Anda di halaman 1dari 52

PROPOSAL PRAKTIK KERJA LAPANGAN

PEMETAAN GEOLOGI DAERAH KARANGBOLONG DAN


SEKITARNYA KECAMATAN BUAYAN
KABUPATEN KEBUMEN
JAWA TENGAH

Jurusan Teknik Geologi

Disusun Oleh:

Kharin Agustiani
H1C015024

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


LEMBAR PENGESAHAN

PROPOSAL PRAKTIK KERJA LAPANGAN


PEMETAAN GEOLOGI DAERAH KARANGBOLONG DAN
SEKITARNYA KECAMATAN BUAYAN
KABUPATEN KEBUMEN
JAWA TENGAH
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena
berkat anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal Praktik Kerja
Pemetaan Geologi Daerah Karangbolong dan
Sekitarnya, Kecamatan Buayan Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah
merupakan syarat bagi mahasiswa untuk menyelesaikan mata kuliah Praktek Kerja
Lapangan. Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang membantu dalam
penyusunan proposal ini. Pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis
mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Sukirman dan Ibu Unu Hanurawati selaku orangtua penulis yang
selalu memberikan dukungan dalam doa, dan semangat kepada penulis
selama melaksanakan PKL.
2. Bapak Fadlin S.T.,M.Eng selaku dosen pembimbing lapangan yang telah
membimbing dari awal pembuatan proposal hingga proposal ini selesai.
3. Bapak Sachrul Iswahyudi S.T., M.T. selaku dosen pembimbing akademik
yang memberikan saran dalam akademik.
4. Dosen Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman yang telah mengajar
dan memberi ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis.
5. Keluarga Besar MAGMA ( Teknik Geologi UNSOED Angkatan 2015)
yang selalu memberi semangat dan turut membantu penulis sehingga cepat
terselesaikan Laporan Praktek Kerja Lapangan ini dengan baik.
6. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Laporan yang dibuat ini jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. v
DAFTAR TABEL....................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Maksud dan Tujuan .......................................................................... 2
1.3. Lokasi Penelitian .............................................................................. 2
1.4. Batasan Masalah ............................................................................... 3
1.5. Manfaat Penelitian ........................................................................... 4
1.6.Penelitian Terdahulu.......................................................................... 4
BAB II GEOLOGI REGIONAL................................................................. 6
2.1. Fisigrafi Regional Jawa Tengah ...................................................... 6
2.2. Stratigrafi Regional ......................................................................... 8
2.3. Struktur Geologi Regional............................................................... 13
2.4. Dasar Teori ...................................................................................... 14
2.4.1. Geomorfologi ........................................................................ 14
2.4.1.1. Morfografi ................................................................. 15
2.4.1.2. Morfometri ................................................................ 18
2.4.1.3. Morfogenetik............................................................. 20
2.4.2. Analisis Stratigrafi ................................................................ 22
10. 2.4.3. Analisis Data Biostratigrafi................................................... 23
3.1. Metode Penelitian............................................................................ 31
3.2. Tahap Penelitian .............................................................................. 32
3.2.1. Studi Literatur ....................................................................... 32
3.2.2 Penelitian Lapangan .............................................................. 32
3.2.3. Tahap Analisis dan Pengolahan Data.................................... 34
3.2.4 Tahap Penulisan Laporan ...................................................... 34
3.3. Diagram Alir Penelitian................................................................... 35
BAB IV RENCANA KEGIATAN ............................................................. 36
4.1. Jadwal Kegiatan Penelitian ............................................................ 36
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 37
LAMPIRAN ................................................................................................ 38
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Lokasi Kapling Daerah Penelitian 3


Gambar 2.1. Peta fisiografi Jawa Tengah (Van Bemmelen, 1949) 8
Gambar 2.2. Kolom Stratigrafi Daerah penelitian 8
Gambar 2.3. Peta Geologi Regional 12
Gambar 2.4. Pola Struktur Jawa Tengah 13
Gambar 2.5. Tipe pola pengaliran menurut Zenith, 1932 (A) dan Pola
Pengaliran Modifikasi Sungai menurut A. D. Howard, 1967 (B
dan C) 16
Gambar 2.6. Klasifikasi batupasir dan batulempung menurut Pettijohn (1975) 24
Gambar 2.7. Klasifikasi batuan beku vulkanik, (IUGS,1978) 25
Gambar 2.8. Klasifikasi sesar (Anderson, 1951 dalam Haryanto, 2003)
berdasarkan analisis kekar bentuk stereografi dan sistem
tegasan 27
Gambar 2.9. Hubungan antara pola tegasan dengan jenis sesar yangterbentuk
(Anderson, 1951 dalam Haryanto, 2003) 28
Gambar 2.10. Klasifikasi sesar menurut Rickard 30
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian 31
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Klasifikasi morfografi menurut van Zuidam (1985) 15


Tabel 2.2. Karakteristik Pola Pengaliran Dasar 16
Tabel 2.2. Pembagian kemiringan lereng berdasarkan klasifikasi USSSMdan
USLE 19
Tabel 2.3. Warna yang direkomendasikan untuk dijadikan simbol satuan
geomorfologi berdasarkan aspek genetik (Van Zuidam,
1983) 21
Tabel 4.1. Tentatif kegiatan praktik kerja lapangan 36
DAFTAR LAMPIRAN

Rincian Biaya Penelitian ....................................................................................... 38


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pengetahuan dalam bidang geologi yang terjadi dikalangan masyarakat saat
ini semakin meningkat drastis terlebih dengan adanya kemajuan teknologi,
masyarakat dapat dengan mudah mengetahui segala informasi yang
dibutuhkan, khususnya informasi mengenai kondisi geologi yang berkembang
di daerah tersebut, baik untuk kepentingan yang bernilai ekonomis atau
keperluan keilmuan dan pengembangan wilayah.
Informasi mengenai kondisi geologi di lapangan dapat memberikan
penambahan ilmu secara nyata bagi ahli geologi maupun calon ahli geologi.
Penelitian di bidang geologi dilakukan melalui pemetaan, analisis dan
interpretasi dari kondisi geomorfologi, petrologi/ petrografi, stratigrafi, dan
struktur geologi untuk menggambarkan sejarah geologi suatu wilayah serta
potensi daerah penelitian.
Data tentang kondisi geologi suatu daerah terkadang kurang mendetail, oleh
sebab itu, masih diperlukan pemetaan yang lebih detil guna melengkapi data
geologi yang telah ada, terutama yang mencakup kondisi stratigrafi,
geomorfologi, struktur geologi serta aspek geologi teraplikasi lainnya.
Daerah Karangbolong dan sekitarnya, Kecamatan Buayan Kabupaten
Kebumen, Provinsi Jawa Tengah merupakan daerah yang cukup menarik untuk
diteliti. Daerah ini memiliki sejarah geologi yang dapat menggambarkan
kondisi yang terjadi dimasa lampau yang berlangsung hingga saat ini, dengan
morfografi perbukitan rendah hingga perbukitan tinggi dan dataran pantai
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud kegiatan pemetaan ini adalah untuk memperoleh pengetahuan
pemetaan mandiri sebagai seorang calon geologist dengan meneliti kondisi
geologi di daerah penelitian.
Tujuan dari kegiatan pemetaan geologi daerah Karangbolong dan
sekitarnya, Kecamatan Buayan, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah yaitu :
1. Meneliti karakteristik dan kondisi geomorfologi daerah penelitian
2. Meneliti karakteristik dan kondisi stratigrafi daerah penelitian
3. Meneliti karakteristik dan kondisi struktur geologi daerah penelitian
4. Merekonstruksi sejarah geologi yang terdapat di daerah penelitian
5. Mengidentifikasi potensi sumberdaya dan potensi bencana geologi di
daerah penelitian

