terhadap ABK terutama ditunjukkan
oleh yayasan yang bergerak di bidang sosial, dan pada umumnya diprakarsai
oleh para orang tua yang mempunyai anak berkebutuhan khusus. Dari hasil
survei yang dilakukan pada Tahun 1988 oleh Tim Konsultan PLB, ternyata
pendirian SLB kadang-kadang dimulai di sebuah garasi keluarga, yang
menampung ABK dari sekitarnya. Secara berangsur-angsur sekolah ini
dikembangkan, kemudian menjadi salah satu SLB yang bernaung di bawah
yayasan tertentu. Data dari Direktorat Pendidikan Dasar menunjukkan
adanya kenaikan jumlah sekolah negeri dan swasta, seperti yang terlihat pada
Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1.
Jumlah Sekolah dan Siswa Berkebutuhan Khusus
Tahun 1993/1994 dan Tahun 1998/1999
Dari tabel di atas, dapat Anda simak perbandingan antara sekolah swasta
dan negeri, serta kenaikan yang cukup berarti dalam waktu 5 tahun. Secara
keseluruhan, selama lima tahun, jumlah sekolah meningkat dari 899 buah
menjadi 1.248 buah (39%), sedangkan jumlah siswa yang dilayani meningkat
dari 38.616 orang menjadi 46.945 orang (22%). Di samping itu, informasi
yang cukup menggembirakan adalah tentang Pendidikan Terpadu. Pada
mulanya, Pendidikan Terpadu ini hanya terdiri dari SD Terpadu yang
berjumlah 84 buah pada Tahun 1993/1994 dan melayani hanya 184 siswa,
sedangkan pada Tahun 1998/1999, Pendidikan Terpadu ini berjumlah 184
buah serta melayani 872 siswa SD, 40 siswa SLTP, dan 49 orang siswa SM.
2.13 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
2 Anak Berkebutuhan Khusus 2.13
Ini berarti, sejumlah 961 orang ABK yang memenuhi syarat sudah belajar
bersama anak normal di sekolah biasa.
Pada Tahun 2010, terbit Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2010 (PP No. 17/2010) tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan. Dalam PP No. 17/2010 tersebut, Pasal 130,
ayat (1) dan (2) berbunyi sebagai berikut.
1. Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dapat diselenggarakan
pada semua jalur dan jenis pendidikan pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah.
2. Penyelenggaraan pendidikan khusus dapat dilakukan melalui satuan
pendidikan khusus, satuan pendidikan umum, satuan pendidikan
kejuruan, dan/atau satuan pendidikan keagamaan.
Melihat hasil penelitian di atas, apa yang dapat Anda simpulkan? Secara
umum Anda pasti mengakui bahwa keberadaan anak-anak yang memerlukan
bantuan khusus atau anak berkebutuhan khusus di SD biasa cukup
mencengangkan. Pernahkah Anda menyadari hal tersebut? Dengan perkataan
lain, sadarkah Anda bahwa di kelas Anda banyak siswa yang memerlukan
bantuan khusus? Jika Anda cermati kembali hasil penelitian di atas, Anda
2.15 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
2 Anak Berkebutuhan Khusus 2.15
L AT IH A N
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Cobalah Anda perhatikan anak berkebutuhan khusus yang mungkin ada
di sekitar Anda! Apakah anak-anak tersebut memerlukan pelayanan
pendidikan khusus? Jika ya, pelayanan pendidikan khusus apa yang
mereka perlukan? Apakah pelayanan pendidikan tersebut tersedia bagi
anak tersebut? Jika tidak tersedia, usaha apa yang dapat dilakukan oleh
orang tua anak tersebut dan masyarakat sekitarnya untuk menolong
anak-anak itu?
2) Cobalah Anda kunjungi sebuah SLB yang terdekat dengan tempat
tinggal Anda. Tanyakan kepada kepala sekolah dan guru atau apabila
perlu kepada pengurus yayasan, sejarah berdirinya SLB tersebut.
Cocokkan hasil wawancara Anda dengan uraian tentang sejarah
perkembangan layanan pendidikan khusus, kemudian buat kesimpulan
tentang sejarah perkembangan layanan pendidikan khusus versi Anda
sendiri!
3) Kumpulkan beberapa mitos tentang kelahiran cacat dan kumpulkan
informasi tentang sikap/tindakan masyarakat terhadap penyandang cacat
atau kelainan. Kemudian, diskusikan dengan teman-teman Anda
mengapa mitos-mitos dan sikap masyarakat terhadap kecacatan
menghambat pelayanan pendidikan bagi penyandang kelainan!
4) Diskusikan dengan teman-teman Anda, mengapa proporsi anak
berkesulitan belajar yang ada di SD biasa sangat tinggi dibandingkan
dengan proporsi anak tunarungu atau tunanetra yang berada di SD biasa?
Cobalah tanyakan hal ini kepada sekolah Anda!
2.16 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
2 Anak Berkebutuhan Khusus 2.16
RANGKUM AN
membantu ABK yang ada di sekolah biasa. Perhatian ini terwujud dalam
berbagai penelitian tentang keberadaan ABK dan berbagai program
pelatihan untuk membantu ABK yang berada di sekolah biasa,
khususnya para penyandang kesulitan belajar.
TE S F O R M ATIF 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Istilah pelayanan pendidikan, mencerminkan berbagai makna berikut,
kecuali ....
A. sesuai dengan kebutuhan yang dilayani
B. sesuai dengan kebutuhan pribadi penyedia layanan
C. memungkinkan berkembangnya potensi yang dilayani
D. diberikan oleh orang-orang yang profesional di bidangnya
Kegiata n B elajar 2
Ilustrasi 1
Tita bersekolah di SLB-B sejak usia 5 tahun. Setiap hari ia hanya bergaul
dengan teman-teman yang menyandang tunarungu. Meskipun pelajaran
disampaikan oleh guru dengan berbagai metode, tetapi jika Tita
berkomunikasi dengan temannya, ia selalu menggunakan bahasa isyarat.
Keakraban di antara Tita dan teman-temannya semakin meningkat
karena mereka tinggal di asrama dan hampir tidak pernah bergaul
dengan anak-anak normal. Oleh karena itu, di sekolah Tita seolah-olah
2.22 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
2 Anak Berkebutuhan Khusus 2.22
terdapat dunia sendiri bagi para tuna rungu. Kondisi ini ditunjang oleh
kenyataan bahwa pengasuh asrama lebih banyak menggunakan bahasa
isyarat jika berkomunikasi dengan anak-anak penghuni asrama.
Ilustrasi 2
Ilustrasi 3
Jika Anda kaji secara cermat, Anda akan menemukan bahwa Ilustrasi 1
menggambarkan pendidikan ABK yang terpisah dari anak normal, ABK
tidak mempunyai kesempatan untuk bergurau dengan anak normal, dan
kegiatan belajar sepanjang waktu terjadi secara terpisah. Ilustrasi 2
menggambarkan ABK yang belajar sebagian secara terpisah, namun
sewaktu-waktu bergabung dengan anak normal sehingga kegiatan belajar
mereka menjadi bervariasi. Selanjutnya, Ilustrasi 3 menggambarkan ABK
yang belajar secara penuh di sekolah biasa, bergabung dengan anak-anak
normal. Beberapa penyesuaian dilakukan oleh siswa dan guru.
Dari uraian di atas, Anda dapat menyimak bahwa Ilustrasi 1
menggambarkan bentuk layanan yang terpisah penuh, Ilustrasi 2
menggambarkan bentuk layanan setengah terpisah setengah terpadu, dan
Ilustrasi 3 menggambarkan bentuk layanan terpadu penuh. Dalam istilah
pendidikan khusus, pendidikan terpisah disebut sebagai segregasi dan
pendidikan terpadu disebut sebagai integrasi. Selanjutnya pendidikan yang
terpadu/terintegrasi penuh disebut sebagai inklusi. Debat antara segregasi dan
integrasi di antara para pakar pendidikan khusus sudah berlangsung sejak
lama karena masing-masing pihak mempunyai alasan yang kuat untuk
mempertahankan pilihan. Untuk memperkaya wawasan Anda tentang hal ini,
mari kita kaji berbagai pokok pikiran tentang pelayanan bentuk segregasi,
integrasi, dan inklusi.
Jika kita kaji alasan para pendukung layanan segregasi, tampaknya ada
benarnya juga. Namun, kelemahan layanan segregasi juga harus
diperhitungkan. Anda tentu dapat menerka kelemahan tersebut. Jika ABK
selalu dididik secara terpisah, mereka seolah-olah mempunyai dunia sendiri
yang terisolasi dari dunia luar. Di samping itu, mereka juga tidak pernah
mendapat tantangan untuk mencapai sesuatu yang lebih baik karena teman-
teman mereka kemampuannya hampir sama. Kerugian atau kelemahan lain
adalah masyarakat luas tidak mengenal ABK secara benar sehingga mereka
tidak dapat menghargai mereka, padahal jika mendapat layanan yang sesuai,
ABK juga mampu mengembangkan potensinya secara optimal, yang kadang-
kadang dalam bidang tertentu melebihi kemampuan anak normal.
anak-anak lain yang ada dalam satu sekolah. Beranjak dari konsep inklusi
tersebut, pada praktiknya ABK disekolahkan di sekolah yang terdekat dengan
tempat tinggalnya, terlepas dari tingkat kelainan yang disandang. Ini berarti
anak tunarungu berat atau tunagrahita berat juga dapat bersekolah di sekolah
yang terdekat dari rumahnya, yaitu di sekolah biasa. Inilah yang ditentang
oleh beberapa pakar pendidikan khusus, seperti Kauffman dan Margaret
Wang. Menurut mereka, semestinya sekolah biasa hanya menerima ABK
yang sesuai untuk masuk di sekolah tersebut, bukan menerima semua anak
yang berdomisili di sekitar sekolah itu. Para penyandang kelainan yang
cukup parah tidak mungkin dilayani di sekolah biasa. Mereka memerlukan
pelayanan di sekolah yang diatur secara khusus agar mampu memenuhi
kebutuhan perawatan kesehatan dan latihan dalam menguasai keterampilan
hidup sehari-hari.
Selanjutnya, Margaret Wang menekankan agar fokus perhatian para
pendidik diletakkan pada kekuatan anak, dan bukan pada hal-hal yang
menyimpang pada anak. Oleh karena itu, pengintegrasian anak hendaknya
jangan hanya mempertimbangkan kelainan anak, tetapi juga
mempertimbangkan kemampuan dan kebutuhan anak. Setiap penyandang
kelainan mempunyai potensi atau kekuatan untuk mengimbangi kelainan
yang disandangnya; dan inilah yang harus dikembangkan dalam memberikan
pelayanan.
Terlepas dari silang pendapat antara penganut layanan segregasi dan
integrasi, kita tentu harus mencari jalan yang terbaik bagi ABK. Sebagaimana
kita ketahui, di Indonesia, bentuk pelayanan sebagian besar masih bersifat
segregasi, bahkan setiap jenis ABK mempunyai sekolah sendiri. Hal ini dapat
kita kaji dari jenis sekolah yang tersedia untuk setiap jenis ABK, dari SLB-A
sampai dengan SLB-G, meskipun kemudian pemisahan jenis sekolah ini
tidak tercantum lagi dalam PP No. 17/2010. Namun, kita juga mempunyai
Pendidikan Terpadu yang mendidik ABK di sekolah biasa. Jika bentuk
segregasi tetap dipertahankan secara ekstrem, tentu banyak kerugian yang
akan kita alami. Demikian pula jika bentuk integrasi kita terapkan secara
ekstrem, biayanya akan cukup mahal dan dampak negatifnya mungkin susah
diatasi. Oleh karena itu, ada baiknya kita kaji model integrasi atau
mainstreaming yang digagas oleh Reynolds & Birch (1988) sebagai berikut.
Model integrasi ini terdiri dari 3 jenis, yaitu integrasi fisik, sosial, dan
pembelajaran. Integrasi fisik terjadi dalam bentuk kebersamaan antara anak
normal dan ABK, seperti mereka berada bersama-sama dalam ruangan
2.26 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
2 Anak Berkebutuhan Khusus 2.26
bermain, kantin, atau ruangan lain. Interaksi mungkin tidak terjadi di antara
mereka, namun paling tidak mereka menyadari bahwa mereka (ABK dan
anak normal) berada bersama-sama dalam satu ruangan. Selanjutnya integrasi
sosial terjadi jika antara ABK dan anak normal terjadi komunikasi, misalnya
saling menyapa, bersenda-gurau, atau bermain. Akhirnya, integrasi
pembelajaran terjadi jika ABK dan anak normal belajar bersama-sama.
Durasi atau waktu untuk ketiga jenis integrasi tersebut dapat bervariasi sesuai
dengan kemampuan setiap anak. Berikut dapat Anda simak contoh profil
ketiga jenis pengintegrasian tersebut bagi seorang ABK.
Gambar 2.1.
Contoh Profil Integrasi Fisik, Sosial, dan Pembelajaran bagi Seorang ABK
Gambar 2.1 di atas merupakan profil integrasi seorang anak (ABK) yang
menggunakan sekitar 60% dari waktu belajar per hari (ditunjukkan oleh garis
berpanah di sebelah kiri gambar) untuk berintegrasi dengan anak normal;
sedangkan 40% waktu belajar per hari ABK ini belajar secara terpisah.
Namun, waktu integrasi yang besarnya 60% tersebut adalah integrasi fisik,
sedangkan integrasi sosial hanya terjadi sekitar 40%, dan integrasi
pembelajaran sekitar 25%. Dengan demikian, dari profil tersebut dapat kita
ketahui bahwa sekitar 40% dari waktu belajar sehari, anak tersebut mendapat
layanan pendidikan segregasi atau terpisah dari anak normal.
Dengan cara menerapkan model pengintegrasian seperti di atas,
diharapkan kebutuhan pendidikan ABK akan dapat terpenuhi, baik dari segi
sosialisasi dengan anak normal maupun dari segi kebutuhan pribadi. Satu hal
2.27 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
2 Anak Berkebutuhan Khusus 2.27
Gambar 2.2
Rentangan Pelayanan Pendidikan Khusus
Dari Gambar 2.2 di atas dapat Anda lihat rentangan layanan pendidikan
khusus dari integrasi penuh atau inklusi (ABK berada di sekolah biasa)
sampai dengan segregasi penuh, yaitu ABK berada di panti-panti atau di
rumah sakit untuk mendapat layanan kesehatan dan pendidikan. Di antara
kedua ekstrem tersebut terdapat berbagai variasi, seperti ABK yang
bersekolah di kelas biasa, tetapi sewaktu-waktu mendapat layanan
pendidikan khusus di kelas tersebut; yang sering disebut sebagai self-
contained classroom, kemudian sekolah atau kelas biasa, namun sewaktu-
waktu ABK meninggalkan kelas untuk mendapat layanan di ruang sumber.
2.28 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
2 Anak Berkebutuhan Khusus 2.28
kelompok kecil dan kegiatan individual sering tidak tersedia di sekolah biasa,
serta (d) guru tidak mendapat pelatihan khusus untuk menangani ABK.
Di Indonesia, model layanan ini dikenal dengan nama Sekolah Terpadu,
yang sebenarnya sudah ada (meskipun tidak resmi) sejak tahun 70-an, ketika
anak-anak tunanetra belajar di SLTA (SPG) biasa. Secara formal, seperti
yang Anda kaji pada Kegiatan Belajar 1, Sekolah Terpadu ada pada jenjang
SD, namun kemudian berkembang ke jenjang SLTP dan SLTA. Para ABK
pada umumnya dilayani penuh di sekolah biasa dengan melakukan berbagai
penyesuaian, seperti lebih banyak memberikan ulangan lisan kepada
tunanetra atau para tunanetra menulis jawaban dengan huruf Braille,
kemudian mereka membacakan jawabannya atau orang lain yang ditugaskan
menuliskan jawaban tersebut dengan huruf Latin.
dibantu oleh guru kunjung. Guru kunjung ini adalah guru Pendidikan Khusus
yang bertugas di lebih dari satu sekolah. Oleh karena itu, ia tidak setiap hari
berada di sekolah yang sama, melainkan mempunyai jadwal kunjungan tetap
ke sekolah-sekolah tempatnya bertugas. Kekuatan dari model ini adalah (a)
guru kunjung dapat membantu mengidentifikasi dan melakukan diagnosis
terhadap ABK yang ada di sekolah biasa; (b) dapat memberi konsultasi pada
guru sekolah biasa; (c) layanan yang diberikan bersifat paruh waktu,
(d) dapat mengakomodasi kebutuhan beberapa sekolah, dan (e) merupakan
cara yang ekonomis untuk melayani ABK ringan. Model ini juga mempunyai
kelemahan, yaitu (a) bantuan untuk ABK tidak dapat diberikan secara
konsisten karena kedatangan yang mungkin jarang, (b) guru kunjung
mungkin kurang akrab dengan staf sekolah lainnya, (c) masalah transportasi
yang sering sulit, (d) kesinambungan program kurang terpelihara, dan
(e) tindak lanjut yang teratur juga kurang.
Kasus
dan ingin membantu guru. Berkaitan dengan hal ini, sebagai satu tim, guru
diharapkan melakukan hal-hal berikut terhadap orang tua siswa.
1. Memberikan supervisi kepada orang tua yang ingin membantu guru
dalam pendidikan anaknya.
2. Menilai kemajuan siswa, serta melaporkan dan menginterpretasikan hasil
penilaian tersebut kepada orang tua siswa.
3. Bekerja sama dengan orang tua siswa dalam membuat perencanaan dan
mengambil keputusan yang berkaitan dengan kebijakan dan
penyelenggaraan sekolah.
4. Berkonsultasi dengan orang tua siswa tentang situasi sekolah dan situasi
rumah yang mungkin mempengaruhi anak.
5. Jika dianggap perlu dan tepat, guru bertindak sebagai orang tua terhadap
siswa asuhannya.
L AT IH A N
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
2) Diskusi Anda akan menjadi lebih terarah jika Anda tetapkan butir-butir
yang perlu dipertimbangkan jika kebijakan ini berlaku di Indonesia.
Misalnya, untuk tingkat makro (nasional), Anda harus mempertimbang-
kan struktur sekolah yang ada sekarang dengan segala fasilitas, sarana.
dan penyebaran sumber daya (terutama guru). Untuk tingkat mikro
(sekolah), aspek yang harus dipertimbangkan, antara lain kemampuan
guru, sikap masyarakat sekitar, serta dampaknya bagi ABK dan anak
normal. Masalah yang muncul dapat bersumber dari aspek-aspek
tersebut, dan cara mengatasinya mungkin sangat bervariasi. Setiap cara
pemecahan yang Anda kemukakan harus dikaitkan dengan aspek-aspek
yang telah disebutkan tadi.
3) Pendapat Anda dapat berbeda-beda, namun yang jelas, pendapat tersebut
bertitik tolak dari deskripsi tugas seorang guru kunjung dan dampak
kunjungannya bagi siswa dan para guru, termasuk kepala sekolah. Setiap
pendapat hendaknya didukung dengan alasan yang kuat.
4) Anda dapat memilih model atau jenis layanan yang berbeda-beda,
asalkan Anda dapat memberikan alasan yang kuat, dilihat dari berbagai
aspek, seperti kebutuhan siswa, guru, sarana/fasilitas yang tersedia,
pandangan masyarakat, dan orang tua siswa.
5) Kolaborasi dapat Anda lakukan dengan teman sejawat dan orang tua
siswa karena keduanya sangat berperan sebagai anggota tim yang akan
membantu Anda. Silakan Anda rinci hal-hal yang perlu dilakukan dalam
kolaborasi ini, dengan mengkaji ulang uraian terakhir dari Kegiatan
Belajar 2.
RANGKUM AN
TE S F O R M ATIF 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Kekuatan layanan pendidikan segregasi dalam pendidikan bagi ABK
adalah ....
A. dapat melayani berbagai jenis ABK
B. ABK mendapat layanan dari guru yang dididik khusus
C. ABK dapat bergaul dengan teman yang kondisinya hampir sama
D. orang tua ABK merasa lebih mantap dengan pendidikan anaknya
9) Berikut ini adalah personel yang dapat menjadi anggota tim dalam
melayani kebutuhan ABK, kecuali ....
A. orang tua
B. guru Pendidikan Khusus
C. kepala tata usaha
D. psikolog
Tes Formatif 1
1) B. Kebutuhan pribadi penyedia layanan tidak merupakan bagian atau
komponen dari pelayanan yang diberikan kepada pengguna
layanannya.
2) C. Jawaban A, B, dan D juga benar, tetapi yang paling benar adalah
untuk mengembangkan potensi yang dimiliki.
3) A. Jenis dan durasi pelayanan yang diperlukan tergantung dari jenis dan
tingkat kelainan meskipun keluarga, masyarakat, dan ketersediaan
tenaga ahli berbeda-beda.
4) B. Rama hanya memerlukan bantuan tersebut ketika ia mempunyai
masalah.
5) A. Penyandang kelainan memang sudah ada sejak zaman purba.
6) C. Kemajuan teknologi bukan menghambat, tetapi bahkan membantu
pelayanan bagi ABK.
7) C. Penyalahgunaan kemajuan teknologi memang merupakan salah satu
penyebab munculnya kelainan.
8) A. Sudah jelas, sesuai fakta.
9) A. Berkembangnya jumlah SLB swasta merupakan bukti konkret
besarnya peran swasta dalam peningkatan pelayanan bagi ABK.
10) A. Hasil penelitian menunjukkan banyak ABK yang ada di sekolah
biasa, cukup banyak; ini menuntut adanya pelayanan, agar mereka
bisa berkembang optimal.
Tes Formatif 2
1) B. Guru yang dididik khusus untuk menangani ABK akan lebih mampu
memenuhi kebutuhan ABK.
2) D. ABK mendapat layanan pendidikan yang sama dengan anak normal
bukan kekuatan karena kebutuhan ABK mungkin tidak terpenuhi.
3) C. Semua jawaban benar, tetapi yang paling benar C karena model
perilaku negatif paling cepat dan ampuh ditiru.
4) A. Oleh karena guru dari SLB hanya berkunjung pada waktu tertentu
secara terjadwal.
2.44 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
2 Anak Berkebutuhan Khusus 2.44
5) D. Integrasi fisik hanya cocok untuk ABK berat dan berat sekali karena
bagi ABK ringan dan sedang, sebaiknya disediakan kesempatan
untuk integrasi sosial dan pembelajaran.
6) C. Sudah jelas.
7) A. Kondisi yang paling ideal bagi ABK yang belajar di sekolah biasa
adalah kemampuan akademik yang kurang lebih sama sehingga
layanan pendidikan khusus yang perlu diberikan hanya berkaitan
dengan kelainannya.
8) C. Potensi yang dimiliki ABK bukan alasan perlunya pendekatan
kolaboratif dalam pelayanan pendidikan karena setiap anak juga
mempunyai potensi yang dapat dikembangkan.
9) C. Kepala tata usaha mungkin tidak banyak berperan dalam
memberikan pelayanan pendidikan langsung bagi ABK.
10) D. Program tahunan tidak selalu mencerminkan kebutuhan yang harus
dipertimbangkan dalam layanan pendidikan ABK.
2.45 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
2 Anak Berkebutuhan Khusus 2.45
Glosariu m
Daftar Pustaka
Gearheart, B. R. (1980). Special Education for The 80's. St. Lois: The Mosby
Company.
Dalam modul ini, Anda akan mengkaji tentang pendidikan khusus bagi
anak berbakat. Materi modul ini secara terperinci mencakup definisi,
dampak, kebutuhan pendidikan, dan jenis layanan bagi anak berbakat.
Penguasaan Anda terhadap materi modul ini diharapkan akan
melancarkan tugas Anda, sebab tidak mustahil anak-anak berbakat ini hadir
di kelas Anda dan belajar bersama-sama dengan anak biasa (normal). Oleh
sebab itu, setelah menyelesaikan modul ini Anda diharapkan dapat
menjelaskan:
1. definisi keberbakatan;
2. dampak keberbakatan;
3. kebutuhan pendidikan anak berbakat;
4. berbagai jenis layanan khusus bagi anak berbakat.
Kegiata n B elajar 1
A. DEFINISI
biasa hebat dalam suatu bidang yang berfaedah (Henry, seperti dikutip oleh
Kirk dan Gallagher, 1979:61).
Adapun definisi yang digunakan dalam Public Law 97-135 yang
disahkan oleh Kongres Amerika Serikat pada Tahun 1981, yang dimaksud
dengan anak berbakat (gifted and talented) ialah berikut ini.
Bertolak dari hasil penelitian tentang proses belajar maka Clark (1983:6)
mengemukakan definisi keberbakatan sebagai berikut.
B. DAMPAK KEBERBAKATAN
1. Aspek Akademik
Kecepatan perkembangan kognitif yang tidak sesuai dengan
perkembangan dan kekuatan fisik sehingga terjadi kesenjangan di antara
keduanya, dapat menimbulkan perasaan tidak dekat pada diri anak. Perasaan
semacam ini dapat mendorong anak tidak peduli terhadap kegiatan kelompok
3.6 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
3 Anak Berkebutuhan Khusus 3.6
2. Aspek Sosial/Emosi
Kemampuan anak berbakat untuk menyerap dan menghimpun informasi
yang tidak diimbangi dengan perkembangan emosi dan kesadaran dapat
menimbulkan ketidakstabilan perkembangan emosi. Kondisi perkembangan
seperti ini akan membuat individu rawan terhadap kritik, bersikap sinis dan
menentang, menentukan nilai sendiri dan tujuan yang mungkin tidak
realistik.
Kematangan sosial dan kecakapan kepemimpinan yang tumbuh lebih
awal pada anak berbakat dapat menimbulkan masalah penyesuaian yang
tidak memberi peluang untuk menampilkan kecakapannya itu, akan
menumbuhkan perasaan tidak tertantang dan dapat mendorong individu
untuk mengambil pemecahan masalah melalui jalan pintas tanpa
mempertimbangkan keterkaitan masalah satu dengan yang lain dalam
kompleksitas kehidupan.
