Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN STROKE NON

HAEMORAGIK (SNH)
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN STROKE NON HAEMORAGIK (SNH)

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Stroke didefinisikan sebagai suatu manifestasi klinis gangguan peredaran darah
otak yang menyebabkan deficit neurologis sebagai akibat iskemia atau hemoragi
sirkulasi saraf otak. (IPD edisi IV,2007).
SNH sering juga disebut cerebro vaskuler accident (CVA) yaitu gangguan fungsi
syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul
secara mendadak atau cepat dengan tanda atau gejala yang sesuai dengan daerah
yang teerganggu (Harsono, 2000).
Stroke Non Haemoragik (SNH) juga didefinisikan sebagai defisit neurologis fokal
yang mempunyai awitan mendadak dan berlangsung 24 jam dimana diakibatkan
oleh gangguan aliran darah di otak (Hudak & Gallo, 1997).
Stroke Non Haemoragik (SNH) adalah cedera otak yang berkaitan dengan
obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum
atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh (Pahria, 2004).
Stroke Non Haemoragik (SNH) merupakan gangguan sirkulasi cerebri yang dapat
timbul sekunder dari proses patologis pada pembuluh misalnya : trombus, embolus
atau penyakit vaskuler dasar seperti artero sklerosis dan arteritis yang mengganggu
aliran darah cerebral sehingga suplai nutrisi dan oksigen ke otak menurun yang
menyebabkan terjadinya infark (Price,2006).
Stroke Non Hemoragik juga disebut sebagai stroke iskemik yaitu penyumbatan
yang bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri menuju ke otak
(Wikipedia, 2009).
Gambar. 1 Stroke Non Hemoragik (SNH)

2. Epidemiologi/ Insiden Kasus


Stroke adalah penyebab kematian ketiga pada orang dewasa dan lansia di
Amerika Serikat. Angka kematian setiap tahun akibat stroke lebih dari 200.000.
Insiden stroke secara nasional diperkirakan adalah 750.000 per tahun. Dua per tiga
kasus stroke terjadi pada orang yang berusia lebih dari 65 tahun. Berdasarkan data
dari seluruh dunia, penyakit stroke adalah penyebab kematian tersering pertama
dan kedua dan menempati urutan kelima dan keenam sebagai penyebab
kecacatan (Price, 2006).
Stroke iskemik merupakan salah satu penyakit dengan angka kematian yang
tinggi. Angka kematian tersebut berbeda antara populasi kulit hitam dan kulit
putih. Angka kematian pada pria kulit hitam adalah 50,9 per 100.000 populasi dan
39,2 per 100.000 wanita kulit hitam. Sedangkan angka kematian pada pria kulit
putih adalah 26,3 per 100.000 dan 22,9 per 100.000 pada wanita kulit putih. Alasan
yang tepat mengenai perbedaan ini tidak diketahui dengan pasti, tetapi
diperkirakan bahwa faktor genetik, geografi dan budaya ikut berpengaruh
(Wikipedia, 2009).
Jumlah penderita stroke di Indonesia kian meningkat dari tahun ke tahun.
Sekitar 28,5% penderita penyakit stroke di Indonesia meninggal dunia.
Berdasarkan hasil laporan bagian Rekam Medis RS Sanglah Denpasar, didapatkan
data pasien yang menderita stroke tahun 2002 sebagai berikut : pasien yang rawat
inap 659 orang, dimana 310 orang (47%) diantaranya dengan SH, 349 orang (53%)
dengan SNH dengan jumlah pasien meninggal dunia 149 orang, rawat jalan
sebanyak 1482 orang. Tahun 2003, pasien rawat inap dengan stroke 738 orang,
dirawat dengan SH sebanyak 340 orang (47%), SNH 398 orang (54%) dan yang
meninggal dunia 129 orang, dirawat jalan sebanyak 1409 orang.Tahun 2004 rawat
inap sebanyak 662 orang, dirawat dengan SH 255 orang (44,6%), dengan SNH 367
orang (55,4%), meninggal dunia 107 orang, pasien rawat jalan 1528 orang. Data di
atas menunjukkan tingginya angka kejadian SNH dibanding SH.
3. Etiologi
Menurut Smeltzer, 2002 penyebab stroke non hemoragic yaitu:
a. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran darah
ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan menyebabkan kongesti dan
radang. Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema
dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang
tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis
dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebral. Tanda
dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
b. Embolisme cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian
tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,
lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat
dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik
c. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak)