1.3. Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian berada di daerah Desa Srati dan Sekitarnya yang secara
administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Buayan, Kabupaten
Kebumen, Jawa Tengah.
Secara astronomis daerah penelitian terletak pada koordinat UTM WGS
84 329000-332500 mE dan 914000-9144000 mS. Luas daerah pemetaan
adalah 4 x 4 km2 yang meliputi Desa Karangbolong, Desa Tambakmulyo dan
Desa Jladri. Lokasi pemetaan dapat dicapai melalui jalan darat baik roda dua
maupun roda empat namun tidak semua lokasi dapat ditempuh dengan
berkendaraan, adapula yang harus ditempuh dengan berjalan kaki. Daerah
Penelitian dapat dicapai dengan transportasi darat dengan waktu tempuh
sekitar 2 jam, dengan jarak tempuh sekitar 57 km dari kampus Fakultas Teknik,
Universitas JenderalSoedirman (UNSOED) Purbalingga.
Gambar 1.1. Lokasi Kapling Daerah Penelitian berdasarkan peta administrasi Jawa
Tengah dan Kabupaten Kebumen. Kotak Hitam menunjukkan lokasi daerah penelitian.

1.4. Batasan Masalah


Batasan masalah dalam praktik kerja lapangan ini adalah pemetaan
geologi daerah Karangbolong dan sekitarnya, Kecamatan Buayan, Kabupaten
Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. Pemetaan geologi yang dilakukan mencakup
beberapa aspek penelitian, yaitu:
1. Geomorfologi, yang terdiri dari: pembagian satuan geomorfologi
berdasarkan bentuk morfologi dan morfogenesa, proses-proses eksogen
dan endogen, bentuk-bentuk dan tahapan erosi dan tahapan geomorfik.
2. Stratigrafi, meliputi: urutan urutan stratigrafi, ciri litologi setiap satuan
batuan, umur setiap satuan batuan, lingkungan pengendapan setiap satuan
batuan dan hubungan antar satuan batuan.
3. Struktur geologi, meliputi: analisis struktur geologi yang terbentuk,
interpretasi struktur geologi berdasarkan kenampakan morfologi yang
berada di lapangan, arah tegasan utama yang bekerja, serta urutan
terjadinya struktur pada daerah penelitian.
4. Se arah geologi yang meliputi urutan-urutan ke adian pembentukan dari:
1.5. Manfaat Penelitian
Pemetaan geologi dalam rangka praktik kerja lapangan ini diharapkan
memberikan manfaat sebagai berikut ini :
1. Memperoleh pengalaman pemetaan geologi mandiri.
2. Memberikan informasi geologi pada daerah penelitian. Informasi tersebut
berupa peta dan laporan geologi, peta geomorfologi daerah penelitian
dengan skala 1:25000, dan kolom stratigrafi daerah penelitian.
3. Menjadi sumber referensi di perpustakaan jurusan teknik khususnya
program studi Teknik Geologi.
4. Memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai pemetaan geologi untuk
mahasiswa Teknik Geologi Universitas Jendral Soedirman.
5. Memberikan sumber referensi kepada institusi kampus program studi
Teknik Geologi Universitas Jendral Soedirman untuk yang ingin
melakukan riset lanjutan mengenai pemetaan geologi beserta kegunaannya
sebagai acuan eksplorasi sumber daya geologi, tataguna lahan, kondisi
geologi daerah Segong, dan lain sebagainya.

1.6 Penelitian Terdahulu


Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Asikin,
dkk (1992) derah penelitian termasuk ke dalam geologi regional lembar
Banyumas. Dari hasil penelitian Asikin, dkk (1992) didapatkan informasi
mengenai satuan batuan, formasi batuan, tektonik & struktur geologi hingga
sumberdaya geologi.
Batuan di daerah penelitian berumur tersier hingga kuarter terpetakan
dengan baik dalam tiap formasi batuan yang ada. Adapun formasi batuan pada
daerah lembar Banyumas antara lain adalah Fm. Karangsambung, Fm. Gabon,
Beberapa sumbu lipatan yang arahnya acak diduga merupakan lipatan seretan
akibat sesar-sesar regional. Sesar utama berarah barat lauttenggara dan timur
laut-barat daya, dengan gerakan miring
BAB II
GEOLOGI REGIONAL

2.1. Fisiografi Regional


Secara regional, daerah penelitian termasuk dalam Peta Geologi Lembar
Banyumas, skala 1:100.000 yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi Bandung (Djuri dkk., 1996). Kajian mengenai geologi
regional lembar ini terbagi atas fisiografi regional, stratigrafi regional, dan
struktur geologi regional.
Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Jawa menjadi beberapa zona
fisiografi. Zona fisiografi daerah Jawa Tengah dibagi menjadi enam bagian
(Gambar 2.1), dari selatan ke utara masing masing:
a. Zona Dataran Aluvial Jawa Utara
Dataran Aluvial Jawa Utara, mempunyai lebar maksimum 40 km kearah
selatan. Semakin ke arah timur, lebarnya menyempit hingga 20km. Lalu zona
alluvial jawa bagian utara ini meluas kembali di dekat dengan zona rembang
hills yang masuk ke dalam fisiografi Jawa Timur. Zona ini merupakan zona
dimana terdapat endapan alluvial yang berada di utara Pulau Jawa terbentang
sekitar 40km kearah timur jawa dibagian utara (Bemmelen, 1949).