Ada beberapa ciri individu yang memiliki keberbakatan sosial, yaitu
(a) diterima oleh mayoritas dari teman-teman sebaya dan orang dewasa,
(b) keterlibatan mereka dalam berbagai kegiatan sosial, mereka memberikan
sumbangan positif dan konstruktif, (c) kecenderungan dipandang sebagai juru
pemisah dalam pertengkaran dan pengambil kebijakan oleh teman sebayanya,
(d) memiliki kepercayaan tentang kesamaan derajat semua orang dan jujur,
(e) perilakunya tidak defensif dan memiliki tenggang rasa, (f) bebas dari
tekanan emosi dan mampu mengontrol ekspresi emosional sehingga relevan
dengan situasi, (g) mampu mempertahankan hubungan abadi dengan teman
sebaya dan orang dewasa, (h) mampu merangsang perilaku produktif bagi
orang lain, dan (i) memiliki kapasitas yang luar biasa untuk menanggulangi
situasi sosial dengan cerdas, dan humor.
Dicontohkan pula oleh Kirk, anak yang berbakat dalam hal sosial dan
emosi, bahwa: Seorang anak berusia 10 tahun memperlihatkan kemampuan
penyesuaian sosial dan emosi (sikap periang, bersemangat, kooperatif,
bertanggung jawab, mengerjakan tugasnya dengan baik, membantu temannya
yang kurang mampu, dan akrab dalam bermain). Sikap-sikap yang
diperlihatkannya itu sama dengan sikap anak normal usia 16 tahun.
Dicontohkan pula oleh Kirk bahwa: Seorang anak berbakat usia 10 tahun
memiliki tinggi dan berat badan sama dengan usianya. Yang menunjukkan
perbedaan adalah koordinasi geraknya sama dengan anak normal usia 12
tahun. Mereka juga memperlihatkan sifat rapi.
Karakteristik anak berbakat secara umum, seperti yang dikemukakan
oleh Renzulli, 1981 (dalam Sisk, 1987) menyatakan bahwa keberbakatan
(giftedness) menunjukkan keterkaitan antara 3 kelompok ciri-ciri, yaitu
(a) kemampuan kecerdasan jauh di atas rata-rata, (b) kreativitas tinggi dan
(c) tanggung jawab atau pengikatan diri terhadap tugas (task commitment).
Masing-masing ciri mempunyai peran yang menentukan.
Seseorang dikatakan berbakat intelektual jika mempunyai inteligensia
tinggi. Sedangkan kreativitas adalah sebagai kemampuan untuk menciptakan
sesuatu yang baru, memberikan gagasan baru, kemampuan untuk melihat
hubungan-hubungan yang baru antara unsur-unsur yang sudah ada. Demikian
pula berlaku bagi pengikatan diri terhadap tugas. Hal inilah yang mendorong
seseorang untuk tekun dan ulet meskipun mengalami berbagai rintangan dan
hambatan karena ia telah mengikatkan diri pada tugas atas kehendaknya
sendiri.
L AT IH A N
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Anda dapat saja mengemukakan salah satu definisi anak berbakat versi
Amerika. Kemudian, Anda diminta untuk memberi kesimpulan dari
definisi yang Anda pilih.
2) Anda dapat saja mengemukakan salah satu definisi anak berbakat versi
Indonesia. Kemudian, Anda diminta untuk memberi kesimpulan dari
definisi yang Anda pilih.
3.9 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
3 Anak Berkebutuhan Khusus 3.9
RANGKUM AN
TE S F O R M ATIF 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Anak berbakat memiliki skor tes inteligensia sekitar ....
A. 100 atau 110
B. 110 atau 120
C. 120 atau 130
D. 130 atau 140
6) Ciri anak berbakat intelektual meliputi hal-hal berikut ini, kecuali ....
A. memiliki perilaku defensif
B. memiliki retensi yang tinggi tentang informasi
C. memiliki simpanan informasi yang luas tentang berbagai topik
D. cenderung cepat bosan dengan tugas-tugas rutin
10) Anak berbakat adalah anak yang mempunyai kemampuan yang unggul
dalam ....
A. intelektual
B. seni/kinestetik
C. psikomotor
D. intelektual dan nonintelektual
Kegiata n B elajar 2
memberikan respon yang unik dan layak). Namun, hal-hal yang ditemukan
oleh guru, orang tua, perlu dicek dengan tes standar dan pengukuran
kemampuan objektif lainnya oleh para ahli dalam bidang tersebut.
Selanjutnya Renzulli, dkk., seperti dikutip Conny Semiawan (1995)
mengemukakan bahwa identifikasi anak berbakat harus mewakili kawasan-
kawasan kemampuan intelektual umum, komitmen terhadap tugas, dan
kreativitas. Menurutnya kinerja seseorang secara khusus dipengaruhi oleh
motivasi yang muncul dalam menyelesaikan tugasnya dan ketiga dimensi itu
saling berhubungan. Prosedur identifikasi dengan sendirinya memperhatikan
faktor intelektual dan nonintelektual. Pendekatan Renzulli ini penting karena
dapat membedakan anak-anak berbakat dari mereka yang biasa-biasa saja
terutama dilihat dari faktor motivasi dan kreativitas.
d) Pembaruan
Pembaruan isi pelajaran adalah pengenalan materi yang biasanya tak
akan muncul dalam kurikulum umum karena keterbatasan waktu
atau abstraknya sifat isi pelajaran. Tujuan pembaruan ini ialah untuk
membantu anak-anak berbakat menguasai ide-ide yang penting.
Jenis pembaruan materi pelajaran, misalnya guru mengajak siswa
untuk memikirkan konsekuensi kemajuan teknologi (AC, komputer,
TV, dan lain-lain).
e) Modifikasi kurikulum sebagai alternatif
(1) Kurikulum plus
Herry Widyastono (1996) mengemukakan bahwa kurikulum
plus dikembangkan dari kurikulum umum (nasional) yang
diperluas dan diperdalam (pengayaan horizontal dan vertikal),
agar siswa mampu memanifestasikan (mewujudkan) potensi
proses berpikir tingkat tinggi (analisis, sintesis, evaluasi, dan
pemecahan masalah) yang dimiliki, tidak sekadar proses
berpikir tingkat rendah (ingatan/pengetahuan, pemahaman, dan
penerapan), seperti anak pada umumnya yang sebaya
dengannya.
(2) Kurikulum berdiferensiasi
Conny Semiawan (1995) mengemukakan bahwa kurikulum
berdiferensiasi dirancang dengan mengacu pada penanjakan
kehidupan mental melalui berbagai program yang akan
menumbuhkan kreativitas serta mencakup berbagai pengalaman
belajar intelektual tingkat tinggi. Kurikulum ini tidak
memerlukan sekolah khusus anak berbakat. Dalam model ini,
anak berbakat yang menonjol dalam bidang tertentu bisa
memperoleh materi yang lebih banyak sehingga bakatnya
menonjol. Dalam pengayaan, bukan materi dan jam
pelajarannya yang ditambah secara kuantitatif, tetapi yang
paling penting adalah suatu desain yang secara kualitatif
berbeda dengan anak normal.
Kurikulum ini memungkinkan guru untuk mendiferensiasi
kurikulum tanpa mengganggu kelancaran pembelajaran di
dalam kelas. Contohnya, seorang guru kelas 3 SD mengajar
struktur bumi. Ternyata muncul pernyataan dari beberapa siswa
bahwa mereka telah mengetahui nama lapisan bumi dan
3.21 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
3 Anak Berkebutuhan Khusus 3.2
1
tentang dirinya yang tidak boleh dilihat oleh temannya. Suruhlah mereka
periksa secara cermat, barangkali ada jawaban yang ingin diubahnya
karena dirasakannya tidak sesuai dengan dirinya. Setelah selesai bagilah
murid menjadi 5 atau 8 orang per kelompok dan suruhlah mereka saling
membicarakan jawabannya. Tujuannya adalah untuk saling menghayati
keunikan dirinya. Selanjutnya dapat diberi pertanyaan secara terbuka.
2) Tingkat kreativitas kedua, ditandai oleh adanya pemetaan masalah
dengan mencari pemecahan masalah secara teratur (organized).
Misalnya, “Lima hari sekolah” dapat dipetakan dalam kelompok masalah
dan bagaimana perlakuan subjek terhadap masalah tersebut. Kemudian,
guru dapat memberikan beberapa pertanyaan yang menuntut pemikiran
evaluatif atau aneh seperti persamaan dan perbedaan raksasa dan orang
kerdil.
3) Tingkat kreativitas ketiga, dengan mengadakan perumusan masalah
berdasarkan asumsi tertentu, seperti mencari berbagai informasi tentang
hal tertentu, analisis desain yang sistemik serta meramalkan sesuatu
(hipotesis), membuktikan kebenaran suatu ramalan, dan membuat proyek
mandiri tentang topik tersebut. Selanjutnya, dapat dibuka berbagai pusat
kegiatan, misalnya pusat sains dan pusat pengembangan pengabdian
pada masyarakat.
e. Desain pembelajaran
Sebagaimana kita ketahui bahwa anak berbakat terus-menerus
memerlukan stimulus untuk mencapai perkembangan yang optimal. Oleh
karena itu, kita perlu merencanakan desain pembelajaran yang khusus.
Renzulli mengemukakan bahwa langkah-langkah penting untuk diperhatikan
dalam mendesain pembelajaran adalah sebagai berikut: Seleksi dan latihan
guru, pengembangan kurikulum untuk memenuhi kebutuhan belajar dalam
segi akademik maupun seni, prosedur identifikasi jamak, pematokan sasaran
program, orientasi kerja sama antarpersonel, rencana evaluasi, dan
peningkatan administratif.
Hal-hal tersebut dapat dikelompokkan menjadi karakteristik dan
kebutuhan belajar anak, persiapan tenaga guru, pengembangan kurikulum
yang sesuai dengan kebutuhan anak, adanya kerja sama antarpersonel, pola
administrasi, dan rencana evaluasi yang digunakan.
Selanjutnya, dalam menentukan alternatif pembelajaran M. Soleh (1996)
mengemukakan bahwa ada pilihan khusus, seperti (1) mengemas materi
bidang studi tertentu agar sesuai dengan kebutuhan belajar anak berbakat,
kemudian berangsur-angsur ke bidang studi lain; (2) melatih teknik mengajar
tertentu kepada guru bidang studi seperti teknik pembelajaran pengembangan
kreativitas; dan (3) mencobakan beberapa model pembelajaran di sekolah
atau daerah tertentu dan jika diperoleh hasil yang baik, kemudian
menyebarluaskannya ke sekolah lain.
f. Evaluasi
Proses evaluasi pada anak berbakat tidak berbeda dengan anak pada
umumnya, namun karena kurikulum atau program pelajaran anak berbakat
berbeda dalam cakupan dan tujuannya maka dibutuhkan penerapan evaluasi
yang sesuai dengan keadaan tersebut.
Tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui ketuntasan belajar anak
berbakat. Sehubungan dengan hal itu, Conny Semiawan (1987, 1992)
mengemukakan bahwa instrumen dan prosedur yang digunakan mengacu
pada ketuntasan belajar adalah: pengejawantahan dari kekhususan layanan
pendidikan anak berbakat, hasil umpan balik untuk keperluan tertentu,
pemantulan tingkat kemantapan penguasaan suatu materi sesuai dengan sifat,
keterampilan, dan kemampuan maupun kecepatan belajar seseorang. Model
pengukuran seperti tersebut di atas adalah pengukuran acuan kriteria
3.27 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
3 Anak Berkebutuhan Khusus 3.2
7
L AT IH A N
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Anak berbakat memiliki kebutuhan pendidikan secara khusus. Sebutkan
kebutuhan yang dimaksud dan mengapa demikian?
2) Dalam memberikan layanan terhadap anak berbakat diperlukan adaptasi
lingkungan belajar. Sebutkan beberapa adaptasi lingkungan belajar
tersebut!
3) Selain membutuhkan adaptasi lingkungan belajar dibutuhkan juga
adaptasi program. Sebutkan adaptasi program tersebut!
4) Oleh karena keberbakatannya, maka anak berbakat membutuhkan
strategi pembelajaran yang berbeda dengan anak pada umumnya.
Sebutkan strategi pembelajaran yang dimaksud!
5) Sebagaimana pembelajaran pada umumnya anak berbakat pun
membutuhkan evaluasi. Jelaskan evaluasi yang bagaimanakah yang
sesuai dengan keadaan anak berbakat?
RANGKUM AN
TE S F O R M ATIF 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Kebutuhan pendidikan anak berbakat ditinjau dari kepentingannya
sendiri, adalah ....
A. menjadikannya sebagai manusia elitisme
B. mengembangkan fungsi otaknya secara efektif dan efisien
C. membutuhkan kepedulian dari masyarakat
D. membutuhkan kesiapan lingkungan yang kaya pengalaman
10) Berikut adalah tujuan evaluasi belajar anak berbakat yang menggunakan
acuan norma, kecuali membandingkan ....
A. anak berbakat dengan seluruh populasi
B. prestasi anak berbakat dengan prestasinya terdahulu
C. anak berbakat dengan populasi berbakat saja
D. anak berbakat dengan teman sebaya
Tes Formatif 1
1) D. Oleh karena skor tes inteligensia anak berbakat.
2) A. Tahun mulai dikembangkan.
3) C. Oleh karena memang ahlinya.
4) D. Oleh karena ada dalam Undang-undang RI No. 20/Tahun 2003.
5) D. Ketiganya terkait.
6) A. Tidak merupakan ciri-ciri keberbakatan.
7) B. Sebagai cirinya.
8) C. Merupakan sifat keberbakatan intelektual.
9) C. Menurut definisi Gagne.
10) D. Semuanya unggul.
Tes Formatif 2
1) B. Jika tidak dikembangkan maka ia berada di bawah potensinya.
2 C. Oleh karena kehebatan potensinya maka ia dipersiapkan sebagai
penopang bangsa.
3) A. Anak ditempatkan sesuai dengan kemampuannya yang hebat.
4) D. Oleh karena yang diperbarui adalah program.
5) C. Oleh karena di sana hanya ada anak berbakat.
6) B. Oleh karena di ruang sumber ada guru terlatih di bidangnya.
7) D. Oleh karena seleksi tidak termasuk dalam adaptasi program,
melainkan masuk dalam identifikasi.
8) D. Hal itu termasuk adaptasi program.
9) D. Penggunaan media yang beragam tidak khusus untuk anak berbakat.
10) B. Oleh karena mengarah pada ketuntasan belajar.
3.33 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
3 Anak Berkebutuhan Khusus 3.3
3
Glosariu m
Adaptasi : penyesuaian.
Akselerasi : percepatan siswa dalam masuk sekolah.
Aktualisasi : menyatakan diri.
Berbakat : istilah Indonesia untuk gifted.
Diakomodasi : dicakup, dimasukkan.
Internal : dalam diri individu.
Kelas pengayaan : guru kelas melaksanakan pengajaran tanpa bantuan
dari petugas khusus.
Kelas konsultan : guru kelas melaksanakan pengajaran dengan bantuan
dari petugas khusus.
Kreativitas : kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru.
Konseptual : hal yang berhubungan dengan ide atau pengertian
abstrak.
Pencanggihan : pengadaan materi pelajaran yang sifatnya menantang
anak berbakat.
Pembaruan : materi pelajaran yang mengarah pada pengenalan ide-
ide baru pada anak berbakat.
Populasi : perkiraan jumlah, seperti jumlah penduduk.
Potensi : kemampuan bawaan.
Ruang sumber : ruangan belajar khusus disediakan untuk anak berbakat
belajar bila lebih cepat belajar.
Superior : paling tinggi dari ukuran yang biasa.
Stimulasi : rangsangan.
Studi mandiri : siswa memilih sendiri proyek pekerjaan dan diawasi
oleh yang berwewenang.
3.34 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
3 Anak Berkebutuhan Khusus 3.3
4
Daftar Pustaka
Sisk, Dorothy. (1987). Creative Teaching of the Gifted. New York: McGraw
Hill Book Company.
PENDAHULUAN
P endidikan bagi anak tunanetra saat ini tidak terbatas pada sekolah khusus
atau melalui sistem segregasi saja, akan tetapi mereka juga diberikan
kesempatan untuk mengikuti pendidikan melalui sistem integrasi/terpadu
atau pendidikan inklusif. Bahkan saat ini anak tunanetra sudah lebih banyak
yang mengikuti pendidikan nonsegregasi dibandingkan dengan anak
berkebutuhan khusus lainnya seperti anak tunarungu, tunagrahita maupun
tunadaksa.
Keberhasilan pendidikan anak tunanetra di sekolah reguler tidak terlepas
dari peran guru kelas/guru mata pelajaran. Oleh karena itu, seyogianya para
guru tersebut memiliki pemahaman yang tepat tentang ketunanetraan
termasuk layanan pendidikannya.
Modul ini akan membantu Anda dalam memperoleh pemahaman
tentang hakikat ketunanetraan, bagaimana dampak ketunanetraan terhadap
kehidupan anak, dan bagaimana layanan pendidikan yang sesuai bagi anak
tunanetra, sehingga Anda dapat memberikan layanan yang sesuai dengan
kebutuhan anak tunanetra yang mungkin ada di kelas Anda. Maka dari itu,
Anda harus mempelajari modul ini dengan sebaik-baiknya.
Secara lebih rinci, setelah menyelesaikan modul ini, Anda diharapkan
dapat memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Menjelaskan pengertian, klasifikasi, penyebab, serta cara pencegahan
terjadinya ketunanetraan.
2. Menjelaskan dampak ketunanetraan terhadap perkembangan seorang
anak.
3. Menjelaskan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak
tunanetra.
4.2 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.36
Selamat belajar!
4.2 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.37
Kegiata n B elajar 1
1. Definisi Legal
Definisi legal terutama dipergunakan oleh profesi medis untuk
menentukan apakah seseorang berhak memperoleh akses terhadap
keuntungan-keuntungan tertentu sebagaimana diatur oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku, seperti jenis asuransi tertentu, bebas bea
transportasi, atau untuk menentukan perangkat alat bantu yang sesuai dengan
kebutuhannya, dan sebagainya. Dalam definisi legal ini, ada dua aspek yang
diukur:
a. ketajaman penglihatan (visual acuity) dan
b. medan pandang (visual field).
yang berbeda-beda antara 15 cm dan 1 meter. Jika anak itu juga tidak mampu
melakukannya, maka penglihatannya dapat dicatat sebagai PL, LP atau LPO,
yang merupakan variasi dari "perception of light only" (hanya persepsi
cahaya).
Berdasarkan hasil tes ketajaman penglihatan dengan Snellen Chart,
Organisasi Kesehatan Dunia/WHO (Mason & McCall, 1999)
mengklasifikasikan penglihatan orang sebagai ”normal”, ”low vision”, atau
”blind” seperti pada tabel berikut ini.
Gambar 4.1.
Snellen Chart
4.6 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.6
Tabel 4.1.
Klasifikasi Ketajaman Penglihatan menurut WHO
2. Definisi Edukasional/Fungsional
Dua orang yang mempunyai tingkat ketajaman penglihatan yang sama
dan bidang pandang yang sama belum tentu menunjukkan keberfungsian
yang sama. Pengalaman telah menunjukkan bahwa pengetahuan tentang
ketajaman penglihatan saja tidak cukup untuk memprediksikan bagaimana
orang akan berfungsi, baik secara penglihatannya maupun pada umumnya.
Pengetahuan tersebut juga tidak cukup mengungkapkan tentang bagaimana
orang akan menggunakan penglihatannya yang mungkin masih tersisa. Bila
seseorang masih memiliki sisa penglihatan, betapapun kecilnya, akan penting
bagi orang tersebut untuk belajar mempergunakannya. Hal tersebut biasanya
akan mempermudah baginya untuk mengembangkan kemandirian dan pada
gilirannya akan membantu meningkatkan kualitas kehidupannya.
Definisi legal biasanya juga tidak memadai untuk menunjukkan apakah
seseorang akan mampu membaca tulisan cetak atau apakah dia perlu belajar
Braille, mempergunakan rekaman audio (buku, surat kabar, artikel dll.) atau
kombinasi media-media tersebut. Merupakan hal yang penting, definisi
seyogianya memberikan indikasi yang fungsional. Dengan kata lain, definisi
seyogianya membantu kita memahami bagaimana kita dapat memenuhi
kebutuhan orang yang bersangkutan.
Definisi edukasional mengenai ketunanetraan lebih dapat memenuhi
persyaratan tersebut daripada definisi legal, dan oleh karenanya dapat
menunjukkan:
a. metode membaca dan metode pembelajaran membaca yang mana yang
sebaiknya dipergunakan;
b. alat bantu serta bahan ajar yang sebaiknya dipergunakan;
c. kebutuhan yang berkaitan dengan orientasi dan mobilitas.
Gambar 4.2.
Penampang Organ Penglihatan
Ketunanetraan dapat terjadi sebelum kelahiran, pada saat kelahiran, tak lama
sesudah kelahiran dan pada masa kanak-kanak hingga masa dewasa.
Berbagai penyakit anak, infeksi virus, tumor otak, atau cedera seperti
yang terjadi akibat kecelakaan lalu-lintas merupakan kemungkinan-
kemungkinan penyebab ketunanetraan pada anak. Perawatan dengan obat-
obat keras yang terlalu lama, seperti yang menggunakan jenis-jenis steroids
tertentu, dapat juga mempunyai dampak temporer ataupun permanen
terhadap sistem penglihatan.
Di sejumlah negara tropis, penyakit-penyakit mata tertentu seperti
trakhoma (yang merupakan penyebab ketunanetraan yang paling umum di
dunia), disebarkan oleh serangga. Kondisi non-higienis ditambah dengan
perawatan kesehatan dasar yang buruk serta kekurangan gizi merupakan
penyebab bagi sebagian besar ketunanetraan yang parah di dunia. Di
beberapa negara berkembang, penyakit anak yang umum seperti campak
merupakan penyebab utama kebutaan pada anak-anak. Di negara-negara ini,
kasus kebutaan yang disebabkan oleh kondisi kelainan genetis bawaan,
retinopathy of prematurity atau kerusakan jalur penglihatan, relatif kecil
proporsinya (Mason & McCall, 1999).
Di Indonesia, penyebab utama kebutaan adalah katarak, glaukoma,
kelainan refraksi, penyakit kornea, retina dan kekurangan Vitamin A
(Gsianturi, 2004).
Berikut ini adalah beberapa kondisi umum yang dapat menyebabkan
ketunanetraan, yang diurut secara alfabetis.
1. Albinisme
Albinisme adalah kondisi yang herediter di mana terdapat kekurangan
pigmen pada sebagian atau seluruh tubuh. Rambut menjadi putih, warna
kulit sangat terang, dan iris mata berwarna putih atau putih kemerahan.
Orang yang mengidap albinisme biasanya penglihatannya buruk, retinanya
berkembang secara tidak sempurna, terlalu peka terhadap cahaya (silau), dan
mengalami nistagmus (gerakan otot yang abnormal yang mengakibatkan
matanya terus-menerus berkedip). Pemberian perawatan khusus pada lensa
dapat meningkatkan penglihatan dan dapat juga mengurangi perasaan tidak
nyaman dengan mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke dalam mata.
Belum ada pengobatan untuk menyembuhkan albinisme.
4.11 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.1
1
2. Amblyopia
Istilah umum amblyopia diterapkan pada penglihatan yang buruk yang
tidak diakibatkan oleh suatu penyakit yang dapat teramati, dan yang tidak
dapat dikoreksi dengan kaca mata. Kondisi ini dapat bersifat bawaan
(congenital, artinya sudah ada sejak lahir) atau mungkin berkembang
kemudian. Kadang-kadang penyebabnya tidak diketahui. Akan tetapi,
ketunanetraan sering dapat dicegah jika langkah-langkah yang tepat diambil.
Satu contoh yang umum adalah "mata malas" atau amblyopia ex anopsia
yang diidap oleh sekitar 1-2% anak-anak. Kondisi ini terjadi pada anak kecil
jika satu matanya menjadi demikian dominan sehingga yang satunya lagi
terkalahkan dan memburuk akibat tidak pernah dipergunakan. Keadaan
tersebut dapat terjadi jika kedua mata anak itu berfokus ke titik yang berbeda
karena adanya strabismus (lihat bagian mengenai hal ini) atau karena satu
mata sangat lebih dekat penglihatannya daripada yang lainnya. Satu mata
dapat menjadi tidak bisa dipergunakan karena anak itu bergantung pada citra
yang dihasilkan oleh mata yang satu lagi. Akan tetapi, bagi orang lain
matanya itu mungkin tampak normal sempurna. Jika masalah ini dapat
terdeteksi dan mendapat perawatan cukup dini (pada umumnya sebelum
umur 6 atau 7 tahun), sering mata yang lemah dan tidak dipergunakan itu
akan mendapatkan kembali kekuatannya. Jika terlambat, penglihatannya akan
hilang secara permanen. Perawatan biasanya berupa mengoreksi
ketidakseimbangan mendasar dari kedua belah matanya melalui pembedahan
atau pemberian lensa korektif dan/atau memberi tambalan sementara pada
mata yang kuat untuk memaksa mata yang lemah agar bekerja lagi.
Pemeriksaan mata pada saat kelahiran dan diulang lagi menjelang usia tiga
tahun direkomendasikan untuk meningkatkan kemungkinan deteksi dini dan
perawatan yang efektif.
3. Buta Warna
Kondisi ini lebih menonjol kejadiannya pada laki-laki (sekitar 8%
dibandingkan dengan sekitar 0,5% pada wanita), dan pada umumnya
merupakan karakteristik yang diwariskan berdasarkan garis kelamin melalui
chromosome jantan, meskipun dapat pula terjadi akibat keracunan atau
penyakit retina. Pada umumnya kebutaan warna ini mengenai kedua belah
mata, sering kali berupa hilangnya persepsi terhadap satu atau dua warna
dasar (buta warna merah-hijau merupakan jenis bawaan yang paling umum),
tetapi kadang-kadang buta warna itu total sehingga pengidapnya hanya
4.12 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.1
2
melihat dalam hitam dan putih. Tidak ada bentuk pengobatan untuk
menghilangkan buta warna, dan tidak pula dapat diatasi dengan suatu jenis
senam mata.
lainnya, pada umumnya lebih baik tidak melakukan apapun terhadap mata
kecuali oleh petugas medis, atau jika perlu lakukanlah pengobatan darurat
dan membalutnya dengan perban longgar. Hyphema, pendarahan di dalam
bola mata, adalah tanda cedera yang parah. Dalam kasus seperti ini, darah
akan terlihat melalui kornea. Pertolongan dokter harus segera didapatkan. Di
samping kerusakan langsung yang diakibatkan oleh cedera itu sendiri, bahaya
infeksi selalu ada dan mungkin bahkan lebih parah. Di samping itu, cedera
pada satu bola mata dapat mengakibatkan adanya gejala-gejala patologis
pada mata yang sebelahnya, suatu kondisi yang disebut sympathetic
ophthalmia, di masa lampau sering berarti bahwa kebutaan total terjadi
sebagai akibat cedera pada satu mata. Meskipun penyebab yang pasti dari
sympathetic ophthalmia ini belum sepenuhnya dapat dimengerti, namun
dewasa ini kondisi tersebut biasanya dapat dicegah dengan melakukan
perawatan medis terhadap mata yang cedera itu.