Pendapat lain dikemukakan oleh Junaidi, 2006 yang menyatakan ada beberapa
etiologi lain yang dapat menyebabkan terjadinya stroke non hemorhagik, antara
lain :
a. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak) yang
kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Endapan yang terbentuk
menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah sehingga mengganggu aliran
darah.
b. Emboli
Benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam sirkulasi darah. Biasanya
benda asing ini berasal dari trombus yang terlepas dari perlekatannya dalam
pembuluh darah jantung, arteri atau vena.
c. Infeksi
Peradangan juga dapat menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama
yang menuju otak. Yang mampu berperan sebagai faktor risiko stroke adalah
tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis, dan in feksi cacing.
d. Obat-obatan
Ada beberapa obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti
amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah otak.
e. Hipotensi atau hipertensi.
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan.
Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun.
Sedangkan Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun
menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah
maka timbullah perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak
menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel – sel otak
akan mengalami kematian.

Gambar 2. Penyebab SNH (Trombosis)

4. Faktor Resiko Pada Stroke


Menurut Smeltzer, 2002 faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke non
hemoragi yaitu:
a. Hipertensi
Merupakan factor resiko utama. Pengendalian hipertensi adalah kunci
utama mencegah stroke. Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang
potensial. Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun
menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah
maka timbullah perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak
menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel – sel otak
akan mengalami kematian.
b. Penyakit kardiovaskuler, embolisme serebral yang berasal dari jantung, penyakit
arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas
irama (khususnya fibrasi atrium), penyakit jantung kongestif.
Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke. Faktor
risiko ini akan menimbulkan hambatan/sumbatan aliran darah ke otak
karena
jantung melepas gumpalan darah atau sel – sel/jaringan yang telah mati
ke
dalam aliran darah. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak
output dan menurunkan aliran darah ke otak. Ddisamping itu dapat
terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan
pembuluh darah.
c. Kolesterol tinggi
Meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama low density lipoprotein
(LDL), merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya arteriosklerosis
(menebalnya dinding pembuluh darah yang kemudian diikuti penurunan
elastisitas pembuluh darah). Peningkatan kad ar LDL dan penurunan kadar
HDL (High Density Lipoprotein) merupakan faktor risiko untuk terjadinya
penyakit jantung koroner.
d. Infeksi
Peradangan juga dapat menyebabkan menyempitnya pembuluh darah,
terutama yang menuju otak. Yang mampu berperan sebagai faktor risiko
stroke adalah
tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis, dan in feksi cacing.
e. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung. Pada obesitas dapat
terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat mengakibatkan
gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak.
f. Peningkatan hemotokrit meningkatkan resiko infark serebral
g. Diabetes,
Terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah
Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang
berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan menyempitkan
diameter pembuluh darah tadi dan penyempitan tersebut kemudian akan
mengganggu kelancaran aliran ke otak, yang pada akhirnya akan menyebabkan
infark sel – sel otak.
h. Kontrasepsi oral (khusunya dengan disertai hipertensi, merokok, dan estrogen
tinggi)
i. Merokok, merokok merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya infark
jantung.Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin
sehingga terjadi aterosklerosis.
j. Usia, merupakan foktor resiko independen terjadinya strok, dimana
refleks sirkulasi sudah tidak baik lagi.
k. Penyalahgunaan obat (kokain)
l. Konsumsi alkohol
m. Faktor keturunan / genetic

5. Kalsifikasi
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik adalah :
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak sepintas
dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih dari 24 jam.
b. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3 minggu
c. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal dalam
beberapa jam sampe bbrpa hari
d. Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal
dalam beberapa jam sampai bbrapa hari
e. Completed Stroke (infark serebri)
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan
peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa memburuk lagi.