b. Zona Gunungapi Kuarter


Gunungapi Kuarter di Jawa Tengah antara lain G. Slamet, G. Dieng, G.
Sundoro, G. Sumbing, G. Ungaran, G. Merapi, G. Merbabu, dan G. Muria.
Zona gunung api kuarter ini merupakan zona satuan gunung api aktif berumur
kuarter yang menghasilkan endapan volkanik kuarter di sekitaran cekungan
Gunung Dieng. Zona ini menerus ke Jawa Barat menjadi Zona Bogor dengan
batas antara keduanya terletak di sekitar Prupuk, Bumiayu hingga Ajibarang,
di sebelah barat Gunung Slamet, sedangkan ke arah timur membentuk Zona
Kendeng. Zona Antiklinorium Bogor terletak di selatan Dataran Aluvial Jawa
Utara berupa Antiklinorium dari lapisan neogen yang terlipat kuat
(Bemmelen, 1949).
d. Zona Depresi Jawa Tengah
Zona ini menempati bagian tengah dari Jawa Tengah dan dikenal dengan
nama Lembah Serayu. Lembah ini memisahkan antara Pegunungan Serayu
Utara dengan Pegunungan Serayu Selatan. Zona ini mempunyai penyebaran
dari Majenang, Ajibarang, Purwokerto, Banjarnegara, dan Wonosobo.Zona
ini juga memutus zona pegunungan selatan. Morfologi pantai dengan lebar
sekitar 10-25 km. Morfologi ini cukup kontras dibandingkan dengan
morfologi pantai di jawa bagian barat dan timur (Bemmelen, 1949).
e. Zona Pegunungan Selatan
Zona ini memanjang sepanjang pantai selatan jawa sekitar 40km dan
membentuk morfologi pantai yang terjal. Namun di Jawa Tengah, Zona ini
terputus oleh Depresi Jawa Tengah dan baru ada lagi di daerah dekat
Yogyakarta, Purworejo sebagai lanjutan dari zona pegunungan selatan yang
sempat terputus oleh zona depresi Jawa tengah (Bemmelen, 1949).
f. Zona Pegunungan Serayu Selatan
Zona pegunungan serayu selatan ini yaitu terdiri dari bagian barat dan
timur. Untuk bagian barat pengangkatan pada zona depresi Bandung dari
Jawa Barat sebagai struktur yang terbentuk baru di Jawa Tengah. Bagian
timur Pegunungan Serayu Selatan membentuk antiklin. Bagian barat dengan
bagian timur dipisahkan oleh Lembah Jatilawang, yang dimulai dari lokasi
Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Tengah (Van Bemmelen, 1949)

Berdasarkan pembagian fisiografi diatas, daerah penelitian termasuk ke


dalam Zona pegunungan serayu selatan (Van Bemmelen, 1949) yang mana
daerah ini didominasi oleh bentukan morfologi perbukitan.

2.2. Stratigrafi Regional

Stratigrafi di daerah ini terdiri dari batuan berumur Tersier hingga


Kuarter (Gambar 2.2). Formasinya antara lain: Fm. Karangsambung, Fm.
Gabon, Fm. Waturanda, Fm. Kalipucang, Fm. Penosogan, Fm. Pamutuan,
Fm. Rambatan, Fm. Halang, Fm. Tapak, Andesit, Basalt, Endapan Undak,
Endapan Pantai, dan Aluvium (Asikin, dkk, 1992).
Gambar 2.2 Kolom Stratigrafi Peta Geologi Regional Lembar Banyumas
(Asikin, dkk., 1992)

a. Formasi Karangsambuk (Teok)


Formasi berumur Eosen Tengah Oligosen. Berlokasi di Desa
karaangsambung, 14 Km utara Kota Kebumen. Deskripsi formasi terdiri
dari batulempung berstruktur sisik dengan fragmen batugamping,
konglomerat, batupasir, batulempung dan basal. Formasi ini tidak selaras
terhadap satuan batuan Pra Tersier dan selaras terhadap Formasi Totogan
(Oligosen Miosen). Ketebalan sekitar 1350 m. Penyebaran formasi ini
berada pada inti dari Antiklin Karangsambung, utara Kota Kebumen.
b. Anggota Tuf Formasi Gabon (Tomgt)
Formasi berumur Oligosen Akhir Misoen Awal. Merupakan satuan
Anggota Tuf dari Formasi Gabon. Deskripsi formasi terdiri dari tuf, tuf
lapili, breksi tuf bersisipan batupasir dan batulempung terubahkan.
c. Formasi Gabon (Tomg)
Formasi berumur Oligosen Akhir Miosen Awal. Berlokasi di Daerah
Gabon, Banyumas, Jawa. Deskripsi formasi terdiri dari breksi dengan
komponen andesit, bermassa dasar tuf dan batupasir kasar, setempat tuf
lapili, lava dan endapan lahar; umumnya terubah. Formasi ini menjemari
dengan Anggota Tuf Formasi Gabon, lalu terintrusi oleh dike andesit,
tidak selaras terhadap satuan diatasnya yaitu Formasi
Kalipucang. Ketebalan lebih dari 500 m. Penyebaran formasi ini berada
di Banyumas, Jawa.
d. Anggota Tuf Formasi Waturanda (Tmwt)
Formasi berumur Miosen Awal Miosen Tengah. Merupakan satuan
menjadi breksi dengan kompponen andesitbasal; masa dasar batupasir dan
tuf. Formasi ini selaras terhadap Formasi Penosogan dan Formasi
Totogan, dan menjemari terhadap Anggota Tuf Formasi Waturanda.
Ketebalan kurang lebih 200 m. Penyebaran formasi berada di ujung barat
laut dan bagian tengah dari bagian utara Kebumen, bagian selatan
Banjarnegara dan Pekalongan, timur laut dari banyumas dan bagian
tenggara dari Pekalongan Tegal.
f. Formasi kalipucang (Tmk)
Formasi berumur Miosen Tengah. Berlokasi di daerah Kalipucang,
Pangandaran dan Kebumen bagian selatan, Jawa. Deskripsi formasi terdiri
dari batugamping terumbu, setempat batugamping klastik dan di bagian
bawah serpih bitumen. Formasi ini selaras terhadap Formasi Jampang, dan
menjemari terhadap Anggota Napal dan Batugamping
Formasi Pamutuan. Ketebalan kuurang lebih 300 m. Penyebaran formasi
ini berada di Daerah Karangnunggal, Cilacap Padaherang, Pulau Nusa
Kambangan, dan Kecamatan Ayah Buayan Rowokele, Kabupaten
Kebumen.
g. Formasi Penosogan (Tmpe)
Formasi berumur Miosen Tengah. Berlokasi di Desa Penosogan, 8
km utara Kebumen. Deskripsi formasi terdiri dari perselingan batupasir
gampingan, batulempung, tuf, napal dan kalkarenit dipengaruhi oleh arus
turbidit. Formasi ini korelasi dengan Formasi Pamutuan, Formasi
Kalipucang, dan Formasi Pamali. Ketebalan 300 400 m. Penyebaran
formasi berada di Banyumas, Jawa.
h. Formasi Pamutuan (Tmpa)
Formasi berumur Miosen Tengah. Berlokasi di Sungai Cipamutuan
Formasi berumur Miosen Tengah Miosen Akhir. Berlokasi di
daerah Banyumas, Jawa Tengah. Deskripsi formasi terdiri dari batupasir
gampingan bersisipan napal, batulempung dan breksi; umumnya
berstruktur turbidit. Ketebalan sekitar 300 m. Penyebaran formasi ini
berada di Purwokerto Tegal, Majenang, Banjarnegara Pekalongan,
Jawa.
j. Anggota Batupasir Formasi Halang (Tmhs)
Formasi berumur Miosen. Merupakan satuan Anggota Batupasir
dari Formasi Halang. Deskripsi formasi terdiri dari endapan turbidit
terdiri dari perselingan batupasir, konglomerat dengan batulempung,
napal dan serpih dengan sisipan diamiktit.
k. Anggota Breksi Formasi Halang (Tmpb)
Formasi berumur Miosen. Merupakan satuan Anggota Breksi dari
Formasi Halang. Deskripsi formasi terdiri dari breksi dengan komponen
andesit, basal dan batugamping, masa dasar batupasir tufan kasar; sisipan
batupasir dan lava basal.
l. Formasi Halang (Tmph)
Formasi berumur Miosen. Berlokasi di Bukit Halang, Majenang,
Jawa. Deskripsi formasi terdiri dari perselingan batupasir, batulempung,
napal dan tuf dengan breksi; dipengaruhi oleh arus turbidit dan
pelengseran bawah air laut. Formasi ini selaras terhadap Formasi Lawak,
dan tidak selaras terhadap formasi Tapak. Ketebalan 400 700 m.
Penyebaran formasi ini berada di bagian barat Pegunungan Serayu Utara
m. Formasi Tapak (Tpt)
Formasi berumur Pliosen Awal Pliosen Tengah. Berlokasi di
Gunung Tapak, 12 km timur laut Desa Bantarkawung. Deskripsi formasi
Formasi berumur Miosen Awal Miosen Tengah. Berlokasi di
Gunung Segremet, Karangbolong, Banyumas. Deskripsi formasi terdiri
dari andesit yang berupa dike. Formasi ini menerobos Formasi Gabon
dan tidak selaras dengan formasi Kalipucang. Penyebaran formasi ini
berada di Banyumas, Jawa.
o. Basal (Tpb)
Formasi berumur Pliosen Akhir. Berlokasi di daerah Banyumas,
Jawa. Deskripsi formasi terdiri dari batuan basal yang berupa dike atau
sill. Formasi ini menerobos Formasi Halang. Penyebaran formasi ini
berada di Banyumas, Jawa.
p. Endapan Undak (Qt)
Berumur kuarter. Terdiri dari Pasir, kerikil dan kerakal; agak
mampat dan merupakan endapan tua Sungai Serayu.
q. Endapan Pantai (Qac)
Berumur kuarter. Terdiri dari umumnya pasir terpilah baik-
sedang, sangat lepas.
r. Aluvial (Qa)
Berumur Kuarter. Terdiri dari lempung, lanau, pasir, kerikil, dan
kerakal.
Berdasarkan keterangan dari Peta Geologi Regional Lembar Banyumas
(Asikin, dkk.,1992) maka daerah penelitian terdiri dari Formasi Gabon
(Tomg), Intrusi Andesit (Tma) dan Endapan Pantai (Qac) yang sesuai dengan
ciri litologi dan penyebarannya pada geologi regional dengan kondisi di
lapangan.