6. Glaukoma
Dalam kondisi Glaukoma ini, cairan bening di dalam bagian depan mata
tidak mengalir ke luar sebagaimana mustinya, sehingga tekanan yang
berlebihan terjadi di dalam bola mata. Jika tekanan tersebut tidak
dikendalikan, struktur mata yang lunak itu akan semakin rusak, dan akibatnya
penglihatan menjadi kabur, bidang pandang menjadi sempit, dan akhirnya
buta total. Gejala-gejala glaukoma dapat berupa sering salah lihat, mual,
tidak dapat menyesuaikan mata pada ruangan gelap, melihat lingkaran
berwarna mengelilingi lampu, dan penglihatan ke samping berkurang.
Penyebab glaukoma masih belum sepenuhnya dipahami. Ada kasus yang
bersifat herediter, ada pula yang merupakan komplikasi dari gangguan mata
4.14 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.1
4
7. Katarak
Katarak adalah kekeruhan atau keburaman pada lensa mata sehingga
menghambat masuknya cahaya ke dalam mata. Meskipun bentuk-bentuk
katarak tertentu bersifat bawaan sejak lahir, namun kemungkinan
berkembangnya meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Perubahan
kimiawi di dalam lensa dan diabetes juga telah diasosiasikan dengan
perkembangan katarak, dan limbah kimia serta keturunan dapat merupakan
penyebabnya. Akan tetapi, semua penyebab lainnya masih belum diketahui.
Sebagaimana kondisi mata pada umumnya, katarak tidak menular. Katarak
tidak menimbulkan rasa sakit. Sejauh yang dirasakan oleh pasien, gejalanya
hanyalah berupa gangguan penglihatan berkisar dari gangguan kecil sampai
kehilangan penglihatan sama sekali. Kehadiran katarak dapat ditandai dengan
penglihatan yang suram, kabur, penglihatan ganda, atau sering perlu
mengganti kaca mata. Kesulitan khas seseorang yang mengidap katarak
adalah tidak dapat menyesuaikan diri secara cepat dengan keadaan cahaya
untuk kegiatan-kegiatan seperti membaca sedangkan pada waktu yang sama
dia harus menghindari cahaya yang menyilaukan. Oleh karenanya,
mengemudi pada malam hari menjadi sangat sulit baginya. Tidak semua
katarak membutuhkan pembedahan; ada yang cukup kecil sehingga tidak
mengganggu penglihatan secara serius. Bagi katarak yang cukup besar
sehingga mengakibatkan masalah penglihatan, obat tidak akan membantu;
4.15 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.1
5
berpenglihatan dekat hanya perlu memakai lensa korektif sesuai dengan resep
untuk dapat melihat lagi secara normal. Orang ini dikatakan mengidap
myopia ringan, yang hampir tidak pernah menyebabkan ketunanetraan.
Kondisi yang tidak begitu umum, pada umumnya bersifat herediter, adalah
myopia degeneratif (atau progresif). Orang yang mengalami kondisi ini tidak
akan dapat melihat dengan baik meskipun memakai kaca mata. Komplikasi
seperti copotnya retina, katarak, atau glaukoma sekunder kadang-kadang
muncul menyertai myopia degeneratif.
10. Nistagmus
Gerakan-gerakan otot mata yang menghentak-hentak secara tak sadar
dan terus-menerus disebut nistagmus. Gerakan-gerakan ini dapat ke semua
arah atau hanya ke arah tertentu saja, tetapi biasanya lebih jelas ke arah
tertentu pada individu tertentu. Kadang-kadang rasa pusing menyertai
nistagmus. Ketajaman penglihatan (visual acuity) orang yang mengidap
nistagmus berkurang karena tidak dapat menatap suatu objek secara ajek.
Penyebab yang pasti dari nistagmus masih belum dipahami sepenuhnya,
tetapi tampaknya ada kaitannya dengan keadaan penglihatan yang buruk
dalam "lingkaran setan" artinya, nistagmus mengakibatkan kesulitan melihat,
dan sebaliknya penglihatan yang buruk pun meningkatkan kemungkinan
terjadinya nistagmus. Biasanya gangguan ini tidak dapat disembuhkan.
Pengidap nistagmus akan merasa lebih nyaman dan dapat melihat lebih baik
jika dia sedikit memiringkan atau menggerakkan kepalanya untuk
mengimbangi gerakan-gerakan tak sadar tersebut, dan sering hal ini
dilakukannya secara tak sadar pula.
dalam mata dan akibatnya terjadi luka pada jaringan di dalam bola mata,
pendarahan, dan copotnya retina. Kondisi ini dapat mengakibatkan kebutaan
total. Glaukoma, uveitis, katarak, dan kerusakan mata yang degeneratif dapat
terjadi beberapa bulan sampai beberapa tahun setelah datangnya tahap RLF.
Strabismus dan miopia biasanya terjadi bila pembuluh darah disembuhkan
secara tidak sempurna. Dalam sebagian besar kasus ROP (sekitar 80%)
pembuluh darah yang abnormal itu dapat sembuh sempurna pada usia satu
tahun. Dalam kasus-kasus lain, noda luka akibat tidak sempurnanya
penyembuhan ROP itu menyebabkan terjadinya RLF ringan maupun berat.
Dalam kasus yang paling berat (sekitar 5%), lapisan-lapisan retina terlepas-
lepas sebagai akibat dari pembentukan jaringan noda luka, dan akhirnya
retina copot dari posisinya yang normal pada bagian belakang mata.
17. Strabismus
Kondisi ini, yang lebih dikenal dengan sebutan "mata juling", pada
umumnya disebabkan oleh ketidakseimbangan otot-otot mata. Namun,
kelainan ini dapat juga diakibatkan oleh trauma pada saat kelahiran, faktor-
faktor herediter, atau karena gangguan-gangguan lain. Kelainan ini harus
diatasi dengan kaca mata korektif, pengobatan, pembedahan, penambalan
terhadap satu mata, senam mata (orthoptic exercises), atau kombinasi dari
beberapa hal tersebut.
4.20 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.2
0
18. Trakhoma
Trakhoma adalah penyakit menular, disebabkan oleh sejenis virus, yang
menyerang kelopak mata dan kornea. Penyakit ini masih banyak berjangkit
di negara-negara berkembang. Trakhoma dapat dicegah melalui sanitasi dan
perawatan medis modern. Pola perkembangannya bervariasi dari individu ke
individu, tetapi gejala-gejala berikut ini selalu ada: Mata terasa sakit
bagaikan terbakar, sangat peka terhadap cahaya. Penglihatan terganggu (atau
pada kasus yang parah bahkan hilang) karena kornea makin lama makin
hilang kebeningannya. Air mata mengalir secara berlebihan, sering
bercampur dengan kotoran mata. Otot kelopak mata menjadi kaku, dan bulu
mata terkadang terlipat ke dalam sehingga lebih mengganggu kornea. Pada
tahap-tahap awal trakhoma biasanya dapat disembuhkan dengan pemberian
obat-obatan yang tepat dan peningkatan kebersihan serta kesehatan secara
umum. Kadang-kadang operasi diperlukan bagi kasus yang parah. Akan
tetapi, jika kasusnya sudah terlampau parah atau terjadi komplikasi,
perawatannya dapat gagal. Maka pencegahan jauh lebih baik daripada
pengobatan.
19. Tumor
Tidak semua tumor dan daging jadi adalah kanker. Sebuah tumor "jinak"
tidak banyak berbeda dengan jaringan di sekelilingnya. Dia berhenti tumbuh
setelah mencapai kebesaran tertentu dan tidak menyebar ke bagian-bagian
tubuh lainnya. Jenis tumor jinak tertentu di dalam atau sekitar mata tidak
menimbulkan masalah sama sekali. Akan tetapi, ada pula tumor jinak yang
mengganggu penglihatan atau menyebabkan rasa sakit. Tumor seperti ini
dapat dibuang melalui pembedahan dan dalam banyak kasus kondisi mata
dapat pulih dengan sempurna. Tumor kanker jauh lebih menakutkan daripada
tumor jinak. Penampilannya sangat berbeda dengan jaringan di sekitarnya,
tumbuh cepat tanpa berhenti, dan sering menyebar melalui sistem limpa dan
tumbuh di bagian-bagian tubuh lain. Terdapat banyak jenis kanker yang
dapat tumbuh di dalam atau sekitar mata. Yang paling umum adalah
melanoma, kanker ganas yang tampak sebagai sebuah titik warna.
(Perhatian: ada pula jenis tumor jinak yang juga disebut "melanoma".)
Retinoblastoma adalah kanker yang menyerang retina. Biasanya kanker ini
herediter, ditemukan pada anak-anak balita dan diyakini sudah mulai tumbuh
pada saat kelahiran bayi. Jika diketahui bahwa ada anggota keluarga Anda
yang pernah mengidap penyakit ini, sebaiknya setiap bayi dari keluarga Anda
4.21 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.2
1
sering diperiksa oleh dokter spesialis mata. Dokter spesialis mata dapat
mendeteksi kanker ini sebelum dapat terlihat oleh orang awam dan sebelum
kanker itu menimbulkan gangguan terhadap anak. Jika penyakit ini tidak
ditangani, kanker tersebut akan menyebar ke otak dan bagian-bagian tubuh
lain, mengakibatkan kematian. Penanganan tumor akan menjanjikan
keberhasilan yang jauh lebih baik jika dilakukan dini. Perawatannya dapat
menggunakan radiasi, obat-obatan, dan/atau pembedahan, tetapi sering kali
perlu membuang seluruh bola mata dan jaringan lain yang terserang.
20. Uveitis
Peradangan pada uvea, yaitu lapisan tengah mata antara sclera dan
retina, disebut uveitis. Gejala-gejalanya mencakup terlalu peka terhadap
cahaya (silau), penglihatan kabur, rasa sakit, dan mata merah. Kondisi ini
dapat menjangkiti bagian-bagian mata lainnya seperti kornea, retina, sclera,
dan dapat cukup parah untuk mengakibatkan kehilangan penglihatan.
Penyakit ini dapat menyerang secara perlahan-lahan dengan sedikit rasa sakit,
tetapi penglihatan menjadi kabur, atau dapat juga muncul tiba-tiba,
menimbulkan rasa sakit dan mata merah.
Lembaran Fakta WHO nomor 213, “Global Initiative for the Elimination
of Avoidable Blindness” [Prakarsa Global untuk Penghapusan Kebutaan yang
Dapat Dihindari], Februari 1999, menyatakan antara lain sebagai berikut:
Menurut kalkulasi WHO, sekitar 80% kebutaan sedunia dapat dihindari
karena diakibatkan oleh kondisi-kondisi yang sesungguhnya dapat dicegah
atau diobati jika pengetahuan dan cara penanggulangan yang telah ada
diterapkan pada waktunya (misalnya trachoma dan “kebutaan sungai”); atau
sesungguhnya dapat berhasil diobati sehingga penglihatannya dapat pulih
(misalnya cataract).
Untuk melakukan upaya terpadu di seluruh dunia, WHO dan sebuah
gugus tugas yang beranggotakan organisasi-organisasi internasional
nonpemerintah secara bersama-sama telah mempersiapkan dan meluncurkan
sebuah agenda bersama bagi aksi global "VISION 2020 - The Right to Sight"
(hak untuk melihat).
4.22 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.2
2
L AT IH A N
RANG KUM AN
TE S F O R M ATIF 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
Kegiata n B elajar 2
A. PROSES PENGINDRAAN
atau afektif. Hubungan antara ketiga prosesor tersebut dengan informasi yang
dipersepsi melalui indra-indra itu digambarkan dalam Gambar 4.3.
Linguistic
Affective
Gambar 4.3.
Alur Informasi
1. Indra Pendengaran
Anda mungkin mau bereksperimen dengan menutup mata Anda dengan
blindfold (penutup mata) selama satu hari dan tinggal di rumah sepanjang
hari. Tidak ada informasi visual yang dapat Anda peroleh, tetapi Anda akan
menyadari kemajuan waktu (meskipun di rumah Anda tidak terdapat jam
dinding yang berdentang dari waktu ke waktu), melalui informasi auditer
yang Anda dengar dari lingkungan Anda. Jika burung-burung mulai berkicau
dan bunyi lalu-lintas semakin ramai, Anda akan yakin bahwa matahari sudah
terbit untuk memulai kehidupan siang hari; dan bila suara-suara ini mereda,
4.32 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.3
2
itu tandanya malam hari mulai menjelang. Suara tukang koran atau bunyi
koran yang dilemparkannya ke beranda rumah anda mengindikasikan koran
pagi atau koran sore telah datang untuk menandai tibanya pagi dan
berlalunya sore. Dengarkan juga kalau ada bunyi bel atau sirine yang
terdengar dari sekolah atau pabrik pada jam-jam tertentu, atau azan dari
mesjid-mesjid. Anda juga akan menyadari langkah kaki dan celotehan anak-
anak pada saat pergi atau pulang dari sekolah, serta bunyi-bunyi lain yang
khas untuk daerah tempat tinggal Anda, seperti bunyi gerobak sampah atau
pedagang keliling yang biasa lewat di sekitar rumah Anda. Suara-suara ini
memang tidak akan memberikan gambaran yang tepat tentang waktu, tetapi
akan terus menyadarkan Anda tentang kemajuan hari dan meningkatkan
pengetahuan umum Anda tentang daerah tempat tinggal Anda.
Pengembangan keterampilan mendengarkan juga secara bertahap akan
membuat Anda sadar akan pola perilaku tetangga Anda, kapan mereka
berangkat kerja, kembali ke rumah, menonton TV, dan memasak.
Diperlengkapi dengan pengetahuan ini, seorang individu tunanetra akan tahu
ke mana dan kapan dia dapat meminta bantuan jika benar-benar
memerlukannya.
Dengan dilatih, pendengaran juga akan menjadi peka terhadap bunyi-
bunyi kecil di rumah Anda seperti tetesan air dari keran yang bocor, desau
komputer yang lupa tidak dimatikan, desis kompor gas yang belum dimatikan
secara sempurna.
Dari bunyinya, Anda juga dapat memperkirakan apa yang tengah
dilakukan oleh orang-orang di sekitar Anda, bunyi kaki yang sedang
dimasukkan ke celana, garitan pencukur janggut ketika seseorang sedang
bercukur, bunyi goresan pena saat orang sedang menulis, dan perbedaan
antara bunyi gelas dan piring atau panci yang sedang diletakkan orang di atas
meja.
Dengan melatih keterampilan pendengaran seperti ini, tanpa
menggunakan indra penglihatan Anda akan dapat menyadari apa yang sedang
dilakukan oleh orang-orang di sekitar Anda melalui sumber informasi bunyi
yang telah ada di sana, tetapi Anda tidak menyadarinya karena Anda selalu
bergantung pada indra penglihatan, satu hal yang harus dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya oleh individu tunanetra karena kondisi yang memaksanya.
Di samping itu, dengan sedikit imajinasi dan kreativitas, Anda dapat
memanfaatkan indra pendengaran ini untuk memberikan informasi tentang
hal-hal yang normalnya tidak diperoleh melalui pendengaran. Misalnya, bola
4.33 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.3
3
2. Indra Perabaan
Hampir sama pentingnya dengan indra pendengaran adalah indra
perabaan. Anda mungkin tidak menyadari bahwa indra perabaan ini dapat
memberikan informasi yang biasanya Anda peroleh melalui indra
penglihatan. Anda ingat bahwa dengan indra perabaan, Anda pasti dapat
membedakan bermacam-macam benda yang ada di dalam saku belakang
celana Anda, dan untuk itu Anda tidak menggunakan indra penglihatan,
bukan? Keterampilan seperti ini dapat Anda kembangkan juga untuk hal-hal
lain dalam berbagai macam situasi. Dengan meraba perbedaan bentuk
kemasannya atau teksturnya, Anda dapat membedakan bermacam-macam
bahan makanan yang akan Anda masak. Anda pasti tidak akan
mempertukarkan kecap dengan minyak goreng, atau beras dengan kacang
hijau, misalnya.
Dengan meraba bentuk dan besarnya kancing, kerah, atau bagian-bagian
lain dari pakaian Anda serta memperhatikan tekstur bahannya, Anda juga
dapat menggunakan indra perabaan untuk mengenali pakaian Anda.
Jika Anda sudah mengembangkan kesadaran akan fungsi indra perabaan,
Anda akan mendapati bahwa banyak informasi tentang lingkungan Anda
yang dapat diberikan oleh ujung-ujung jari, informasi yang sesungguhnya
selalu ada di sana, tetapi Anda tidak membutuhkannya karena Anda terlalu
bergantung pada indra penglihatan.
Sebagaimana dikemukakan di atas, indra perabaan tidak terbatas pada
tangan saja. Arus udara yang menerpa wajah Anda dapat menginformasikan
bahwa pintu atau jendela telah dibiarkan terbuka. Kaki Anda dapat belajar
mendeteksi perbedaan antara karpet, tikar, dan permukaan lantai, antara jalan
aspal dengan tanah atau rumput.
Bagi individu tunanetra, tongkat merupakan perpanjangan fungsi indra
perabaan. Tongkat tidak hanya mendeteksi hambatan jalan, tetapi juga
memberikan informasi tentang tekstur permukaan jalan sehingga orang
tunanetra dapat mengetahui apakah yang akan diinjaknya itu tanah becek,
rumput, semen, dan lain-lain. (Lihat catatan tentang penggunaan tongkat).
4.34 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.3
4
3. Indra Penciuman
Indra penciuman juga harus dikembangkan. Lihatlah betapa banyaknya
bahan makanan yang dapat Anda kenali melalui indra penciuman. Misalnya,
jika Anda tidak dapat membedakan antara kunyit dan jahe melalui perabaan,
kenalilah baunya. Indra penciuman juga dapat membantu Anda mengenali
lingkungan Anda. Bila Anda memasuki pusat perbelanjaan, Anda pasti dapat
membedakan aroma toko makanan, toko pakaian, toko sepatu, toko obat, dll.
1. Visualisasi
Cara lain bagi individu tunanetra untuk mendapatkan kenyamanan di
dalam lingkungannya dan membantunya bergerak secara mandiri adalah
dengan menggunakan ingatan visual (visual memory) atau visualisasi (juga
disebut peta mental). Setelah berorientasi dengan baik dengan memanfaatkan
semua indra dengan sebaik-baiknya, individu tunanetra dapat
menggambarkan lingkungannya di dalam pikirannya. Misalnya, di dalam
mata pikirannya, dia dapat melihat ke arah mana pintu terbuka, barang apa
yang terdapat di sebelah kiri atau kanannya, barang apa yang menjorok dan
menghambat jalan yang akan dilaluinya, dan di mana letak jendela. Dia juga
harus mengingat di mana letak tombol lampu meskipun dia sendiri
sesungguhnya tidak memerlukan lampu, tetapi dia perlu menyalakan atau
mematikannya pada saat yang tepat agar tetap menjadi bagian dari kehidupan
yang normal. Hal yang sama berlaku untuk gorden jendela.
Dia juga harus mengingat dan dapat membayangkan di mana letak
perkakas serta barang-barang di rumahnya atau di tempat kerjanya agar dapat
menemukannya dengan mudah apabila memerlukannya. Untuk itu, orang-
orang di lingkungannya perlu meletakkan kembali barang-barang itu ke
tempatnya semula sesudah menggunakannya, dan memberitahukan
kepadanya jika ada barang yang harus berpindah tempat.
Visualisasi juga penting bila individu tunanetra bertemu dengan orang
lain dan bercakap-cakap dengannya. Bila berkenalan, penting baginya untuk
berjabatan tangan karena dengan demikian dia akan dapat belajar tentang
orang itu dari tangannya. Dia dapat mengetahui apakah orang tersebut tinggi
atau pendek, dan bahkan juga tentang besar atau kecil struktur tubuhnya.
Apakah tangan orang itu lembut atau lemas? Apakah pegangannya kuat dan
kulit telapak tangannya kasar akibat kerja keras? Dari tanda-tanda ini
individu tunanetra dapat menarik kesimpulan tentang orang itu serta
kepribadiannya. Suara dan gaya bicara orang itu juga dapat menambah
informasi tersebut.
Perlu Anda pahami bahwa mengenali orang dari suaranya tidaklah
semudah mengenalinya dengan penglihatan. Untuk dapat dikenali dengan
mudah, suara orang harus sangat khas, pernah bercakap-cakap untuk waktu
yang cukup lama atau cukup sering, dan berada dalam konteks yang
diharapkan. Oleh karena itu, janganlah kecewa apabila seorang tunanetra
tidak langsung mengenali Anda. Sebaiknya, Anda tidak mencoba ”bermain
4.37 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.3
7
2. Ingatan Kinestetik
Mungkin Anda sering menyaksikan orang tunanetra berjalan, dan tanpa
terlihat mendeteksi dengan tongkatnya, dia belok pada saat dan tempat yang
tepat, memperlambat langkahnya tepat di depan tangga yang akan dinaiki
atau dituruninya. Anda bilang dia dapat melakukannya karena hafal? Ya.
Hafalan semacam ini disebut kinesthetic memory. Ingatan kinestetik adalah
ingatan tentang kesadaran gerak otot yang dihasilkan oleh interaksi antara
indra perabaan (tactile), propriosepsi dan keseimbangan (yang dikontrol oleh
sistem vestibular, yang berpusat di bagian atas dari telinga bagian dalam.
Sistem ini peka terhadap percepatan, posisi, dan gerakan kepala). Ingatan
4.38 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.3
8
kinestetik ini dimiliki oleh semua orang, termasuk Anda yang awas.
Mungkin Anda pernah mengalami pemadaman listrik ketika Anda sedang
makan malam, dan Anda tahu pasti bahwa tidak ada persediaan lilin di
rumah. Anda terus makan tanpa salah menyuapkan sendok ke hidung, bukan?
Sistem kinestetik Anda sudah hafal rute gerakan sendok dari piring ke mulut.
Ingatan kinestetik hanya terbentuk sesudah orang melakukan gerakan
yang sama di daerah yang sama atau untuk kegiatan yang sama secara
berulang-ulang.
tidak meresapi sesuatu. Kadang-kadang persepsi itu lebih jelas jika Anda
mempraktikkannya dalam kehadiran bunyi yang tidak terputus-putus seperti
bunyi air mengalir atau jika Anda berbicara keras-keras pada saat
melakukannya.
Untuk eksperimen kedua, ambillah selembar karton berukuran sekitar 30
cm persegi, peganglah 5 atau 10 cm di hadapan telinga Anda untuk melihat
apakah Anda merasakan kehadirannya!
Kemampuan persepsi obyek ini perlu dilatihkan kepada anak-anak
tunanetra. Pengalaman menunjukkan bahwa mereka yang mampu
menggunakan persepsi ini dengan baik dapat melindungi dirinya dari
menabrak benda-benda besar, dan mendapatkan rasa aman bila berjalan di
sepanjang pagar tinggi atau dinding bangunan tanpa menyentuhnya dengan
tangannya atau tongkatnya.
a. Kontak pertama
Setelah (atau sambil) mengkomunikasikan tawaran Anda untuk
menuntun, sentuhkanlah punggung tangan Anda ke punggung tangannya. Ini
dimaksudkan agar orang tunanetra dapat mengetahui dengan pasti bagian
lengan Anda yang harus dipegangnya sebagai tumpuan tuntunan.
b. Cara memegang
Bukan Anda yang memegang orang tunanetra yang Anda tuntun itu,
melainkan dia yang memegang lengan Anda pada bagian di atas sikut,
dengan empat jarinya berada di bagian dalam dan ibu jarinya di bagian luar
lengan Anda. Pegangan harus cukup kokoh tetapi seringan mungkin sehingga
tidak terasa mengikat. Di sebelah kiri atau sebelah kanan? Tergantung
kesukaan dan kebiasaan.
c. Posisi pegangan
Pada saat berjalan, lengan Anda harus tetap lemas. Lengannya juga
lemas, sikutnya bengkok membentuk sudut 90 derajat, berjalan di samping
Anda setengah langkah di belakang. Dengan demikian, dia akan merasakan
gerakan jalan Anda: cepat/lambat, naik/turun, belok/lurus, dan sebagainya.
d. Jalan sempit
Bila berjalan melalui jalan sempit seperti jalan di antara baris-baris kursi,
pintu, pematang, dan sebagainya yang tidak cukup dilalui dua orang yang
berjalan berdampingan, tariklah lengan Anda ke arah belakang punggung
Anda. Dia akan merespon dengan meluruskan lengannya sehingga akan
berjalan satu langkah di belakang Anda. Adalah penting bahwa lengannya
tetap lurus selama berjalan seperti ini agar dia tidak menyandung kaki Anda.
Bila jalan sempit itu telah terlampau, kembalikanlah lengan Anda ke posisi
normal (di samping), maka dia pun akan merespon dengan kembali ke posisi
semula.
e. Membuka/menutup pintu
Pada saat berjalan menuju pintu tertutup, sebaiknya dia berjalan di
sebelah engsel pintu. Anda yang membuka pintu, dan biarkan dia yang
menutupnya.
4.41 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.4
1
f. Melewati tangga
Berhentilah sejenak pada saat Anda tiba di awal tangga. Katakan
kepadanya apakah tangga itu naik atau turun. Anda harus selalu berada satu
anak tangga di depan. Berhenti sejenak lagi pada saat Anda sudah tiba di
akhir tangga untuk mengkomunikasikan kepadanya bahwa dia akan melewati
anak tangga terakhir.
g. Melangkahi lubang
Anda harus selalu mengatakan kepadanya bila akan melangkahi lubang.
