Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Stroke Non Haemoragik
Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Stroke Non Haemoragik
HAEMORAGIK (SNH)
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN STROKE NON HAEMORAGIK (SNH)
Pendapat lain dikemukakan oleh Junaidi, 2006 yang menyatakan ada beberapa
etiologi lain yang dapat menyebabkan terjadinya stroke non hemorhagik, antara
lain :
a. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak) yang
kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Endapan yang terbentuk
menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah sehingga mengganggu aliran
darah.
b. Emboli
Benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam sirkulasi darah. Biasanya
benda asing ini berasal dari trombus yang terlepas dari perlekatannya dalam
pembuluh darah jantung, arteri atau vena.
c. Infeksi
Peradangan juga dapat menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama
yang menuju otak. Yang mampu berperan sebagai faktor risiko stroke adalah
tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis, dan in feksi cacing.
d. Obat-obatan
Ada beberapa obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti
amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah otak.
e. Hipotensi atau hipertensi.
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan.
Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun.
Sedangkan Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun
menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah
maka timbullah perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak
menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel – sel otak
akan mengalami kematian.
5. Kalsifikasi
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik adalah :
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak sepintas
dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih dari 24 jam.
b. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3 minggu
c. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal dalam
beberapa jam sampe bbrpa hari
d. Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal
dalam beberapa jam sampai bbrapa hari
e. Completed Stroke (infark serebri)
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan
peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa memburuk lagi.
6. Gejala Stroke
Serangan strok mungkin terjadi dengan atau tanpa peringatan serangan iskemik
temporer (TIA) sebelumnya.
a. Rasa pusing
b. Berkunang-kunang
c. Serangan Jatuh (jatuh yang disebabkan oleh suatu kelemahan muscular secara
tetap pada kaki tanpa adanya perubahan)
d. Perubahan prilaku dan memori
Itu semua mungkin merupakan gejala stroke yang akan terjadi segera, dan
merupakan gejala yang memerlukan perhatian dengan segera.
7. Manifestasi Klinis
Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologik, gejala muncul akibat
daerah otak tertentu tidak berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke tempat
tersebut, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat),
ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori). Gejala tersebut antara lain :
a. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala
b. Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control
volunter terhadap gerakan motorik. Di awal tahapan stroke, gambaran klinis yang
muncul biasanya adalah paralysis dan hilang atau menurunnya refleks tendon
dalam
c. Dysphagia
d. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang di pengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi.
Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi
dapat dimanifestasikan oleh hal berikut; disartria (kesulitan berbicara), disfasia
atau afasia (gangguan berbicara karena gangguan pada otak), apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya).
e. Gangguan persepsi
Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat
mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual-spasial
dan kehilangan sensori. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat
pada pasien dengan hemiplegia kiri. Pasien mungkin tidak dapat memakai pakaian
tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
tubuh.Untuk membantu pasien ini, perawat dapat mengambil langkah untuk
mengatur lingkungan dan menyingkirkan perabot karena pasien dengan masalah
persepsi mudah terdistraksi. Akan bermanfaat dan memberikan pengingat lembut
tentang di mana objek ditempatkan. Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa
kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan
propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta
kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil dan auditorius
f. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis
Bila kerusakan terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori atau
fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat
ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan
kurang motivasi yang menyebabkan pasien ini menghadapi masalah frustasi dalam
program rehabilitasi mereka. Masalah psikologik lain juga umum terjadi dan
dimanifestasikan oleh labilitas emosional, bermusuhan, frustasi, dendam
dan kurang kerjasama.
g. Disfungsi Kandung Kemih
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarius sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan
postural. Kadang-kadang setelah stroke kandung kemih menjadi atonik, dengan
kerusakan sensasi dalam respon terhadap pengisian kandung kemih. Kadang-
kadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang. Selama periode
ini dilakukan kateterisasi interminten dengan teknik steril. Ketika tonus otot
meningkat refleks tendon kembali, tonus kandung kemih meningkat dan spastisitas
kandung kemih dapat terjadi.