2.3. Struktur Geologi Regional

Tatanan tektonik Pulau Jawa dipengaruhi oleh aktivitas tektonik


lempeng yang aktif, yaitu Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia.
Akibatnya di Pulau Jawa berkembang tiga pola struktur geologi yang dominan
(Gambar 2.2), yaitu Pola Meratus yang berarah timurlaut baratdaya, Pola
Sunda yang berarah utara selatan, dan Pola Jawa yang berarah barat timur
(Pulonggono dan Martodjojo, 1994).

Gambar 2.4 Pola struktur Pulau Jawa yang terdiri dari Pola Meratus, Pola Sunda
dan Pulau Jawa (Pulunggono dan Martodjodjo, 1994).
a. Pola Meratus
Pola Sunda berarah utara-selatan yang terbentuk pada 53-32 juta
tahun yang lalu (Eosen Awal-Oligosen Awal). Pola Sunda dihasilkan
oleh tektonik regangan disebabkan oleh penurunan kecepatan tumbukan
Benua India dan Eurasia yang menimbulkan rollback berumur Eosen-
Oligosen Akhir. Pola ini ditandai oleh sesar utara-selatan baik sesar
mendatar maupun sesar turun, umumnya terdapat di bagian barat Pulau
Jawa.
c. Pola Jawa
Pola Jawa berarah barat-timur merupakan pola termuda yang
terbentuk pada Neogen mengaktifkan pola sebelumnya dan
mengakibatkan Pulau Jawa mengalami pola kompresi dengan tegasan
berarah utara-selatan. Pola ini diwakili oleh Sesar Baribis.
Dari data stratigrafi dan tektonik diketahui bahwa Pola Meratus
merupakan pola tertua dalam pembentukan Pulau Jawa. Sesar-sesar yang
termasuk dalam pola ini berumur Kapur hingga Paleosen dan tersebar
dalam jalur Tinggian Karimun Jawa menerus melewati Karangsambung,
Jawa Tengah hingga Cimandiri, Jawa Barat. Sesar yang terbentuk dari
Pola Meratus ini teraktifkan kembali oleh aktifitas tektonik yang lebih
muda di Pulau Jawa yakni Pola Sunda. Jika melihat dari data seismik,
Pola Sunda telah mengaktifkan kembali sesar-sesar Pola Meratus pada
Eosen Akhir hingga Oligosn Akhir. Selain itu, Pola Jawa yang menjadi
pola termuda di Pulau Jawa telah mengaktifkan kembali seluruh pola
yang telah ada sebelumnya (Pulunggono, 1994).