Berhenti sejenak sebelum melangkah, dan Anda harus melangkah lebih dulu
agar dia dapat memperkirakan seberapa jauh dia harus melangkah.
h. Duduk di kursi
Untuk mempersilakannya duduk, rabakanlah tangannya ke sandaran atau
tangan kursi, maka selanjutnya dia dapat mencari sendiri tempat duduknya.
Jangan berusaha memposisikan pantatnya ke tempat duduk itu.
2. Cara Mengorientasikan
Jika Anda ingin menunjukkan arah menuju suatu tempat atau benda
kepada seorang tunanetra, Anda tidak bisa sekedar menunjuk sambil
mengatakan ”ke sana” atau ”ke sini”. Anda harus lebih spesifik. Misalnya:
kira-kira 10 meter ke depan; di sebelah kiri; 5 langkah ke kanan; di atas TV;
dan sebagainya.
Untuk lingkungan yang kecil, Anda dapat menggunakan putaran jarum
jam sebagai rujukan. Misalnya, ketika Anda ingin memberitahukan letak
makanan di dalam piring seorang tunanetra yang akan makan, Anda dapat
4.42 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.4
2
mengatakan, ikan ada di jam 9, sambal di jam 12, tahu di jam 6, dan
seterusnya.
L AT IH A N
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Jelaskan perbedaan kemampuan antara anak tunanetra yang tergolong
kurang lihat (low vision) dan buta (blind)!
2) Jelaskan mengapa mitos tentang adanya indra ke-6 atau kepekaan
tunanetra yang diperoleh secara otomatis itu tidak benar!
3) Mengapa banyak orang tunanetra memilih karier dalam bidang musik?
4) Bagaimana cara individu tunanetra memanfaatkan indra pendengaran
untuk memahami lingkungannya?
5) Bagaimana cara individu tunanetra menggunakan visualisasi untuk
mendapatkan kenyamanan di dalam lingkungannya dan membantunya
bergerak secara mandiri?
RANG KUM AN
TE S F O R M ATIF 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Kepekaan indra pendengaran dan perabaan individu tunanetra dapat
melebihi orang awas, karena ....
A. kepekaan indra pendengaran dan perabaan mereka terjadi secara
otomatis
B. individu tunanetra memiliki indra ke-6
C. mereka harus mengoptimalkan penggunaannya untuk
mengkompensasi ketidakfungsian penglihatannya
D. indra pendengaran dan perabaannya tidak mengalami kelainan
4.45 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.4
5
2) Informasi yang dikirimkan ke otak bahwa jalan yang kita injak itu
miring atau datar, disebut informasi ....
A. auditer
B. visual
C. taktual
D. propriosepsi
10) Apabila Anda akan membantu seorang tunanetra duduk, cara yang tepat
adalah ....
A. mengarahkan kursi ke badannya
B. merabakan tangannya ke sandaran/tangan kursi
C. memosisikan badannya ke tempat duduk
D. semua pernyataan betul
Kegiata n B elajar 3
1. Pengembangan Konsep
Konsep adalah simbol atau istilah yang menggambarkan suatu obyek,
kejadian, atau keadaan tertentu. Seseorang dikatakan memahami suatu
konsep jika ia dapat mengenal istilah (simbol)-nya serta dapat
mendeskripsikan apa yang digambarkan oleh istilah (simbol) tersebut.
(Sunanto, 2008).
Untuk membentuk suatu konsep diperlukan informasi sensoris (sensory
information) dari indra untuk diolah dan disimpan dalam otak. Konsep dapat
disamakan dengan kognitif dalam teori perkembangan kognitif Piaget. Hill
dan Blasch (1980 – dalam Sunanto, 2008) mengklasifikasi jenis-jenis konsep
yang diperlukan bagi anak tunanetra menjadi tiga kategori besar: 1) konsep
tubuh (body concepts), 2) konsep ruang (spatial concepts), dan 3) konsep
lingkungan (environmental concepts).
Konsep tubuh mencakup kemampuan untuk mengidentifikasi atau
mengenali nama bagian-bagian tubuh serta mengetahui lokasi, gerakan,
hubungannya dengan bagian tubuh yang lain, dan fungsi bagian-bagian tubuh
tersebut. Pengenalan tubuh yang baik merupakan modal dasar untuk
mengembangkan konsep ruang dan sebagai dasar untuk proses orientasi
dirinya terhadap lingkungan yang diperlukan untuk mencapai mobilitas yang
baik.
4.51 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.5
1
1 4
2 5
3 6
Jadi, dihitung mulai dari atas, titik-titik di sebelah kiri diberi nomor 1, 2,
dan 3, sedangkan titik-titik di sebelah kanan diberi nomor 4, 5, dan 6.
1 atau beberapa dari 6 titik itu divariasikan letaknya dalam kerangka
domino itu sehingga dapat membentuk sekurang-kurangnya 63 macam
kombinasi yang cukup untuk menggambarkan abjad, angka, tanda-tanda
baca, matematika, musik, dan lain-lain. Silakan Anda perhatikan tulisan
Braille pada gambar berikut ini.
Gambar 4.5.
Tulisan Braille
4.53 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.5
3
Gambar 4.6.
Reglet
Gambar 4.7.
Perkins Braille
4.54 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.5
4
Gambar 4.8.
Printer Braille
3. Keterampilan Sosial/Emosional
Arena utama untuk interaksi sosial bagi anak adalah kegiatan bermain,
dan kajian yang dilakukan oleh McGaha & Farran (2001) terhadap sejumlah
hasil penelitian menunjukkan bahwa anak tunanetra menghadapi banyak
tantangan dalam interaksi sosial dengan sebayanya yang awas. Agar efektif
dalam interaksi sosial, anak perlu memiliki keterampilan-keterampilan
tertentu, termasuk kemampuan untuk membaca dan menafsirkan sinyal sosial
dari orang lain dan untuk bertindak dengan tepat dalam merespon sinyal
tersebut. Kesulitan yang dihadapi anak tunanetra untuk dapat memersepsi
isyarat-isyarat komunikasi nonverbal (yang pada umumnya visual)
mengakibatkan anak ini membutuhkan cara khusus untuk memperoleh
keterampilan sosial, seperti keterampilan untuk mengawali dan
mempertahankan interaksi. Tanpa keterampilan ini, anak tunanetra sering
kehilangan kesempatan untuk berinteraksi dan menjadi terpencil dalam
kelompoknya. Kekelis & Sacks dan Preisler (McGaha & Farran, 2001)
melaporkan bahwa anak-anak awas pada mulanya berminat untuk
berinteraksi dengan anak tunanetra, tetapi lama kelamaan kehilangan
minatnya itu ketika isyarat mereka tidak memperoleh respon yang
diharapkan. Selain dari itu, di kalangan sebayanya, anak tunanetra
4.55 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.5
5
Oleh karena itu, untuk dapat diterima oleh kelompok sosialnya, anak
tunanetra membutuhkan bantuan khusus untuk mengatasi kesulitannya dalam
memperoleh keterampilan sosial, seperti keterampilan untuk menunjukkan
ekspresi wajah yang tepat, menggelengkan kepala, melambaikan tangan, atau
bentuk-bentuk bahasa tubuh lainnya.
Bahasa tubuh (body language), yaitu postur atau gerakan tubuh
(termasuk ekspresi wajah dan mata) yang mengandung makna pesan,
merupakan sarana komunikasi yang penting untuk melengkapi bahasa lisan
di dalam komunikasi sosial. Menurut istilah yang dipergunakan oleh Jandt
(Supriadi, 2001), ini merupakan bahasa nonverbal kinesics. Jika bahasa tubuh
anak tidak sesuai dengan bahasa tubuh kawan-kawannya, sejauh tertentu
sosialisasinya dapat terganggu. Bahasa tubuh, sebagaimana halnya bentuk-
bentuk bahasa nonverbal lainnya, dapat menjadi sumber kesalahan
komunikasi atau justru memperlancarnya bila dipahami dengan baik. Nuansa
bahasa tubuh yang luwes, yang terintegrasikan ke dalam pola perilaku
sebagaimana yang dapat kita amati pada anak awas pada umumnya, sangat
kontras dengan bahasa tubuh yang terkadang sangat kaku yang dapat kita
amati pada banyak anak tunanetra.
Tiga ekspresi bahasa nonverbal lainnya yang diidentifikasi oleh Jandt,
yaitu proxemics (jarak berkomunikasi), haptics (sentuhan fisik), serta cara
berpakaian dan berpenampilan, juga memerlukan cara yang berbeda bagi
anak tunanetra untuk mempelajarinya. Bila kita menghendaki agar anak
tunanetra diterima dengan baik di dalam pergaulan sosial di masyarakat luas,
mengajari mereka menggunakan bahasa nonverbal merupakan suatu
keharusan. Di dalam masyarakat dengan “high-context cultures”, seperti
masyarakat Indonesia dan masyarakat nonbarat umumnya, bahasa nonverbal
bahkan jauh lebih penting daripada bahasa verbal (Supriadi, 2001).
Mengajarkan keterampilan sosial (termasuk di dalamnya penggunaan
bahasa nonverbal) kepada anak tunanetra dapat merupakan tugas yang sangat
menantang karena keterampilan tersebut secara tradisi dipelajari melalui
modeling dan umpan balik menggunakan penglihatan. Bahasa nonverbal,
yang pada umumnya diperoleh anak awas secara insidental melalui proses
modeling, harus diajarkan secara sistematis kepada anak yang tunanetra.
Akan tetapi, sejumlah peneliti telah berhasil dalam mengajarkan
keterampilan sosial kepada anak tunanetra melalui prinsip-prinsip
behavioristik (McGaha & Farran, 2001; Jindal Snape et al., 1998; Hallahan &
Kauffman, 1991).
4.57 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.5
7
Gambar 4.9.
Lampu Baca
Alat bantu low vision yang paling efektif berikutnya adalah kaca mata
yang cocok, yang diresepkan secara tepat. Antara 10 hingga 15% anak
penyandang ketunanetraan dapat dibantu dengan kaca mata (Bennett, 1999),
dan sering kali hanya inilah yang dibutuhkannya untuk dapat memfungsikan
penglihatannya secara optimal.
Elemen ketiga yang dibutuhkan adalah satu jenis magnifikasi eksternal.
Magnifikasi ini dapat diperoleh dengan:
a. memperbesar ukuran obyek (magnifikasi ukuran);
b. memperkecil jarak lihat ke obyek (magnifikasi jarak relatif);
c. memperbesar sudut penglihatan (magnifikasi sudut relatif), biasanya
dilakukan dengan sistem multi-lensa seperti teleskop.
Sering kali ketiga teknik dasar tersebut dipergunakan sekaligus. Jika hal
ini dilakukan maka hasil magnifikasi-nya akan optimal.
Berikut ini adalah beberapa contoh alat magnifikasi yang gambarnya
dikutip dari Bennett (1999).
4.60 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.6
0
Gambar 4.10.
Alat Magnifikasi Genggam
Gambar 4.11.
Alat Magnifikasi Berdiri
4.61 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.6
1
Gambar 4.12.
Alat Magnifikasi Tidur (Flat Bed Magnifier)
Gambar 4.13.
Alat Magnifikasi Teleskopik
1. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran pada dasarnya adalah pendayagunaan secara tepat
dan optimal dari semua komponen yang terlibat dalam proses pembelajaran
yang meliputi tujuan, materi pelajaran, media, metode, siswa, guru,
lingkungan belajar, dan evaluasi sehingga proses pembelajaran tersebut
berjalan dengan efektif dan efisien.
4.62 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.6
2
Di samping strategi yang telah dijelaskan di atas, ada strategi lain yang
dapat diterapkan dalam pembelajaran anak tunanetra, yaitu strategi
individualisasi, kooperatif, dan modifikasi perilaku.
a. Strategi individualisasi adalah strategi pembelajaran dengan
mempergunakan suatu program yang disesuaikan dengan perbedaan-
perbedaan individu, baik karakteristik, kebutuhan, maupun
kemampuannya secara perorangan. Strategi ini dikenal dengan
Individualized Educational Program (IEP), atau Program Pendidikan
Individualisasi (PPI).
b. Strategi kooperatif adalah strategi pembelajaran yang menekankan unsur
gotong-royong atau saling membantu satu sama lain dalam mencapai
tujuan pembelajaran.
4.63 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.6
3
a. Prinsip individual
Prinsip individual, mempunyai pengertian bahwa dalam proses
pembelajaran, seorang guru harus memperhatikan perbedaan-perbedaan
4.64 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.6
4
c. Prinsip totalitas
Prinsip ini mempunyai pengertian bahwa strategi pembelajaran yang
dilakukan guru harus memungkinkan siswa tunanetra memperoleh
pengalaman objek atau situasi secara total atau menyeluruh. Konsep yang
menyeluruh atau utuh, dapat terjadi apabila siswa tunanetra menggunakan
semua pengalaman pengindraannya secara terpadu dalam memahami sebuah
konsep; oleh karena itu prinsip ini disebut juga sebagai pendekatan multi
sensori. Sebagai contoh, untuk mendapatkan gambaran tentang ikan, siswa
tunanetra harus menggunakan indra perabaannya untuk mengetahui bentuk,
ukuran, dan sifat permukaannya; juga menggunakan penciumannya untuk
mengetahui bau khas ikan, dan bahkan menggunakan pengecapannya untuk
mengetahui rasa ikan yang tentunya sudah dimasak terlebih dahulu.
2. Media Pembelajaran
Media pembelajaran merupakan komponen yang tidak dapat dilepaskan
dari suatu proses pembelajaran karena keberhasilan proses pembelajaran
tersebut, salah satunya ditentukan oleh penggunaan komponen ini. Fungsi
4.65 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.6
5
Berikut ini dijelaskan jenis-jenis alat peraga dan alat bantu pembelajaran
yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran anak tunanetra.
a. Alat peraga
1) Objek atau situasi yang sebenarnya.
Contoh objek yang sebenarnya: tumbuhan dan hewan asli/
sebenarnya.
Contoh situasi sebenarnya: situasi pasar, terminal bis, pertokoan,
dan sebagainya.
2) Benda asli yang diawetkan, contoh: binatang yang diawetkan.
3) Tiruan (model), yang terdiri dari model tiga dimensi dan dua
dimensi.
4.66 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.6
6
C. EVALUASI PEMBELAJARAN
L AT IH A N
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Bagaimana mengembangkan konsep tubuh pada siswa tunanetra?
2) Sebagai latihan memahami tulisan Braille, coba Anda tuliskan identitas
Anda melalui tulisan Braille!
3) Seandainya di kelas Anda terdapat siswa tunanetra, bagaimana upaya
Anda untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa tunanetra
tersebut?
4) Kelebihan apa yang dapat diperoleh anak tunanetra apabila
menggunakan objek atau situasi sebenarnya sebagai alat peraga?
4.69 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.6
9
5) Sebutkan contoh alat peraga dari model tiga dimensi yang ukurannya
diperkecil dan diperbesar! Kemudian jelaskan keuntungan dan
kelemahan dari kedua model tersebut!
RANGKUM AN
TE S F O R M ATIF 3
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Kebutuhan khusus pendidikan siswa tunanetra adalah, kecuali ....
A. belajar melalui media alternatif dengan menggunakan indra-indra
selain penglihatan
B. keterampilan orientasi dan mobilitas
C. pembelajaran matematika dan keterampilan
D. penggunaan kaca pembesar untuk membaca tulisan awas
4.71 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.7
1
7) Alat yang biasa digunakan dalam kegiatan orientasi dan mobilitas adalah
sebagai berikut, kecuali ....
A. tongkat putih
B. anjing
C. tongkat elektronik
D. kaca pembesar
4.72 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.7
2
9) Alat peraga yang lebih tepat untuk menjelaskan konsep yang utuh
tentang bentuk candi Borobudur terhadap anak tunanetra, adalah ....
A. objek yang sebenarnya
B. model 2 dimensi
C. model 3 dimensi
D. gambar
10) Alat peraga yang lebih tepat untuk menjelaskan konsep tentang buah-
buahan kepada anak tunanetra adalah ....
A. objek asli
B. model 3 dimensi
C. model 2 dimensi
D. gambar
Tes formatif 1
1) B. Sudah jelas.
2) B. Sudah jelas.
3) C. Sudah jelas.
4) C. Anak tunanetra yang masih dapat membaca tulisan awas dengan
kaca pembesar, tergolong low vision.
5) A. Albinisme bukan penyebab kebutaan yang utama.
6) C. Kelainan genetik merupakan faktor internal penyebab kelainan.
7) D. Sudah jelas. Kelainan genetik merupakan faktor internal penyebab
kelainan.
8) B. Sudah jelas.
9) D. Penyuluhan merupakan upaya pencegahan secara sosial.
10) C. Pentingnya pendidikan, sifatnya umum.
Tes formatif 2
1) C. Ketidakfungsian penglihatannya dikompensasikan dengan
mempertajam fungsi pendengarannya.
2) D. Propriosepsi merupakan pengindraan posisi dan gerakan tubuh
terlepas dari penglihatan.
3) A. Ketunanetraan tidak mengakibatkan gangguan keseimbangan.
4) C. Penggunaan warna favorit belum tentu memberikan kekontrasan.
5) A. Penglihatan seorang tunanetra termasuk low vision tidak dapat
dikoreksi dengan penggunaan kaca mata.
6) C. Bantuan lingkungan yang berlebihan menyebabkan anak tunanetra
tidak mandiri.
7) B. Visualisasi sulit digunakan untuk mengetahui warna minuman, yang
umumnya tidak mencolok.
8) D. Sudah jelas.
9) B. Dengan cara seperti itu, orang tunanetra akan merasakan arah
gerakan penuntunnya.
10) B. Dengan cara seperti itu, orang tunanetra tahu posisi kursi yang akan
didudukinya.
4.74 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.7
4
Tes formatif 3
1) C. Pembelajaran matematika dan keterampilan tidak hanya dibutuhkan
oleh siswa tunanetra saja.
2) C. Sudah jelas.
3) D. Konsep bilangan dibutuhkan oleh semua siswa.
4) B. Kemahiran Braille tidak terkait langsung dengan keterampilan
interaksi sosial.
5) A. Sudah jelas.
6) D. Tidak semua orang dewasa suka bermain dengan anak-anak.
7) D. Kaca pembesar biasa digunakan dalam membaca tulisan awas.
8) C. Pengalaman menunjukkan bahwa siswa tunanetra dapat belajar
bersama-sama dengan siswa awas.
9) C. Model 3 dimensi dengan ukuran lebih kecil, akan memberikan
konsep yang utuh tentang bentuk candi Borobudur, dari pada anak
mengeliling candi.
10) A. Buah-buahan asli dapat diraba, dicium, dirasa, dan mudah didapat.
4.75 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
4 Anak Berkebutuhan Khusus 4.7
5
Glosariu m
Daftar Pustaka
Bennett, D. (1999). “Low Vision Devices for Children and Young People
with a Visual Impairment” dalam Mason, H. & McCall, S. (Eds.). (1999,
pp.64-76). Visual Impairment: Access to Education for Children and
Young People. London: David Fulton Publishers.
The Hadley School for the Blind (1985). Independent Living for the Visually
Impaired. Winnetka: The Hadley School for the Blind.
PENDAHULUAN
Jika petunjuk di atas diikuti dengan benar, Anda pasti berhasil. Selamat
belajar!
5.3 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
5 Anak Berkebutuhan Khusus 5.3
Kegiata n B elajar 1
1. Definisi Tunarungu
Agar Anda dapat mengerti/memahami mengenai tunarungu, berikut ini
Anda akan dihadapkan pada definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli.
Pendapat Hallahan dan Kauffman (1991:266), yaitu
artinya apabila orang yang kurang dengar tersebut menggunakan alat bantu
dengar, ia masih dapat menangkap pembicaraan melalui pendengarannya.
Ahli lain, yaitu Frisina (Moores, 2001:11; Kirk, S. & Gallagher, J.,
1989:300) mengemukakan:
Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa orang yang tuli (a deaf
person) adalah seseorang yang mengalami ketidakmampuan mendengar
sedemikian besar, yang menghambat pemahaman bicara melalui
pendengarannya dengan atau tanpa menggunakan alat bantu dengar.
Sedangkan orang yang kurang dengar (a hard of hearing person) adalah
seseorang yang mengalami ketidakmampuan mendengar sedemikian besar
sehingga mengalami kesulitan, tetapi tidak menghambat pemahaman
pembicaraan melalui pendengarannya, tanpa atau dengan menggunakan alat
bantu dengar.
Berdasarkan kedua definisi tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa anak
yang tergolong tuli, sulit sekali/tidak dapat menangkap pembicaraan melalui
pendengarannya baik dengan memakai ataupun tidak memakai alat bantu
dengar. Sedangkan pada anak yang tergolong kurang dengar, apabila
menggunakan alat bantu dengar yang tepat, pendengarannya masih
memungkinkan untuk menangkap pembicaraan melalui pendengarannya.
Bahkan untuk yang tergolong tunarungu ringan, pendengarannya masih
memungkinkan untuk dapat menangkap pembicaraan melalui
pendengarannya meskipun mengalami kesulitan, tanpa menggunakan alat
bantu dengar.
Sekarang, coba Anda buat kesimpulan mengenai tunarungu menurut
Anda sendiri. Ada baiknya untuk mengambil kesimpulan tersebut, Anda
berdiskusi dengan teman.
Untuk melengkapi pemahaman Anda mengenai pengertian tuna rungu
ini, Anda harus memahami tentang penampang organ dan proses
pendengaran berikut ini.
5.5 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
5 Anak Berkebutuhan Khusus 5.5
Gambar 5.1.
Penampang Organ Pendengaran
2. Klasifikasi Tunarungu
Ketunarunguan dapat diklasifikasikan berdasarkan empat hal, yaitu
tingkat kehilangan pendengaran, saat terjadinya ketunarunguan, letak
gangguan pendengaran secara anatomis, serta etimologi.
a. Berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran yang diperoleh melalui tes
dengan menggunakan audiometer, ketunarunguan dapat diklasifikasikan
sebagai berikut.
1) Tunarungu Ringan (Mild Hearing Loss)
Siswa yang tergolong tunarungu ringan mengalami kehilangan
pendengaran antara 27 – 40 dB. Ia sulit mendengar suara yang jauh
sehingga membutuhkan tempat duduk yang letaknya strategis.
5.7 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
5 Anak Berkebutuhan Khusus 5.7
1. Kehilangan Pendengaran
Kehilangan pendengaran terutama sejak lahir dapat menyebabkan
terjadinya hambatan dalam perkembangan bicara dan bahasa. Kemampuan
berbicara dan berbahasa diperoleh melalui proses peniruan bunyi bahasa
lingkungannya. Kehilangan pendengaran mengakibatkan tidak terjadinya
proses peniruan bunyi bahasa melalui pendengarannya sehingga
perkembangan bicara dan bahasanya terhambat, yang pada akhirnya
mengalami gangguan/hambatan untuk berkomunikasi secara lisan/oral
dengan lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, asesmen pendengaran
merupakan salah satu dari tahapan awal dalam menginvestigasi gangguan
bicara dan bahasa. Dalam menginvestigasi gangguan bicara dan bahasa,
tahapan awal yang perlu dilakukan adalah melakukan. Berat-ringannya
kehilangan pendengaran, berpengaruh pada berat-ringannya gangguan
komunikasi yang dialami anak.
5.17 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
5 Anak Berkebutuhan Khusus 5.17
3. Gangguan Emosi
Adanya gangguan emosi yang serius pada anak maupun orang tua, dapat
mengakibatkan terhambatnya perkembangan bahasa anak. Kemampuan
berbahasa akan berkembang dengan baik dalam hubungan yang harmonis
antara anak dan keluarganya. Lingkungan yang tidak mendukung dapat
menyebabkan gangguan bicara dan bahasa pada anak, termasuk lingkungan
keluarga. Oleh karena itu, apabila orang tua membesarkan anaknya yang
masih dalam masa-masa awal perkembangan bahasa dengan perasaan
tertekan atau penuh emosi kemarahan, memiliki kecenderungan pada
terlambatnya perkembangan bahasa anak.
4. Keterlambatan Perkembangan
Pada umumnya kemampuan bicara akan tampak membaik setelah
memasuki usia 2 tahun. Namun ada kalanya, kemampuan bicara tersebut
datangnya terlambat. Keterlambatan tersebut disebut keterlambatan bicara
fungsional atau keterlambatan perkembangan bahasa. Keterlambatan bicara
fungsional atau keterlambatan dalam perkembangan bahasa ini disebabkan
karena keterlambatan maturitas (kematangan) dari saraf pusat yang
dibutuhkan untuk memproduksi kemampuan bicara pada anak. Gangguan ini
sering dialami oleh laki-laki dan sering terdapat riwayat keterlambatan bicara
pada keluarganya. Anak dengan gangguan ini tidak menunjukkan kelainan
neurologis, gangguan pendengaran, gangguan kecerdasan, dan gangguan
psikologis lainnya.
5. Mental Retardasi
Gangguan komunikasi dapat dialami oleh anak dengan retardasi mental.
Pada anak ini terdapat disfungsi otak akibat adanya ketidaknormalan yang
luas dari struktur otak, neurotransmitter sehingga perkembangan mentalnya
terhenti atau tidak lengkap, yang dapat berpengaruh pada semua kemampuan
kognitif, bahasa, motorik, dan sosial.
6. Kerusakan Otak
Gangguan komunikasi dapat disebabkan oleh adanya kerusakan pada
otak, antara lain sepeti kelainan neuromuscular, kelainan sensorimotor,
serebral palsy, serta gangguan persepsi. Kelainan neuromuscular
mempengaruhi kemampuan menghisap, menelan, dan mengunyah, yang pada
akhirnya timbul gangguan bicara (lebih khusus lagi gangguan artikulasi)
5.19 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
5 Anak Berkebutuhan Khusus 5.19
7. Lingkungan
Pada masa perkembangan bahasa dan bicara, diperlukan dukungan
lingkungan terutama keluarga. Lingkungan perlu memberikan stimulus,
dengan mengajak anak untuk bercakap-cakap, meskipun anak belum bisa
merespon dengan baik. Interaksi antar personal merupakan dasar dari semua
komunikasi dan perkembangan bahasa. Lingkungan yang tidak mendukung
akan menyebabkan gangguan bicara dan bahasa pada anak, termasuk
lingkungan keluarga. Misalnya, gagap dapat disebabkan oleh kekhawatiran
dan perhatian orang tua yang berlebihan pada saat anak mulai belajar bicara,
tekanan emosi pada usia yang sangat muda sekali, dan dapat juga sebagai
suatu respon terhadap konflik dan rasa takut. Sebaliknya, gagap juga dapat
menimbulkan problem emosional pada anak.