Sedangkan secara patogenitas Stroke iskemik (Stroke Non Hemoragik)


dapat dibagi menjadi
a. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena trombosis
di arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteri serebri media. Permulaan
gejala sering terjadi pada waktu tidur,atau sedang istrirahat kemudian berkembang
dengan cepat,lambat laun atau secara bertahap sampai mencapai gejala maksimal
dalam beberapa jam, kadang-kadang dalam beberapa hari (2-3 hari), kesadaran
biasanya tidak terganggu dan ada kecendrungan untuk membaik dalam beberapa
hari,minggu atau bulan.
b. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli yang
pada umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala terlihat sangat mendadak
berkembang sangat cepat, kesadaran biasanya tidak terganggu, kemungkinan juga
disertai emboli pada organ dan ada kecendrungan untuk membaik dalam beberapa
hari, minggu atau bulan

Gambar 4. Stroke Trombosis dan Stroke Emboli

6. Gejala Stroke
Serangan strok mungkin terjadi dengan atau tanpa peringatan serangan iskemik
temporer (TIA) sebelumnya.
a. Rasa pusing
b. Berkunang-kunang
c. Serangan Jatuh (jatuh yang disebabkan oleh suatu kelemahan muscular secara
tetap pada kaki tanpa adanya perubahan)
d. Perubahan prilaku dan memori
Itu semua mungkin merupakan gejala stroke yang akan terjadi segera, dan
merupakan gejala yang memerlukan perhatian dengan segera.

7. Manifestasi Klinis
Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologik, gejala muncul akibat
daerah otak tertentu tidak berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke tempat
tersebut, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat),
ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori). Gejala tersebut antara lain :
a. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala
b. Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control
volunter terhadap gerakan motorik. Di awal tahapan stroke, gambaran klinis yang
muncul biasanya adalah paralysis dan hilang atau menurunnya refleks tendon
dalam
c. Dysphagia
d. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang di pengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi.
Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi
dapat dimanifestasikan oleh hal berikut; disartria (kesulitan berbicara), disfasia
atau afasia (gangguan berbicara karena gangguan pada otak), apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya).
e. Gangguan persepsi
Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat
mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual-spasial
dan kehilangan sensori. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat
pada pasien dengan hemiplegia kiri. Pasien mungkin tidak dapat memakai pakaian
tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
tubuh.Untuk membantu pasien ini, perawat dapat mengambil langkah untuk
mengatur lingkungan dan menyingkirkan perabot karena pasien dengan masalah
persepsi mudah terdistraksi. Akan bermanfaat dan memberikan pengingat lembut
tentang di mana objek ditempatkan. Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa
kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan
propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta
kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil dan auditorius
f. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis
Bila kerusakan terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori atau
fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat
ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan
kurang motivasi yang menyebabkan pasien ini menghadapi masalah frustasi dalam
program rehabilitasi mereka. Masalah psikologik lain juga umum terjadi dan
dimanifestasikan oleh labilitas emosional, bermusuhan, frustasi, dendam
dan kurang kerjasama.
g. Disfungsi Kandung Kemih
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarius sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan
postural. Kadang-kadang setelah stroke kandung kemih menjadi atonik, dengan
kerusakan sensasi dalam respon terhadap pengisian kandung kemih. Kadang-
kadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang. Selama periode
ini dilakukan kateterisasi interminten dengan teknik steril. Ketika tonus otot
meningkat refleks tendon kembali, tonus kandung kemih meningkat dan spastisitas
kandung kemih dapat terjadi.
h. Defisit neurologik stroke manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut :
No Defisit neurologi Manifestasi
1. Defisit lapang
penglihatan a) Tidak menyadari orang atau objek, mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak
a) Homonimus b) Kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari objek atau batas objek.
c) Penglihatan ganda
Hemlanopsia

b) Kehilangan
penglihatan perifer
c) Diplopia
2. Defisit Motorik
a) Hemiparesis a) Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada
sisi yang sama.
b) Hemiplegia b) Paralisis wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama.
c) Berjalan tidak mantap, tidak mampu menyatukan kaki.
c) Ataksia d) Kesulitan dalam membentuk kata
e) Kesulitan dalam menelan.
d) Disatria
e) Disfagia
3. Defisit sensori : Kesemutan
Parastesia
4. Defisit verbal
a) Fasia ekspresif a) Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami
b) Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mampu berbicara tapi tidak masuk akal
b) Fasia reseptif c) Kombinasi afasia reseptif dan ekspresif

c) Afasia global

5. Defisit kognitif Kehilangan memori jangka pendek dan panjang, penurunan lapang perhatian,
dan perubahan penilaian.
6. Defisit Emosional Kehilangan kontrol diri, labilitas emosional, depresi, menarik diri, takut, berm
8. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis, pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara persistem (B1-B6)
dengan focus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
a. Keadaan umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan bicara
yaitu sulit dimengerti kadang tidak bisa bicara dan pada tanda-tanda vital : tekanan
darah meningkat dan denyut nadi bervariasi
b. B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi
bunyi napas tambahan seperti ronki pada klien dengan peningkatan produksi secret
dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien strok
dengan penurunan tingkat kesadaran (koma).
Pada klien dengan tingkat kesadaran komposmentis, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi torak didapatkan taktil vremitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.