2.4. DASAR TEORI


2.4.1 Geomorfologi
khusus. Pendekatan yang dilakukan menggunakan klasifikasi Van
Zuidam (1985), dimana ada tiga komponen yang diperlukan guna memperoleh
sebuah hasil akhir peta geomorfologi. Aspek tersebut diantaranya adalah
2.4.1.1 Morfografi
Morfografi, berasal dari dua kata yaitu morfo yang berarti bentuk dan
graphos yang berarti gambaran, sehingga memiliki arti gambaran bentuk
permukaan bumi. Aspek morfografi dilakukan dengan cara menganalisis peta
topografi, berupa pengenalan bentuk lahan, yang tampak dari tampilan
kerapatan kontur, ketinggian absolut sehingga dapat menentukan perbukitan
atau pedataran. Sedangkan perubahan pola punggungan dan pola aliran bisa
mengidentifikasikan kegiatan tektonik yang ada di daerah penelitian.
Pola pengaliran adalah kumpulan dari suatu jaringan pengaliran
yang dibentuk oleh anak sungai terhadap induknya. Pola pengaliran sangat
mudah dikenal dari peta topografi atau foto udara, pola pengaliran
berhubungan erat dengan jenis batuan, struktur geologi, kondisi erosi dan
sejarah bentuk bumi. (Howard, 1967), membagi pola pengaliran menjadi
dua yaitu, pola pengaliran dasar (Gambar dan tabel 2.1) dan pola pengaliran
modifikasi.
Pola dasar merupakan pola yang terbaca dan dapat di pisahkan
dengan pola lain. Pola pengaliran modifikasi ialah pola dengan
memperlihatkan ciri pola dasar. Sungai dapat dibagi berdasarkan tingkatan
orde sungai tersebut. Menurut Strahler (1964), pada saat dua order pertama
bertemu, maka bagian bawah dari pertemuan orde pertama tersebut menjadi
orde kedua.
Tabel 2.1. Klasifikasi morfografi menurut van Zuidam (1985)
memanjang dipengaruhi perlipatan, merupakan transisi pola
dendritik dan trelis.
Trelis Bentuk memanjang sepanjang arah strike batuan sedimen. Biasanya
dikontrol oleh struktur lipatan. Batuan sedimen dengan kemiringan
atau terlipat, batuan vulkanik serta batuan metasedimen berderajat
rendah dengan perbedaan pelapukan yang jelas. Jenis pola
pengalirannya berhadapan pada sisi sepanjang aliran subsekuen.
Induk sungai mengalir sejajar dengan strike, sedangkan anak-anak
sungainya mengalir sesuai diping dari sayap-sayap synclinal dan
anticlinal-nya. Jadi, anak-anak sungai juga bermuara tegak lurus
terhadap induk sungainya.
Pola pengaliran trellis mencirikan daerah pegunungan lipatan (folded
mountains).
Rektangular Induk sungainya memiliki kelokan-kelokan ± 900, arah anak-anak
sungai terhadap sungai induknya berpotongan tegak lurus. Induk
sungai dengan anak sungai memperlihatkan arah lengkungan
menganan, pengontrol struktur atau sesar yang memiliki sudut
kemiringan, tidak memiliki perulangan perlapisan batuan dan sering
memperlihatkan pola pengaliran yang tidak menerus. Biasanya
ditemukan di daerah pegunungan patahan (block mountains). Pola
seperti ini menunjukkan adanya pengaruh joint atau bidang-bidang
dan/atau retakan patahan escarp atau graben-graben yang saling
berpotongan.
Radial Bentuk menyebar dari satu pusat, biasanya terjadi pada kubah intrusi,
kerucut vulkanik dan bukit yang berbentuk kerucut serta sisa-sisa
r M m k dua t m ntr fuga d ngan arah p ny baran
atau topografi bentuk kubah seperti pegunungan dome yang
berstadia muda, hulu sungai-sungai berada di bagian puncak,
tetapi muaranya masing-masing menyebar ke arah yang lain, ke
segala arah.
Pola Radial Sentripetal, Kebalikan dari pola radial yang menyebar
dari satu pusat, pola sentripetal ini justru memusat dari banyak
arah. Pola ini terdapat pada satu cekungan (basin), dan biasanya
bermuara pada satu danau.
Anular Bentuk seperti cincin yang disusun oleh anak-anak sungai,
sedangkan induk sungai memotong anak sungai hampir tegak lurus.
Mencirikan kubah dewasa yang sudah terpotong atau terkikis dimana
disusun perselingan batuan keras dan lunak. Juga berupa cekungan
dan kemungkinan stocks. Terdapat pada daerah berstruktur dome
(kubah) yang topografinya telah berada pada stadium dewasa.
Multibasinal Endapan permukaan berupa gumuk hasil longsoran dengan
perbedaan penggerusan atau perataan batuan dasar, merupakan
daerah gerakan tanah, vulkanisme, pelarutan gamping serta lelehan
salju atau permafrost.
Kontorted Terbentuk pada batuan metamorf dengan intrusi dike, vein yang
menunjukkan daerah yang relatif keras batuannya, anak sungai yang
lebih panjang ke arah lengkungan subsekuen, umumnya
menunjukkan kemiringan lapisan batuan metamorf dan merupakan
pembeda antara penunjaman antiklin dan sinklin.
Teknik perhitungan kemiringan lerengnya dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik grid cell berukuran 3x4 cm pada peta topografi skala 1 :
25.000. Kemudian setiap kisi ditarik tegak lurus kontur dan dihitung
kemiringan lerengnya dengan menggunakan persamaan berikut:

Dimana,
n = jumlah kontur yang memotong diagonal
jaring
Ci= interval kontur (meter)
D = diagonal grid, Skala 1 : 25.000

Tabel 2.3. Pembagian kemiringan lereng berdasarkan klasifikasi USSSM dan USLE

Simbol warna
Kelas Lereng Proses, Karakteristik dan Kondisi lahan
yang disarankan
00 - 20 Datar atau hampi datar, tidak ada erosi
(0 - 2 %) yang besar, dapat diolah dengan mudah Hijau tua
dalam kondisi kering.
20 - 40 Lahan memiliki kemiringan lereng
(2 - 7 %) landai, bila terjadi longsor bergerak
dengan kecepatan rendah, pengikisan dan Hijau Muda
erosi akan meninggalkan bekas yang
sangat dalam.
40 - 80 Lahan memiliki kemiringan lereng landai
(7 - 15 %) sampai curam, bila terjadi longsor
160 - 350 Lahan memiliki kemiringan lereng yang
(30 - 70 %) curam sampai terjal, sering terjadi erosi
dan gerakan tanah dengan kecepatan Merah Muda
yang perlahan - lahan. Daerah rawan
erosi dan longsor
350 - 550 Lahan memiliki kemiringan lereng yang
(70 - 140 %) terjal, sering ditemukan singkapan Merah Tua
batuan, rawan terhadap erosi.
> 550 Lahan memiliki kemiringan lereng yang
( > 140% ) terjal, singkapan batuan muncul di Ungu Tua
permukaan, rawan tergadap longsor
batuan.

2.4.1.3 Morfogenetik
Morfogenetik, adalah proses / asal usul terbentuknya permukaan
bumi, seperti bentuklahan perbukitan /pegunungan, bentuk lahan lembah atau
bentuk lahan pedataran. Proses yang berkembang terhadap pembentukan
permukaan bumi tersebut yaitu proses eksogen dan proses endogen. Proses
eksogen merupakan proses yang dipengaruhi oleh iklim dikenal sebagai
proses fisika dan proses kimia, sedangkan proses yang dipengaruhi oleh
biologi biasanya terjadi akibat dari lebatnya vegetasi, seperti hutan atau
semak belukar.
Secara garis besar proses eksogen diawali dengan pelapukan batuan,
kemudian hasil pelapukan batuan menjadi tanah dan tanah terkikis
(degradasional), terhanyutkan dan pada akhirnya diendapkan
(agradasional).
intrusi dan gunungapi. Sehingga morfogenesa sangat mempengaruhi dalam
penamaan satuan geomorfologi yang dapat menjelaskan proses-proses
yang berkembang di suatu daerah. Apakah suatu daerah lebih berkembang
struktur-struktur yang diakibatkan kegiatan endogen yang berasal dari
dalam bumi atau proses eksogen yang dicirikan dengan adanya pelapukan,
erosi yang justru mampu merubah morfologi satu daerah yang didasarkan
pada keresistenan batuan. Hal itu berpengaruh pada bentang alam yang
akan terbentuk berdasarkan dua hal yaitu proses endogenik atau proses
eksogenik.
Dilihat dari genesis kontrol utama pembentukannya (Tabel 3.3),
bentuk lahan dapat di bedakan menjadi bentuk asal struktural, vulkanik,
fluvial, marine, karst, aeolian, dan denudasi (Van Zuidam, 1983).
Pembagian lembah dan bukit adalah batas atau titik belok dari bentuk
gelombang sinusoidal ideal. Di alam, batas lembah dicirikan oleh tekuk
lereng yang umumnya merupakan titik-titik tertinggi endapan koluvial
dan/atau aluvial.