h. Defisit neurologik stroke manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut :
No Defisit neurologi Manifestasi
1. Defisit lapang
penglihatan a) Tidak menyadari orang atau objek, mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak
a) Homonimus b) Kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari objek atau batas objek.
c) Penglihatan ganda
Hemlanopsia
b) Kehilangan
penglihatan perifer
c) Diplopia
2. Defisit Motorik
a) Hemiparesis a) Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada
sisi yang sama.
b) Hemiplegia b) Paralisis wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama.
c) Berjalan tidak mantap, tidak mampu menyatukan kaki.
c) Ataksia d) Kesulitan dalam membentuk kata
e) Kesulitan dalam menelan.
d) Disatria
e) Disfagia
3. Defisit sensori : Kesemutan
Parastesia
4. Defisit verbal
a) Fasia ekspresif a) Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami
b) Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mampu berbicara tapi tidak masuk akal
b) Fasia reseptif c) Kombinasi afasia reseptif dan ekspresif
c) Afasia global
5. Defisit kognitif Kehilangan memori jangka pendek dan panjang, penurunan lapang perhatian,
dan perubahan penilaian.
6. Defisit Emosional Kehilangan kontrol diri, labilitas emosional, depresi, menarik diri, takut, berm
8. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis, pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara persistem (B1-B6)
dengan focus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
a. Keadaan umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan bicara
yaitu sulit dimengerti kadang tidak bisa bicara dan pada tanda-tanda vital : tekanan
darah meningkat dan denyut nadi bervariasi
b. B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi
bunyi napas tambahan seperti ronki pada klien dengan peningkatan produksi secret
dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien strok
dengan penurunan tingkat kesadaran (koma).
Pada klien dengan tingkat kesadaran komposmentis, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi torak didapatkan taktil vremitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
c. B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok hipovolemik)
yang sering terjadi pada klien strok dimana refleks sirkulasi sudah tidak baik lagi.
Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi massif
(tekanan darah >200mmHg)
d. B3 (Brain)
Disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara. Atraksia (ketidakmampuan dalam melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya
Lobus frontal : kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan Stroke
menyebabkan berbagai deficit neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan aliran
darah kolateral (sekunder dan aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik
sepenuhnya. Peningkatan B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada system lainnya
9. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan untuk menunjukan adanya hematoma, infark dan perdarahan : sub
dural, sub aracnoid, intra cerebral. edema, dan iskemia
b. EEG (Elektro Ensofalogram) : Mengidentifikasi area lesi dan gelombang listrik
dan dapat membantu dalam menentukan lokasi gelombang delta lebih lambat di
daerah yang mengalami gangguan.
c. Scan resonan magnetic (MRI) lebih sensitive dari CT Scan dalam mendeteksi
infark serebri dini dan infark batang otak, kelainan arteri venous
d. Pemeriksaan mata (Obtalmuskopy) menunjukan tanda-tanda tekanan darah tinggi
dan pengapuran arteri yang menuju arteri.
e. Angiografi atau foto sinar X dari pembuluh darah otak menunjukan pembuluh
yang melokalisasi tempat yang mengalami penyempitan atau rusak. membantu
menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi
arteri.
f. Lumbal Punksi : Pada perdarahan Sub Arachnoid dan intra cerebral cairan cerebro
spinal. Menunjukan adanya tekanan normal. Tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukan adanya perdarahan.
10. Penatalaksanaan
a. Phase Akut :
- Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan
sirkulasi.
- Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop. Pemberian ini
diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / emobolik.
- Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari
flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
- Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
- Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala
tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang.
b. Post phase akut :
- Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
- Program fisiotherapi
- Penanganan masalah psikososial
11. Komplikasi
a. Hipoxia serebral, diminimalkan dengan memberikan oksigen ke darah yang
adekuat ke otak, pemberian oksigen, suplemen dan mempertahankan hemoglobin
dan hematokrit pada tingkat dapat di terima akan membantu dalam
mempertahankan oksigen jaringan.
b. Aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung dan
integritas pembuluh darah serebral. Hipertensi atau hipotensi eksterm perlu di
hindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi
meluasnya area cedera.
c. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium.
Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan
aliran darah serebral.
d. Pneumonia terjadi akibat gangguan pada gerakan menelan. Mobilitas dan
pengembangan paru serta batuk yang parah setelah serangan stroke, maka dapat
terjadi peradangan di dalam rongga dada dan kadang-kadang pnemonia.
e. Dekubitus, karena penderita mengalami kelumpuhan dan kehilangan
perasaannya. Dekubitus selalu menjadi ancaman khususnya di daerah bokong,
panggul, pergelangan kaki, tumit bahkan telinga.
f. Kejang atau konvulsi, serangan ini lebih besar kemungkinannya terjadi bila
korteks serebri sendiri telah terkena dari pada serangan stroke yang mengenai
struktur otak yang lebih dalam.
g. Vasospasme, terjadi stroke hemorogic juga sebelum pembedahan. Pada individu
dengan aneurisme biasanya terjadi dari 3-12 hari setelah hemoragi subaraknoid.
h. Hidrosefalus, menandakan adanya ketidakseimbangan antara pembentukan dan
reabsorbsi dari CSS. Hidrosefalus terjadi pada 15-20 % pasien dengan hemoragi
subaraknoid.
i. Disritmia, karena darah dalam CSS yang membasahi batang otak mengiritasi
area tersebut. Batang otak mempengaruhi frekuensi jantung sehingga adanya iritasi
kimia, dapat mengakibatkan ketidakteraturan ritme jantung.
12. Pencegahan
Untuk mengurangi risiko stroke.
1. Periksa tekanan darah secara rutin.
Tingkat tekanan darah adalah faktor paling dominan pada semua jenis stroke.
Makin tinggi tekanan darah makin besar risiko terkena stroke. Jika tekanan darah
meningkat, segera konsultasikan dengan seorang dokter. Tekanan darah yang harus
diwaspadai adalah jika angka tertinggi di atas 135 dan angka terbawah adalah 85.
2. Waspadai gangguan irama jantung (attrial fibrillation)
Detak jantung tidak wajar menunjukkan perubahan fungsi yang mengakibatkan
darah terkumpul dan menggumpal di dalam jantung. Detak jantung yang mampu
menggerakkan gumpalan darah sehingga masuk pada aliran darah itu
mengakibatkan stroke. Gangguan irama jantung dapat dideteksi dengan menilai
detak nadi.
3. Berhenti merokok dan anti alcohol
Rokok dapat meningkatkan risiko stroke dua kali lipat. Sebagaimana rokok,
alkohol dapat meningkatkan risiko stroke dan penyakit lain seperti liver.
4. Periksa kadar kolesterol dalam tubuh
Mengetahui tingkat kolesterol dapat meningkatkan kewaspadaan stroke. Kolesterol
tinggi mengarah pada risiko stroke. Jika kolesterol tinggi, maka segeralah untuk
menurunkannya dengan memilih makanan rendah kolesterol. Agar kolesterol
dalam tubuh tidak berlebihan, maka gantilah asupan lemak jenuh dengan asupan
asam lemak tak jenuh, seperti: omega 3, 6 dan 9.
5. Kontrol kadar gula darah
Diabetes mampu meningkatkan risiko stroke. Jika Anda penderita diabetes,
konsultasilah dengan seorang dokter mengenai makanan dan minuman yang bisa
dikonsumsi untuk menurunkan gula darah.
6. Olahraga teratur
jalan cepat minimal 30 menit sehari bisa menurunkan risiko stroke. Anda juga bisa
melakukan olahraga renang, sepeda, dansa, golf, atau tenis atau senam ringan perlu
dan akan membuat jantung lebih kuat dan meningkatkan sirkulasi, Latihan fisik
seperti joging, berenang, berjalan, melompat, yoga dan kebun mengurangi risiko,
baik stroke dan penyakit jantung. Pilih olahraga yang Anda sukai dan lakukan
secara teratur tiga kali seminggu.
13. Prognosis
Prognosis stroke sulit dipastikan karena ada yang sembuh dan dapat beraktifitas
semula namun ada yang cacat sisa bahkan ada juga yang meninggal. Prognosis
stroke ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain : lokasi dan luas area
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), umur, tipe stroke, cepat lambatnya
penanganan serta kerjasama tim medis dengan pasien dan keluarga.
Bila pasien bisa mengatasi serangan akut, mempunyai prognosis yang baik dan
dengan rehabilitasi yang aktif, banyak pasien dapat beraktifitas dengan sendiri
tanpa ketergantungan dari orang lain.
14. Patofisiologi
Otak menerima aliran darah dengan fungsi yang normal, serta membutuhkan
oksigen dan glukosa. Secara umum aliran darah sangat penting untuk pergerakan
sampah dari metabolic, karbon dioksida, dan laksit aksid. Jika aliran darah otak
berhenti maka otak dapat tercemar. Segala proses dari autoregulasi serebral aliran
darah memenuhi angka rata-rata 750 ml/menit dalam respon perubahan tekanan
darah atau perubahan karbon dioksida arteri serebral menjadi dilatasi atau
kontriksi.
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow
(CBF) yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat
dan durasi penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan
berhubungan dengan jejas yang terjadi. Jika suplai darah ke otak
terganggu selama 30 detik, maka metabolisme di otak akan berubah.
Setelah satu menit terganggu, fungsi neuron akan berhenti. Bila 5 menit
terganggu dapat terjadi infark. Bagaimanapun, jika oksigenasi ke otak
dapat diperbaiki dengan cepat, kerusakan kemungkinan bersifat
reversibel.
Stoke Non Haemoragik (SNH) dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis
serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di
pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umummnya
baik.Dalam keadaan iskemik, kadar kalium akan meningkat disertai penurunan
ATP dan kreatin fosfat. Akan tetapi, perubahan masih bersifat reversibel apabila
sirkulasi dapat kembali normal.
Ion kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan menyebabkan
pembengkakan sel astroglia, sehingga mengganggu transport oksigen dan bahan
makanan ke otak. Sel yang mengalami iskemia akan melepaskan glutamat dan
aspartat yang akan menyebabkan influx natrium dan kalsium ke dalam sel.
Kalsium yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan membran fosfolipid
sehingga terjadi asam lemak bebas, antara lain asam arakhidonat. Asam
arakhidonat merupakan prekursor dari prostasiklin dan tromboksan A2.
Prostasiklin merupakan vasodilator yang kuat dan mencegah agregasi trombosit,
sedangkan tromboksan A2 merangsang terjadinya agregasi trombosit.
Pada keadaan normal, prostasiklin dan tromboksan A2 berada dalam
keseimbangan sehingga agregasi trombosit tidak terjadi. Bila keseimbangan ini
terganggu, akan terjadi agregasi trombosit. Prostaglandin, leukotrien, dan radikal
bebas terakumulasi. Protein dan enzim intraseluler terdenaturasi, setelah itu sel
membengkak (edema seluler). Akumulasi asam laktat pada jaringan otak berperan
dalam perluasan kerusakan sel. Akumulasi asam laktat yang dapat menimbulkan
neurotoksik terjadi apabila kadar glukosa darah otak tinggi sehingga terjadi
peningkatan glikolisis dalam keadaan iskemia.
Fibrinogen merupakan molekul protein yang penting untuk tubuh
manusia. Ia memiliki fungsi untuk pembekuan darah. Harga fibrinogen
darah dalam tubuh normalnya antara 200-400 mg/dl. Fibrinogen
berlebihan bisa memengaruhi aliran darah sehingga kemampuan
penyediaan oksigen dalam darah bisa menurun. Darah akan menjadi
kental dan alirannya menjadi lambat. Fibrinogen, jika menyatu dengan
trombosit, bisa mencetuskan formasi bekuan darah pada pembuluh darah
arteri. Selanjutnya, ia bisa berubah menjadi fibrin dan hasil akhirnya
terjadi pembekuan darah. Fibrinogen bersamaan dengan kolesterol LDL
bisa pula membentuk endapan aterosklerosis yang akhirnya menyumbat
pembuluh darah arteri. Misalnya, pada pembuluh darah koroner jantung.
Stroke juga dimungkinkan terjadi terkait bekuan darah arteri otak yang
diakibatkan penurunan aliran darah ke otak. Atas dasar berbagai hal di
atas, sangat penting menurunkan kadar fibrinogen supaya risiko bekuan
darah yang tidak normal pada pembuluh darah arteri berkurang.
Fibrinogen yang berlebihan dalam jangka panjang bisa bertindak sebagai
bahan aktif untuk terbentuknya pengapuran pembuluh darah. Jika terjadi
pada pembuluh darah otak, hal itu bisa menyebabkan stroke. Meski
begitu, fibrinogen bukan satu-satunya penyebab stroke. Banyak pula
faktor pencetus lain seperti diabetes, tekanan darah tinggi, dyslipidemia,
rokok, obesitas, dan umur yang lanjut.
Tingginya fibrinogen dalam tubuh bisa juga disebabkan kebiasaan
merokok. Udara yang dingin juga terkait dengan peningkatan fibrinogen
darah. Itu dibuktikan dari data penelitian di negara dengan empat musim.
Angka kejadian stroke meningkat pada musim dingin dibandingkan saat
musim panas. Faktor keturunan yang dibawa kelainan genetik juga
merupakan salah satu penyebab peningkatan fibrinogen.
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa yang mungkin muncul adalah :
1. PK : peningkatan TIK berhubungan dengan adanya edema serebral
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral,
gangguan oklusif, vasospasme serebral, edema serebral
3. Ketidakefektipan bersihan jalan nafas berhubungan dengan kemampuan batuk
menurun dan peningkatan produksi sekret
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia
5. Perubahan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan disfungsi persepsi
visual dan penurunan sensori
6. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada
area bicara di hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otot facial/oral.
7. Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat.
8. Gangguan eliminasi urin (inkontinensia urin) berhubungan dengan disfungsi
kandung kemih dan saluran pencernaan.
9. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
10. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
11. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
intake nutrisi tidak adekuat.
12. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial dan
perseptual kognitif.
13. Nyeri akut berhubungan dengan edema serebral, peningkatan tekanan
intrakranial.
14. Kurang pengetahuan mengenai kondisi berhubungan dengan kurang pemajanan
informasi, kurang mengingat.
4. Evaluasi
Dx 1 : Tidak terjadi peningkatan TIK
Dx 2 : Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
Dx 3 : Jalan nafas klien paten
Dx 4 : Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuan
Dx 5 : Meningkatnya persepsi sensorik
Dx 6 : Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal\
Dx 7 : Klien tidak mengalami konstipasi
Dx 8 : Klien mampu mengontrol eliminasi urinnya
Dx 9 : Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Dx 10 : Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Dx 11 : Tidak terjadi ketidakseimbangan nutrisi
Dx 12 : Klien mengungkapkan penerimaan pada dirinya.
Dx 13 :Klien melaporkan nyeri berkurang/terkontrol
Dx 14 :Klien berpartsisipasi dalam proses belajar, dan mengungkapkan pemahan tentang
kondisinya.
DAFTAR PUSTAKA