c. B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok hipovolemik)
yang sering terjadi pada klien strok dimana refleks sirkulasi sudah tidak baik lagi.
Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi massif
(tekanan darah >200mmHg)
d. B3 (Brain)
Disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara. Atraksia (ketidakmampuan dalam melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya
Lobus frontal : kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan Stroke
menyebabkan berbagai deficit neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan aliran
darah kolateral (sekunder dan aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik
sepenuhnya. Peningkatan B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada system lainnya

 Pengkajian tingkat kesadaran


Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat
keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah indicator yang paling
sensitive untuk disfungsi system persarafan. Beberapa system digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien strok biasanya berkisar pada tingkat
latergi, stupor dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka
penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan
evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
 Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus
frontal dan hemisfer

 Ekspresi Status mental


Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara. ekspresi wajah dan aktivitas
motorik klien. Pada klien strok tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
 Fungsi intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun
jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa
kasus klien mengalami brain damage yang kesulitan untuk mengenal persamaan
dan perbedaan yang tidak begitu nyata
 Kemapuan bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung pada daerah lesi yang mempengaruhi
fungsi serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior
dari girus temporallis superior (area wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu
klien tidak dapat memahami bahasa lisan dan bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada
bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broka) didapatkan disfagia
ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan
bicaranya tidak lancar. Disatria (kesulitan berbicara, ditunjukkan dengan bicara
yang sulit dimengerti yang jika kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas,
memori atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi
ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam
pemahaman, lupa dan kurang motivasi yang menyebabkan klien ini menghadapi
masalah prustasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan
mungkin diperberat oleh respon alamiah klien terhadap penyakit katastrofik
ini.Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi
yang labil, permusuhan, prustasi, dendam dan kurang kerjasama.
 Hemisfer
Strok hemisfer kanan didapatkan hemiparase sebelah kiri tubuh, penilaian buruk
dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh
ke sisi berlawanan tersebut. Pada strok hemisfer kiri, mengalami hemiparese
kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah
kanan, disfagia global, afasia dan mudah frustasi.
 Pengkajian saraf cranial
ini meliputi pemerikasaan saraf cranial I – XII
- Saraf I
Biasanya pada klien stroke tidak ada kalinan pada fungsi penciuman
- Saraf II
Disfungsi persepsi fisual karena gangguan jara sensori primer diantara mata dan
kortek fisual. Gangguan hubungan fisual- spasial (mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien denga hemiplegia kiri.
Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidak
mampuan dalam menyocokkan pakaian ke bagian tubuh
- Saraf III, IV dan VI
Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi otot -otot okularis
didpatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit
- Saraf V
Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus, penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi
ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus
- Saraf VII
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
- Saraf IX dan X
Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut
- Saraf XI
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius
- Saraf XII
Lidah simetris, terdapat defiasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan
normal
 Pengkajian system motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunteer terhadap gerakan motorik, oleh karena UMM bersilangan, gangguan
control motor volunteer dapat menunjukkan kerusakan pada UMM di sisi yang
berlawanan dari otak.
- Inspeksi umum didpatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh
adalah tanda yang lain.
- Fasikulasi didapatkan pada oot-otot ekstremitas
- Tonus otot didapatkan meningkat
- Kekuatan otot pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan otot pada
sisi sakit didapatkan tingkat nol
- Keseimbangan dan koordinasi didapatkan mengalami gangguan karena
hemiparese dan hemiplegia.
Refleks
Pemerikasaan reflek terdiri atas pemerikasaan reflek profunda dan pemeriksaan
reflek patologis
- Pemeriksaan reflek profunda : pengetukan pada tendon, ligamnetum atau
periosteum derajat reflek pada respon normal
- Pemeriksaan reflek patologis : pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh
akan menghilang setelah beberapa hari reflek fisiologis akan muncul kembali
didahului dengan reflek patologis
- Gerakan involunter tidak ditemukan adanya tremor, TIC dan distonia. Pada
keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum terutama pada anak
dengan stroke disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan
sekunder apabila areal fokal kortika yang peka
ystem sensori ;
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada pasien terdapat ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepesi fisual karena gangguan jarak
sensori primer diantara mata dan kortek fisual.
Gangguan hubungan fisual spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek
dengan area spasial) sering terlihat pada klien hemiplagia kiri. Klien mungkin tidak
dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan mencocokkan
pakaian ke bagian tubuh. Kehilangan sensoro stroke dapat berupa kerusakan
sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangn propriosepsi
(kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh serta kesulitan
dalam menginterpretasikan stimuli fisual, taktil dan audiotorius).
e. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan
untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan
postural. Kadang control sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama
periode ini dilakukan katerisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
f. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
g. B6 (Bone)
Stroke merupakan penyakit yang mengakibatkan kehilangan control volunteer
terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor volunteer pada salah satu sisi
tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang
berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis
pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika kekurangan
O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan
buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah
yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas
dan istirahat.

9. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan untuk menunjukan adanya hematoma, infark dan perdarahan : sub
dural, sub aracnoid, intra cerebral. edema, dan iskemia
b. EEG (Elektro Ensofalogram) : Mengidentifikasi area lesi dan gelombang listrik
dan dapat membantu dalam menentukan lokasi gelombang delta lebih lambat di
daerah yang mengalami gangguan.
c. Scan resonan magnetic (MRI) lebih sensitive dari CT Scan dalam mendeteksi
infark serebri dini dan infark batang otak, kelainan arteri venous
d. Pemeriksaan mata (Obtalmuskopy) menunjukan tanda-tanda tekanan darah tinggi
dan pengapuran arteri yang menuju arteri.
e. Angiografi atau foto sinar X dari pembuluh darah otak menunjukan pembuluh
yang melokalisasi tempat yang mengalami penyempitan atau rusak. membantu
menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi
arteri.
f. Lumbal Punksi : Pada perdarahan Sub Arachnoid dan intra cerebral cairan cerebro
spinal. Menunjukan adanya tekanan normal. Tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukan adanya perdarahan.
10. Penatalaksanaan
a. Phase Akut :
- Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan
sirkulasi.
- Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop. Pemberian ini
diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / emobolik.
- Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari
flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
- Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
- Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala
tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang.
b. Post phase akut :
- Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
- Program fisiotherapi
- Penanganan masalah psikososial
11. Komplikasi
a. Hipoxia serebral, diminimalkan dengan memberikan oksigen ke darah yang
adekuat ke otak, pemberian oksigen, suplemen dan mempertahankan hemoglobin
dan hematokrit pada tingkat dapat di terima akan membantu dalam
mempertahankan oksigen jaringan.
b. Aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung dan
integritas pembuluh darah serebral. Hipertensi atau hipotensi eksterm perlu di
hindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi
meluasnya area cedera.
c. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium.
Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan
aliran darah serebral.
d. Pneumonia terjadi akibat gangguan pada gerakan menelan. Mobilitas dan
pengembangan paru serta batuk yang parah setelah serangan stroke, maka dapat
terjadi peradangan di dalam rongga dada dan kadang-kadang pnemonia.
e. Dekubitus, karena penderita mengalami kelumpuhan dan kehilangan
perasaannya. Dekubitus selalu menjadi ancaman khususnya di daerah bokong,
panggul, pergelangan kaki, tumit bahkan telinga.
f. Kejang atau konvulsi, serangan ini lebih besar kemungkinannya terjadi bila
korteks serebri sendiri telah terkena dari pada serangan stroke yang mengenai
struktur otak yang lebih dalam.
g. Vasospasme, terjadi stroke hemorogic juga sebelum pembedahan. Pada individu
dengan aneurisme biasanya terjadi dari 3-12 hari setelah hemoragi subaraknoid.
h. Hidrosefalus, menandakan adanya ketidakseimbangan antara pembentukan dan
reabsorbsi dari CSS. Hidrosefalus terjadi pada 15-20 % pasien dengan hemoragi
subaraknoid.
i. Disritmia, karena darah dalam CSS yang membasahi batang otak mengiritasi
area tersebut. Batang otak mempengaruhi frekuensi jantung sehingga adanya iritasi
kimia, dapat mengakibatkan ketidakteraturan ritme jantung.