Tabel 2.4. Warna yang direkomendasikan untuk dijadikan simbol satuan geomorfologi
berdasarkan aspek genetik (Van Zuidam, 1983)
diamati dilapangan, meliputi jenis batuan, keseragaman gejala litologi dan posisi
stratigrafinya (Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia 1996, pasal 15).
Sedangkan penentuan batas penyebaran satuannya harus memenuhi
persyaratan Sandi Stratigrafi Indonesia 1996 : pasal 17, yaitu :
1. Batas satuan litostratigrafi adalah sentuhan antara dua satuan yang
berlainan ciri litologinya yang dijadikan dasar pembeda kedua satuan
tersebut.
2. Batas satuan ditempatkan pada bidang yang nyata perubahan litologinya
atau dalam hal perubahan tersebut tidak nyata, batasnya merupakan
bidang yang diperkirakan kedudukannya.
3. Satuan-satuan yang berangsur berubah atau menjemari peralihannya
dapat dipisahkan sebagai satuan tersendiri apabila memenuhi persyaratan
sandi.
4. Penyebaran suatu satuan litostratigrafi semata-mata ditentukan oleh
kelanjutan ciri ciri litologi yang menjadi ciri penentunya.
5. Dari segi praktis, penyebaran suatu satuan litostratigrafi dibatasi oleh
batasan cekungan pengendapan atau aspek geologi lain.
6. Batas-batas daerah hukum (geografi) tidak boleh dipergunakan sebagai
alasan berakhirnya penyebaran lateral suatu satuan. Berdasarkan pasal
tersebut, kontak antar satuan batuan atau sentuh stratigrafi dapat bersifat
tajam ataupun berangsur. Ada tiga macam sentuh stratigrafi, yaitu :
a. Selaras, yaitu sedimentasi berlangsung menerus tanpa gangguan dari
satuan stratigrafi yang berada di bawah lapisan tersebut.
b. Tidak selaras, yaitu siklus sedimentasi tidak menerus, disebabkan oleh
pengangkatan.
c. Diasterm, yaitu siklus sedimentasi tidak menerus, disebabkan oleh erosi
2.4.3 Analisis Data Biostratigrafi
Menurut Bolli (1985) foraminifera memberikan data umur relatif batuan
sedimen laut. Ada beberapa alasan bahwa fosil foraminifera adalah mikrofosil
yang sangat berharga khususnya untuk menentukan umur relatif lapisan-lapisan
batuan sedimen laut. Data penelitian menunjukkan foraminifera ada di
bumi sejak jaman Kambrium, lebih dari 500 juta tahun yang lalu. Foraminifera
mengalami perkembangan secara terus-menerus, dengan demikian spesies yang
berbeda diketemukan pada waktu (umur) yang berbeda-beda. Foraminifera
mempunyai populasi yang melimpah dan penyebaran horizontal yang luas,
sehingga diketemukan di semua lingkungan laut.
Analisis biostratigrafi dilakukan untuk mengetahui umur dan
lingkungan pengendapan batupasir dan batulempung daerah penelitian.
Penentuan umur relatif batuan sedimen daerah penelitian dilakukan dengan
menggunakan zona selang, dimana kehadiran organisme penunjuk digunakan
sebagai batas kisaran umur relatif sebagaimana yang tercantum dalam Sandi
Stratigrafi Indonesia (1996, Pasal 38):
1. Zona Selang ialah selang stratigrafi antara pemunculan awal/akhir dari dua
takson penciri.
2. Kegunaan Zona Selang pada umumnya ialah untuk korelasi tubuh satuan
batuan.
3. Batas atas atau bawah suatu Zona Selang ditentukan oleh pemunculan awal
atau akhir dari takson takson penciri.
Nama Zona Selang diambil dari nama-nama takson penciri yang
merupakan batas atas dan bawah zona tersebut. Kemudian untuk menentukan
lingkungan pengendapan menggunakan zonasi Blow (1966), sedangkan
penentuan umur berdasarkan zonasi Bolli (1985).
ITB.
Data petrografi ini diambil dari data batuan pada tempat tertentu yang
mewakili batuan tersebut yang kemudian dijadikan sayatan tipis sehingga
lebih mudah diamati di bawah mikroskop.
Hal ini dilakukan untuk batuan yang padu kemudian diteliti di bawah
mikroskop polarisasi di Laboratorium Teknik Geologi Purbalingga untuk
mengetahui komposisi dan jenis mineral dari setiap batuan sehingga dapat
ditentukan jenis batuannya. Adapun klasifikasi batuan yang digunakan
dapat dilihat pada gambar 2.6.. serta penamaan ilmiah batuan secara petrografi
menurut Pettijohn (1975).

Gambar 2.6. Klasifikasi batupasir dan batulempung menurut Pettijohn (1975)


Peralatan yang digunakan dalam analisis petrografi ini antara lain :
a. Mikroskop polarisasi (transmitted light polarizing microscope)
b. Cross nicol
c. Contoh sayatan batuan

Untuk klasifikasi batuan beku vulkanik, dapat menggunakan klasifikasi


Gambar 2.7 Klasifikasi batuan beku vulkanik, (IUGS,1978)

2.4.5 Analisis Struktur Geologi


Perlu dilakukan interpretasi topografi untuk melihat indikasi struktur
geologi yang meliputi interpretasi Citra Landsat, kerapatan garis kontur,
kelurusan sungai, kelurusan punggungan, pola pengaliran sungai dan
.
sebagainya. Semua indikasi yang telah ditemukan direkonstruksikan
bersamaan dengan rekonstruksi pola jurus batuan yang akan menghasilkan
jenis, arah dan pola struktur geologi yang berkembang di daerah tersebut yang
kemudian dituangkan dalam Peta Pola Jurus. Untuk umurnya ditarik berdasarkan
kesebandingan regional atau berdasarkan umur satuan litologi yang dilaluinya.
2.4.5.1 Kekar
Kekar didefinisikan sebagai suatu rekahan pada kerak bumi yang
belum atau sedikit sekali mengalami pergeseran sepanjang bidangnya, akibat
2. Kekar tarik (Extensional joint), adalah rekahan yang bidang-bidangnya
terbentuk kadanya kecenderungan untuk saling menarik (meregang) atau
bergeser tegak lurus terhadap bidang rekahannya. Kekar tarikan dapat
dibedakan sebagai :
a) Tension Fracture, yaitu kekar tarik yang bidang rekahnya searah
dengan tegasan. Kekar jenis inilah yang biasanya terisi oleh cairan
hidrothermal yang kemudian berubah menjadi vein.
b) Release Fracture, yaitu kekar tarik yang terbentuk akibat hilangnya
atau pengurangan tekanan, orientasinya tegaklurus terhadap gaya
stylolite
salah satu struktur yang sulit untuk diamati, sebab kekar dapat
terbentuk pada setiap waktu kejadian geologi, misalnya sebelum
terjadinya suatu lipatan. Kesulitan lainnya adalah tidak adanya atau
relatif kecil pergeseran dari kekar, sehingga tidak dapat ditentukan
kelompok mana yang terbentuk sebelum atau sesudahnya. Walaupun
demikian, di dalam analisis, kekar dapat dipakai untuk membantu
menentukan pola tegasan, dengan anggapan bahwa kekar-
kekar tersebut pada keseluruhan daerah terbentuk sebelum atau
pada saat pembentukan sesar.
Analisa kekar digunakan dalam penentuan jenis sesar, hal
ini dapat diterapkan dengan menggunakan pemodelan Anderson
(gambar 3.6) dengan patokan sebagai berikut :
1. a1 berada pada titik tengah perpotongan 2 bidang Conjugate Shear
yang mempunyai sudut sempit.
2. a2 berada pada titik perpotongan antara 2 bidang
Conjugate Shear
7. Bidang shear dan tensional akan membentuk sudut sempit.
8. Bidang shear dengan release joint akan membentuk sudut
tumpul.

