PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus,
atau oleh keduanyan disebut pioderma. Penyebab utamanya ialah
Staphylococcus aureus dan Streptococcus B hemolyticus, sedangkan
Staphylococcus epidermidis merupakan penghuni normal di kulit dan jarang
menyerang infeksi. Faktor predisposisi pioderma adalah hygiene yang
kurang, menurunnya daya tahan tubuh, dan telah ada penyakit lain di kulit.
salah satu bentuk pyoderma adalah selulitis.
Selulitis adalah peradangan akut terumata menyerang jaringan
dermis dan subkutis. faktor risiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma
local (robekan kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pembuluh vena
maupun pembuluh getah bening. lebih dari 40% penderita selulitis memiliki
penyakit sistemik. Penyakit ini biasanya didahului trauma, karena itu tempat
predileksinya di tungkai bawah. Gejala prodomal selulitis adalah demam
dan malaise, kemudian diikuti tanda-tanda perdangan yaitu tumor (bengkak),
dolor (nyeri), rubor (kemerahan), dan kalor (teraba hangat) pada area
tersebut.
Selulitis berasal dari kata “cellule” yaitu susunan tingkat sel, dan
kata “itis” yaitu peradangan, yang berarti adanya peradangan yang ternyata
pada suatu tingkatan sel. Pengertian lain dari selulitis adalah suatu kelainan
kulit berupa infiltrat yang difus di daerah subkutan dengan tanda-tanda
radang akut. Selulitis merupakan inflamasi jaringan subkutan dimana proses
inflamasi yang umumnya dianggap sebagai penyebab adalah bakteri
Streptococcus (Mutaqqin,2013). Selulitis adalah infeksi bakteri yang
menybear ke dalam bidang jaringan (Brunner dan Suddarth, 2000). Selulitis
adalah infeksi streptokus, stapilokus akut dari kulit dan jaringan subkutan
biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang robek pada
1
kulit, meskipun demikian hal ini dapat terjadi tanpa bukti sisi entri dan ini
biasanya terjadi pada ekstermitas bawah (Tucker, 2008).
Faktor risiko terjadinya infeksi ini adalah trauma local (robekan
kulit), luka terbuka di kulit, atau gangguan pembuluh darah vena maupun
limfe. Di Indonesia, kasus ini merupakan penyakit yang harus diperhatikan
karena masih terjadi di lingkungan masyarakat. Kondisi infeksi yang terjadi
pada kasus selulitis menyebabkan masa perawatan yang cukup lama.
Selulitis yang tidak mendapat penatalaksanaan yang tepat dapat
menimbulkan beberapa komplikasi diantaranya yaitu limfangitis,
elephantiasis, rekuensi, abses subkutan, gangrene, bahkan komplikasi yang
fatal berupa kematian.
Klien lansia memiliki risiko lebih tinggi terhadap selulitis akibat
penurunan resistansi karena diabetes, malnutrisi, terapi steroid, atau adanya
luka atau ulkus. Faktor predisposisi lain meliputi adanya edema dan
inflamasi kulit lain atau luka (misalnya tinea, eksim, luka bakar, trauma).
Sehubungan dengan mendapatkan kasus pasien dengan gangguan
sistem integument selulitis penulis membuat asuhan keperawatan pada
pasien terkait dengan selulitis.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan pembuatan laporan ini adalah untuk memenuhi salah
satu tugas Praktik Klinik Keperawataa III untuk mengetahui tindakan
keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem integumen akibat
peradangan akut pada pedis sinistra yaitu selusitis pedis sinistra.
C. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan laporan kasus ini yaitu
observasi dimana penulis mendapatkan data dari pasien dan informasi dari
buku-buku referensi, studi kasus di Ruangan Rafael serta proses konsul
kepada dosen pembimbing.
2
D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada laporan kasus ini terdiri dari BAB I yaitu
Pendahuluan yang terdiri dari, Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Metode
Penulisan serta Sistematika Penulisan. BAB II yaitu Tinjauan Teoritis yang
terdiri dari Definisi, Anatomi Fisiologi, Etiologi, Klasifikasi, Patofisiologi,
Manifestasi Klinis, Komplikasi, Pemeriksaan Diagnostik, Penatalaksanaan,
Pencegahan dan Asuhan Keperawatan. BAB III yaitu Tinjauan Kasus yang
terdiri dari Data Pasien dan Asuhan Keperawatan (pengkajian, diagnosa
keperawatan, asuhan keperawatan, implementasi dan evaluasi, serta catatan
perkembangan). BAB IV yaitu Pembahasan mengenai data pasien yang
didapatkan dengan tinjauan teori yang ada. BAB V yaitu PENUTUP yang
terdiri dari Simpulan dan Saran.
3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Menurut Muttaqin Arif (2013), selulitis merupakan inflamasi
jaringan subkutan dimana proses inflamasi yang umumnya dianggap
sebagai penyebab adalah bakteri Streptococcus.
Menurut Kimberly (2012), selulitis adalah infeksi dermis dan
jaringan subkutan akut yang menyebabkan inflamasi sel, dapat
mengakibatkan kerusakan kulit seperti gigitan atau luka, prognosis biasanya
baik dengan terapi teratur, dengan penyakit lainnya seperti diabetes
meningkatkan resiko terbentuknya selulitis atau penyebaran selulitis.
Menurut Tucker (2008), selulitis adalah infeksi streptokus,
stapilokus akut dari kulit dan jaringan subkutan biasanya disebabkan oleh
invasi bakteri melalui suatu area yang robek pada kulit, meskipun demikian
hal ini dapat terjadi tanpa bukti sisi entri dan ini biasanya terjadi pada
ekstermitas bawah.
Menurut Brunner dan Suddarth (2000), selulitis adalah infeksi
bakteri yang menyebar kedalam bidang jaringan.
Menurut Manjoer, Arief (2000), selulitis adalah inflamasi supuratif
yang juga melibatkan sebagian jaringan subkutan.
Jadi menurut penulis, selulitis adalah infeksi pada kulit yang
disebabkan oleh bakteri stapilokokus aureus, streptokous grup A dan
streptokokus piogenes. Dengan mempunyai karakteristik peradangan pada
supuratif sampai di jaringan subkutis, mengenai pembuluh limfe bagian
permukaan dan batas tidak jelas.
4
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi Sistem Integumen
Menurut Mutaqqin Arif (2013), sistem integument (terutama
kulit) merupakan suatu masa atau jaringan terbesar di tubuh, kulit
bekerja melindungi struktur-struktur dibawahnya dan berfungsi sebagai
cadangan kalori, kulit mencerminkan emosi dan stress yang dialami.
5
daya tahan tinggi, serta tidak larut dalam air. Keratin mencegah
hilangnya air tubuh dan melindungi epidermis dari iritan atau
mikroorganisme penyebab infeksi, keratin adalah komponen utama
apensiks kulit : Rambut dan kuku (Craven, 2000 In : Muttaqin Arif,
2013).
Melanosit (sel Pigmen) terdapat di bagian dasar epidermis,
melanosit menyintesis dan mengeluarkan melanin sebagairespon
terhadap rangsangan hormon hipofisis anterior, hormon perangsang
melanosit (melanocyte stimulating hormon, MSH). melanosit
merupakan sel-sel khusus epidermis yang terutama terlibat dalam
produksi pigmen melanin yang mewarnai kulit dan rambut.
Sel imun, yang disebut sel langerhans, terdapat disaluran
epidermis, sel langerhans mengenali partikel asing atau
mikroorganisme yang masuk kekulit dan membangkitkan suatu
serangan imun. sel langerhans mungkin bertanggung jawab
mengenal dan menyinkirkan sel-sel kulit displastik atau neoplastik.
Lapisan epidermis terdiri dari :
1) Stratum Korneum (lapisan tanduk)
Lapisan kulit paling luar yang terdiri dari sel gepeng
yang mati, tidak berinti, protoplasmanya berubah menjadi
keratin (zat tanduk).
2) Stratum Lusidum
Terletak di bawah lapisan korneum, lapisan sel gepeng
tanpa inti, protoplasmanya berubah menjadi protein yang disebut
eleidin. Lapisan ini lebih jelas tampak pada telapak tangan dan
kaki.
3) Stratum Granulosum (lapisan keratohialin)
Merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng dengan sitoplasma
berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir kasar terdiri dari
keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini.
6
4) Stratum Spinosum (stratum Malphigi) atau prickle cell layer
(lapisan akanta )
Terdiri dari sel yang berbentuk poligonal, protoplasmanya
jernih karena banyak mengandung glikogen, selnya akan semakin
gepeng bila semakin dekat ke permukaan. Di antara stratum
spinosum, terdapat jembatan antar sel (intercellular bridges) yang
terdiri dari protoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan
antar jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut
nodulus Bizzozero. Di antara sel spinosum juga terdapat pula sel
Langerhans.
5) Stratum Basalis
Terdiri dari sel kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal
pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar
(palisade). Sel basal bermitosis dan berfungsi reproduktif.
6) Sel kolumnar
Protoplasma basofilik inti lonjong besar, di hubungkan
oleh jembatan antar sel.
7) Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell
Sel berwarna muda, sitoplasma basofilik dan inti gelap,
mengandung pigmen (melanosomes)
b. Lapisan Dermis (korium, kutis vera, true skin)
Dermis atau kutan (Cutaneus) merupakan lapisan kulit di
bawah epidermis dan membentuk bagian terbesar kulit dengan
memberikan kekuatan dan struktur pada kulit. Lapisan papila dermis
berada langsung di bawah epidermis dan tersusun terutama dari sel-
sel fibroblas yang dapat menghasilkan salah satu bentuk kolagen,
yaitu suatu komponen dari jaringan ikat dermis juga tersusun dari
pembuluh darah dan limfe, serabut saraf kelenjar keringat dan
sebasea, serta akar rambut.
Terdiri dari lapisan elastik dan fibrosa pada dengan elemen-
elemen selular dan folikel rambut.
7
1) Pars Papilare
Bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut
saraf dan pembuluh darah.
2) Pars Retikulare
Bagian bawah yang menonjol ke subkutan. Terdiri dari
serabut penunjang seperti kolagen, elastin, dan retikulin. Dasar
(matriks) lapisan ini terdiri dari cairan kental asam hialuronat dan
kondroitin sulfat, dibagian ini terdapat pula fibroblas. Serabut
kolagen dibentuk oleh fibroblas, selanjutnya membentuk ikatan
(bundel) yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin.
Kolagen muda bersifat elastin, seiring bertambahnya usia, menjadi
kurang larut dan makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda.
Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf, dan
mudah mengembang serta lebih elastis.
c. Lapisan Subkutis (hipodermis)
Lapisan subkutis terletak dibawah dermis. lapisan ini terdiri
atas lemak dan jaringan ikat dimana berfungsi untuk memberikan
bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan
tulang, serta sebagai peredam kejut dan insulator panas. Jaringan ini
memungkinkan mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan
penyekatan panas tubuh (Guyton, 1996 in : Muttaqin Arif, 2013).
Lapisan paling dalam, terdiri dari jaringan ikat longgar berisi
sel lemak yang bulat, besar, dengan inti mendesak ke pinggir
sitoplasma lemak yang bertambah. Sel ini berkelompok dan
dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel lemak disebut
dengan panikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di
lapisan ini terdapat saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening.
Lapisan lemak berfungsi juga sebagai bantalan, ketebalannya
berbeda pada beberapa kulit. Di kelopak mata dan penis lebih tipis,
di perut lebih tebal (sampai 3 cm).
8
Vaskularisasi di kuli diatur pleksus superfisialis (terletak di
bagian atas dermis) dan pleksus profunda (terletak di subkutis).
2. Fisiologi Kulit
a. Fungsi Proteksi
Kulit punya bantalan lemak, ketebalan, serabut jaringan penunjang
yang dapat melindungi tubuh dari gangguan :
1) Fisis/ mekanis : tekanan, gesekan, tarikan.
2) Kimiawi : iritan seperti lisol, karbil, asam, alkali kuat
3) Panas : radiasi, sengatan sinar UV
4) Infeksi luar : bakteri, jamur
9
c. Fungsi Ekskresi
Mengeluarkan zat yang tidak berguna bagi tubuh seperti
NaCl, urea, asam urat, dan amonia. Pada fetus, kelenjar lemak
dengan bantuan hormon androgen dari ibunya memproduksi sebum
untuk melindungi kulitnya dari cairan amnion, pada waktu lahir
ditemui sebagai Vernix Caseosa.
d. Fungsi Persepsi
Kulit mengandung ujung saraf sensori di dermis dan
subkutis. Saraf sensori lebih banyak jumlahnya pada daerah yang
erotik.