12. Pencegahan
Untuk mengurangi risiko stroke.
1. Periksa tekanan darah secara rutin.
Tingkat tekanan darah adalah faktor paling dominan pada semua jenis stroke.
Makin tinggi tekanan darah makin besar risiko terkena stroke. Jika tekanan darah
meningkat, segera konsultasikan dengan seorang dokter. Tekanan darah yang harus
diwaspadai adalah jika angka tertinggi di atas 135 dan angka terbawah adalah 85.
2. Waspadai gangguan irama jantung (attrial fibrillation)
Detak jantung tidak wajar menunjukkan perubahan fungsi yang mengakibatkan
darah terkumpul dan menggumpal di dalam jantung. Detak jantung yang mampu
menggerakkan gumpalan darah sehingga masuk pada aliran darah itu
mengakibatkan stroke. Gangguan irama jantung dapat dideteksi dengan menilai
detak nadi.
3. Berhenti merokok dan anti alcohol
Rokok dapat meningkatkan risiko stroke dua kali lipat. Sebagaimana rokok,
alkohol dapat meningkatkan risiko stroke dan penyakit lain seperti liver.
4. Periksa kadar kolesterol dalam tubuh
Mengetahui tingkat kolesterol dapat meningkatkan kewaspadaan stroke. Kolesterol
tinggi mengarah pada risiko stroke. Jika kolesterol tinggi, maka segeralah untuk
menurunkannya dengan memilih makanan rendah kolesterol. Agar kolesterol
dalam tubuh tidak berlebihan, maka gantilah asupan lemak jenuh dengan asupan
asam lemak tak jenuh, seperti: omega 3, 6 dan 9.
5. Kontrol kadar gula darah
Diabetes mampu meningkatkan risiko stroke. Jika Anda penderita diabetes,
konsultasilah dengan seorang dokter mengenai makanan dan minuman yang bisa
dikonsumsi untuk menurunkan gula darah.
6. Olahraga teratur
jalan cepat minimal 30 menit sehari bisa menurunkan risiko stroke. Anda juga bisa
melakukan olahraga renang, sepeda, dansa, golf, atau tenis atau senam ringan perlu
dan akan membuat jantung lebih kuat dan meningkatkan sirkulasi, Latihan fisik
seperti joging, berenang, berjalan, melompat, yoga dan kebun mengurangi risiko,
baik stroke dan penyakit jantung. Pilih olahraga yang Anda sukai dan lakukan
secara teratur tiga kali seminggu.

7. Konsumsi garam rendah sodium dan diet lemak


Kurangi konsumsi garam bersodium tinggi. Sebaliknya konsumsilah buah,
sayuran, dan gandum untuk mengurangi risiko stroke.
8. Waspadai gangguan sirkulasi darah
Stroke berkaitan dengan jantung, pembuluh arteri dan vena. Tiga bagian ini
penting bagi sirkulasi darah ke seluruh tubuh, termasuk dan jantung ke otak.
Ketika terdapat tumpukan lemak yang menghambat aliran, maka risiko stroke
meningkat. Masalah ini dapat diobati. Operasi pula mampu mengatasi tumpukan
lemak yang menghambat pembuluh arteri. (www.rumahfarmasi.com)