Gambar 2.8. Klasifikasi sesar (Anderson, 1951 dalam Haryanto, 2003)


berdasarkan analisis kekar bentuk stereografi dan sistem tegasan

2.4.5.2 Sesar
Untuk mengamati keberadaan arah dan jenis sesar di lapangan dapat
diperkirakan dengan melihat indikasi yang ada seperti adanya dragfold
(lipatan seret), offset litologi, kekar-kekar, cermin sesar, slicken side,
breksiasi, zona-zona hancuran, kelurusan mata air panas dan air terjun.
Klasifikasi sesar telah banyak dikemukakan oleh para ahli terdahulu,
mengingat struktur sesar adalah rekahan kekar di dalam bumi yang
ditimbulkan karena pergeseran sehingga untuk membuat analisis strukturnya
diusahakan untuk dapat mengetahui arah dan besarnya pergeseran tersebut.
1. Sesar normal, dimana a1 vertikal dan a2 serta a3 horizontal. Besarnya
sudut kemiringan (dip) bidang sesar mendekati 60º.
2. Sesar mendatar, dimana a2 vertikal dan a1 serta a3 horizontal.
3. Sesar naik, dimana a3 vertikal dan a1 dan a2 horizontal. Kemiringan
bidang sesar mendekati 30º . Dalam hal ini, bidang sesar vertikal dan
bergerak secara horizontal.

Gambar 2.9. Hubungan antara pola tegasan dengan jenis sesar yang
terbentuk (Anderson, 1951 dalam Haryanto, 2003)
Untuk klasifikasi Struktur Sesar, menggukan klasifikasi Rickard,1972
dalam Haryanto, 2003 yang mengkombinasikan besar kemiringan bidang
sesar dengan besar sudut pitch . Berdasarkan kombinasi tersebut yang
kemudian di plot pada diagram, menghasilkan penamaan sesar dengan
ketentuan sebagai berikut:
Apabila pitch kurang atau sama dengan 10°, maka sesar dinamakan sesar
dinamakan Lag Normal Fault (Low Angel Normal Fault) atau sesar
normal bersudut kecil dan untuk sesar naik dinamakan Thrust Fault atau
sesar anjak.
Apabila pitch pada sesar mendatar lebih besar daripada 10° dan kurang
atau sama dengan 45°, maka sesar merupakan sesar mendatar yang
memiliki pergerakan naik atau turun. Dalam penamaan, pergerakan naik
atau turun menjadi keterangan pergerakan sesar mendata tersebut,
misalnya sesar mendatar mengiri (sinistral) normal dengan ciri pitch lebih
besar dari 10° dan kurang dari 45° serta kemiringan bidang sesar 50° maka
dinamakan Normal left Slip Fault. Apabila kemiringan sesar kurang dari
45° dengan pergerakan yang sama, maka disebut dengan Lag Left Slip
Fault. Hal tersebut juga berlaku untuk pergerakan naik.
Apabila Pitch lebih dari 45°dan kurang dari 80°, dengan pergerakan turun
atau naik, maka sesar tersebut juga memiliki kinematika pergeseran
mendatar (menganan atau mengiri). Apabila bidang lebih dari 45°, maka
dapat dinamakan Right Slip Normal Fault, Right Slip Reverse Fault, Left
Slip Normal Fault atau Left Slip Reverse Fault. Hal tersebut juga berlaku
untuk Lag Fault dan Reverse Fault.
Gambar 2.10. Klasifikasi Sesar menurut Rickard, 1972 (dalam
Haryanto, 2003)

2.4.6 Analisis Sejarah Geologi


Analisis sejarah geologi bertujuan untuk menguraikan suatu seri
kejadian geologi yang disusun secara berurutan berdasarkan kejadiannya,
dimulai dari yang pertama terbentuk hingga yang terakhir ataupun yang
sekarang tengah terjadi.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian


Metodologi yang penulis gunakan dalam pemetaan ini menggunakan
metode penelitian berupa metode survey (kerja lapangan) dengan analisis
deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang diadakan untuk memperoleh
fakta dan gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual di
lapangan (Rakhmat,1993:2) serta metode eksperimental (analisis studio/
laboratorium). Adapun data-data tersebut berupa; data morfologi, data
litostratigrafi, data kedudukan batuan, data satuan batuan, data analisis contoh
batuan, analisis fosil, dan data sumber daya alam.
Ruang lingkup dari metode penelitian ini adalah membahas pengertian,
ketentuan-ketentuan, cara uji, dan laporan uji. Metode penelitian ini
dimaksudkan sebagai pegangan dan acuan dalam pengolahan data yang di
dapat dari hasil penelitian lapangan.
Tujuan metode ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang
geomorfologi daerah penelitian, persebaran batuan (litologi), struktur geologi,
dan stratigrafi yang berkembang di daerah penelitian. Untuk mendapatkan
informasi tentang komposisi mineral batuan, lingkungan pengendapan, dan
umur relatif dari satuan batuan yang menjadi objek penelitian, metode yang
penulis gunakan adalah dengan melakukan analisis mikropalentologi untuk
fosil dan analisis petrografi untuk litologi pada contoh batuan di daerah
penelitian tersebut. Maka dari itu, penulis melakukan pengambilan contoh
batuan (permukaan) dari daerah penelitian guna mendapatkan informasi
menjadi suatu kelompok yang relatif homogen (stratum), untuk menjamin
keterwakilan dari masing-masing stratum.
Metodologi penelitian tersebut diharapkan penulis dapat mengetahui
tentang lingkungan pengendapan yang berkembang di daerah tersebut dari
perbandingan mikrofosil yang terkandung di dalam contoh batuan yang penulis
teliti (dalam hal ini perbandingan Foraminifera Bentik dan Planktonik) serta
mengetahui waktu (umur) satuan batuan tersebut terendapkan di daerah
tersebut dengan metode penentuan umur dengan menggunakan zona kisaran
dari keberadaan mikrofosil yang terkandung di dalam contoh batuan yang
penulis teliti (dalam hal ini analisis zona kisaran dari foraminifera planktonik),
serta dapat mengetahui (secara mikroskopis) tentang komposisi dari masing-
masing contoh batuan yang terdapat di daerah penelitian penulis.
3.2. Tahap Penelitian
Metoda yang dilakukan dalam praktek kerja lapangan ini diantaranya
adalah metoda kompas dan langkah, metoda kompas dan meteran. Metode
yang dipakai dalam melakukan penelitian ini terdiri dari 4 tahapan , yaitu :
1. Studi literatur
2. Penelitian lapangan
3. Analisis dan pengolahan data
4. Tahap penulisan laporan