Badan Ruffini di dermis dan subkutis peka rangsangan panas
Badan Krause di dermis peka rangsangan dingin
Badan Taktik Meissner di papila dermis peka rangsangan
rabaan
Badan Merkel Ranvier di epidermis peka rangsangan rabaan
Badan Paccini di epidemis peka rangsangan tekanan
e. Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (termoregulasi)
Dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot
berkontraksi) pembuluh darah kulit. Kulit kaya pembuluh darah
sehingga mendapat nutrisi yang baik. Tonus vaskuler dipengaruhi
oleh saraf simpatis (asetilkolin). Pada bayi, dinding pembuluh
darah belum sempurna sehingga terjadi ekstravasasi cairan dan
membuat kulit bayi terlihat lebih edematosa (banyak mengandung
air dan Na).
f. Fungsi Pembentukan Pigmen
Karena terdapat melanosit (sel pembentuk pigmen) yang
terdiri dari butiran pigmen (melanosomes).
g. Fungsi Keratinisasi
Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan
pembelahan, sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan
berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel makin
10
menjadi gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin
lama inti makin menghilang dan keratinosit menjadi sel tanduk
yang amorf. Proses ini berlangsung 14-21 hari dan memberi
perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.
h. Fungsi Pembentukan Vitamin D
Kulit mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan
sinar matahari. Tapi kebutuhan vit D tubuh tidak hanya cukup dari
hal tersebut. Pemberian vit D sistemik masih tetap diperlukan.
C. Etiologi
D. Klasifikasi
11
3. Selulitis Difus Akut
a. Ludwig’s Angina.
Ludwig’s Angina merupakan suatu selulitis difus yang
mengenai spasia sublingual, submental, dan submandibular
bilateral, kadang-kadang sampai mengenai spasisa pharyngeal.
Selulitis dimulai dari dasar mulut. Seringkali bilateral, tetapi
hanya mengenai satu sisi/unilateral disebut Pseudophlegmon.
b. Selulitis yang berasal dari inframylohyoid
c. Selulitis Senator’s Difus Peripharingeal
d. Selulitis Fasialis Difus
e. Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnya
4. Selulitis Kronis
Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat
karena terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi.
E. Patofisiologi
12
Gambaran klinis eritema lokal pada kulit dan sistem vena serta
limfatik pada ke dua ekstremitas atas dan bawah. Pada pemeriksaan
ditemukan kemerahan yang karakteristi hangat, nyeri tekan, demam dan
bakterimia.
Selulitis yang tidak berkomplikasi paling sering disebabkan oleh
streptokokus grup A, streptokokus lain atau staphilokokus aereus, kecuali
jika luka yang terkait berkembang bakterimia, etiologi microbial yang pasti
sulit ditentukan, untuk abses lokalisata yang mempunyai gejala sebagai lesi
kultur pus atau bahan yang diaspirasi diperlukan. Meskipun etiologi abses
ini biasanya adalah stapilokokus, abses ini kadang disebabkan oleh
campuran bakteri aerob dan anaerob yang lebih kompleks. Bau busuk dan
pewarnaan gram pus menunjukkan adanya organisme campuran.
Ulkus kulit yang tidak nyeri sering terjadi. Lesi ini dangkal dan
berindurasi dan dapat mengalami infeksi. Etiologinya tidak jelas, tetapi
mungkin merupakan hasil perubahan peradangan benda asing, nekrosis dan
infeksi derajat rendah.
F. Manifestasi Klinis
1. Kemerahan
Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umunya semua
bentuk ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan
bengkak. Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat
di sekitar luka atau ulkus disertai dengan demam dan lesu. Pada
keadaan akut, kadang-kadang timbul bula. Dapat dijumpai
limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif dapat terjadi
supurasi local (flegmon, nekrosis atau gangrene).
2. Demam
Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam,
menggigil, dan malaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal
peradangan yaitu rubor (eritema), color (hangat), dolor (nyeri) dan
13
tumor (pembengkakan). Lesi tampak merah gelap, tidak berbatas tegas
pada tepi lesi tidak dapat diraba atau tidak meninggi. Pada infeksi yang
berat dapat ditemukan pula vesikel, bula, pustul, atau jaringan neurotik.
ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional dan limfangitis
ascenden. pada pemeriksaan darah tepi biasanya ditemukan
leukositosis.
3. Nyeri tekan
Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. gejala
prodormal berupa malaise anoreksia, demam, menggigil dan
berkembang dengan cepat, sebelum menimbulkan gejala-gejala
khasnya. Pasien imunokompromais rentan mengalami infeksi walau
dengan patogen yang patogenisitas rendah. Terdapat gejala berupa
nyeri yang terlokalisasi dan nyeri tekan. Jika tidak diobati, gejala akan
menjalar ke sekitar lesi terutama ke proksimal. Kalau sering residif di
tempat yang sama dapat terjadi elefantiasis
4. Eritema dan edema akibat respons inflamasi terhadap cedera
Edema dapat terjadi akibat adanya proses inflamasi pada luka yang
terkena selulitis.
5. Kerusakan kronik pada kulit, vena, dan limfatik pada kedua ekstermitas
Lokasi Selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada
orang dewasa paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan
riwayat seringnya trauma di ekstremitas. pada penggunaan salah obat,
sering berlokasi di lengan atas. Komplikasi jarang ditemukan, tetapi
termasuk glomerulonefritis akut (jika disebabkan oleh strain
nefritogenik streptococcus, limfadenitis, endokarditis bakterial
subakut). kerusakan pembuluh limfe dapat menyebabkan Selulitis
rekurens.
Kulit merupakan organ luas yang dapat bertindak sebagai jalan masuk
ke infeksi sistemik. Selulitis menyebabkan kemerahan atau peradangan
yang terlokalisasi. Kulit tampak merah, bengkak, licin disertai nyeri
tekan dan teraba hangat.Ruam kulit muncul secara tiba-tiba dan
14
memiliki batas yang tegas. Bisa disertai memar dan lepuhan-lepuhan
kecil (Stephen, 2009)
G. Komplikasi
Menurut Kimberly (2012), komplikasi terhadap selulitas yaitu:
1. Sepsis : kondisi medis serius dimana terjadi peradangan seluruh tubuh
akibat infeksi.
2. Trombosis Vena Profunda : peradangan pada dinding vena serta
tertariknya trombosit dan leokosit pada dinding yang mengalami
radang.
3. Perburukan selulitis
4. Abses lokal : pengumpulan nanah akibat infeksi bakteri.
5. Tromboflebitis : kondisi dimana terbentuknya bekuan dalam vena
sekunder akibat inflamasi atau trauma dinding vena karena obstruksi
vena sebagian.
6. Limfangitis : merupakan infeksi pembuluh limfa.
7. Amputasi : suatu keadaan ketiadaan sebagian atau seluruh anggota
gerak, prosedur pemotongan.
8. Bakterimia : kondisi ketika terdapat bakteri dalam aliran darah.
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. CBC (Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah
leukosit dan rata-rata sedimentasi eritrosit. Sehingga
mengindikasikan adanya infeksi bakteri.
b. BUN level
c. Creatinin level
d. Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah diduga
15
e. Mengkultur dan membuat apusan Gram, dilakukan secara terbatas
pada daerah penampakan luka namun sangat membantu pada area
abses atau terdapat bula
f. Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakan apabila penderita
belum memenuhi beberapa kriteria; seperti area kulit yang terkena
kecil, tidak tersasa sakit, tidak ada tanda sistemik (demam, dingin,
dehidrasi, takipnea, takikardia, hipotensi), dan tidak ada faktor
resiko.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Plain-film Radiography, tidak diperlukan pada kasus yang tidak
lengkap (seperti kriteria yang telah disebutkan)
b. CT (Computed Tomography) Baik Plain-film Radiography maupun
CT keduanya dapat digunakan saat tata kilinis menyarankan
subjucent osteomyelitis. Jika sulit membedakan selulitis dengan
necrotizing fascitiis, maka pemeriksaan yang dilakukan adalah
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging), Sangat membantu pada
diagnosis infeksi selulitis akut yang parah, mengidentifikasi
pyomyositis, necrotizing fascitiis, dan infeksi selulitis dengan atau
tanpa pembentukan abses pada subkutaneus.
I. Penatalaksanaan
Menurut Kimberly (2012), penatalaksanaan selulitis dapat berupa :
16
(misalnya cloxacillin).
Jika infeksinya ringan, diberikan sediaan per-oral (ditelan). Biasanya
sebelum diberikan sediaan per-oral, terlebih dahulu diberikan suntikan
antibiotik jika:
a. Penderita berusia lanjut
b. Selulitis menyebar dengan segera ke bagian tubuh lainnya
c. Demam tinggi.
Jika selulitis menyerang tungkai, sebaiknya tungkai dibiarkan dalam
posisi terangkat dan dikompres dingin untuk mengurangi nyeri dan
pembengkakan.
J. Pencegahan
Pencegahan jika terkena selulitis, dapat dilakukan sebagai berikut:
Jika memiliki luka
1. Bersihkan luka setiap hari dengan sabun dan air
2. Oleskan antibiotic
3. Tutupi luka dengan perban
4. Sering-sering mengganti perban tersebut
5. Perhatikan jika ada tanda-tanda infeksi
Jika kulit masih normal
1. Lembabkan kulit secara teratur
2. Potong kuku jari tangan dan kaki secara hati-hati
3. Lindungi tangan dan kaki
4. Rawat secara tepat infeksi kulit pada bagian superficial
K. Asuhan Keperawatan
Terlampir
17
BAB III
I. PENGKAJIAN
A. Pengumpulan Data
1. Data Umum
a. Identitas Klien
Nama : Ny. O
Umur : 69 tahun 4 bulan 8 hari
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku/bangsa : Sunda / WNI
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Tanggal, jam masuk : 18 Juni 2019 pukul 17:30 WIB
Tanggal, jam pengkajian : 18 Juni 2019 pukul 19:00 WIB
No. Register : 140766
Diagnosa medis : Selulitis Pedis Sinistra
Dr. Yang merawat : Ferry Valerian Harjito, dr. Sp.
Alamat :Kamp. Cikebluk RT/RW 03/03
Cikande Saguling Bandung 40561
Provinsi : Jawa Barat
18
b. Identitas Keluarga / Penanggung Jawab
Nama : Ny. L
Umur : 54 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Petani
Hubungan dengan klien : Anak
Alamat :Kamp. Cikebluk RT/RW 03/03
Cikande Saguling Bandung 40561
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Klien
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Alasan Masuk Rumah Sakit
Klien mengatakan nyeri di daerah pedis sinistra karena
tertusuk paku.
b) Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri di telapak kaki kiri sejak Jumat 2
minggu yang lalu dan kakinya semakin membengkak.
c) Riwayat Penyakit Sekarang ( PQRST )
Klien mengatakan nyeri pada kaki, nyeri semakin terasa
jika berjalan atau menapak, nyeri pada bagian telapak kaki
kiri, skala nyerinya 3/10, sakit berkurang saat diberikan
obat dan istirahat dan merasa lemas.
P : Klien mengatakan nyeri pada telapak kaki kiri.
Q : Sakit seperti ditusuk-tusuk
R : Nyeri dirasakan pada bagian telapak kaki kiri .
S : Skala nyeri 3/10
T : Sakit berkurang saat diberikan obat dan istirahat
19
d) Keluhan Yang Menyertai
Klien mengatakan merasa sakit dibagian epigastric.
e) Riwayat tindakan konservatif dan pengobatan yang telah
didapat
Tindakan konservatif : Tidak ada
Pengobatan yang telah di dapat : Tidak ada
2) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a) Riwayat Alergi
Klien mengatakan tidak ada riwayat alergi
b) Riwayat Penyakit atau Rawat Inap Sebelumnya
Klien mengatakan pernah di rawat inap 2 tahun yang lalu
c) Riwayat Operasi
Klien mengatakan pernah melakukan tindakan operasi,
yaitu operasi pedis dextra akibat terkena beling di RS
Rajawali.
d) Riwayat Transfusi
Klien tidak pernah mendapatkan transfusi ataupun
melakukan transfuse.
e) Riwayat Pengobatan
Klien mengatakan tidak mengkonsumsi obat-obatan.
20
3) Genogram 3 generasi
Keterangan :
: Laki-laki : Garis keluarga
: Perempuan : Klien
: Ayah Klien
: Ibu Klien
3. Data Biologis
a. Penampilan umum :
Klien tampak sakit sedang , pucat dan lemas, kesadaran compos
mentis, dengan GCS 15 ( E : 4 M: 6 V: 5), terpasang infuse di
tangan kiri, infuse RL lancar dengan tetesan 1500 cc / 24 jam ,
tak terpasang NGT, dan tak terpasang Oksigen.
b. Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 110/76 mmHg, di Brakhialis.
Nadi : 76 x / menit, di arteri radialis, kuat,
teratur.
Suhu : 36,5 0C per axilla.
Pernafasan : 18 x / menit. Pernafasan dada,
reguler / teratur.
Nyeri : ada di bagian pedis sinistra skala 3/10
21
c. Tinggi badan : 148 cm
Berat badan : 44 kg.
IMT :20.10 kg/m2 (klien dengan kategori
normal/ideal).
d. Anamnesa dan Pemeriksaan fisik per sistem
1) Sistem pernafasan
a) Anamnesa
Klien tidak mengeluh sesak bila beraktivitas.
Sebelum dirawat : klien tidak ada mengeluh sesak nafas.
Saat di rawat : klien mengatakan tidak ada sesak nafas.
Pemeriksaan fisik :
b) Inspeksi
Pernafasan cuping hidung tidak ada, deviasi septum nasi
tidak ada, mukosa hidung lembab, secret/lender tidak
ada, polip tidak ada, cyanosis tidak ada, tidak terpasang
oksigen.
Bentuk dada klien simetris, pergerakan dada klien
simetris, deviasi trakea tidak ada, retraksi dada kiri dan
kanan optimal, pola irama pernafasan regular, dyspnea
tidak ada .
c) Palpasi
Daerah sinus paranasalis tidak ada keluhan atau tidak
merasa sakit.
Vocal/taktil fremitus vibrasi paru kiri dan kanan sama.
d) Perkusi
Terdengar sonor
Batas paru ICS 2-5
e) Auskultasi
Vesicular normal, halus bernada rendah dengan fase
inspirasi lebih lama daripada ekspirasi.
22
Bronchial normal, bernada tinggi dengan fase ekspirasi
lebih lama daripada inspirasi .
Bronchovesikular normal.
Suara tambahan tidak ada .
Vocal resonan, kualitas kanan dan kiri sama.
f) Masalah keperawatan
Tak ada masalah keperawatan
2) Sistem kardiovaskuler
a) Anamnesa
Klien mengatakan tidak ada nyeri dada, klien
mengatakan tidak ada nyeri pada jantung, klien
mengatakan tidak ada riwayat penyakit jantung.
Sebelum dirawat : tidak ada keluhan mengenai Jantung.
Sesudah dirawat : tidak ada keluhan mengenai Jantung
dan tak ada nyeri dada.
Pemeriksaan fisik :
b) Inspeksi
ictus cordis tidak terlihat, edema tidak ada, clubbing of
the finger tidak ada, cyanosis tidak ada.
c) Palpasi
Ictus Cordis tidak teraba/tidak terlihat/tidak bergeser di
ICS 5 Midclavicula kiri, thrill tidak ada, capillary refill
time <3 (2-3 detik) detik, tidak ada edema.
d) Perkusi
terdengar suara sonor di ICS 2-3
batas – batas jantung :
Atas : Ruang interkostal II kiri di linea
parasternalis kiri.
Bawah : Ruang interkostal III-IV kanan,di line
parasternalis kanan.
23
Kiri : Ruang interkostal II letaknya lebih dekat ke
sternum daripada letak iktus cordis ke sternum, kurang
lebih di linea parasternalis kiri.
Kanan : Ruang interkostal III-IV kanan,di line
parasternalis kanan.
e) Auskultasi
Bunyi jantung 1 : Lub, bunyi menutupnya
katup mitral dan tricupidalis.
HR : 76 x / menit.
Bunyi jantung II : Dub, bunyi menutupnya
katup aorta dan pulmoralis.
Bunyi jantung tambahan : Tidak ada bunyi jantung
tambahan.
Irama Gallop : Tak ada irama Gallop.
f) Masalah Keperwatan
Tidak ada masalah keperawatan
3) Sistem Pencernaan
a) Anamnesa
Klien mengeluh nyeri di abdomen region II (epigastric
region) dan mual.
Sebelum dirawat : Klien mengatakan mual.
Saat dirawat : Klien mengatakan mual masih ada.
Pemeriksaan fisik :
b) Inspeksi
Mulut : Bibir kering, stomatitis tidak ada,
lidah bersih, ginggivitis tidak ada, gusi berdarah tidak
ada, tonsil tidak ada.
Gigi : Caries gigi tidak ada, jumlah gigi 30
buah, gigi tanggal ada 2.
Abdomen : Bentuk abdomen datar,
bayangan/gambaran bendungan pembuluh darah vena
24
pada abdomen tidak terlihat, spider naevi tidak ada,
distensi abdomen tidak ada, dan tidak terpasang NGT.
Anus : Tidak ada hemoroid, fissure tidak
ada, fistula tak ada terlihat , tanda-tanda keganasan tak
ada dan tidak terpasang drain.
c) Auskultasi
Bising usus 6 x/menit/ lemah.
d) Palpasi
Nyeri tekan di region/kuadran : Region II (Epigastric
Region).
Nyeri lepas di region/kuadran : Tidak ada nyeri lepas.
Massa/benjolan tidak ada.
Nyeri tekan/lepas titik Mc Burney tidak ada nyeri.
Hepar tidak teraba, nyeri tekan tidak ada.
Limpa tidak teraba, nyeri tekan tidak ada.
e) Perkusi
Terdengar Timpani.
f) Masalah keperawatan
Nyeri akut b.d mukosa lambung teriritasi.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d masukan nutrient yang tidak adekuat.
4) Sistem Perkemihan
a) Anamnesa
Klien tidak mengeluh nyeri pada saat buang air kecil,
BAK lancar.
Sebelum dirawat : Klien mengatakan tidak ada masalah
dalam BAK
Saat di rawat : Klien mengatakan tak ada masalah dalam
BAK hari ini sudah 2 x BAK dan tidak terasa nyeri.
25
Pemeriksaan fisik :
b) Inspeksi
Distensi pada regio hipogastrika tidak ada, tidak
terpasang kateter urin, warna urin jernih, jumlah urin
klien sudah BAK 2x.
c) Palpasi
Tidak ada nyeri tekan pada regio hipogastrika.
d) Perkusi
Regio hipogastrika terdengar redup.
Tidak ada nyeri ketuk pada area costo vertebral angle
kanan dan kiri.
e) Masalah keperawatan
Tidak ada masalah keperawatan
5) Sistem Persarafan
a) Anamnesa
Klien dapat mengikuti perintah, saraf klien berfungsi
dengan baik.
Orientasi terhadap orang , waktu , tempat
Klien mampu mengingat nama kedua orang tuanya dan
anak-anaknya, tempat dimana ia tinggal, kapan ia
mendapat penyakit ini.
Memori jangka panjang dan pendek
Klien mampu mengingat hari yang ditanyakan kepada
klien. Klien mampu mengingat apa kegiatan yang biasa
dia lakukan.
Kemampuan kalkulasi
Klien mampu menghitung dan menjawab perhitungan
dengan tepat.
26
b) Inspeksi
Bentuk muka : Bulat (simetris),
mulut simetris, spastik tidak ada.
Parase : Tidak ada
kelumpuhan pada otot wajah.
Suara : Artikulasi jelas.
Sensibilitas ekstremitas atas/baal : Tidak baal, ada
respon nyeri saat dicubit.
Sensibilitas ekstremitas bawah/baal : Tidak baal, ada
respon nyeri saat dicubit.
Pergerakan tidak terkoordinir : Tidak ada, semua
terkoordinir.
Tingkat kesadaran :
Kesadaran kualitatif compos mentis.
Kesadaran kualitatif GCS 15 ( E : 4, V : 5, M : 6).
c) Inspeksi dan palpasi
Uji saraf cranial :
Nervus I olfaktorius ( klien dapat mencium bau
pastik/alkohol swab, minyak kayu putih, dapat
mencium bau-bauan dengan baik).
Nervus II optikus ( klien dapat membaca name tage
pemeriksa sejauh 30 cm).
Nervus III okulomotorius ( pupil klien isokor ± 2 mm
bila diberi cahaya).
Nervus IV trochlear ( klien dapat melihat keatas dan
kebawah, dapat membuka kelopak mata).
Nervus V trigeminus (klien dapat mengedip,
menutup mata, klien dapat mengunyah).
27
Nervus VI abdusen (bola mata pasien bisa bergerak
ke kiri dan ke kanan)
Nervus VII fasialis (klien dapat tersenyum simetris,
dapat menggerakkan rahang).
Nervus VIII vestibulokoklealis (klien dapat
mendengarkan bunyi detik jam).
Nervus IX glasofaringius (klien dapat merasakan rasa
makanan).
Nervus X vagus ( klien dapat menelan dengan baik).
Nervus XI aksesorius ( klien dapat mengangkat bahu
dan menengok kiri dan kanan, klien dapat menahan
tahanan bahu dan kaki betis).
Nervus XII Hipoglosus (klien dapat menggerakan
lidah ke kanan dan kiri).
d) Perkusi
Reflek fisiologis : tendon biceps (+), tendon triceps (+),
tendon achilles (+), tendon patella (+).
Reflek patologis : reflek babinski (+) klien dapat
merasakan geli.
e) Masalah keperwatan
Tidak ada masalah keperawatan.
6) Sistem Muskulokeletal.
a) Anamnesa
Klien tidak mengeluh ada kelemahan, ada sedikit akibat
dari sakit kaki yang dirasakan.
Sebelum dirawat : Klien mengatakan sering lemas akibat
rasa nyeri dari kakinya.
Saat dirawat : Klien mengatakan lemas ada, nyeri masih
ada jika kaki kiri digerakkan.
28
Pemeriksaan fisik :
b) Inspeksi
Ekstremitas atas dapat beregrak bebas, tangan
dapat ,menahan tahanan. Ekstremitas bawah dextra bisa
digerakkan bebas, kaki dapat menahan tahanan.
Atrofi : Tak ada atrofi otot.
Rentang gerak/Range of motion : Luas mampu fleksi,
ekstensi, abduksi, aduksi dan rotasi.
Kekuatan otot: 5 5
4 2
Bentuk columna vertebralis tidak ada kelainan, tidak
kifosis, lordosis, scoliosis.
Penggunaan alat bantuan : Tak menggunakan alat
bantuan dan tak ada balutan.
c) Palpasi
Nyeri tekan pada procesus spinosus tidak ada
d) Masalah keperawatan
Tidak ada masalah keperawatan.
7) Sistem Panca Indra
a) Anamnesa
Klien tidak ada masalah dalam pengelihatan,
pendngaran, dan bicara.
Penglihatan : Klien dapat membaca tulisan dari jarak
30cm, tidak ada nyeri.
Pendengaran : Klien dapat mendengarkan perintah atau
perkataan. Tidak ada nyeri.
Sebelum dirawat : klien mengatakan pandangan normal ,
pendengaran jelas.
29
Saat dirawat : klien mengatakan tak ada masalah dalam
pendengaran dan penglihatan.
Pemeriksaan fisik :
b) Inspeksi
Penglihatan : conjungtiva tidak anemis berwarna merah
muda, sclera tidak ikterik berwarna putih, palpebrae
tidak edema, pupil isokor, reaksi cahaya ada, kontraksi
mengecil, diameter ± 2/2 mm.
Pendengaran : pinna (terdapat tulang rawan), pinna
bersih, canalis auditorius externa utuh, relflex cahaya
politzer ada pantulan cahaya. Membran timpani utuh,
battle signs tidak ada.
Tidak ada pengeluaran cairan atau darah dari telinga,
tidak terdapat serumen, tak ada lesi.
c) Palpasi
Penglihatan : TIO : Tekanan intra okuler kanan
dan kiri simetris, tidak ada tekanan.
Pendengaran : Pinna ada (terdapat tulang rawan).
d) Masalah keperawatan
Tidak ada masalah keperawatan.
8) Sistem Endokrin
a) Anamnesa
Klien mengatakan tidak ada riwayat penyakit gula, tak
ada nyeri tekan pada bagian leher.
Sebelum dirawat: klien tak mengeluh ada masalah.
Saat dirawat : klien tak mengeluh ada masalah.
b) Inspeksi
Bentuk tubuh : Gigantisme tidak ada, kreatinisme
tidak ada, Kelenjar tiroid tidak ada pembesaran, tak ada
lesi.
30
Pembesaran pada ujung-ujung ekstermitas atas dan
bawah tidak ada.
Lesi tidak ada.
c) Palpasi
Kelenjar tiroid tidak ada pembesara,tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening.
d) Masalah keperawatan
Tidak ada masalah keperawatan.
9) Sistem Reproduksi
Anamnesa :
Klien mengatakan tidak ada nyeri, siklus menstruasi lancer,
jumlah warna normal.
Inspeksi :
Genetalia eksterna bersih, lesi tidak ada.
Pengeluaran cairan/discharge (jumlah, warna, bau) normal.
Saat menstruasi jumlah darah normal (5-7 hari lama
menstruasi).
Warna : merah normal, darah kotor.
Bau : Bau khas (normal).
Hipospadia tidak ada, edema scrotum tidak ada.
Massa tidak ada, lesi tidak ada.
Palpasi :
Mammae : massa/benjolan tidak ada, lesi tidak ada.
Gynaecomastia tidak ada, bentuk payudara
normal.
Masalah keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan.
10) Sistem Integumen
a) Anamnesa
Klien mengatakan nyeri tekan saat bagian kulit di tekan
pada pedis sinistra, dan kulit tidak ikterik.
31
Sebelum dirawat : kulit klien tampak kering.
Saat dirawat : kulit klien tampak normal.
Pemeriksaan fisik :
b) Inspeksi
Rambut : lembut, halus dan berwarna putih serta
distribusi ada, tidak rontok.
Bentuk kuku : Kuku tampak bersih, tidak ada clubbing
finger, normal.
Kulit : kering, teraba hangat pada daerah luka dan
pembengkakan.
Lesi (lokasi, ukuran, tanda-tanda peradangan) tidak ada.
Ptekie tidak ada.
Ekimosis tidak ada.
c) Palpasi
Tekstur kulit kasar.
Kelembaban kering.
Turgor kulit menurun < 3 detik.
Nyeri tekan saat disentuh pada bagian pedis sinistra
Skala nyeri tekan 3/10
d) Masalah keperawatan
Nyeri akut b.d agen cedera biologi
Kerusakan integritas kulit b.d perubahan turgor dan
perubahan sirkulasi
Resiko infeksi b.d destruksi jaringan
4. Data Psikologis
a. Status Emosi : Klien tampak tenang tetapi merasa sedih karena
sakit.
b. Konsep Diri meliputi
32
1) Gambaran diri : Klien mengenali tentang dirinya yang
disuka dan tidak disukai.
2) Harga diri : Klien mengenali bentuk dirinya dan mempunyai
hubungan sosial yang baik dengan teman-temannya.
3) Ideal diri : Klien menginginkan dirinya cepat sembuh dan
dapat menjalani aktivitas seperti biasanya.
4) Identitas diri : Klien ada seorang perempuan, dirinya ramah,
baik, tidak mudah marah, dan mudah tersenyum. Klien
adalah ibu rumah tangga.
5) Peran : Klien sebagai anak ke 3 dari 5 bersaudara dan
mempunyai 7 orang anak.
6) Gaya Komunikasi : Klien berbicara dengan jelas dan dapat
menjawab dengan baik pertanyaan dari perawat.
7) Pola Interaksi : Klien tampak kooperatif ketika di ajak
komunikasi oleh perawat dan dapat berkoordinasi dengan
baik saat berkomunikasi.
8) Pola Mengatasi Masalah : Kilen mengatasi masalah dengan
berdoa kepada Tuhan dan sharing kepada orangtuanya serta
menyelesaikan masalah segera mungkin.
5. Data Sosio-Spritual
a. Pendidikan pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
b. Hubungan Sosial : Klien berhubungan baik dengan
tetangga rumah, dengan lingkungan sekitar rumah tidak ada
masalah.
c. Sosial dan kultur : Baik, Klien adalah keturunan Sunda.
d. Gaya Hidup : Baik, dapat melakukan kegiatan dan
aktivitas dengan baik.
e. Arti kehidupan : Klien mengatakan hidup adalah
sebuah anugerah
33
f. Arti kematian : Klien mengatakan kematian adalah
awal kehidupan baru.
g. Arti sehat : Klien mengatakan sehat adalah
karunia Tuhan
h. Arti sakit : Klien mengatakan sakit adalah
cobaan dari Tuhan.
i. Hubungan dengan Tuhan : Klien mengatakan segala sesuatu
baik, selalu percaya dengan Tuhan, segala sesuatu yang terjadi
adadalah kehendak-Nya.
j. Harapan tentang sehat dan sakit : Klien berharap mendapatkan
kesembuhan.
k. Kegiatan agama yang diikuti :
Klien adalah seeorang muslim. klien sangat rajin menjalankan
sholat 5 waktu.
6. Presepsi Klien Terhadap Penyakitnya
Klien mengatakan penyakitnya adalah teguran dari Tuhan dan mau
untuk memperbaiki pola makan.
7. Data Penunjang
a. Laboratorium
34
Pemeriksaan tanggal 19 Juni 2019 pukul 08:30 WIB
pemeriksaan Hematologi
b. Radiologi
Selulitis
Pedis AP oblique
Besar, bentuk dan struktur trabeculae tulang-tulang pembentuk
pedis dalam batas normal.
Sela dan permukaan sendir normal, tidak tampak garis fraktur,
proses litik maupun sklerotik.
35
Kesimpulan : foto pedis dalam batas normal.
tidak tampak osteomyelite
c. Terapi
1) Terapi parenteral :
Metronidazole
Golongan : Obat keras, Harus dengan resep
dokter.
Dosis : 3 x 500 mg
Cara kerja obat : Farmakologi metronidazole adalah
sebagai amubisida, bakterisida, dan
trikomonasida. Eliminasi terutama
melalui urine.
Indikasi :
Mencegah dan mengobati
berbagai macam infeksi yang
disebabkan oleh mikroorganisme
protozoa dan bakteri anaerob,
misalnya pencegahan infeksi
setelah operasi, infeksi
trikomoniasis, infeksi H. pylori,
vaginosis bakteri, peradangan gigi
dan gusi, infeksi ulkus kaki,
infeksi amebiasis, Giardiasis
Kontra Indikasi :
Bagi ibu Hamil
Alergi metronidazol
Efek Samping :
Rasa tidak nyaman pada salura
pencernaan, anoreksia (kehilanga
nafsu makan), sakit kepala,
36
ataksia (gangguan koordinasi
gerakan), vertigo, pusing,
leukopenia
Pumpicel
Golongan : Obat keras, perlu resep dokter
Dosis : 1 x 40 mg
Cara kerja obat : bekerja dengan cara menghambat
sel-sel di lapisan lambung untuk
menghasilkan asam lambung,
sehingga produksi asam lambung
berkurang. Dengan berkurangnya
asam lambung, luka (tukak) pada
lambung dan erosi pada esofagus
dapat dicegah atau dipercepat
penyembuhannya.
Indikasi :
Tukak duodenum, tukak lambung; ka
sus inflamasi esofagus (refluks esofa
gitis) sedang & berat.
Pengobatan kondisi hipersekresi pato
logis yang berhubungan
dengan sindrom Zollinger-Ellison
atau kondisi neoplasma.
Kontra indikasi :
Hipersensitivitas
Ibu hamil dan anak-anak
Efek samping :
Gangguan GI
Muntah
bibir kering
37
Ceftriaxone 1 x 2 gr
Golongan : Harus dengan resep dokter
Dosis : 1 x 2 gr
Cara kerja obat : Ceftriaxone adalah untuk mengobati
penyakit infeksi bakteri, bukan
penyakit yang disebabkan oleh virus
Indikasi :
Infeksi saluran napas
Infeksi kulit
Infeksi tulang dan jaringan lunak
Infeksi saluran kemih
Efek Samping :
Efek Samping :
38
d. Diit
Makanan Lunak
e. Acara infus
RL 1500 cc/ 24 jam. 20 tetes / menit.
f. Mobilisasi
Bedrest
B. Pengelompokan Data
Data subjektif Data objektif
Pasien mengeluh nyeri Klien tampak lemas
di bagian pedis sinistra Klien tampak kesakitan
Pasien mengatakan Tanda – tanda vital
lemas TD : 110/76 mmHg
Suhu : 36,5 0C
Nadi : 76 x / menit regular
RR : 18 x / menit regular
BB : 44 Kg
Pasien makan ¼ dari porsi
C. Analisa Data
No Data Senjang Etiologi Masalah
1. Data Subyektif Bakteria Nyeri akut
Klien mengeluh nyeri di
melekat pada epitel
bagian perut tengah atas
lambung
Data obyektif
menghancurkan
Klien tampak sakit
mukosa lapisan
lambung
39
Menurunkan barrier
lambung terhadap
asam dan pepsin
Menyebabkan difusi
kembali asam
lambung & pepsin
Inflamasi
Nyeri epigastrium
Nyeri
Refluk isi
duodenum ke
lambung
40
Mual
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Peningkatan
permeabilitas
kapiler
41
Edema
Penurunan suplai
darah ke jaringan
Perfusi
jaringan terganggu
Proses
penyembuhan
terganggu
Nekrosis jaringan
Kerusakan integritas
jaringan
42
43
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRORITAS
MASALAH
44
4. Menganjurkan kepada klien untuk Skolastika
berhati-hati dalam melakukan
aktivitas
45
3. Memberikan edukasi kepada klien
untuk menjaga kativitasnya
20 Juni 11.30 6. 2. 1
2019 WIB 1. Membantu perawatan luka post op Skolastika
Skolastika
2. Memberikan edukasi untuk perawatan
luka post op
V. Evaluasi Keperawatan
Tanggal NO. Evaluasi (S O A P) NAMA & TTD
dan Jam DK
18 Juni I S : klien mengatakan masih merasakan Skolastika
2019 nyeri yang hebat
O : klien tampak lemas, pucat, tampak
sakit hebat
19.15 A: masalah belum teratasi
WIB P : Observasi skala nyeri, intervensi
tetap dilakukan.
I : memberikan massage pada daerah
yang sakit tetapi memberikan jarak dari
lukanya
46
I : Memberikan posisi semi fowler
kepada klien untuk mendapatkan
kenyamanan Skolastika
19.40 IV
WIB S : klien mengatakan mual dan perut
terasa sakit
O : klien tampak lemas
A: masalah belum teratasi
P : Observasi skala nyeri klien
I : memberikan minyak kayu putih
kepada klien supaya perut terasa lebih
19 Juni I enak Skolastika
2019
08.00 S : klien mengatakan nyeri masih
WIB dirasakan
O: klien tampak sakit dan lemas
A : masalah belum teratasi
P: Intervensi tetap dilakukan
I : Memberikan obat ceftriaxone,
09.00 II metronidazole, pumpicel kepada klien.
WIB Skolastika
S : Klien mengatakan bengkak masih
ada
O : klien tampak sakit sedang,
A : Masalah belum teratasi
P : Melanjutkan intervensi dengan
memberikan Health Education
I : memberikan edukasi kepada klien
untuk menjaga aktivitasnya agar kaki
yang sakit tidak terbentur dan tidak
IV menambah pembengkakan Skolastika
47
09.10
WIB S : Klien mengatakan sudah tidak
merasa mual
O : klien tampak sudah sakit sedang,
tidak begitu lemas
A : Masalah teratasi
P : Melanjutkan intervensi dengan
memberikan Health Education
I : Mengajarkan klien ketika mual untuk
menarik nafas dan memperbanyak
minum air putih
20 Juni S : klien mengatakan nyeri masih Skolastika
I
2019 dirasakan
O: klien tampak sakit dan lemas
08.00
A : masalah belum teratasi
WIB
P: Intervensi tetap dilakukan
I : Memberikan obat ceftriaxone,
metronidazole, pumpicel, dan keterolas
kepada klien.
Skolastika
48
terbentur dan tidak menambah
pembengkakan
49
50
BAB IV
PEMBAHASAN
51
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Selulitis adalah peradangan akut terumata menyerang jaringan
dermis dan subkutis. faktor risiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma
local (robekan kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pembuluh vena
maupun pembuluh getah bening. lebih dari 40% penderita selulitis memiliki
penyakit sistemik. Penyakit ini biasanya didahului trauma, karena itu tempat
predileksinya di tungkai bawah. Gejala prodomal selulitis adalah demam
dan malaise, kemudian diikuti tanda-tanda perdangan yaitu tumor (bengkak),
dolor (nyeri), rubor (kemerahan), dan kalor (teraba hangat) pada area
tersebut. Faktor risiko terjadinya infeksi ini adalah trauma local (robekan
kulit), luka terbuka di kulit, atau gangguan pembuluh darah vena maupun
limfe. Klien lansia memiliki risiko lebih tinggi terhadap selulitis akibat
penurunan resistansi karena diabetes, malnutrisi, terapi steroid, atau adanya
luka atau ulkus. Faktor predisposisi lain meliputi adanya edema dan
inflamasi kulit lain atau luka (misalnya tinea, eksim, luka bakar, trauma).
Masalah keperawatan yang sering terjadi pada penderita selulitis
adalah nyeri akibat luka, integritas kulit yang terganggu, risiko infeksi.
B. SARAN
Pada klien dengan diagnosa selulitis sangat penting bagi perawat
untuk mengedukasi klien dan keluarga agar tetap menjaga pola kesehatan
dan juga kebersihan personal hygiene bagi klien.
52
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2012. Buku ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Jakarta : EGC Penerbitan Buku Kedokteran
Corwin, Elizabeth. 2014. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC Penerbit Buku
Kedokteran
Hardi Kusuma dan Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta:
Mediaction Jogja.
Mansjoer, Arief, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 dan 2. Jakarta:
Media Aesculapius.
Selemba Medika
53