13. Prognosis
Prognosis stroke sulit dipastikan karena ada yang sembuh dan dapat beraktifitas
semula namun ada yang cacat sisa bahkan ada juga yang meninggal. Prognosis
stroke ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain : lokasi dan luas area
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), umur, tipe stroke, cepat lambatnya
penanganan serta kerjasama tim medis dengan pasien dan keluarga.
Bila pasien bisa mengatasi serangan akut, mempunyai prognosis yang baik dan
dengan rehabilitasi yang aktif, banyak pasien dapat beraktifitas dengan sendiri
tanpa ketergantungan dari orang lain.
14. Patofisiologi
Otak menerima aliran darah dengan fungsi yang normal, serta membutuhkan
oksigen dan glukosa. Secara umum aliran darah sangat penting untuk pergerakan
sampah dari metabolic, karbon dioksida, dan laksit aksid. Jika aliran darah otak
berhenti maka otak dapat tercemar. Segala proses dari autoregulasi serebral aliran
darah memenuhi angka rata-rata 750 ml/menit dalam respon perubahan tekanan
darah atau perubahan karbon dioksida arteri serebral menjadi dilatasi atau
kontriksi.
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow
(CBF) yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat
dan durasi penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan
berhubungan dengan jejas yang terjadi. Jika suplai darah ke otak
terganggu selama 30 detik, maka metabolisme di otak akan berubah.
Setelah satu menit terganggu, fungsi neuron akan berhenti. Bila 5 menit
terganggu dapat terjadi infark. Bagaimanapun, jika oksigenasi ke otak
dapat diperbaiki dengan cepat, kerusakan kemungkinan bersifat
reversibel.
Stoke Non Haemoragik (SNH) dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis
serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di
pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umummnya
baik.Dalam keadaan iskemik, kadar kalium akan meningkat disertai penurunan
ATP dan kreatin fosfat. Akan tetapi, perubahan masih bersifat reversibel apabila
sirkulasi dapat kembali normal.
Ion kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan menyebabkan
pembengkakan sel astroglia, sehingga mengganggu transport oksigen dan bahan
makanan ke otak. Sel yang mengalami iskemia akan melepaskan glutamat dan
aspartat yang akan menyebabkan influx natrium dan kalsium ke dalam sel.
Kalsium yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan membran fosfolipid
sehingga terjadi asam lemak bebas, antara lain asam arakhidonat. Asam
arakhidonat merupakan prekursor dari prostasiklin dan tromboksan A2.
Prostasiklin merupakan vasodilator yang kuat dan mencegah agregasi trombosit,
sedangkan tromboksan A2 merangsang terjadinya agregasi trombosit.
Pada keadaan normal, prostasiklin dan tromboksan A2 berada dalam
keseimbangan sehingga agregasi trombosit tidak terjadi. Bila keseimbangan ini
terganggu, akan terjadi agregasi trombosit. Prostaglandin, leukotrien, dan radikal
bebas terakumulasi. Protein dan enzim intraseluler terdenaturasi, setelah itu sel
membengkak (edema seluler). Akumulasi asam laktat pada jaringan otak berperan
dalam perluasan kerusakan sel. Akumulasi asam laktat yang dapat menimbulkan
neurotoksik terjadi apabila kadar glukosa darah otak tinggi sehingga terjadi
peningkatan glikolisis dalam keadaan iskemia.
Fibrinogen merupakan molekul protein yang penting untuk tubuh
manusia. Ia memiliki fungsi untuk pembekuan darah. Harga fibrinogen
darah dalam tubuh normalnya antara 200-400 mg/dl. Fibrinogen
berlebihan bisa memengaruhi aliran darah sehingga kemampuan
penyediaan oksigen dalam darah bisa menurun. Darah akan menjadi
kental dan alirannya menjadi lambat. Fibrinogen, jika menyatu dengan
trombosit, bisa mencetuskan formasi bekuan darah pada pembuluh darah
arteri. Selanjutnya, ia bisa berubah menjadi fibrin dan hasil akhirnya
terjadi pembekuan darah. Fibrinogen bersamaan dengan kolesterol LDL
bisa pula membentuk endapan aterosklerosis yang akhirnya menyumbat
pembuluh darah arteri. Misalnya, pada pembuluh darah koroner jantung.
Stroke juga dimungkinkan terjadi terkait bekuan darah arteri otak yang
diakibatkan penurunan aliran darah ke otak. Atas dasar berbagai hal di
atas, sangat penting menurunkan kadar fibrinogen supaya risiko bekuan
darah yang tidak normal pada pembuluh darah arteri berkurang.
Fibrinogen yang berlebihan dalam jangka panjang bisa bertindak sebagai
bahan aktif untuk terbentuknya pengapuran pembuluh darah. Jika terjadi
pada pembuluh darah otak, hal itu bisa menyebabkan stroke. Meski
begitu, fibrinogen bukan satu-satunya penyebab stroke. Banyak pula
faktor pencetus lain seperti diabetes, tekanan darah tinggi, dyslipidemia,
rokok, obesitas, dan umur yang lanjut.
Tingginya fibrinogen dalam tubuh bisa juga disebabkan kebiasaan
merokok. Udara yang dingin juga terkait dengan peningkatan fibrinogen
darah. Itu dibuktikan dari data penelitian di negara dengan empat musim.
Angka kejadian stroke meningkat pada musim dingin dibandingkan saat
musim panas. Faktor keturunan yang dibawa kelainan genetik juga
merupakan salah satu penyebab peningkatan fibrinogen.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Aktivitas dan istirahat
 Data Subyektif:
- Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralysis.
- Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot)
 Data obyektif:
- Perubahan tingkat kesadaran
- Perubahan tonus otot (flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia), kelemahan
umum.
- Gangguan penglihatan
b. Sirkulasi
 Data Subyektif:
- Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung ,
endokarditis bacterial), polisitemia.
 Data obyektif:
- Hipertensi arterial
- Disritmia, perubahan EKG
- Pulsasi : kemungkinan bervariasi
- Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
c. Integritas ego
 Data Subyektif:
- Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
 Data obyektif:
- Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan
- Kesulitan berekspresi diri
d. Eliminasi
 Data Subyektif:
- Inkontinensia, anuria
- Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara usus
(ileus paralitik )
e. Makan/ minum
 Data Subyektif:
- Nafsu makan hilang
- Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
- Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
- Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
 Data obyektif:
- Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring)
- Obesitas (faktor resiko)
f. Sensori neural
 Data Subyektif:
- Pusing / syncope (sebelum CVA/sementara selama TIA)
- nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid.
- Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati
- Penglihatan berkurang
- Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada
muka ipsilateral (sisi yang sama)
- Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
 Data obyektif:
- Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan ,
gangguantingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi
kognitif
- Ekstremitas : kelemahan/paraliysis (kontralateral pada semua jenis stroke,
genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam (kontralateral)
- Wajah: paralisis/parese (ipsilateral)
- Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/
kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global/
kombinasi dari keduanya.
- Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli
taktil
- Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
- Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi sisi
lateral
g. Nyeri / kenyamanan
 Data Subyektif:
- Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
 Data obyektif:
- Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
h. Respirasi
 Data Subyektif:
- Perokok ( factor resiko )
 Tanda:
- Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas
- Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur
- Suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
i. Keamanan
 Data obyektif:
- Mottrik/sensorik : masalah dengan penglihatan
- Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang
kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
- Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah
dikenali
- Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu
tubuh
- Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang
kesadaran diri
j. Interaksi social
 Data obyektif:
- Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
k. Pengajaran / pembelajaran
 Data Subjektif :
- Riwayat hipertensi keluarga, stroke
- Penggunaan kontrasepsi oral