3.2.1 Studi Literatur


Studi literatur merupakan tahapan pengumpulan data melalui kajian
pustaka dan laporan-laporan hasil penelitian terdahulu dengan mengambil
pokok pikiran yang terkandung didalamnya, dikaitkan dengan daerah
penelitian, bertujuan untuk mendapatkan gambaran geologi secara umum di
penyebaran batuan serta struktur yang mengontrol daerah telitian, sehingga
dapat diketahui mekanisme sedimentasi dan tektoniknya dalam ruang dan
waktu geologi. Pengambilan data lapangan yang bagus adalah menutup
semua kekosongan luasan yang ada pada kapling, tetapi jika tidak
memungkinkan maka secara statistik sudah bisa memenuhi
syarat penarikan batas dari satuan batuan yang ada.
Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian di lapangan yaitu
1. Pengamatan Singkapan
Meliputi deskripsi jenis batuan (kareakteristik tekstur dan struktur)
termasuk didalamnya melakukan pengukuran dimensi singkapan,
ketebalan lapisan jika itu batuan sedimen dan elemen struktur geologi,
serta pengambilan contoh batuan untuk analisa laboratorium dan diakhiri
foto gejala-gejala yang dijumpai.
2. Pengamatan Geomorfologi
Meliputi pemisahan morfologi seperti punggungan, bukit terisolir,
dan gawir, pengamatan bentukan lembah, dan dibuktikan dengan
dokumentasi bisa berupa foto dan atau sketsa.
3. Pengukuran Unsur-unsur Struktur Geologi
Pada tahap ini yang dikerjakan adalah mengidentifikasi dan
melakukan pengukuran terhadap struktur-struktur geologi (sesar, kekar
dan lipatan). Identifikasi sesar berupa gores garis, jalur breksiasi, gawir
sesar, dan kelurusan sungai. Identifikasi lipatan berupa pengukuran
kedudukan sayap-sayap lipatan.
4. Pengambilan Contoh Batuan (Sampling)
Pengambilan dan penomeran sampel dilakukan pada beberapa titik
lokasi pengamatan, yang kemudian dilakukan analisis lebih
direkam dalam buku lapangan, fotografi, dan peta topografi (peta lintasan
dan lokasi pengamatan).
6. Evaluasi Data Pemetaan Geologi
Dilakukan setelah melakukan semua pekerjaan lapangan.
Tahapannya mencakup pembuatan database hasil penelitian dilapangan,
pengaturan sampel, pengaturan foto, dan lain sebagainya. Untuk
selanjutnya jika pada tahap ini ditemukan beberapa kekurangan data
penelitian, maka akan dilengkapi dengan melakukan kunjungan ke
daerah yang memiliki kekurangan data tersebut.
3.2.3 Tahap Analisis dan Pengolahan Data
Pada tahap ini dilakukan analisis dan pengolahan data yang dilakukan
di laboratorium maupun di dalam ruangan. Dalam analisis dan pengolahan
data ini meliputi laboratorium dan studio pengolahan data. Adapun analisis
yang dilakukan pada tahap ini melipuit analisis mikropaleontologi, analisis
petrografi, analisis stratigrafi, analisis sedimentologi, analisis struktur, dan
analisis geomorfologi.
3.2.4. Tahap Penulisan Laporan
Tahap Penulisan Laporan ini dilakukan setelah seluruh tahapan diatas
telah selesai dengan bimbingan dari pembimbing terkait. Pada tahap ini
pekerjaan yang dilakukan adalah pembuatan laporan Praktek Kerja lapangan
yang berisikan peta lintasan dan pengamatan, peta geomorfologi, peta
geologi, penampang sayatan geologi, kolom stratigrafi daerah penelitian, dan
peta potensi sumberdaya dan rawan bencana di daerah penelitian dan sejarah
geologi daerah penelitian. Laporan tersebut dibuat dalam bentuk Draft
tulisan, peta hasil, dan poster yang akan dipresentasikan saat seminar hasil.
3.3 Diagram Alir Metode Penelitian

Gambar 3.1 Skema diagram alir penelitian


BAB IV
RENCANA KEGIATAN

4.1. Jadwal Kegiatan Penelitian

Berikut merupakan tentatif kegiatan praktik kerja lapangan yang akan


dilaksanakan.
Tabel 4.1 Tentatif kegiatan praktik kerja lapangan

Rencana Kegiatan Praktik Kerja Lapangan

Waktu September Oktober November Desember


Kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Studi Literatur & Pengumpulan Data
Sekunder

Observasi & Perizinan Daerah Penelitian

Penentuan Basecamp

Orientasi Lapangan

Pemetaan & Pengambilan Data


Lapangan
Pengolahan Data Lapangan & Pekerjaan
Studio Peta

Kegiatan Analisis Laboratorium


DAFTAR PUSTAKA

Djuri dkk. 1996. Peta Geologi Lembar Purwokerto - Tegal Skala 1 : 100.000. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi : Bandung.

Fleuty, M.J. (1964) The Description of Folds. Proceedings of the Geologists.

Kertanegara, L., Uneputty, H., dan Asikin, S., 1987. Tatanan Stratigrafi dan Posisi
Tektonik Cekungan Jawa Tengah Utara Selama Jaman Tersier. Proceeding
Ikatan Ahli Geologi Indonesia XVI, 1987, Bandung.

Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia. 1996. Sandi Stratigrafi Indonesia. Ikatan Ahli
Geologi Indonesia : Indonesia.

Pettijohn, F.J. 1975. Sedimentary Rock.Third Edition. Harper & Row Publishers,
New York-Evanston-San Fransisco-London.

Pulunggono A., dan Martodjojo S, 1994. Perubahan Tektonik Paleogen - Neogen


Merupakan Peristiwa Tektonik Terpenting di Jawa. Proceeding Geologi dan
Geoteknik Pulau Jawa.
Rickard, M. J. (1971) A Classification Diagram for Fold Orientations.
Geological.Magazine, 108(1), pp. 23-26.
Van Bemmelen, R. W.1949. The Geology of Indonesia, vol.1.A, The Haque,
Martinus Nijhoff.

Zuidam, R.A. van, 1985. Aerial Photo-Interpretation in Terrain Analysis and


Geomorphologic Mapping. ITC, Smits Publ., Enschede, The Hague.
LAMPIRAN

Rincian Biaya Penelitian


Harga Satuan
No. Jenis Pengeluaran Volume Jumlah (Rp)
(Rp)
Administrasi
1
1 Print Proposal 38.000 38.000
Bundel
7
2 Print Peta 1.500 10.500
Lembar
3
3 Print Laporan 40.000 120.000
Bundel
1
4 Print Poster 100.000 100.000
Lembar
5 Kertas HVS 36.000 1 rim 36.000
Perlengkapan
1 Pulpen 1.500 2 Buah 3.000
2 Pensil 1.000 2 Buah 2.000
3 Buku catatan lapangan 70.000 1 Buah 70.000
4 Penghapus 500 1 Buah 500
5 Larutan HCL 1000 1 botol 1000
6 Plastik sampel 500 30 Buah 15.000
Konsumsi
1 Makan 8.000 6 kali 48.000
2 Aqua 1,5 L 3.500 5 Botol 17.500
Transportasi
1 Bensin 20.000 6 kali 120.000
Analisis Laboratorium
1 Analisis Petrografi 35.000 18 Buah 630.000
Lain-lain

Anda mungkin juga menyukai