L AT IH A N
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Proses mendengar merupakan hal yang Anda alami setiap saat. Coba
tuliskan proses mendengar mulai dari masuknya suara dari sumber suara
sampai Anda menyadari adanya suara!
2) Apakah anak tunarungu (ATR) yang diklasifikasikan sangat berat tidak
perlu lagi memakai alat bantu dengar karena sudah tidak mungkin lagi
menangkap percakapan?
3) Buatlah diagram penyebab ketunarunguan! Bila Anda lakukan dengan
betul, diagram tersebut dapat membantu Anda untuk mengingat faktor-
faktor yang menyebabkan tunarungu.
4) Mengapa orang yang sudah lanjut usia pada umumnya mengalami
gangguan pendengaran?
5) Apa yang perlu Anda lakukan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya
tunarungu pada keluarga Anda?
6) Buatlah diagram tentang klasifikasi gangguan Komunikasi! Diagram
tersebut akan membantu Anda untuk mengingat klasifikasi gangguan
komunikasi.
1) Cocokkan jawaban yang sudah Anda tulis dengan uraian materi yang
menjelaskan proses mendengar.
2) Untuk menjawab pertanyaan ini, coba Anda renungkan bahwa selain
Anda mendengar percakapan, Anda juga mendengar suara-suara lain
yang lebih keras dari suara percakapan seperti suara klakson mobil atau
motor dan sebagainya. Bila perlu, diskusikan masalah ini dengan teman
sejawat.
5.21 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
5 Anak Berkebutuhan Khusus 5.21
3) Untuk mengerjakan tugas ini, coba Anda lihat kembali tentang penyebab
ketunarunguan konduktif dan sensorineural. Kemudian Anda tulis
kembali materi tersebut dalam bentuk diagram (diagram pohon).
4) Pada orang yang sudah berusia lanjut, umumnya mengalami pengapuran
pada tulang-tulangnya sehingga gerakannya menjadi kaku atau tidak
lentur lagi. Nah, sekarang Anda kaitkan informasi tersebut di atas
dengan organ telinga yang memungkinkan hal serupa.
5) Untuk menjawab pertanyaan ini, silahkan lihat kembali materi tentang
cara pencegahan tunarungu, kemudian pikirkan mana kira-kira yang
dapat Anda lakukan?
6) Untuk membuat diagram tersebut, Anda harus melihat kembali bahasan
tentang klasifikasi gangguan komunikasi, dan perlu Anda ingat bahwa
secara garis besar, gangguan komunikasi terbagi menjadi gangguan
bicara dan bahasa.
RANGKUM AN
TE S F O R M ATIF 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Istilah tunarungu digunakan pada kelainan yang menunjukkan
kehilangan pendengaran yang ....
A. ringan saja
B. berat saja
C. agak berat sampai yang berat sekali
D. ringan sampai yang berat sekali
7) Orang yang sering terkena bising dalam waktu yang lama seperti halnya
pekerja pabrik tanpa menggunakan alat pelindung telinga, mempunyai
risiko terkena tunarungu tipe ....
A. konduktif
B. sensorineural
C. campuran
D. A, B, dan C betul semua
10) Apabila anak mengucapkan jajah untuk gajah, maka kelainan tersebut
termasuk gangguan artikulasi tipe ....
A. subtitusi
B. omisi
C. distorsi
D. adisi
12) Apabila anak sering melakukan pengulangan suku kata atau kata dalam
berbicara, gangguan tersebut termasuk gangguan....
A. artikulasi
B. kelancaran
C. suara
D. bahasa
Kegiatan B elajar 2
d. Fase echolalic (9–12 bulan). Fase ini sering disebut fase membeo, karena
bayi meniru suara-suara yang dibuat orang lain, dan suara-suara yang
ditiru tersebut masih belum mempunyai arti.
e. Fase True speech (12-18 bulan). Pada fase ini anak mengatakan kata
pertamanya dan ia menggunakan bahasa secara sengaja yang bertujuan
sebagai alat untuk berkomunikasi. Kata pertamanya biasanya berupa
suku kata tunggal seperti “ma”, atau dua suku kata yang sama seperti
“mama”.
Bayi yang lahir tunarungu memasuki fase babling atau vocal play
pada waktu yang sama seperti halnya bayi yang mendengar. Di Indonesia
istilah itu disebut meraban atau mengoceh, dan kegiatan ini merupakan
kegiatan alamiah dari pernafasan dan pita suara. Tidak seperti anak yang
mendengar, kegiatan meraban pada bayi tunarungu akan segera berhenti, di
samping itu bayi tunarungu kurang mengoceh dibandingkan dengan bayi
yang mendengar, dan ocehannya secara kualitatif berbeda. Perbedaan itu
terjadi karena pada bayi mendengar ocehannya diperkuat dengan mendengar
ocehannya sendiri serta respon verbal dari orang dewasa; sedangkan bayi
tunarungu tidak dapat mendengar suaranya dan suara orang lain sehingga
ocehannya tidak diperkuat, atau tidak mendengar ocehan-ocehan yang dapat
ditirunya. Pada bayi mendengar kemampuan mengoceh berlanjut pada fase
berikutnya, sedangkan pada bayi tunarungu perkembangannya terhambat
sehingga bicaranya tidak terbentuk. Dalam perkembangan selanjutnya
mereka mengadakan komunikasi dengan menggunakan isyarat dan
mengalami kesulitan untuk berkomunikasi secara verbal.
Kesulitan berkomunikasi yang dialami anak tunarungu, mengakibatkan
mereka memiliki kosakata yang terbatas, sulit mengartikan ungkapan-
ungkapan bahasa yang mengandung kiasan, sulit mengartikan kata-kata
abstrak, serta kurang menguasai irama dan gaya bahasa. Dengan demikian,
pelajaran bahasa harus diberikan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
kemampuannya, karena pelajaran bahasa ini merupakan pelajaran yang
sangat penting bagi mereka yang akan berpengaruh pula dalam mempelajari
ilmu-ilmu lainnya.
L AT IH A N
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
RANGKUM AN
TE S F O R M ATIF 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Dalam perkembangan bicara, anak tunarungu sejak lahir mulai
mengalami hambatan pada fase ....
A. reflexive vocalization
B. babling/vocal play
C. lalling
D. echolalic
Kegiata n B elajar 3
Metode kata lembaga ini dikenal juga dengan metode global kata
(wujud sebuah kata konkret), artinya melatihkan pengucapan kata-kata
seperti nama benda yang sering dilihatnya.
Metode multisensori, yaitu penggunaan seluruh sensori/indera anak
untuk memperoleh kesan bicara, seperti penglihatan (visual),
pendengaran (auditif), perabaan (taktil), serta kinestetik. Melalui indera
visual, anak dapat melihat mekanisme gerak organ artikulasi yang
benar seperti letak lidah, posisi bibir, posisi rahang, dan kemudian
menirukan gerakan tersebut untuk membentuk bicara yang benar.
Melalui indera auditif, anak tunarungu yang masih mempunyai sisa
pendengaran yang cukup, dapat mendengar bunyi-bunyi bahasa yang
diucapkan secara benar dan kemudian berusaha memproduksi bicara
yang benar seperti contoh yang didengar. Melalui indera taktil, seperti
merasakan getaran organ bicara, kemudian anak dilatih untuk
memproduksi bicara yang benar. Misalnya merasakan getaran di pipi
untuk memproduksi fonem-fonem sengau. Melalui indera kinestetik,
anak merasakan gerakan organ artikulasi seperti gerakan lidah untuk
memproduksi bicara yang tepat.
3) Layanan Membaca Ujaran
Anak tunarungu mengalami kesulitan untuk menyimak pembicaraan
melalui pendengarannya. Oleh karena itu, ia dapat memanfaatkan
penglihatannya untuk memahami pembicaraan orang lain melalui gerak
bibir dan mimik si pembicara. Kegiatan seperti itu disebut membaca
ujaran (speech reading). Membaca ujaran dapat dikatakan sebagai
interpretasi visual terhadap ujaran pembicara. Dalam prakteknya,
membaca ujaran tidak dapat dipisahkan dari pada kegiatan bicara.
Membaca ujaran dapat kita samakan dengan membaca. Dalam membaca,
kita mengenal huruf, sedangkan huruf bagi para pembaca ujaran terdapat
pada gerakan organ artikulasi (gerakan mulut) yang diperkuat dengan
mimik si pembicara. Oleh karena itu, ada persyaratan untuk
berlangsungnya kegiatan membaca ujaran ini, yaitu harus selalu
berhadapan muka dengan lawan bicara dalam jarak yang tidak terlalu
jauh (face to face), penerangan yang cukup, serta ucapan harus jelas.
Di samping adanya persyaratan yang harus terpenuhi, juga terdapat
kelemahan dalam membaca ujaran, yaitu tidak semua pengucapan bunyi
bahasa oleh organ artikulasi (artikulator) dapat terlihat oleh lawan
bicaranya, karena bunyi bahasa tersebut dihasilkan oleh artikulator di
5.45 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
5 Anak Berkebutuhan Khusus 5.45
b. Sistem integrasi
Sistem pendidikan integrasi merupakan sistem pendidikan yang
memberikan kesempatan kepada siswa tunarungu untuk belajar bersama-
sama dengan siswa mendengar/normal di sekolah biasa/sekolah reguler.
Sistem ini disebut juga sistem terpadu karena sistem ini membawa suasana
keterpaduan antara anak tunarungu dengan anak mendengar baik dalam
5.53 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
5 Anak Berkebutuhan Khusus 5.53
2. Metode Komunikasi
Keterbatasan utama yang dialami anak tunarungu adalah terhambatnya
kemampuan berbicara dan berbahasa, sehingga dalam memberikan layanan
pendidikan Anda perlu memahami metode komunikasi yang dapat dimengerti
anak tunarungu agar layanan yang Anda berikan dapat memenuhi kebutuhan
pendidikannya.
5.54 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
5 Anak Berkebutuhan Khusus 5.54
a. Metode oral-aural
Metode oral-aural merupakan metode berkomunikasi dengan cara yang
lazim digunakan oleh orang mendengar, yaitu melalui bahasa lisan.
Penggunaan metode oral ini didasari oleh adanya pendapat yang menyatakan
bahwa anak tunarungu sebagai anggota masyarakat harus menyesuaikan diri
dengan pola kehidupan di sekitarnya, termasuk bahasanya; kemudian
didukung oleh adanya pengalaman bahwa anak tunarungu mampu berbicara
apabila mendapat perhatian dan latihan secara teratur.
Penggunaan metode ini terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu
berkomunikasi melalui oral (bicara), membaca ujaran (speech reading) serta
menangkap pembicaraan melalui pendengaran atau melalui audio dengan
memakai ataupun tidak memakai alat bantu dengar bagi anak tunarungu yang
tergolong kurang dengar. Penerapan metode komunikasi ini membawa
konsekuensi untuk melakukan pembentukan dan latihan bicara (speech
building & speech training). Latihan membaca ujaran (speech reading), dan
latihan pendengaran (hear training) untuk mengoptimalisasikan fungsi
pendengaran yang masih ada. Penggunaan metode ini dapat memperluas
kesempatan bagi anak tunarungu untuk berkomunikasi dengan orang
mendengar pada umumnya.
Gambar 5.2.
Abjad Jari
Apakah Anda pernah memanggil seseorang dari jarak yang agak jauh
tanpa bersuara? Apakah Anda pernah mengganggukkan kepala sebagai
tanda setuju? Apabila pernah, berarti Anda telah menggunakan bahasa
tubuh dalam berkomunikasi.
Bahasa tubuh, tidak dapat digolongkan sebagai suatu bahasa dalam arti
sesungguhnya walaupun gerak/isyaratnya dapat berfungsi sebagai suatu
media komunikasi.
3) Bahasa Isyarat Asli
Bahasa isyarat asli yaitu suatu ungkapan manual dalam bentuk isyarat
konvensional yang berfungsi sebagai pengganti kata, yang disepakati
bersama oleh kelompok atau daerah tertentu. Secara garis besar, bahasa
isyarat asli dikelompokkan menjadi 2, yaitu bahasa isyarat alamiah dan
konseptual.
a) Bahasa Isyarat Alamiah
Bahasa isyarat alamiah yaitu bahasa isyarat yang berkembang secara
alamiah di antara kaum tunarungu (berbeda dari bahasa tubuh) yang
merupakan suatu ungkapan manual (dengan tangan) sebagai
pengganti kata yang pengenalan dan penggunaannya terbatas pada
kelompok/lingkungan tertentu.
Bahasa isyarat seperti ini disebut juga isyarat lokal, sehingga
mungkin saja terjadi perbedaan antara bahasa isyarat lokal yang
digunakan oleh anak tunarungu di daerah yang satu dengan daerah
lainnya. Misalnya ada kelompok anak tunarungu yang mengisyarat-
kan kata ibu dengan menempelkan telunjuk pada telinga yang
menunjukkan bahwa ibu suka memakai giwang, dan ada pula yang
mengisyaratkannya dengan menempelkan kepalan tangan di
belakang kepala, yang menunjukkan bahwa ibu suka memakai
sanggul (Sunda).
b) Bahasa Isyarat Konseptual
Bahasa isyarat konseptual merupakan bahasa isyarat yang resmi
digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah yang menggunakan
metode manual atau isyarat. Bahasa isyarat yang terkenal dan
banyak diteliti serta menjadi model untuk negara lain (termasuk
Indonesia) adalah American Sign Language (ASL) dari Amerika
Serikat, British Sign Language ( BSL) dari Inggris, serta Auslan dari
Australia. Struktur bahasa isyarat ini berbeda dengan bahasa lisan
yang digunakan dalam masyarakat. Perbedaan itu terletak dalam
5.57 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
5 Anak Berkebutuhan Khusus 5.57
c. Komunikasi total
Komunikasi total merupakan suatu falsafah yang memungkinkan
terciptanya iklim komunikasi yang harmonis, dengan menerapkan berbagai
metode dan media komunikasi seperti sistem isyarat, ejaan jari, bicara,
membaca ujaran, amplifikasi (pengerasan suara dengan menggunakan alat
bantun dengar), gesti, pantomimik, menggambar, menulis, serta pemanfaatan
sisa pendengaran sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan tunarungu secara
perorangan.
Konsep ini didasarkan pada alasan antara lain bahwa anak tunarungu
mempunyai hak memilih media komunikasi yang sesuai dengan kondisinya;
5.58 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
5 Anak Berkebutuhan Khusus 5.58
yang dapat dimengerti, dan apabila ada hal-hal penting, perlu ditulis di
papan tulis. Di samping itu, guru harus memperhatikan arah sinar
cahaya, agar siswa tidak silau melihat gerak bibir dan mimik guru.
d. Anak tunarungu dikenal sebagai anak visual, oleh karena itu penggunaan
alat peraga yang bersifat visual merupakan sesuatu yang harus
diupayakan, untuk mempermudah siswa tunarungu memahami materi
yang diajarkan.
e. Oleh karena anak tunarungu mengalami kesulitan untuk memahami
ucapan guru maka dalam proses belajar mengajar harus dihindari
pemakaian metode ceramah secara berlebihan, akan tetapi lebih banyak
menggunakan metode yang bersifat visual seperti demonstrasi, bermain
peran, dan sebagainya.
f. Dalam materi yang bersifat verbal seperti dalam pelajaran IPS dan
PPKN, perlu dimodifikasi atau disederhanakan dengan menggunakan
bahasa yang dapat dipahami siswa tunarungu, agar materi yang
disampaikan dapat dipahaminya.
g. Anak tunarungu dikenal dengan anak yang miskin kosakata. Oleh karena
itu, Anda harus sering memberikan tambahan kosakata pada mereka, dan
Anda harus memastikan siswa tunarungu memahami dengan benar kata-
kata atau istilah yang Anda pergunakan.
4. Strategi Pembelajaran
Pada dasarnya strategi yang biasa digunakan dalam pembelajaran anak
pada umumnya, seperti strategi deduktif dan induktif; heuristik dan
ekspositorik, maupun strategi klasikal atau kelompok, dapat digunakan dalam
pembelajaran anak tunarungu. Akan tetapi, strategi tersebut tidak dibahas
dalam modul ini, karena tentunya Anda sudah mempelajarinya dalam modul
lain (mata kuliah Strategi Belajar Mengajar). Dalam modul ini akan dibahas
beberapa strategi lain yang dapat diterapkan dalam pembelajaran anak
tunarungu, yaitu strategi individualisasi, kooperatif, dan modifikasi perilaku.
a. Strategi individualisasi
Strategi individualisasi merupakan strategi pembelajaran dengan
mempergunakan suatu program yang disesuaikan dengan perbedaan-
perbedaan individu baik karakteristik, kebutuhan maupun kemampuannya
secara perorangan. Program ini dikenal dengan istilah Program Pendidikan
Individualisasi (PPI) yang dalam istilah asingnya disebut Individualized
5.60 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
5 Anak Berkebutuhan Khusus 5.60
Educational Program (IEP). Mungkin istilah ini masih asing bagi Anda,
namun Anda perlu memahaminya agar dapat menerapkannya dalam
pembelajaran di kelas Anda
Strategi individualisasi berbeda dengan strategi individual, yang
mengandung makna pemberian pengajaran kepada siswa secara perorangan.
Penggunaan strategi individualisasi dapat berlangsung secara klasikal dalam
mata pelajaran yang sama, namun keluasan materi atau teknik pengajarannya
dapat berbeda.
Dengan strategi individualisasi, guru harus membuat program
pembelajaran yang disesuaikan dengan kemampuan dan ketidakmampuan
siswa tunarungu, sehingga dapat mengembangkan potensinya secara optimal.
Menurut the United States Code, P.L.94-142 dalam Mulyono (1996: 46),
PPI hendaknya memuat lima pernyataan, yaitu taraf kemampuan anak saat
ini, tujuan umum dan tujuan khusus yang akan dicapai, pelayanan khusus,
waktu pelaksanaan (kapan dimulai dan lamanya waktu yang akan
dipergunakan), serta prosedur evaluasi dan kriteria keberhasilan.
b. Strategi kooperatif
Strategi kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang menekankan
unsur gotong-royong atau saling membantu satu sama lain dalam mencapai
tujuan pembelajaran. Strategi koperatif ini dipandang efektif untuk
diterapkan pada kelas yang memiliki kemampuan heterogen, sehingga dapat
diterapkan di kelas biasa, di mana anak tunarungu belajar di dalamnya,
Menurut Johnson, D.W. & Johnson (1984:10), dalam strategi pembelajaran
kooperatif terdapat 4 elemen dasar, yaitu sebagai berikut.
1) Saling ketergantungan positif. Dalam penerapan strategi ini, guru
dituntut untuk menciptakan suasana belajar yang mendorong anak untuk
saling membutuhkan.
2) Interaksi tatap muka antarsiswa, sehingga mereka dapat berdialog
dengan sesama teman, dan dapat memungkinkan menjadi sumber bagi
temannya.
3) Akuntabilitas individual, yang mengukur penguasaan bahan belajar tiap
anggota kelompok, dan kelompok diberi balikan tentang prestasi
anggota-anggotanya sehingga mereka saling mengetahui teman yang
membutuhkan bantuan.
4) Keterampilan menjalin hubungan interpersonal. Dalam strategi ini anak
dilatih untuk memiliki keterampilan sosial, seperti tenggang rasa,
5.61 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
5 Anak Berkebutuhan Khusus 5.61
5. Media Pembelajaran
Media pembelajaran dikelompokkan ke dalam media visual, audio, dan
audio-visual. Oleh karena pendengarannya kurang berfungsi maka media
yang digunakan dalam pembelajaran bagi anak tunarungu, lebih menekankan
pada media yang bersifat visual. Bagi anak tunarungu yang tergolong kurang
dengar, dapat digunakan pula media audio dan audio-visual, tetapi
keterserapan pada unsur audionya terbatas.
Media visual yang dapat dipergunakan dalam pembelajaran anak
tunarungu, antara lain berupa gambar; grafis (grafik, bagan, diagram, dan
sebagainya); realita atau objek nyata dari suatu benda (mata uang, tumbuhan,
dan sebagainya); model atau tiruan dari objek benda, dan slides.
5.62 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
5 Anak Berkebutuhan Khusus 5.62
6. Fasilitas Pendukung
Untuk keefektifan penyelenggaraan pendidikan khusus bagi siswa
tunarungu di sekolah reguler, perlu adanya fasilitas pendukung, antara lain
adanya ruang sumber yang dilengkapi dengan berbagai media - untuk
memfasilitasi pemberian layanan kekhususan, seperti layanan untuk
mengembangkan kemampuan berkomunikasi oral.
7. Penilaian (Asessment)
Penilaian (asessment) merupakan suatu proses yang sistematis untuk
memperoleh informasi tentang kemampuan atau hasil belajar siswa, sebagai
dasar untuk pengambilan keputusan tentang siswa tersebut.
Penilaian tidak hanya dilakukan pada akhir pembelajaran saja, tetapi
juga di awal dan selama proses pembelajaran. Dengan adanya hasil penilaian
pada awal pembelajaran, guru dapat mengetahui kemampuan-kemampuan
yang sudah dikuasai maupun yang belum dikuasai siswa. Hasil penilaian
tersebut dapat dijadikan salah satu dasar untuk menentukan program yang
sesuai dengan kebutuhannya. Penilaian pada proses pembelajaran perlu
dilakukan untuk mengetahui bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran,
sehingga apabila nampak gejala-gejala yang mengarah pada kesulitan siswa,
dapat segera diatasi. Di samping itu, guru di kelas inklusif dapat memperoleh
gambaran bagaimana sikap para siswa yang mendengar terhadap keberadaan
siswa tunarungu, karena guru harus berupaya untuk menumbuhkan suasana
yang kondusif bagi terselenggaranya proses pembelajaran. Hasil penilaian
yang dilakukan pada akhir pembelajaran, dapat digunakan untuk menentukan
ketercapaian siswa terhadap kompetensi yang harus dikuasainya.
5.63 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
5 Anak Berkebutuhan Khusus 5.63
Hasil penilaian tersebut juga dapat dijadikan umpan balik baik bagi
guru, siswa, orang tua, maupun lembaga. Bagi guru, hasil penilaian dapat
dijadikan sebagai umpan balik untuk memperbaiki proses pembelajaran.
Bagi siswa, hasil penilaian dapat dijadikan alat untuk memotivasi dirinya
agar lebih giat belajar. Bagi orang tua, dengan mengetahui hasil belajar
anaknya, orang tua dapat turut berpartisipasi dalam mengambil langkah yang
tepat untuk membimbing serta memberikan dorongan agar anaknya berhasil
dalam pendidikannya. Bagi lembaga, hasil penelitian merupakan masukan
sebagai bahan kajian dalam meningkatkan layanan pendidikan di lembaga
tersebut.
Penilaian terhadap kemampuan siswa tunarungu dapat dilakukan dengan
berbagai cara, antara lain tes, pengamatan, pemberian tugas, wawancara,
penilaian portofolio, dan sebagainya. Tes yang digunakan meliputi tes
tertulis, lisan (bagi siswa tunarungu yang memiliki kemampuan berbicara dan
membaca ujaran yang bagus), serta tes perbuatan/tes unjuk kerja. Tes
(terutama tes tertulis) dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan
akademik siswa tunarungu seperti halnya siswa mendengar. Tes perbuatan
dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa tunarungu dalam
kemampuan berbicara, membaca ujaran, maupun dalam mengoptimalkan
fungsi pendengarannya. Pengamatan dapat digunakan untuk mengamati
keterampilan dan sikap berkomunikasi tunarungu. Pemberian tugas dapat
digunakan untuk mengetahui kemampuan akademik maupun nonakademik
siswa. Wawancara dapat dilakukan terhadap siswa tunarungu, siswa
mendengar, guru, orang tua, atau terhadap anggota masyarakat. Sebagai
contoh, kita dapat mewawancara siswa tunarungu untuk mengetahui
kesulitan-kesulitan yang dia hadapi dalam berkomunikasi dengan guru atau
dengan temannya yang mendengar. Terhadap teman atau gurunya, kita dapat
menanyakan apakah bicara siswa tunarungu dapat dimengerti atau tidak.
Penilaian portofolio atau penilaian hasil kerja siswa dilakukan melalui
kumpulan hasil kerja yang ditunjukkan siswa.
Dalam melakukan penilaian terhadap siswa tunarungu ada beberapa
prinsip yang harus diperhatikan, antara lain sebagai berikut.
a. Berkesinambungan
Penilaian dalam pembelajaran siswa tunarungu dan juga anak
berkebutuhan lainnya, harus dilakukan secara berkesinambungan. Hal
tersebut mengandung pengertian bahwa kegiatan penilaian tersebut tidak
5.64 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
5 Anak Berkebutuhan Khusus 5.64
hanya dilakukan satu atau dua kali dalam satu semester, tetapi hendaknya
dilakukan setiap pembelajaran atau beberapa kali dalam satu semester, sesuai
kebutuhan. Dengan demikian, akan diperoleh gambaran yang cermat tentang
ada tidaknya perkembangan/perubahan perilaku yang positif pada siswa
sebagai hasil dari proses pembelajaran. Prinsip berkesinambungan ini sangat
penting, karena pada umumnya kemampuan belajar mereka kurang dari
siswa yang mendengar terutama untuk hal-hal yang bersifat abstrak.
b. Menyeluruh
Gambaran yang diperoleh dari hasil penilaian harus menyeluruh, yang
meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, maupun perilaku/sikap yang utuh
dari siswa. Oleh karena itu, selain ditujukan terhadap pemahaman materi
pelajaran, kegiatan penilaian hendaknya ditujukan pula pada peran serta,
kegiatan, kreativitas, sosialisasi siswa, kemampuan berkomunikasi, dan
sebagainya, baik di dalam maupun di luar proses pembelajaran. Di samping
itu, ditujukan pula pada aspek ketunaannya seperti taraf pendengaran,
kepekaan pendengaran, serta penggunaan alat bantu dengar.
d. Pedagogis
Semua kegiatan penilaian harus diketahui dan dapat dirasakan oleh siswa
tunarungu, bahwa kegiatan penilaian bukan hanya sekedar rekaman hasil
belajar saja, melainkan harus dapat merasakan bahwa penilaian bermanfaat
untuk perbaikan dan peningkatan perilaku serta sikapnya. Dia harus
merasakan bahwa hasil yang baik merupakan penghargaan atas perilaku dan
sikapnya yang baik, sedangkan hasil yang buruk merupakan hukuman dari
perilaku dan sikapnya yang tidak diharapkan. Hal ini perlu ditanamkan pada
tunarungu, mengingat kekurangmampuan mereka menghayati hal-hal yang
bersifat abstrak.
a. Pelaksanaan asesmen
Asesmen dilakukan untuk mengetahui lebih dalam mengenai gangguan
yang berkaitan dengan tipe-tipe gangguan artikulasi. Asesmen dilakukan
melalui pemeriksaan pengucapan berbagai fonem/huruf dalam kata.
5.69 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
5 Anak Berkebutuhan Khusus 5.69
1) Latihan Pendengaran
Anak mendapat kotak dengan balok kecil atau batu – batu. Guru
mengucapkan suku kata atau kata-kata dengan -K- atau -T- dan anak
diminta menaruh batu atau balok kecil di kotak kalau yang didengarnya
-K- atau -T-. Latihan itu diberikan berdasarkan langkah-langkah sebagai
berikut.
a) Anak diminta menaruh balok di kotak kalau ia mendengar
bunyi -K-.
Guru mengucapkan suku kata yang mengandung -K-, tetapi belum
dengan T. Contoh: Ka – mu – go – hu - ke, dan sebagainya.
b) Anak diminta menaruh balok di kotak lain bila mendengar
bunyi -T-.
Contoh: ta – mu – go – tu – to – bu – dan sebagainya.
c) Guru mengucapkan suku kata dengan -T- dan -K-. Anak harus
menaruh balok dalam kotak kalau ia mendengar -K- atau -T-. Suku
kata -K- dan -T- masih dicampur dengan suku kata lain.
Contoh: - ka - bu - tu - ka - de - ti - ku, dan sebagainya.
d) Guru hanya mengucapkan suku kata yang dimulai dengan bunyi
-T- dan -K-, kemudian anak harus menaruh balok dalam kotak yang
cocok.
Contoh: ka – ti – ku – ko – ta – ko, dan sebagainya.
2) Latihan Pengucapan
Anak dilatih untuk mengucapkan suku kata -ka- dengan menekan
lidah. Penekanan lidah makin lama makin dihilangkan.
3) Latihan Kinestetik
Latihan ini bertujuan untuk mengotomatisasi pola ucapan. Latihan
diberikan dengan memperlihatkan gambar yang namanya mengandung
5.71 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
5 Anak Berkebutuhan Khusus 5.71
bunyi -k- dan -t- secara bergantian. Anak diminta untuk menyebutkan
nama gambar yang diperlihatkan.
4) Latihan percakapan/pengucapan secara spontan.
Untuk menstimulasi terjadinya percakapan, anak diminta untuk
menjawab pertanyaan, yang jawabannya diperkirakan mengandung
bunyi -k- dan -t-.
Latihan untuk memperbaiki gangguan artikulasi tipe lainnya, seperti
omisi, distorsi, dan adisi, dapat menggunakan metode pemenggalan suku
kata sebagai berikut.
Contoh kasus tipe Omisi: CINCIN diucapkan CICIN
Latihan Pengucapan:
CIN………; CIN………..; CIN
CIN – CIN; CIN – CIN; CIN – CIN
CINCIN; CINCIN; CINCIN
Contoh kasus tipe Distorsi: TINTA diucapkan NITA
Latihan Pengucapan:
TIN…TIN…TIN….; TA….TA….TA
TIN ….TIN ; TA …TA
TIN …….TA
TINTA
Contoh kasus: tipe Adisi: FOTO diucapkan FORTO
Latihan Pengucapan:
FOT ……FOT…….FOT; TO……TO……TO
FOT …..FOT; TO…..TO
FOT…..TO
FOTO
L AT IH A N
RANG KUM AN
dibagi atas dua macam, yaitu alat evaluasi umum yang digunakan
dalam pembelajaran di kelas biasa dan alat evaluasi khusus yang
digunakan dalam pembelajaran di kelas khusus dan ruang
bimbingan khusus.
6. Pendidikan untuk anak dengan gangguan komunikasi tergantung
jenis gangguan komunikasi dan hambatan lain yang dialami anak
tersebut, karena banyak gangguan komunikasi yang merupakan
hambatan penyerta bagi hambatan utama yang dialami anak. Mereka
memperoleh layanan pendidikan sesuai dengan hambatan utamanya
serta layanan untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi-
nya.
7. Strategi, materi, media, maupun penilaian yang digunakan dalam
layanan pendidikan khusus bagai anak dengan gangguan
komunikasi, sangat beragam sesuai jenis gangguan komunikasi yang
dialami anak. Namun, prosedur umum layanan intervensi gangguan
komunikasi meliputi melakukan asesmen, menganalisis hasil
asesmen, membuat program intervensi, melaksanakan program
intervensi, penilaian/asesmen ulang, serta tindak lanjut.
TE S F O R M ATIF 3
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Kebutuhan khusus anak tunarungu adalah memperoleh layanan ....
A. akademik seperti yang dilakukan pada anak mendengar
B. pengembangan kemampuan berkomunikasi dan optimalisasi fungsi
pendengaran
C. pengajaran, latihan, dan administrasi
D. yang menekankan mata pelajaran keterampilan
Tes Formatif 1
1) A. Istilah tunarungu digunakan pada gangguan pendengaran dari yang
ringan sampai yang berat sekali.
2) A. Sebagian besar getaran masih dapat dihantarkan melalui tulang
pendengaran.
3) D. Kerusakan saraf pendengaran menyebabkan tunarungu
sensorineural, dan oleh karena timbulnya setelah lahir, maka
tunarungu tersebut bersifat aquired atau didapat setelah lahir.
4) A. Telinga luar dan tengah merupakan alat penghantar getaran atau
sebagai konduktor.
5) D. Sensorineural berasal dari kata sensoris (organ penerima) yang
dalam hal ini cochlea (telinga dalam) dan neural yang berarti saraf.
6) A. Otitis media adalah peradangan pada telinga tengah (sebagai alat
konduktif).
7) B. Bising yang terlalu keras dan lama dapat menyebabkan gangguan
pada fungsi cochlea (pada telinga dalam).
8) C. Nongenerik, artinya bukan keturunan, tetapi dapat disebabkan oleh
adanya suatu penyakit.
9) D. Infeksi bukan penyakit keturunan.
10) A. Substitusi adalah gangguan artikulasi yang ditandai dengan
penggantian huruf/fonem.
11) C. Distorsi adalah terjadinya kekacauan dalam pengucapan kata.
12) B. Sering terjadinya pengulangan suku kata atau kata dalam berbicara,
merupakan ciri-ciri orang yang mengalami gagap, dan termasuk
gangguan kelancaran.
Tes Formatif 2
1) B. Pada fase babling pendengaran mulai berperan.
2) C. Anak tunarungu sulit memahami materi yang bersifat verbal.
3) A. Anak tunarungu tidak banyak mengalami kesulitan dalam materi
yang bersifat nonverbal.
4) A. Anak tunarungu yang memiliki kecerdasan rendah, dikelompokkan
pada tunaganda.
5.78 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
5 Anak Berkebutuhan Khusus 5.78
Tes Formatif 3
1) B. Kebutuhan khusus anak tunarungu adalah memperoleh layanan
pendidikan yang sesuai dengan kondisi ketunarunguannya, serta
memperoleh layanan untuk mengembangkan kemampuan
berkomunikasi dan optimalisasi fungsi pendengaran yang masih ada.
2) A. SLB-B adalah tempat pendidikan khusus bagi anak tunarungu yang
jauh lebih lama keberadaannya dibanding tempat pendidikan
lainnya.
3) C. Normalisasi adalah membawa anak tunarungu pada suasana
kehidupan normal, bukan membuat mereka normal dalam arti
pendengarannya menjadi normal.
4) D. Komunikasi total berarti menggunakan segala metode komunikasi.
5) D. Upaya meningkatkan kemampuan anak tunarungu dalam
berkomunikasi, antara lain melalui pernyataan A, B, dan C.
6) C. Pernyataan A dan B bukan merupakan strategi pembelajaran
individualisasi.
7) D. Pemilihan strategi pembelajaran bagi anak tunarungu harus
didasarkan pada pernyataan A, B, dan C.
8) D. Penilaian hasil pembelajaran anak tunarungu dalam pendidikan
inklusif harus mempertimbangkan isi, waktu, dan cara.
9) B. Saat ini, khususnya di Indonesia, belum ada sekolah khusus untuk
anak dengan gangguan komunikasi.
10) C. Tahapan latihan untuk mengintervensi gangguan artikulasi tipe
substitusi adalah latihan pendengaran, pengucapan, kinestetik, dan
percakapan.
5.79 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
5 Anak Berkebutuhan Khusus 5.79
Glosariu m
Daftar Pustaka
Sadjaah, Edja & Dardjo Sukardjo. (1996). Bina Bicara, Persepsi Bunyi, dan
Irama. Jakarta: Depdikbud Republik Indonesia.
Smith, J. David (Sugiarmin & Baihaqi, MIF, Editor ahli). (2006). Inklusi,
Sekolah Ramah untuk Semua. Bandung: Nuansa.
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, modul ini dibagi menjadi 3
kegiatan belajar, yaitu:
Kegiatan Belajar 1: Definisi, Klasifikasi, Penyebab Terjadinya dan Cara
Pencegahan.
Kegiatan Belajar 2: Dampak Ketunagrahitaan: akademik, sosial emosional,
fisik dan kesehatan.
Kegiatan Belajar 3: Kebutuhan Khusus dan Profil Pendidikan Bagi Anak
Tunagrahita.
Kegiata n B elajar 1
A. DEFINISI TUNAGRAHITA
1. Peristilahan
Banyak terminologi (istilah) yang digunakan untuk menyebut mereka
yang kondisi kecerdasannya di bawah rata-rata. Dalam bahasa Indonesia,
istilah yang pernah digunakan, misalnya lemah otak, lemah ingatan, lemah
pikiran, retardasi mental, terbelakang mental, cacat grahita, dan tunagrahita.
Dalam Bahasa asing (Inggris) dikenal dengan istilah mental retardation,
mental deficiency, mentally handicapped, feebleminded, mental subnormality
(Moh. Amin, 1995: 20). Istilah lain yang banyak digunakan adalah
intellectually handicapped, intellectually disabled, dan development mental
disability
Untuk lebih jelasnya mengenai peristilahan tersebut, bacalah dengan
cermat pada uraian berikut.
6.4 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
6 Anak Berkebutuhan Khusus 6.4
2. Pengertian
Pemahaman yang jelas tentang siapa dan bagaimanakah anak tunagrahita
itu merupakan hal yang sangat penting untuk menyelenggarakan layanan
pendidikan dan pengajaran yang tepat bagi mereka. Berbagai definisi telah
dikemukakan oleh para ahli. Salah satu definisi yang diterima secara luas dan
menjadi rujukan utama ialah definisi yang dirumuskan Grossman (1983)
yang secara resmi digunakan AAMD (American Association on Mental
Deficiency) sebagai berikut.
Gambar 6.1.
Grafik Klasifikasi Anak Berdasarkan Chronological Age dan Mental Age
6.8 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
6 Anak Berkebutuhan Khusus 6.8
Sumber: Moh, Amin 1995:26 (Adaptasi dari Kirk & Gallagher, 1986: 121-122)
Gambar 6.2.
Grafik Perkembangan Anak Tunagrahita Ringan dan Sedang
2. Kretin (Cebol)
Anak ini memperlihatkan ciri-ciri, seperti badan gemuk dan pendek, kaki
dan tangan pendek dan bengkok, kulit kering, tebal, dan keriput, rambut
kering, lidah dan bibir tebal, kelopak mata kecil, telapak tangan dan kaki
tebal, pertumbuhan gigi terlambat.
3. Hydrocephalus
Anak ini memiliki ciri-ciri kepala besar, raut muka kecil, pandangan dan
pendengaran tidak sempurna, mata kadang-kadang juling.
4. Microcephalus
Anak ini memiliki ukuran kepala yang kecil.
6.11 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
6 Anak Berkebutuhan Khusus 6.11
5. Macrocephalus
Memiliki ukuran kepala lebih besar dari ukuran normal.
1. Penyebab Ketunagrahitaan
Pemahaman penyebab ketunagrahitaan diharapkan dapat berguna dan
dapat membantu para pendidik dalam memberikan layanan pendidikan bagi
anak-anak tersebut. Berikut ini dikemukakan penyebab terjadinya
ketunagrahitaan yang dikemukakan oleh Smith (1998) alih bahasa Denis,
dkk. (2006:113-115), yaitu:
Hal lain yang juga dapat menyebabkan kerusakan otak adalah racun dari
alkohol dan obat-obatan ilegal yang digunakan oleh wanita hamil, dapat
mengganggu perkembangan janin sehingga menimbulkan masalah
ketunagrahitaan.
Selain itu, terjadi kecelakaan yang menyebabkan cedera otak pada masa
perkembangan dapat mengakibatkan ketunagrahitaan. Faktor gizi yang jelek
atau keracunan dapat juga merusak otak.
Hal yang tidak kalah penting adalah bahwa ketunagrahitaan cenderung
terkait dengan kesadaran sosial dan sikap/pemahaman masyarakat yang
diberikan kepada kelainan ini.
Studi lain yang dilakukan oleh Kirk (Triman Prasadio, 1982:25)
menemukan bahwa anak yang berasal dari keluarga yang tingkat sosial dan
ekonominya rendah menunjukkan kecenderungan prestasi belajarnya
semakin berkurang dengan meningkatnya usia. Hal lain yang juga penting
adalah kurangnya rangsangan intelektual yang mengakibatkan timbulnya
hambatan dalam perkembangan intelegensinya sehingga anak berkembang
menjadi anak tunagrahita.
Selain cara-cara tersebut di atas terdapat pula cara umum, yaitu dengan
meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui peningkatan sosial-ekonomi,
penyuluhan kepada masyarakat mengenai pendidikan dini.
6.14 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
6 Anak Berkebutuhan Khusus 6.14
L AT IH A N
2) Istilah yang Anda pilih dapat beragam, namun harus diingat bahwa
dalam tiap istilah terdapat pengertian bahwa ketunagrahitaan itu tidak
dapat dinormalkan, dan pusat hambatannya adalah pada segi kecerdasan
intelektual. Dengan demikian, unsur psikologis masih dapat
dikembangkan dengan penyediaan lingkungan yang sesuai dengan
kebutuhan anak tunagrahita.
3) Dalam menetapkan berat dan ringannya ketunagrahitaan Anda dapat
mengacu pada usia kronologis, tahapan kemampuan belajar, kemampuan
bersosialisasi, kemudian Anda membandingkannya dengan kemampuan
anak normal sehingga dapat diketahui usia mental atau usia
kecerdasannya. Setelah menemukan usia mental maka dapat dicari IQ-
nya, yaitu dengan cara MA dibagi CA 100. Akhirnya Anda dapat
memperkirakan apakah anak tersebut tergolong tunagrahita ringan atau
sedang.
4) Istilah yang terakhir dikemukakan adalah development mental disability,
lebih menekankan pentingnya pandangan bahwa tunagrahita memiliki
potensi untuk belajar dalam mengembangkan aspek kehidupannya dan
bukan keterbatasan pada kecerdasannya.
5) Diskusi Anda hendaknya diarahkan pada analisis mengenai sebab
ketunagrahitaan; yaitu apakah ia tunagrahita karena kerusakan gen dan
kromosom, terjadi pada saat prakelahiran, saat kelahiran, dan selama
masa perkembangan anak-anak dan remaja. Dalam diskusi Anda dapat
mencari contoh-contoh baik dari buku ilmu genetika atau biologis.
6) Penyebab ketunagrahitaan yang berupa faktor genetik dan kromosom
karena kurangnya produksi enzim yang memproses protein yang terdapat
pada orang tua. Sedangkan kerusakan kromosom terjadinya down
syndrome karena kerusakan kromosom (patah) dan atau terjadi
perpindahan pada Nomor 21. Oleh karena anak-anak down syndrome ini
sering dikatakan kembar sedunia.
yang kurang baik, adanya sikap masyarakat yang diberikan pada anak
tunagrahita.
RANGKUM AN
TE S F O R M AT IF 1
Kegiata n B elajar 2
tidak jarang anak tunagrahita hanya diam saja menatap mainan itu tanpa
mencoba menggerakkannya.
2. Sosial/Emosional
Dampak sosial dan emosional tunagrahita dapat berasal dari
ketidakmampuannya dalam menerima dan melaksanakan norma sosial dan
pandangan masyarakat yang masih menyamakan keberadaan anak
tunagrahita dengan anggota masyarakat lainnya atau masyarakat masih
menganggap bahwa anak tunagrahita tidak dapat berbuat sesuatu karena
ketunagrahitaannya.
Dampak ketunagrahitaan dalam sosial dan emosional adalah; anak
tunagrahita memiliki ketidakmampuan untuk memahami aturan sosial dan
keluarga, sekolah, serta masyarakat. Dalam pergaulan, anak tunagrahita tidak
dapat mengurus diri, memelihara dan memimpin diri. Ketika masih muda
mereka harus dibantu terus karena mereka mudah terperosok ke dalam
tingkah laku yang kurang baik. Mereka cenderung bergaul atau bermain
bersama dengan anak yang lebih muda darinya.
Kehidupan penghayatannya terbatas. Mereka juga tidak mampu
menyatakan rasa bangga atau kagum. Mereka mempunyai kepribadian yang
kurang dinamis, mudah goyah, kurang menawan, dan tidak berpandangan
luas. Mereka juga mudah disugesti atau dipengaruhi sehingga tidak jarang
dari mereka mudah terperosok ke hal-hal yang tidak baik, seperti mencuri,
merusak, dan pelanggaran seksual.
Namun, dibalik itu semua mereka menunjukkan ketekunan dan rasa
empati yang baik asalkan mereka mendapatkan layanan atau perlakuan dan
lingkungan yang kondusif.
Untuk lebih meyakinkan Anda bahwa mereka memiliki keunggulan,
bacalah uraian berikut ini.
a. Menurut pernyataan beberapa orang tua, pada saat orang tuanya sakit,
anaknya yang tunagrahitalah yang selalu berada di sampingnya
menunggu dengan setia. Sementara anak-anaknya yang normal pergi
meninggalkannya karena urusannya sendiri-sendiri. Anaknya itu rupanya
memperhatikan perawat yang melayani ibunya, kemudian ia berusaha
menggantikan peran perawat. Ia mengelap keringat ibunya, kemudian
memijit-mijit tangan atau kaki ibunya.
b. Contoh lainnya, apabila ada gurunya yang sakit, tidak jarang murid-
murid tunagrahita langsung mendekati, kemudian memijit-mijitinya,
6.22 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
6 Anak Berkebutuhan Khusus 6.22
mengambilkan air minum atau ia memberi tahu guru lain. Kedua contoh
ini menandakan bahwa mereka memiliki rasa empati yang cukup baik.
c. Penyandang tunagrahita tidak jarang menunjukkan ketekunan yang baik
pada saat bekerja. Contohnya, pada minggu pertama pekerja tunagrahita
bekerja bersama-sama dengan orang berbakat dalam membuat dus.
Hasilnya penyandang tunagrahita tidak menghasilkan apa pun, malahan
bahan banyak yang rusak; sebaliknya anak berbakat langsung
menghasilkan dus yang bagus. Minggu berikutnya penyandang
tunagrahita hanya berhasil membuat 2 buah dus dengan masih
membutuhkan perhatian dari instruktur, sedangkan yang berbakat
langsung menghasilkan puluhan dus. Pada minggu ketiga penyandang
tunagrahita telah dapat membuat 5 dus tanpa bantuan, sedangkan pekerja
yang berbakat (gifted) mulai menurun semangat kerja, yang pada
akhirnya tidak mau melakukan pekerjaan seperti itu lagi.
3. Fisik/Kesehatan
Baik struktur maupun fungsi tubuh pada umumnya anak tunagrahita
kurang dari anak normal. Mereka baru dapat berjalan dan berbicara pada usia
yang lebih tua dari anak normal. Sikap dan gerakannya kurang indah, bahkan
di antaranya banyak yang mengalami cacat bicara. Pendengaran dan
penglihatannya banyak yang kurang sempurna. Kelainan ini bukan pada
organ tetapi pada pusat pengolahan di otak sehingga mereka melihat, tetapi
tidak memahami apa yang dilihatnya, mendengar, tetapi tidak memahami apa
yang didengarnya.
Dampak ketunagrahitaan lainnya adalah kurangnya kemampuan dalam
melaksanakan tata laksana pribadi seperti: merawat diri, mengurus diri,
menolong diri, komunikasi, adaptasi sosial, dan okupasi. Keterbatasan dalam
hal-hal ini tentu menjadikan mereka tampak tidak sehat, tidak segar dan
mudah terserang penyakit.
1. Tunagrahita Ringan
Anak yang ketunagrahitaannya ringan masih mampu melakukan
kegiatan bina diri seperti merawat diri, mengurus diri, menolong diri,
berkomunikasi, adaptasi sosial, dan melakukan tata laksana rumah sehingga
dalam hal ini mereka tidak tergantung pada orang lain. Dalam belajar,
mereka tidak mampu mempelajari hal-hal bersifat abstrak. Mereka dapat
melaksanakan tugas-tugas kelas VI SD walaupun mereka sudah dewasa.
Mereka dapat mengerjakan pekerjaan yang sifatnya semi skilled. Di antara
mereka hanya membutuhkan perhatian tambahan dari guru misalnya mereka
diberi tambahan waktu belajar, program pelajaran yang dimodifikasi sesuai
dengan kemampuannya.
2. Tunagrahita Sedang
Anak yang ketunagrahitaannya sedang melakukan kegiatan bina diri
khususnya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, misalnya dapat makan
minum sendiri, berpakaian, ke kamar mandi sendiri, dan lain-lain. Dengan
demikian, mereka akan sedikit menggantungkan dirinya kepada orang tua
atau orang yang terdekat dengannya. Mereka dapat mengerjakan sesuatu
yang sifatnya rutin (menganyam, menjelujur, menenun) dan membutuhkan
pengawasan. Dalam hal akademik mereka hanya mampu melakukannya
dalam hal-hal yang sifatnya sosial, seperti menulis namanya, alamatnya,
nama orang tuanya.
tampak mengantuk saja, apatis, tidak pernah sadar, jarang menangis, kalau
menangis susah berhentinya, terlambat duduk, bicara, dan berjalan. Keadaan
ini tentu saja akan mempengaruhi perkembangannya. Selanjutnya anak
tunagrahita yang mengalami ketunagrahitaan pada masa kanak-kanak.
Dampak ketunagrahitaan pada masa ini akan mempengaruhinya dalam
bermain, reaksi yang lambat, cepat tetapi tidak tepat. Akibat dari keadaan ini
mereka tidak mengeksplorasi lingkungan dengan baik dan tentu saja akan
dijauhi oleh teman-teman seusianya.
Dampak ketunagrahitaan pada masa sekolah, banyak kaitannya dengan
belajar. Mereka mengalami kesulitan pada hampir semua mata pelajaran,
terutama dalam pelajaran membaca, berhitung, dan membaca. Dapat
disimpulkan bahwa anak tunagrahita mengalami kelainan dalam persepsi,
asosiasi, mengingat kembali, kekurangmatangan motorik, dan gangguan
koordinasi sensomotorik, perhatiannya mudah beralih. Kondisi ini
mempengaruhi proses belajar dan pada akhirnya prestasi belajarnya kurang.
Di antara mereka juga tidak memperlihatkan hal-hal tersebut di atas
Selanjutnya dampak ketunagrahitaan pada masa puber adalah:
Pertumbuhan fisik berkembang normal, tetapi perkembangan berpikir dan
kepribadian berada di bawah usianya. Dampaknya ia mengalami kesulitan
dalam pergaulan dan mengendalikan diri. Setelah tamat sekolah ia belum siap
untuk bekerja, sedangkan ia tidak mungkin untuk melanjutkan pendidikan.
Akibatnya ia hanya tinggal diam di rumah yang pada akhirnya ia merasa
frustrasi. Kalau diterima bekerja, mereka bekerja sangat lamban, dan tidak
terarah. Hal ini tidak memenuhi tuntutan dunia usaha. Ada pula di antara
mereka tidak memperlihatkan hal-hal tersebut.
L AT IH A N
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Kemukakan dampak ketunagrahitaan, dan jelaskan apa gunanya
pemahaman tersebut terutama dalam kaitannya dengan layanan
pendidikan anak tunagrahita?
2) Ceritakan dampak ketunagrahitaan dalam bidang akademik dan langkah
apa yang perlu dilakukan agar anak tunagrahita dapat mempelajari hal-
hal akademik sesuai dengan potensi yang dimilikinya?
6.25 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
6 Anak Berkebutuhan Khusus 6.25
RANGKUM AN
TE S F O R M AT IF 2
6) Dampak ketunagrahitaan pada tingkat berat dan sangat berat adalah hal-
hal di bawah ini, kecuali ....
A. mampu berbicara
B. mengerjakan keterampilan semi-skilled
6.28 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
6 Anak Berkebutuhan Khusus 6.28
Kegiata n B elajar 3
1. Kebutuhan Pendidikan
Sama halnya dengan anak normal, anak tunagrahita membutuhkan
pendidikan. Pendidikan dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan
sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh individu. Secara khusus dalam
pendidikan, anak tunagrahita membutuhkan hal-hal di bawah ini, yaitu
sebagai berikut.
a. Jenis mata pelajaran
Anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam mempelajari hal-hal
akademik berdasarkan berat dan ringannya ketunagrahitaan. Oleh sebab
itu, dalam penentuan materi pembelajarannya lebih banyak diarahkan
pada pelajaran keterampilan. Hal ini dapat dilihat pada perimbangan
bobot mata pelajaran bagi anak tunagrahita bahwa pada tingkat SMALB
bobot pelajaran keterampilan berkisar 70% dan sisanya adalah
pembelajaran yang bersifat akademik dan apresiasi.
b. Waktu belajar
Anak tunagrahita membutuhkan pengulangan mempelajari sesuatu.
Selain dari itu mereka membutuhkan contoh-contoh konkret serta alat
6.31 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
6 Anak Berkebutuhan Khusus 6.31
a. Tempat pendidikan
Anak tunagrahita dapat ditempatkan pada tempat pendidikan anak pada
umumnya. Mereka dapat belajar di sekolah khusus (SLB-C atau SPLB
C), di sekolah biasa berupa kelas khusus bagi anak tunagrahita yang
berada di lingkungan SD biasa, atau belajar bersama-sama dengan anak
biasa di kelas yang sama.
1) Sekolah khusus
Murid yang ditampung di tempat ini khusus satu jenis kelainan atau
ada juga khusus melihat berat dan ringannya kelainan, seperti
sekolah untuk tunagrahita ringan.
Sekolah khusus ada yang menyediakan asrama sehingga murid
sekolah itu langsung tinggal di asrama sekolah tersebut. Dengan
demikian, anak mendapat pendidikan dan pengawasan selama 24
jam. Tetapi ada juga sekolah khusus harian, maksudnya anak berada
di sekolah itu hanya selama jam sekolah. Jenjang pendidikan yang
ada di sekolah khusus ialah, Taman Kanak-kanak Luar Biasa
(TKLB, lamanya 3 tahun), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB,
lamanya 6 tahun), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTPLB,
lamanya 3 tahun), Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB, lamanya
3 tahun).
Jumlah murid tiap kelas rata-rata 8 orang, paling banyak 12 orang
dan paling sedikit 5 orang. Penerimaan murid dilakukan setiap saat
sepanjang fasilitas masih memungkinkan. Pengelompokan murid
didasarkan pada usia kronologisnya dan usia mentalnya diperhatikan
pada saat kegiatan belajar berlangsung. Model seperti ini tidak
menyulitkan guru karena setiap anak mempunyai program sendiri.
Penyusunan program menggunakan model Individualized
Educational Program (IEP) atau program pendidikan yang
diindividualisasikan; maksudnya program disusun berdasarkan
kebutuhan tiap individu.
Kenaikan kelas pun dapat diadakan setiap saat karena kemampuan
dan kemajuan anak berbeda-beda sehingga dikenal ada kenaikan
kelas bidang studi maksudnya anak dapat mempelajari bahan kelas
berikut sementara ia tetap berada di kelasnya semula. Jadi, ia tidak
6.34 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
6 Anak Berkebutuhan Khusus 6.34
3. Materi
Materi pelajaran untuk anak tunagrahita harus lebih mengutamakan
materi pelajaran yang mempunyai ciri kecepatan motorik atau yang
mengandung unsur praktek. Selain materi pelajaran hendaknya ada kaitannya
dengan kehidupan anak-anak sehari dan sesuai dengan keadaan
lingkungannya sehingga hasil belajarnya (keterampilan) dapat dikonsumsi
oleh masyarakat.
4. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran dalam pendidikan anak tunagrahita pada
prinsipnya tidak berbeda dengan pendidikan pada umumnya. Hanya saja
dalam menentukan strategi pembelajaran harus memperhatikan tujuan
pelajaran, karakteristik murid dan ketersediaan sumber (fasilitas). Strategi
yang efektif pada anak tunagrahita belum tentu akan baik bagi anak normal
dan anak berinteligensia tinggi. Berikut ini beberapa strategi yang dapat
digunakan dalam mengajar anak tunagrahita, yaitu sebagai berikut.
b. Strategi kooperatif
Strategi ini merupakan strategi yang paling efektif diterapkan pada
kelompok murid yang memiliki kemampuan heterogen, misalnya dalam
pendidikan yang mengintegrasikan anak tunagrahita belajar bersama dengan
anak normal. Strategi ini relevan dengan kebutuhan anak tunagrahita di mana
kecepatan belajarnya tertinggal dari anak normal. Strategi ini bertitik tolak
pada semangat kerja di mana mereka yang lebih pandai dapat membantu
temannya yang lemah (mengalami kesulitan) dalam suasana kekeluargaan
dan keakraban.
Strategi kooperatif memiliki keunggulan, seperti meningkatkan
sosialisasi antara anak tunagrahita dengan anak normal, menumbuhkan
penghargaan dan sikap positif anak normal terhadap prestasi belajar anak
tunagrahita sehingga memungkinkan harga diri anak tunagrahita meningkat,
6.40 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
6 Anak Berkebutuhan Khusus 6.40
5. Media
Media pembelajaran yang digunakan pada pendidikan anak tunagrahita
tidak berbeda dengan media yang digunakan pada pendidikan anak biasa.
Hanya saja pendidikan anak tunagrahita membutuhkan media seperti alat
bantu belajar yang lebih banyak mengingat keterbatasan kecerdasan
intelektualnya.
Alat-alat khusus yang ada di antaranya adalah alat latihan kematangan
motorik berupa form board, puzzle; latihan kematangan indra, seperti latihan
perabaan, penciuman; alat latihan untuk mengurus diri sendiri, seperti latihan
6.41 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
6 Anak Berkebutuhan Khusus 6.41
6. Sarana
Sarana belajar pada pendidikan anak tunagrahita adalah sama dengan
sarana yang digunakan pada pendidikan pada umumnya. Hanya saja ukuran,
warna, dan bentuk perlu dimodifikasi sesuai dengan keadaan anak
tunagrahita. Misalnya, kursi dan meja untuk tunagrahita hiperaktif dibuat
secara khusus agar anak tidak bergerak terus menerus, ukuran papan tulis dan
penempatannya harus dapat digunakan oleh semua anak, warna alat tidak
mencolok sehingga mengganggu perhatian anak tunagrahita.
7. Fasilitas Pendukung
Fasilitas pendukung yang ada pada pendidikan anak tunagrahita adalah
perlunya alat terapi bicara, alat permainan, miniatur yang berkaitan dengan
pelajarannya.
8. Evaluasi
Evaluasi belajar pada anak tunagrahita membutuhkan rumusan
ketentuan-ketentuan mengingat berat dan ringannya ketunagrahitaan.
Memang pada dasarnya tujuan evaluasi adalah sama dengan evaluasi pada
pendidikan anak biasa, yakni untuk mengetahui kemampuan dan
ketidakmampuan anak sehingga dapat menentukan tindakan selanjutnya.
Berikut ini akan dikemukakan ketentuan-ketentuan khusus dalam
melaksanakan evaluasi belajar anak tunagrahita.
anak. Apabila ditemukan anak yang lebih cepat dari temannya, maka ia
segera diberi bahan pelajaran berikutnya tanpa harus menunggu teman-
temannya. Sedangkan anak yang lebih lambat, mendapatkan pengulangan
atau penyederhanaan materi pelajaran.
b. Alat evaluasi
Sama halnya dengan alat evaluasi yang digunakan pada pendidikan anak
normal maka alat evaluasi yang digunakan untuk menilai hasil belajar anak
tunagrahita tidak berbeda, kecuali dalam bentuk dan urutan penggunaannya.
Penggunaan alat evaluasi, seperti tulisan, lisan dan perbuatan bagi anak
tunagrahita harus ditinjau lebih dahulu bagaimana keadaan anak tunagrahita
yang akan dievaluasi. Misalnya, anak tunagrahita sedang tidak mungkin
diberikan alat evaluasi tulisan. Mereka diberikan alat evaluasi perbuatan dan
bagi anak tunagrahita ringan dapat diberikan alat evaluasi tulisan maupun
lisan karena anak tunagrahita ringan masih memiliki kemampuan untuk
menulis dan membaca serta berhitung walaupun tidak seperti anak normal
pada umumnya.
Kemudian, kata tanya yang digunakan adalah kata yang tidak menuntut
uraian (bagaimana, mengapa), tetapi kata apa, siapa atau di mana.
c. Kriteria keberhasilan
Keberhasilan belajar anak tunagrahita agar tidak dibandingkan dengan
teman sekelasnya, tetapi dibandingkan dengan kemajuan yang dicapai oleh
anak itu sendiri dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, penilaian pada anak
tunagrahita adalah longitudinal maksudnya penilaian yang mengacu pada
perbandingan prestasi individu atas dirinya sendiri yang dicapainya kemarin
dan hari ini.
L AT IH A N
RANGKUM AN
TE S F O R M AT IF 3
6) Berikut adalah ciri khusus dalam mengajar anak tunagrahita, kecuali ....
A. penggunaan bahasa yang sederhana
B. ketersediaan program khusus
C. ketersediaan alat bantu belajar
D. ketersediaan biaya khusus
6.46 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
6 Anak Berkebutuhan Khusus 6.46
Tes Formatif 1
1) C. Permasalahan utama anak tunagrahita.
2) D. Bukan menggambarkan masalah kecerdasan intelektual.
3) C. Merupakan istilah yang mendahulukan kemampuan belajarnya.
4) A. Tidak memiliki kecerdasan minimal dua standar deviasi dari IQ
anak normal.
5) B. Karena IQ-nya paling tinggi 60.
6) C. Mengalami kesulitan bicara.
7) A. Terjadi pada gen dan kromosom.
8) C. Trauma kepala terutama gabian frontalis.
9) D. Usia murid kelas 6 SD biasa adalah 12 tahun.
10) D. Walaupun sudah dewasa, kemampuannya seperti anak normal usia
3 tahun.
Tes Formatif 2
1) A. Tidak berpikir dalam hal-hal abstrak.
2) C. Tidak memahami perbuatan baik atau buruk.
3) B. Kecerdasannya terbatas.
4) D. Mereka tidak/kurang membutuhkan bantuan seperti mengurus diri
5) D. Mampu mengerjakan tugas anak normal paling tinggi usia 8 tahun
6) C. Kemampuannya sama dengan anak normal 3 tahun walaupun
sudah dewasa.
7) D. Salah satu ciri keterbatasan perhatian.
8) C. Anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam belajar konsep.
9) C. Mengalami keterlambatan dalam perkembangan fisik (motorik).
10) C. Masyarakat memandang mampu melakukan sesuatu sesuai dengan
fisiknya.
Tes Formatif 3
1) C. Dapat mengaktualisasikan potensi melalui praktek.
2) B. Anak tunagrahita dapat dididik untuk berteman.
3) D. Mereka dapat membaca secara sosial (kata-kata yang sering
dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari).
4) D. Anak tunagrahita belajar bersama dengan anak normal.
6.49 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
6 Anak Berkebutuhan Khusus 6.49
Glosariu m
Daftar Pustaka
Denis, Ny.Enrica. Alih bahasa (2006). Inklusi: Sekolah Ramah untuk Semua:
Bandung: Penerbit Nuansa.
D alam modul ini, Anda akan mengkaji secara khusus dampak serta
pendidikan anak Tunadaksa dan Tunalaras. Kedua jenis anak tersebut
termasuk anak berkebutuhan khusus dan tidak mustahil mereka akan hadir
untuk belajar bersama-sama dengan anak normal di kelas Anda (di sekolah
umum). Materi kajian dalam modul ini, secara terperinci mencakup definisi,
penyebab, klasifikasi, dampak, kebutuhan, serta profil pendidikan anak
tunadaksa; dan definisi, penyebab, klasifikasi, dampak, kebutuhan khusus
anak tunalaras, serta profil pendidikan bagi anak tunalaras.
Apabila Anda telah menguasai materi tersebut dengan baik, Anda akan
mampu melaksanakan pendidikan untuk anak-anak tersebut dan wawasan
Anda akan lebih luas serta pemahaman Anda terhadap keberadaan siswa akan
semakin tajam dan bervariasi.
Agar Anda memperoleh manfaat seperti tersebut di atas, setelah
menyelesaikan modul ini Anda diharapkan dapat menguasai kemampuan
berikut, yaitu menjelaskan:
1. definisi anak tunadaksa;
2. penyebab dan klasifikasi anak tunadaksa;
4. dampak tunadaksa dalam segi akademik, sosial/emosional, dan fisik/
kesehatan;
5. kebutuhan khusus anak tunadaksa;
6. profil pendidikan anak tunadaksa (materi/strategi pembelajaran, media,
sarana, fasilitas pendukung, dan evaluasi);
7. definisi anak tunalaras;
8. penyebab dan klasifikasi anak tunalaras;
9. dampak tunalaras dalam segi akademik, sosial/emosional, fisik/
kesehatan;
10. kebutuhan khusus dan profil pendidikan bagi anak tunalaras.
7.2 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
7 Anak Berkebutuhan Khusus 7.54
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, modul ini dibagi menjadi 4
kegiatan belajar sebagai berikut.
Kegiatan Belajar 1: Definisi, Penyebab, Klasifikasi, dan Dampak
Tunadaksa.
Kegiatan Belajar 2: Kebutuhan Khusus dan Profil Pendidikan Anak
Tunadaksa.
Kegiatan Belajar 3: Definisi, Penyebab, Klasifikasi, dan Dampak
Tunalaras.
Kegiatan Belajar 4: Kebutuhan Khusus dan Profil Pendidikan Anak
Tunalaras.
Kegiata n B elajar 1
I stilah tunadaksa merupakan istilah lain dari cacat tubuh, yaitu berbagai
kelainan bentuk tubuh yang mengakibatkan kelainan fungsi dari tubuh
untuk melakukan gerakan-gerakan yang dibutuhkan. Anda akan segera
mengenal apabila melihat atau bertemu dengan anak tunadaksa. Agar
pemahaman Anda lebih mendalam akan dikemukakan mengenai definisi,
penyebab, klasifikasi, dan dampak tunadaksa.
Apabila Anda aktif dalam pembahasan ini, maka diharapkan Anda akan
mampu menjelaskan butir-butir di atas dan tentu dapat membantu Anda
dalam melaksanakan proses pembelajaran. Oleh karena itu, Anda diharapkan
membaca dengan cermat uraian dan contoh berikut serta kerjakan tugas-tugas
yang diberikan.
Anak tunadaksa sering disebut dengan istilah anak cacat tubuh, cacat
fisik, dan cacat ortopedi. Istilah tunadaksa berasal dari kata “tuna yang
berarti rugi atau kurang dan daksa yang berarti tubuh“. Tunadaksa adalah
anak yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna, sedangkan istilah cacat
tubuh dan cacat fisik dimaksudkan untuk menyebut anak cacat pada anggota
tubuhnya, bukan cacat indranya. Selanjutnya, istilah cacat ortopedi
terjemahan dari bahasa Inggris orthopedically handicapped. Orthopedically
mempunyai arti yang berhubungan dengan otot, tulang, dan persendian.
Dengan demikian, cacat ortopedi kelainannya terletak pada aspek otot,
tulang, dan persendian, atau dapat juga merupakan akibat adanya kelainan
yang terletak pada pusat pengatur sistem otot, tulang, dan persendian.
Anak tunadaksa dapat didefinisikan sebagai penyandang bentuk kelainan
atau kecacatan pada sistem otot, tulang, dan persendian yang dapat
mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilisasi, dan
gangguan perkembangan keutuhan pribadi. Salah satu definisi mengenai
anak tunadaksa menyatakan bahwa, anak tunadaksa adalah anak penyandang
cacat jasmani yang terlihat pada kelainan bentuk tulang, otot, sendi, maupun
7.4 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
7 Anak Berkebutuhan Khusus 7.4
B. PENYEBAB KETUNADAKSAAN
1. Penyebab Ketunadaksaan
Penyebab terjadinya ketunadaksaan dapat dikelompokkan menurut saat
terjadinya, yaitu:
a. Sebab-sebab sebelum kelahiran (fase prenatal)
Pada fase ini kerusakan dapat disebabkan oleh: 1) penyakit yang
menyerang ibu hamil, misalnya infeksi sypilis, rubella; 2) bayi dalam
kandungan terkena radiasi; 3) ibu hamil mengalami kecelakaan sehingga
mengganggu pembentukan sistem syaraf pusat pada janin; 4) Rh bayi
tidak sama dengan ibunya.
b. Sebab-sebab pada saat kelahiran (fase natal)
Hal-hal yang menyebabkan ketunadaksaan pada saat natal, antara lain: 1)
proses kelahiran yang terlalu lama karena pinggul ibu kecil sehingga
bayi mengalami kekurangan zat asam; 2) Rusaknya jaringan syaraf otak
akibat kelahiran yang dipaksa, 3) bayi lahir sebelum waktunya.
c. Sebab-sebab setelah proses kelahiran (fase postnatal)
Hal-hal yang dapat mengakibatkan kerusakan otak setelah bayi
dilahirkan, antara lain: 1) kecelakaan yang merusak otak bayi, 2)
penyakit atau tumor otak, 3) virus polio menyerang sumsum tulang
belakang anak (adaptasi dari Musyafak Assyari, 1995: 59-61).
7.5 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
7 Anak Berkebutuhan Khusus 7.5
1. Poliomyelitis
Ini merupakan suatu infeksi pada sumsum tulang belakang yang
disebabkan oleh virus polio yang mengakibatkan kelumpuhan dan sifatnya
menetap. Dilihat dari sel-sel motorik yang rusak, kelumpuhan anak polio
dapat dibedakan menjadi:
a. tipe spinal, yaitu kelumpuhan atau kelumpuhan pada otot-otot leher,
sekat dada, tangan, dan kaki;
b. tipe bulbaris, yaitu kelumpuhan fungsi motorik pada satu atau lebih saraf
tepi dengan ditandai adanya gangguan pernapasan; dan
c. tipe bulbospinalis, yaitu gabungan antara tipe spinal dan bulbaris;
d. encephalitis yang biasanya disertai dengan demam, kesadaran menurun,
tremor, dan kadang-kadang kejang.
2. Muscle Dystrophy
Jenis penyakit yang mengakibatkan otot tidak berkembang karena
mengalami kelumpuhan yang sifatnya progresif dan simetris. Penyakit ini ada
hubungannya dengan keturunan.
3. Spina Bifida
Merupakan jenis kelainan pada tulang belakang yang ditandai dengan
terbukanya satu atau tiga ruas tulang belakang dan tidak tertutupnya kembali
selama proses perkembangan. Akibatnya fungsi jaringan saraf terganggu dan
dapat mengakibatkan kelumpuhan, hydrocephalus, yaitu pembesaran pada
kepala karena produksi cairan yang berlebihan. Biasanya kasus ini disertai
dengan ketunagrahitaan (Black, 1975).
7.7 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
7 Anak Berkebutuhan Khusus 7.7
D. DAMPAK TUNADAKSA
Dampak tunadaksa yang akan dibahas dalam hal ini adalah sebagai
berikut.
2. Dampak Sosial/Emosional
Dampak sosial/emosional anak tunadaksa bermula dari konsep diri anak
yang merasa dirinya cacat, tidak berguna, dan menjadi beban orang lain yang
mengakibatkan mereka malas belajar, bermain, dan perilaku salah suai
lainnya. Kehadiran anak cacat yang tidak diterima oleh orang tua dan
7.8 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
7 Anak Berkebutuhan Khusus 7.8
3. Dampak Fisik/Kesehatan
Dampak fisik/kesehatan anak tunadaksa biasanya selain mengalami cacat
tubuh adalah kecenderungan mengalami gangguan lain, seperti sakit gigi,
berkurangnya daya pendengaran, penglihatan, gangguan bicara, dan lain-lain.
Kelainan tambahan itu banyak ditemukan pada anak tunadaksa sistem
cerebral. Gangguan bicara disebabkan oleh kelainan motorik alat bicara
(kaku atau lumpuh), seperti lidah, bibir, dan rahang sehingga mengganggu
pembentukan artikulasi yang benar. Akibatnya, bicaranya tidak dapat
dipahami orang lain dan diucapkan dengan susah payah. Mereka juga
mengalami aphasia sensoris, artinya ketidakmampuan bicara karena organ
reseptor anak terganggu fungsinya, dan aphasia motorik, yaitu mampu
menangkap informasi dari lingkungan sekitarnya melalui indra pendengaran,
tetapi tidak dapat mengemukakannya lagi secara lisan. Anak cerebral palsy
mengalami kerusakan pada pyramidal tract dan extrapyramidal yang
berfungsi mengatur sistem motorik. Tidak heran mereka mengalami
kekakuan, gangguan keseimbangan, gerakan tidak dapat dikendalikan, dan
susah berpindah tempat. Dilihat dari aktivitas motorik, intensitas
gangguannya dikelompokkan atas hiperaktif yang menunjukkan tidak mau
diam, gelisah; hipoaktif yang menunjukkan sikap pendiam, gerakan lamban,
dan kurang merespon rangsangan yang diberikan; dan tidak ada koordinasi,
seperti waktu berjalan kaku, sulit melakukan kegiatan yang membutuhkan
integrasi gerak yang lebih halus, seperti menulis, menggambar, dan menari.
7.9 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
7 Anak Berkebutuhan Khusus 7.9
L AT IH A N
1) Jelaskan perbedaan pokok dari istilah tunadaksa, cacat tubuh, dan cacat
ortopedi, serta kemukakan penyebab dan pencegahan terjadinya
tunadaksa!
2) Jelaskan 2 sistem klasifikasi yang terdapat pada anak tunadaksa!
3) Jelaskan dampak akademik tunadaksa!
4) Jelaskan dampak sosial/emosional tunadaksa!
5) Jelaskan dampak fisik/kesehatan tunadaksa!
RANGKUM AN
TE S F O R M ATIF 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Anak tunadaksa adalah anak yang ....
A. cacat pada indra pendengaran
B. cacat pada indra penglihatan
C. memiliki anggota tubuh tidak sempurna
D. memiliki kelainan pada aspek otot, tulang, dan persendian
4) Kelumpuhan anak polio pada otot-otot leher, sekat dada, tangan, dan
kaki termasuk tipe ....
A. spinal
B. bulbair
C. bulbospinalis
D. encephalitis
Kegiata n B elajar 2
D alam Kegiatan Belajar 2 ini Anda akan diajak untuk mengkaji beberapa
hal yang berhubungan dengan kebutuhan khusus dan profil pendidikan
anak tunadaksa, seperti tujuan pendidikan anak tunadaksa, tempat
pendidikan, sistem pendidikan, strategi pembelajaran, media, sarana, fasilitas
pendukung, dan evaluasi.
2. Kebutuhan Komunikasi
Kemampuan berkomunikasi anak tunadaksa sangat beragam, yakni ada
yang lahir dalam berkomunikasi, membaca, berhitung, dan menulis. Tetapi di
antara mereka ada yang mengalami kesulitan dalam hal itu terutama bagi
mereka yang tergolong cereberal palsy. Mereka yang tergolong berat
kemungkinan tidak mampu menggunakan otot-otot bicaranya. Mereka juga
mengalami kesulitan untuk menggerakkan kepala dan mata yang dibutuhkan
dalam membaca dan menulis. Oleh karena itu dapat dibantu dengan alat
komunikasi khusus, misalnya disediakan papan komunikasi sehingga siswa
dapat menunjuk gambar sesuai dengan kata yang disebutkan guru.
kebersihan badan, yaitu: mandi, sikat gigi, cuci tangan, dan kaki); mengurus
diri (berpakaian, dan berhias); menolong diri (mengendalikan dan
menghindari bahaya benda tajam, obat-obatan terlarang, binatang buas);
komunikasi (menyampaikan keinginan, dan memahami pesan orang lain);
adaptasi lingkungan (penggunaan Puskesmas, telepon, pusat transportasi, dan
lain-lain); dan okupasi (kesibukan di rumah, yaitu: menyiapkan makan dan
minuman sendiri dan orang lain, memelihara keamanan dan kenyamanan
rumah). Anak-anak tunadaksa yang berat keinginannya tentu saja akan
mengalami kesulitan dalam melakukan hal-hal tersebut di atas dan karena itu
dibutuhkan alat-alat yang dimodifikasi seperti pegangan cangkir dapat
diperbesar sehingga anak dapat memegangnya, sendok dan garpu
pegangannya diperbesar dan berat sehingga anak dapat menggunakannya.
Anak-anak dengan spina bifida misalnya, tidak mampu mengendalikan
kandung kemihnya maka anak-anak ini dipasangkan kantong yang dilekatkan
pada lubang dengan operasi di perut bagian bawah.
4. Kebutuhan Psikososial
Bagi remaja dengan kelainan fisik, banyak yang mengalami tidak
percaya diri dan harga diri, sehingga akan mengakibatkan keterbatasan dalam
bergaul. Sebaliknya, masyarakat menganggap mereka ini tidak memiliki
kemampuan untuk melakukan sesuatu dan dianggap sebagai beban
masyarakat dan lingkungannya.
1. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan anak tunadaksa mengacu pada Peraturan Pemerintah
No. 72 Tahun 1991 agar peserta didik mampu mengembangkan sikap,
pengetahuan, dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat
dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya,
dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja
atau mengikuti pendidikan lanjutan. Connor (1975) dalam Musyafak Asyari
(1995) mengemukakan bahwa dalam pendidikan anak tunadaksa perlu
dikembangkan tujuh aspek yang diadaptasikan sebagai berikut.
a. Pengembangan intelektual dan akademik
Pengembangan aspek ini dapat dilaksanakan secara formal di sekolah
melalui kegiatan pembelajaran. Di sekolah khusus anak tunadaksa (SLB-
7.16 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
7 Anak Berkebutuhan Khusus 7.1
6
2. Sistem Pendidikan
Sesuai dengan pengorganisasian tempat pendidikan maka sistem
pendidikan anak tunadaksa dapat dikemukakan sebagai berikut.
c. Sistem inklusif
Anak tunadaksa yang kelainannya ringan lebih baik mengikuti
pendidikan bersama-sama dengan anak biasa di kelas atau sekolah reguler. Di
sana mereka akan mengikuti program pendidikan yang disesuaikan dengan
kemampuannya bila hal itu dibutuhkan, dan disediakan fasilitas lain yang
memungkinkan bagi anak-anak tersebut untuk bergerak lebih baik dan luas.
Tidak jarang anak-anak ini dapat mencapai tingkat pendidikan yang tinggi
walaupun mengalami kesulitan dalam bergerak. Namun ada beberapa anak
yang mengalami ketidakmampuan dalam melanjutkan pendidikannya yang
disebabkan oleh kesulitan dalam gerakan dan keterbatasan kecerdasannya.
Kelompok yang terakhir ini banyak ditempatkan di sekolah khusus (bentuk
segregasi).
3. Pelaksanaan Pembelajaran
Dalam pelaksanaan pembelajaran akan dikemukakan hal-hal yang
berkaitan dengan keterlaksanaannya, seperti berikut.
diagnostician, kepala sekolah, orang tua, siswa, serta personel lain yang
diperlukan.
2) Menilai kekuatan dan kelemahan serta minat siswa yang dapat dilakukan
dengan assessment.
3) Mengembangkan tujuan-tujuan jangka panjang dan sasaran-sasaran
jangka pendek.
4) Merancang metode dan prosedur pencapaian tujuan
5) Menentukan metode dan evaluasi kemajuan
b. Prinsip pembelajaran
Ada beberapa prinsip utama dalam memberikan pendidikan pada anak
tunadaksa, di antaranya sebagai berikut.
1) Prinsip multisensori (banyak indra)
Proses pendidikan anak tunadaksa sedapat mungkin memanfaatkan dan
mengembangkan indra-indra yang ada dalam diri anak karena banyak
anak tunadaksa yang mengalami gangguan indra. Dengan pendekatan
multisensori, kelemahan pada indra lain dapat difungsikan sehingga
dapat membantu proses pemahaman.
2) Prinsip individualisasi
Individualisasi mengandung arti bahwa titik tolak layanan pendidikan
adalah kemampuan anak secara individu. Model layanan pendidikannya
dapat berbentuk klasikal dan individual. Dalam model klasikal, layanan
pendidikan diberikan pada kelompok individu yang cenderung memiliki
kemampuan yang hampir sama, dan bahan pelajaran yang diberikan pada
masing-masing anak sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing.
5. Personel
Personel yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan pendidikan anak
tunadaksa adalah sebagai berikut.
a. Guru yang berlatar belakang pendidikan luar biasa, khususnya
pendidikan anak tunadaksa.
b. Guru yang memiliki keahlian khusus, misalnya keterampilan dan
kesenian.
c. Guru sekolah biasa.
7.22 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
7 Anak Berkebutuhan Khusus 7.2
2
d. Dokter umum.
e. Dokter ahli ortopedi.
f. Neurolog.
g. Ahli terapi lainnya, seperti ahli terapi bicara, physiotherapist dan
bimbingan konseling, serta orthotist prosthetist.
6. Evaluasi
Evaluasi belajar dilakukan sesuai dengan berat dan ringannya kelainan.
Seperti: a) anak yang kelainannya ringan yang dapat mengikuti pembelajaran
secara reguler dan hanya membutuhkan program khusus, maka evaluasinya
akan mengikuti evaluasi yang berlaku secara reguler dan bagi program
khususnya harus dievaluasi secara khusus; b) anak yang kelainannya berat
tentu saja harus dievaluasi sesuai dengan kebutuhan dan program yang
diperuntukkan kepadanya, serta berlangsung secara terus menerus dengan
memakai sistem penilaian yang khusus pula.
L AT IH A N
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Aspek apa saja yang dapat dikembangkan melalui pendidikan pada anak
tunadaksa? Sebutkan dan jelaskan mengapa demikian!
2) Sebutkan para profesional yang mendukung penyelenggaraan pendidikan
anak tunadaksa!
3) Sebutkan langkah-langkah utama dalam merancang PPI!
4) Jelaskan kondisi gedung sekolah yang mempermudah lokomosi anak
tunadaksa di sekolah!
5) Apa perbedaan perlengkapan kelas tempat kegiatan belajar antara kelas
untuk anak biasa dan kelas di mana ada anak tunadaksa belajar di
dalamnya?
perhatian yang lebih serius dari aspek yang lain karena gangguan
utamanya pada aspek fisik sehingga mengakibatkan kurang
berkembangnya aspek-aspek yang lain.
2) Tim/personel yang dibutuhkan dalam layanan pendidikan anak
tunadaksa berasal dari berbagai disiplin ilmu selain dari ilmu pendidikan.
Hal ini disebabkan beragamnya kebutuhan serta berat dan ringannya
kelainan anak tunadaksa.
3) Langkah-langkah PPI itu dapat saja beragam disesuaikan dengan
kemampuan tiap anak, sehingga semakin berat kelainan anak maka akan
semakin terurai/terperinci materi pelajarannya sebagai tugas yang harus
dilakukannya. Penyusunan PPI penting untuk dirundingkan dengan
orang tua, serta personel yang terkait.
4) Kondisi-kondisi khusus gedung layanan pendidikan anak tunadaksa
penting diperhatikan tetapi semakin ringan kelainan anak maka semakin
kecil pula penyesuaian gedung itu dengan kondisi anak. Sebaliknya,
semakin berat kelainan anak maka semakin banyak yang harus
dimodifikasi agar anak itu dapat belajar dan berambulasi dengan baik.
5) Perhatikan perlengkapan kelas pada sekolah anak tunadaksa dan
bandingkan dengan kelas untuk anak normal. Salah satu contoh
perbedaan yang mencolok adalah jumlah dan ukuran fasilitas belajar. Di
kelas anak tunadaksa alat belajar (kursi, meja sedikit), sedangkan bentuk
dan ukurannya disesuaikan dengan kondisi anak tunadaksa.
RANGKUM AN
TE S F O R M ATIF 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Hal yang utama untuk mengembangkan intelektual dan akademik anak
tunadaksa, adalah adanya ....
A. perhatian khusus dari guru
B. kesempatan yang diberikan guru
C. kesabaran dari guru
D. perhatian dan kesempatan yang diberikan guru
Ke g i a t a n B e l a j a r 3
C. PENYEBAB KETUNALARASAN
1. Faktor Keturunan
Yang dimaksud dengan faktor keturunan adalah adanya garis keturunan
yang menderita depresi dapat menambah kemungkinan bagi seseorang
mempunyai depresi. Tetapi hal itu dapat saja tidak terjadi jika individu
tersebut tidak menghadapi peristiwa hidup yang dapat menimbulkan depresi.
3. Faktor Lingkungan
Penyebab masalah perilaku karena faktor lingkungan adalah: hubungan
keluarga yang tidak harmonis, tekanan-tekanan masyarakat, pengaruh
sekolah seperti interaksi guru dan murid atau antara murid itu sendiri yang
tidak baik, pengaruh komunitas pada anak dan remaja, dan lain-lain.
4. Faktor Lain
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah pengaruh alkohol dan
penyalahgunaan obat-obatan.
1. Dampak Akademik
Kelainan perilaku akan mengakibatkan adanya penyesuaian sosial dan
sekolah yang buruk. Akibat penyesuaian yang buruk tersebut maka dalam
belajarnya memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut.
7.31 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
7 Anak Berkebutuhan Khusus 7.3
1
2. Dampak Sosial/Emosional
Dampak sosial/emosional anak tunalaras dapat dijelaskan sebagai
berikut.
a. Aspek sosial
1) Masalah yang menimbulkan gangguan bagi orang lain, dengan ciri-
ciri: perilaku tidak diterima oleh masyarakat dan biasanya
melanggar norma budaya, dan perilaku melanggar aturan keluarga,
sekolah, dan rumah tangga.
2) Perilaku tersebut ditandai dengan tindakan agresif, yaitu tidak
mengikuti aturan, bersifat mengganggu, mempunyai sikap
membangkang atau menentang, dan tidak dapat bekerja sama.
3) Melakukan kejahatan remaja, seperti telah melanggar hukum.
b. Aspek emosional
1) Adanya hal-hal yang menimbulkan penderitaan bagi anak, seperti
tekanan batin dan rasa cemas.
2) Adanya rasa gelisah, seperti rasa malu, rendah diri, ketakutan, dan
sangat sensitif atau perasa.
3. Dampak Fisik/Kesehatan
Dampak fisik/kesehatan anak tunalaras ditandai dengan adanya
gangguan makan, gangguan tidur, dan gangguan gerakan (Tik). Sering kali
anak merasakan ada sesuatu yang tidak beres pada jasmaninya, ia mudah
7.32 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
7 Anak Berkebutuhan Khusus 7.3
2
L AT IH A N
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Tuliskan dua definisi mengenai anak tunalaras dan buatlah kesimpulan
dari definisi yang Anda kemukakan itu!
2) Jelaskan klasifikasi anak tunalaras yang Anda ketahui!
3) Jelaskan dampak akademik anak tunalaras!
4) Jelaskan dampak sosial/emosional anak tunalaras!
5) Jelaskan dampak fisik/kesehatan anak tunalaras!
dan menentang, mengalami tekanan batin dan cemas, adanya rasa malu,
rendah diri, ketakutan, perasa, dan lain-lain. Cobalah golongkan
perilaku-perilaku itu atas gangguan sosial dan emosional.
5) Dampak fisik/kesehatan, di antaranya adalah adanya gangguan tidur,
adanya Tik, sering merasa ada kelainan pada jasmaninya, merasa cemas
pada kesehatannya, buang air tidak terkendali, jorok, dan lain-lain, dan
Anda dapat mengelompokkannya ke dalam ciri fisik dan kesehatan.
RANGKUM AN
TE S F O R M ATIF 3
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Penggunaan istilah tunalaras sangat bervariasi berdasarkan sudut
pandang tiap-tiap ahli yang menanganinya, para ahli hukum menyebut
anak yang melakukan penyimpangan tingkah laku dengan sebutan ....
A. social maladjustment
B. emotional disturbance
C. juvenile delinquency
D. behavior disorder
Kegiata n B elajar 4
1. Tujuan Layanan
Dalam jenis-jenis layanan ini akan dikemukakan beberapa hal, seperti
berikut.
7.38 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
7 Anak Berkebutuhan Khusus 7.3
8
2. Model/Strategi Pembelajaran
a. Model layanan
Sehubungan dengan model yang digunakan dalam memberikan layanan
kepada anak tunalaras, Kauffman (1985) mengemukakan jenis-jenis model
pendekatan sebagai berikut.
1) Model biogenetik
Model ini dipilih berdasarkan asumsi bahwa gangguan perilaku
disebabkan oleh kecacatan genetik atau biokimiawi sehingga
penyembuhannya ditekankan pada pengobatan, diet, olahraga, operasi,
atau mengubah lingkungan.
2) Model behavioral (tingkah laku)
Model ini mempunyai asumsi bahwa gangguan emosi merupakan
indikasi ketidakmampuan menyesuaikan diri yang terbentuk, bertahan,
dan mungkin berkembang karena berinteraksi dengan lingkungan, baik
di sekolah maupun di rumah. Oleh karena itu, penanganannya tidak
hanya ditujukan kepada anak, tetapi pada lingkungan tempat anak belajar
dan tinggal.
3) Model psikodinamika
Model ini berpandangan bahwa perilaku yang menyimpang atau
gangguan emosi disebabkan oleh gangguan atau hambatan yang terjadi
dalam proses perkembangan kepribadian karena berbagai faktor
sehingga kemampuan yang diharapkan sesuai dengan usianya terganggu.
Ada juga yang mengatakan adanya konflik batin yang tidak teratasi.
Oleh karena itu, untuk mengatasi gangguan perilaku itu dapat diadakan
pengajaran psikoedukasional, yaitu menggabungkan usaha membantu
anak dalam mengekspresikan dan mengendalikan perasaannya.
4) Model ekologis
Model ini menganggap bahwa kehidupan ini terjadi karena adanya
interaksi antara individu dengan lingkungannya. Gangguan perilaku
terjadi karena adanya disfungsi antara anak dengan lingkungannya. Oleh
karena itu, model ini menghendaki dalam memperbaiki problem perilaku
agar mengupayakan interaksi yang baik antara anak dengan
lingkungannya, misalnya dengan mengubah persepsi orang dewasa
tentang anak atau memodifikasi persepsi anak dengan lingkungannya.
Rhoden (1967) menyatakan bahwa masalah perilaku adalah akibat
interaksi destruktif antara anak dengan lingkungannya (keluarga, teman
sebaya, guru, dan subkelompok kebudayaannya).
7.40 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
7 Anak Berkebutuhan Khusus 7.4
0
b. Teknik/pendekatan
Beberapa teknik/pendekatan yang digunakan dalam mengatasi masalah
perilaku, di antaranya adalah sebagai berikut.
1) Perawatan dengan obat
Kavale dan Nye (1984) mengemukakan bahwa obat-obatan dapat
mengurangi atau menghilangkan gangguan perilaku, seperti adanya
perbaikan perhatian, hasil belajar dan nilai tes yang baik, serta anak
hiperaktif menuju ke arah perbaikan.
2) Modifikasi perilaku
Salah satu teknik yang banyak dilakukan untuk mendorong perilaku
prososial dan mengurangi perilaku antisosial adalah penyesuaian
perilaku melalui operant conditioning dan task analysis (analisis tugas).
Dengan operant conditioning kita mengendalikan stimulus yang
mengikuti respon. Misalnya, seorang anak kecil mengisap ibu jari jika
menonton TV. Orang tua mematikan TV selagi ibu jari di mulut anak,
dan menyalakan TV jika ia tidak mengisap ibu jarinya. Dalam hal ini
anak akan belajar jika ia ingin TV menyala maka ia tidak boleh
mengisap ibu jari. Mengisap ibu jari adalah operant yang dikendalikan
oleh stimulus (matinya TV) yang mengikutinya.
Pengondisian operant berdasarkan prinsip dasar bahwa perilaku adalah
suatu fungsi konsekuensi penerapan stimulus positif (TV menyala)
segera setelah suatu respon (matinya TV) merupakan hukuman.
Ada beberapa langkah dalam melaksanakan modifikasi perilaku, yaitu:
a) menjelaskan perilaku yang akan diubah;
b) menyediakan bahan yang mengharuskan anak untuk duduk diam;
c) mengatakan perilaku yang diterima.
Task analysis dilaksanakan dengan cara menata tujuan dan tugas
dengan lengkap, membuat tugas dengan terperinci sehingga anak
dapat melakukannya, barulah anak mengerjakan tugas itu dalam
jangka waktu tertentu, mengadakan pujian bila anak berhasil.
3) Strategi psikodinamika
Tujuan utama pendekatan psikodinamika adalah membantu anak
menjadi sadar akan kebutuhannya, keinginan, dan kekuatannya sendiri.
Penganjur strategi ini menyarankan agar dilakukan evaluasi diagnostik,
perawatan, pengambilan keputusan, dan prosedur psikiatrik. Mereka
melihat bahwa perilaku maladaptive adalah pertanda konflik jiwa.
7.41 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
7 Anak Berkebutuhan Khusus 7.4
1
3. Tempat Layanan
Tempat layanan pendidikan bagi anak yang mengalami gangguan
perilaku adalah di sekolah khusus dan ada pula yang dimasukkan dalam
kelas-kelas biasa, yaitu belajar bersama-sama dengan anak normal. Berikut
ini akan dikemukakan macam-macam tempat pendidikan anak tunalaras.
a. Tempat khusus
Tempat ini dikenal dengan Sekolah Luar Biasa Anak Tunalaras (SLB-E).
Sama halnya dengan sekolah luar biasa yang lain, SLB-E memiliki
kurikulum dan struktur pelaksanaannya yang disesuaikan dengan keadaan
anak tunalaras. Anak yang diterima pada lembaga khusus ini biasanya anak
yang mengalami gangguan perilaku yang sedang dan berat. Maksudnya
perilaku anak telah mengarah pada tindakan kriminal dan sangat
mengganggu lingkungannya. Pelaksanaan pendidikan anak tunalaras dapat
Anda baca pada pelaksanaan pendidikan anak luar biasa jenis lain karena
pada prinsipnya adalah sama.
b. Di sekolah Inklusi
Dari banyak jenis anak tunalaras, ada 3 jenis, yaitu hyperactive,
distraktibilitas, dan impulsitas yang kemungkinan banyak dijumpai di
sekolah biasa (umum), di mana mereka belajar bersama-sama dengan anak
normal. Oleh sebab itu, pada uraian berikut akan dikemukakan hal-hal yang
berkaitan dengan layanan terhadap anak-anak tersebut.
1) Hiperaktif
Berdasarkan klasifikasi dan karakteristik yang dikemukakan oleh Quay
(Hallahan & Kauffman, 1986), hiperaktif termasuk dalam dimensi anak
yang bertingkah laku kacau (conduct disorder).
Ciri-ciri anak hiperaktif adalah sebagai berikut.
a) Gerakannya terlalu aktif, tidak bertujuan, tak mau diam sepanjang
hari, bahkan waktu tidur ada yang melakukan gerak di luar
kesadaran;
7.42 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
7 Anak Berkebutuhan Khusus 7.4
2
3) Impulsivitas
Seseorang dikatakan impulsif jika cenderung mengikuti kemauan hatinya
dan terbiasa bereaksi cepat tanpa berpikir panjang dalam situasi sosial
maupun tugas-tugas akademik. Anak impulsif lebih berhati-hati dan
lebih teliti pada waktu menghadapi soal akademik daripada menghadapi
gambar.
Impulsif dapat disebabkan oleh faktor keturunan, cemas, faktor budaya,
disfungsi saraf, perilaku yang dipelajari dari lingkungan, dan sebagainya
dan juga karena faktor ego dan super ego tidak berkembang. Hal ini
terjadi karena salah asuh atau karena adanya trauma dalam
kehidupannya.
Adapun beberapa metode untuk mengendalikan impulsif, di antaranya:
a) melatih verbalisasi aktivitasnya untuk mengendalikan perilakunya;
b) modifikasi tingkah laku;
c) mengajarkan seperangkat keterampilan kepada anak, antara lain
keterampilan memusatkan perhatian, menghindari gangguan/
stimulan pengganggu, mengembangkan keterampilan mengingat,
menghargai perasaan;
d) mendiskusikan perilaku anak antara guru dengan anak itu sendiri
untuk memperoleh pemahaman akan masalah perilaku anak itu;
e) wawancara dengan anak segera setelah perilaku terjadi untuk
melihat apa yang telah terjadi, mengapa terjadi;
f) apa yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya masalah.
4. Sarana
Sarana pendidikan pada dasarnya tidak berbeda dengan sarana
pendidikan biasa (sekolah reguler). Hanya saja membutuhkan ruangan
khusus, misalnya ruangan konsultasi psikologi, atau bimbingan dan
konseling; ruang pemeriksaan kesehatan, ruangan terapi fisik melalui
olahraga, permainan, dan lain-lain.
5. Personil
Di lembaga pendidikan anak tunalaras dibutuhkan beberapa tenaga
profesional, seperti guru yang berpengalaman dan matang kepribadiannya,
tenaga ahli bidang keilmuan lain, yakni psikolog, konselor, psikiater,
neurolog, dan pekerja sosial.
7.46 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
7 Anak Berkebutuhan Khusus 7.4
6
6. Evaluasi
Evaluasi yang dapat digunakan dalam pendidikan anak tunalaras adalah
evaluasi yang berkaitan dengan prestasi belajar. Pada dasarnya evaluasi ini
sama dengan evaluasi yang dilakukan pada anak biasa di sekolah reguler.
Selain itu ada hal yang paling penting dievaluasi adalah aspek kesehatan
mentalnya, misalnya tingkat kegelisahan anak, frekuensi agresivitasnya,
kegelisahannya, dan lain-lain. Hal yang disebutkan terakhir tentu saja harus
diobservasi secara terus menerus guna memperoleh landasan dalam
menyusun program layanan yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan anak
tunalaras.
L AT IH A N
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
RANGKUM AN
TE S F O R M ATIF 4
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Usaha untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak tunalaras, adalah ....
A. siswa dihadapkan dengan kurikulum yang berubah-ubah
B. menyesuaikan lingkungan belajar dengan kebutuhan anak
C. memberi rasa aman
D. memberi kesempatan untuk belajar sesuai dengan bakatnya
Tes Formatif 1
1) C. Oleh karena sesuai dengan pengertian istilahnya.
2) B. Oleh karena membutuhkan bantuan tidak mandiri.
3) C. Ada gangguan keseimbangan.
4) A. Kelumpuhannya pada otot-otot.
5) B. Kelumpuhannya bersifat progresif dan simetris.
6) A. Berdasarkan hasil penelitian.
7) C. Oleh karena prosesnya melalui dua indra tersebut.
8) C. Keduanya merupakan faktor penyebabnya.
9) B. Merupakan istilah kelainan gerakannya.
10) C. Bukan penyebabnya.
Tes Formatif 2
1) D. Oleh karena keduanya penting.
2) B. Oleh karena yang berwewenang atau ahlinya.
3) A. Termasuk bidang keahliannya.
4) D. Merupakan pemaksaan.
5) B. Oleh karena kelemahannya.
6) B. Merupakan modelnya.
7) C. Oleh karena lebih berperan pada anak tunanetra.
8) C. Isi kurikulum selengkapnya.
9) C. Oleh karena pengaturan alokasi waktunya dalam kurikulum.
10) C. Oleh karena masalah utamanya adanya gangguan gerak.
Tes Formatif 3
1) C. Istilah itu mengandung pelanggaran hukum.
2) B. Oleh karena mengalami tekanan batin.
3) D. Oleh karena tidak berperilaku agresif.
4) C. Oleh karena hal itu adalah salah satu jenis anak tunalaras.
5) B. Oleh karena merupakan tekanan dalam diri individu.
6) C. Oleh karena menunjukkan kelambatan.
7) D. Gangguan perilakunya mempengaruhi proses belajarnya.
8) D. Karakteristik akademik.
9) B. Merupakan kemampuan sosialisasi.
10) A. Perbuatan geng merugikan masyarakat.
7.52 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
7 Anak Berkebutuhan Khusus 7.5
2
Tes Formatif 4
1) A. Oleh karena siswa belajar secara paksa.
2) D. Disesuaikan dengan kebutuhan siswa.
3) A. Guru harus memahami kepribadian siswa.
4) B. Siswa belajar sesuai dengan kebutuhannya.
5) B. Model ini ditujukan kepada anak dan lingkungannya.
6) D. Oleh karena tidak ada strategi psikologi.
7) D. Menggunakan operant conditioning yang dapat mengendalikan
tingkah laku.
8) D. Kasih sayang tidak menyebabkan hiperaktif.
9) A. Membutuhkan lingkungan yang jelas strukturnya.
10) C. Oleh karena dapat mengendalikan stimulus respon.
7.53 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
7 Anak Berkebutuhan Khusus 7.5
3
Glosariu m
Adaptasi : penyesuaian.
Agresif : sikap membangkang, mengganggu, tidak
mengikuti aturan.
Ambulasi : berpindah mencapai jarak tertentu.
Aphasia : ketidakmampuan bicara.
Assessment : proses pengumpulan informasi.
Autisme : gangguan emosional yang cukup parah, yang
ditandai dengan menarik diri dari pergaulan,
menyakiti diri sendiri, merangsang diri sendiri,
dan perilaku agresif.
Behavior disorder : gangguan tingkah laku.
Belt : tali, sabuk pengaman.
Biofeedback : pengendalian perilaku dengan latihan
mengendalikan aktivitas otot-otot.
Brace : alat penunjang kaki untuk membantu berjalan.
Cerebral : yang berhubungan dengan otak.
Conduct disorder : kekacauan tingkah laku.
Dingin : reaksi emosi yang bergembira atau semangat
dalam merespon sesuatu.
Distrakbilitas : gangguan dalam perhatian pada stimulus yang
relevan dan efisien.
Dokter ahli neurologi : ahli saraf.
Dokter ahli ortopedi : ahli bedah tulang, otot, dan urat.
Dyskenisia : tidak ada kontrol dan koordinasi gerak.
Ekologis : model pendekatan yang menekankan interaksi
antara anak dengan lingkungan.
Emotional disturbance : gangguan emosi.
Gifted : tingkat kecerdasan di atas rata-rata (normal)
sehingga membutuhkan layanan pendidikan luar
biasa.
Hiperaktif : keaktifannya/gerakannya berlebihan.
Hipoaktif : keaktifannya kurang/lamban.
Idiocy : tingkat ketunagrahitaan yang berat dan sangat
berat.
7.54 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
7 Anak Berkebutuhan Khusus 7.5
4
Immaturity : ketidakmatangan.
Integrasi : penyatuan.
Juvenile Delinquency : istilah dari ahli hukum mengenai tunalaras.
Kaku : tidak mudah berkomunikasi.
Konsep diri : gambaran diri.
Medikasi : teknik pengobatan bagi anak hiperaktif.
Mobilisasi : bergerak untuk berpindah.
Modifikasi : diubah sesuai dengan kebutuhan.
Motorik : gerakan.
Norma : aturan yang berlaku.
Orthopedically : kelainan pada otot, tulang, dan persendian.
Handicapped
Orthotist Prosthetics : ahli alat bantu dan alat palsu.
Ortopedi : anak yang tidak cacat tubuh.
Overselective : terlalu selektif dalam memperhatikan sehingga
attention hal-hal yang relevan tertinggal.
Persepsi : penerimaan rangsang melalui indra.
Physiotherapist : ahli pengobatan badan dengan pijat, gerak badan,
dan sebagainya.
PL : public law (undang-undang pendidikan Amerika
Serikat).
Progresif : bertambah terus.
Psikodinamika : pendekatan yang menekankan pada
penggabungan ekspresi dan pengendalian
perasaan.
Psikosomatik : gangguan fisik akibat tekanan batin.
Pyramidal Tract : bagian otak yang mengatur sistem motorik.
Rehabilitasi : mengembalikan kemampuan.
Rujukan : kiriman antarprofesi.
Sensoris : indra.
Short attention span : ketidakmampuan dalam memusatkan perhatian
dalam waktu yang relatif lama.
Simetris : sama, sejajar.
Sistem saraf pusat : otak dan sumsum tulang belakang.
Social maladjustment : sukar menyesuaikan diri.
Spastik : kaku, kejang.
Tik : gerakan kelompok otot yang cepat, berulang,
7.55 PDGK4407/MODUL
Pengantar Pendidikan
7 Anak Berkebutuhan Khusus 7.5
5