l. Pertimbangan rencana pulang


- Menentukan regimen medikasi / penanganan terapi
- Bantuan untuk transportasi, shoping , menyiapkan makanan , perawatan diri dan
pekerjaan rumah
(Sumber : Doenges, 2000).

2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa yang mungkin muncul adalah :
1. PK : peningkatan TIK berhubungan dengan adanya edema serebral
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral,
gangguan oklusif, vasospasme serebral, edema serebral
3. Ketidakefektipan bersihan jalan nafas berhubungan dengan kemampuan batuk
menurun dan peningkatan produksi sekret
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia
5. Perubahan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan disfungsi persepsi
visual dan penurunan sensori
6. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada
area bicara di hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otot facial/oral.
7. Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat.
8. Gangguan eliminasi urin (inkontinensia urin) berhubungan dengan disfungsi
kandung kemih dan saluran pencernaan.
9. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
10. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
11. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
intake nutrisi tidak adekuat.
12. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial dan
perseptual kognitif.
13. Nyeri akut berhubungan dengan edema serebral, peningkatan tekanan
intrakranial.
14. Kurang pengetahuan mengenai kondisi berhubungan dengan kurang pemajanan
informasi, kurang mengingat.

4. Evaluasi
Dx 1 : Tidak terjadi peningkatan TIK
Dx 2 : Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
Dx 3 : Jalan nafas klien paten
Dx 4 : Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuan
Dx 5 : Meningkatnya persepsi sensorik
Dx 6 : Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal\
Dx 7 : Klien tidak mengalami konstipasi
Dx 8 : Klien mampu mengontrol eliminasi urinnya
Dx 9 : Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Dx 10 : Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Dx 11 : Tidak terjadi ketidakseimbangan nutrisi
Dx 12 : Klien mengungkapkan penerimaan pada dirinya.
Dx 13 :Klien melaporkan nyeri berkurang/terkontrol
Dx 14 :Klien berpartsisipasi dalam proses belajar, dan mengungkapkan pemahan tentang
kondisinya.

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, arif .2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :FKUI


Anonim. 2010. Hidup Sehat. Available
at http://hidupsehatlah.wordpress.com/2010/02/14/stroke/(Diakses,30 Oktober
2010)
Anonim. 2009. Ischemic Stroke. Available at
: http//www.wikipedia.org/ischemic_strok.
(Diakses, 30 Oktober 2010)
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
Guyton, Arthur C., dkk. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta:
EGC
Harsono. 2000. Buku Ajar : Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press
Hudak C.M.,Gallo B.M. 1997. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba Medika
Price S.A.2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :
EGC
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta : EGC
Tuti Pahria, dkk. 2004. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai