Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus,
atau oleh keduanyan disebut pioderma. Penyebab utamanya ialah
Staphylococcus aureus dan Streptococcus B hemolyticus, sedangkan
Staphylococcus epidermidis merupakan penghuni normal di kulit dan jarang
menyerang infeksi. Faktor predisposisi pioderma adalah hygiene yang
kurang, menurunnya daya tahan tubuh, dan telah ada penyakit lain di kulit.
salah satu bentuk pyoderma adalah selulitis.
Selulitis adalah peradangan akut terumata menyerang jaringan
dermis dan subkutis. faktor risiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma
local (robekan kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pembuluh vena
maupun pembuluh getah bening. lebih dari 40% penderita selulitis memiliki
penyakit sistemik. Penyakit ini biasanya didahului trauma, karena itu tempat
predileksinya di tungkai bawah. Gejala prodomal selulitis adalah demam
dan malaise, kemudian diikuti tanda-tanda perdangan yaitu tumor (bengkak),
dolor (nyeri), rubor (kemerahan), dan kalor (teraba hangat) pada area
tersebut.
Selulitis berasal dari kata “cellule” yaitu susunan tingkat sel, dan
kata “itis” yaitu peradangan, yang berarti adanya peradangan yang ternyata
pada suatu tingkatan sel. Pengertian lain dari selulitis adalah suatu kelainan
kulit berupa infiltrat yang difus di daerah subkutan dengan tanda-tanda
radang akut. Selulitis merupakan inflamasi jaringan subkutan dimana proses
inflamasi yang umumnya dianggap sebagai penyebab adalah bakteri
Streptococcus (Mutaqqin,2013). Selulitis adalah infeksi bakteri yang
menybear ke dalam bidang jaringan (Brunner dan Suddarth, 2000). Selulitis
adalah infeksi streptokus, stapilokus akut dari kulit dan jaringan subkutan
biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang robek pada

1
kulit, meskipun demikian hal ini dapat terjadi tanpa bukti sisi entri dan ini
biasanya terjadi pada ekstermitas bawah (Tucker, 2008).
Faktor risiko terjadinya infeksi ini adalah trauma local (robekan
kulit), luka terbuka di kulit, atau gangguan pembuluh darah vena maupun
limfe. Di Indonesia, kasus ini merupakan penyakit yang harus diperhatikan
karena masih terjadi di lingkungan masyarakat. Kondisi infeksi yang terjadi
pada kasus selulitis menyebabkan masa perawatan yang cukup lama.
Selulitis yang tidak mendapat penatalaksanaan yang tepat dapat
menimbulkan beberapa komplikasi diantaranya yaitu limfangitis,
elephantiasis, rekuensi, abses subkutan, gangrene, bahkan komplikasi yang
fatal berupa kematian.
Klien lansia memiliki risiko lebih tinggi terhadap selulitis akibat
penurunan resistansi karena diabetes, malnutrisi, terapi steroid, atau adanya
luka atau ulkus. Faktor predisposisi lain meliputi adanya edema dan
inflamasi kulit lain atau luka (misalnya tinea, eksim, luka bakar, trauma).
Sehubungan dengan mendapatkan kasus pasien dengan gangguan
sistem integument selulitis penulis membuat asuhan keperawatan pada
pasien terkait dengan selulitis.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan pembuatan laporan ini adalah untuk memenuhi salah
satu tugas Praktik Klinik Keperawataa III untuk mengetahui tindakan
keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem integumen akibat
peradangan akut pada pedis sinistra yaitu selusitis pedis sinistra.

C. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan laporan kasus ini yaitu
observasi dimana penulis mendapatkan data dari pasien dan informasi dari
buku-buku referensi, studi kasus di Ruangan Rafael serta proses konsul
kepada dosen pembimbing.

2
D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada laporan kasus ini terdiri dari BAB I yaitu
Pendahuluan yang terdiri dari, Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Metode
Penulisan serta Sistematika Penulisan. BAB II yaitu Tinjauan Teoritis yang
terdiri dari Definisi, Anatomi Fisiologi, Etiologi, Klasifikasi, Patofisiologi,
Manifestasi Klinis, Komplikasi, Pemeriksaan Diagnostik, Penatalaksanaan,
Pencegahan dan Asuhan Keperawatan. BAB III yaitu Tinjauan Kasus yang
terdiri dari Data Pasien dan Asuhan Keperawatan (pengkajian, diagnosa
keperawatan, asuhan keperawatan, implementasi dan evaluasi, serta catatan
perkembangan). BAB IV yaitu Pembahasan mengenai data pasien yang
didapatkan dengan tinjauan teori yang ada. BAB V yaitu PENUTUP yang
terdiri dari Simpulan dan Saran.

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
Menurut Muttaqin Arif (2013), selulitis merupakan inflamasi
jaringan subkutan dimana proses inflamasi yang umumnya dianggap
sebagai penyebab adalah bakteri Streptococcus.
Menurut Kimberly (2012), selulitis adalah infeksi dermis dan
jaringan subkutan akut yang menyebabkan inflamasi sel, dapat
mengakibatkan kerusakan kulit seperti gigitan atau luka, prognosis biasanya
baik dengan terapi teratur, dengan penyakit lainnya seperti diabetes
meningkatkan resiko terbentuknya selulitis atau penyebaran selulitis.
Menurut Tucker (2008), selulitis adalah infeksi streptokus,
stapilokus akut dari kulit dan jaringan subkutan biasanya disebabkan oleh
invasi bakteri melalui suatu area yang robek pada kulit, meskipun demikian
hal ini dapat terjadi tanpa bukti sisi entri dan ini biasanya terjadi pada
ekstermitas bawah.
Menurut Brunner dan Suddarth (2000), selulitis adalah infeksi
bakteri yang menyebar kedalam bidang jaringan.
Menurut Manjoer, Arief (2000), selulitis adalah inflamasi supuratif
yang juga melibatkan sebagian jaringan subkutan.
Jadi menurut penulis, selulitis adalah infeksi pada kulit yang
disebabkan oleh bakteri stapilokokus aureus, streptokous grup A dan
streptokokus piogenes. Dengan mempunyai karakteristik peradangan pada
supuratif sampai di jaringan subkutis, mengenai pembuluh limfe bagian
permukaan dan batas tidak jelas.

4
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi Sistem Integumen
Menurut Mutaqqin Arif (2013), sistem integument (terutama
kulit) merupakan suatu masa atau jaringan terbesar di tubuh, kulit
bekerja melindungi struktur-struktur dibawahnya dan berfungsi sebagai
cadangan kalori, kulit mencerminkan emosi dan stress yang dialami.

(Sumber : cellulitis and soft-tissue infections. american college of physicians)

Kulit merupakan pembatas tubuh dengan lingkungan sekitar


karena posisinya yang terletak di bagian paling luar. Luas kulit dewasa
1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan.
a. Lapisan Epidermis (kutikel)
Epidermis merupakan struktur lapisan kulit terluar. sel-sel
epidermis terus-menerus mengalami mitosisi dan berganti dengan
yang baru sekitar 30 hari. Epidermis mengandung reseptor-reseptor
sensorik untuk sentuhan, suhu, getaran dan nyeri. komponen utama
epidermis adalah protein keratin, yang dihasilakan oleh sel-sel yang
disebut keratinosit, keratin adalah bahan yang kuat dan memiliki

5
daya tahan tinggi, serta tidak larut dalam air. Keratin mencegah
hilangnya air tubuh dan melindungi epidermis dari iritan atau
mikroorganisme penyebab infeksi, keratin adalah komponen utama
apensiks kulit : Rambut dan kuku (Craven, 2000 In : Muttaqin Arif,
2013).
Melanosit (sel Pigmen) terdapat di bagian dasar epidermis,
melanosit menyintesis dan mengeluarkan melanin sebagairespon
terhadap rangsangan hormon hipofisis anterior, hormon perangsang
melanosit (melanocyte stimulating hormon, MSH). melanosit
merupakan sel-sel khusus epidermis yang terutama terlibat dalam
produksi pigmen melanin yang mewarnai kulit dan rambut.
Sel imun, yang disebut sel langerhans, terdapat disaluran
epidermis, sel langerhans mengenali partikel asing atau
mikroorganisme yang masuk kekulit dan membangkitkan suatu
serangan imun. sel langerhans mungkin bertanggung jawab
mengenal dan menyinkirkan sel-sel kulit displastik atau neoplastik.
Lapisan epidermis terdiri dari :
1) Stratum Korneum (lapisan tanduk)
Lapisan kulit paling luar yang terdiri dari sel gepeng
yang mati, tidak berinti, protoplasmanya berubah menjadi
keratin (zat tanduk).
2) Stratum Lusidum
Terletak di bawah lapisan korneum, lapisan sel gepeng
tanpa inti, protoplasmanya berubah menjadi protein yang disebut
eleidin. Lapisan ini lebih jelas tampak pada telapak tangan dan
kaki.
3) Stratum Granulosum (lapisan keratohialin)
Merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng dengan sitoplasma
berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir kasar terdiri dari
keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini.

6
4) Stratum Spinosum (stratum Malphigi) atau prickle cell layer
(lapisan akanta )
Terdiri dari sel yang berbentuk poligonal, protoplasmanya
jernih karena banyak mengandung glikogen, selnya akan semakin
gepeng bila semakin dekat ke permukaan. Di antara stratum
spinosum, terdapat jembatan antar sel (intercellular bridges) yang
terdiri dari protoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan
antar jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut
nodulus Bizzozero. Di antara sel spinosum juga terdapat pula sel
Langerhans.
5) Stratum Basalis
Terdiri dari sel kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal
pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar
(palisade). Sel basal bermitosis dan berfungsi reproduktif.
6) Sel kolumnar
Protoplasma basofilik inti lonjong besar, di hubungkan
oleh jembatan antar sel.
7) Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell
Sel berwarna muda, sitoplasma basofilik dan inti gelap,
mengandung pigmen (melanosomes)
b. Lapisan Dermis (korium, kutis vera, true skin)
Dermis atau kutan (Cutaneus) merupakan lapisan kulit di
bawah epidermis dan membentuk bagian terbesar kulit dengan
memberikan kekuatan dan struktur pada kulit. Lapisan papila dermis
berada langsung di bawah epidermis dan tersusun terutama dari sel-
sel fibroblas yang dapat menghasilkan salah satu bentuk kolagen,
yaitu suatu komponen dari jaringan ikat dermis juga tersusun dari
pembuluh darah dan limfe, serabut saraf kelenjar keringat dan
sebasea, serta akar rambut.
Terdiri dari lapisan elastik dan fibrosa pada dengan elemen-
elemen selular dan folikel rambut.

7
1) Pars Papilare
Bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut
saraf dan pembuluh darah.
2) Pars Retikulare
Bagian bawah yang menonjol ke subkutan. Terdiri dari
serabut penunjang seperti kolagen, elastin, dan retikulin. Dasar
(matriks) lapisan ini terdiri dari cairan kental asam hialuronat dan
kondroitin sulfat, dibagian ini terdapat pula fibroblas. Serabut
kolagen dibentuk oleh fibroblas, selanjutnya membentuk ikatan
(bundel) yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin.
Kolagen muda bersifat elastin, seiring bertambahnya usia, menjadi
kurang larut dan makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda.
Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf, dan
mudah mengembang serta lebih elastis.
c. Lapisan Subkutis (hipodermis)
Lapisan subkutis terletak dibawah dermis. lapisan ini terdiri
atas lemak dan jaringan ikat dimana berfungsi untuk memberikan
bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan
tulang, serta sebagai peredam kejut dan insulator panas. Jaringan ini
memungkinkan mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan
penyekatan panas tubuh (Guyton, 1996 in : Muttaqin Arif, 2013).
Lapisan paling dalam, terdiri dari jaringan ikat longgar berisi
sel lemak yang bulat, besar, dengan inti mendesak ke pinggir
sitoplasma lemak yang bertambah. Sel ini berkelompok dan
dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel lemak disebut
dengan panikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di
lapisan ini terdapat saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening.
Lapisan lemak berfungsi juga sebagai bantalan, ketebalannya
berbeda pada beberapa kulit. Di kelopak mata dan penis lebih tipis,
di perut lebih tebal (sampai 3 cm).

8
Vaskularisasi di kuli diatur pleksus superfisialis (terletak di
bagian atas dermis) dan pleksus profunda (terletak di subkutis).

2. Fisiologi Kulit
a. Fungsi Proteksi
Kulit punya bantalan lemak, ketebalan, serabut jaringan penunjang
yang dapat melindungi tubuh dari gangguan :
1) Fisis/ mekanis : tekanan, gesekan, tarikan.
2) Kimiawi : iritan seperti lisol, karbil, asam, alkali kuat
3) Panas : radiasi, sengatan sinar UV
4) Infeksi luar : bakteri, jamur

Beberapa macam perlindungan :

 Melanosit melindungi kulit dari pajanan sinar matahari


dengan mengadakan tanning (penggelapan kulit)
 Stratum korneum impermeable terhadap berbagai zat kimia
dan air.
 Keasaman kulit kerna ekskresi keringat dan sebum
merupakan perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri
maupun jamur
 Proses keratinisasi sebagai sawar (barrier) mekanis karena
sel mati melepaskan diri secara teratur.
b. Fungsi Absorpsi
Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air
memungkinkan kulit ikut mengambil fungsi respirasi. Kemampuan
absorbsinya bergantung pada ketebalan kulit, hidrasi, kelembaban,
metabolisme, dan jenis vehikulum. PEnyerapan dapat melalui
celah antar sel, menembus sel epidermis, melalui muara saluran
kelenjar.

9
c. Fungsi Ekskresi
Mengeluarkan zat yang tidak berguna bagi tubuh seperti
NaCl, urea, asam urat, dan amonia. Pada fetus, kelenjar lemak
dengan bantuan hormon androgen dari ibunya memproduksi sebum
untuk melindungi kulitnya dari cairan amnion, pada waktu lahir
ditemui sebagai Vernix Caseosa.
d. Fungsi Persepsi
Kulit mengandung ujung saraf sensori di dermis dan
subkutis. Saraf sensori lebih banyak jumlahnya pada daerah yang
erotik.
 Badan Ruffini di dermis dan subkutis peka rangsangan panas
 Badan Krause di dermis peka rangsangan dingin
 Badan Taktik Meissner di papila dermis peka rangsangan
rabaan
 Badan Merkel Ranvier di epidermis peka rangsangan rabaan
 Badan Paccini di epidemis peka rangsangan tekanan
e. Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (termoregulasi)
Dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot
berkontraksi) pembuluh darah kulit. Kulit kaya pembuluh darah
sehingga mendapat nutrisi yang baik. Tonus vaskuler dipengaruhi
oleh saraf simpatis (asetilkolin). Pada bayi, dinding pembuluh
darah belum sempurna sehingga terjadi ekstravasasi cairan dan
membuat kulit bayi terlihat lebih edematosa (banyak mengandung
air dan Na).
f. Fungsi Pembentukan Pigmen
Karena terdapat melanosit (sel pembentuk pigmen) yang
terdiri dari butiran pigmen (melanosomes).
g. Fungsi Keratinisasi
Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan
pembelahan, sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan
berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel makin

10
menjadi gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin
lama inti makin menghilang dan keratinosit menjadi sel tanduk
yang amorf. Proses ini berlangsung 14-21 hari dan memberi
perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.
h. Fungsi Pembentukan Vitamin D
Kulit mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan
sinar matahari. Tapi kebutuhan vit D tubuh tidak hanya cukup dari
hal tersebut. Pemberian vit D sistemik masih tetap diperlukan.
C. Etiologi

Selulitis adalah suatu infeksi kulit, disebabkan oleh bakteri yang


masuk kulit melalui suatu pembukaan. Kaki adalah lokasi umum, walaupun
bakteri bias masuk dari manapun. bakteri yang paling umum adalah
streptococcus dan staphylococcus. Bakteri dapat masuk melalui celah dalam
kaki dari infeksi jamur, melalui retakan pada kulit kering, dari gigitan
serangga, atau luka cukur. Pasien lanjut usia, pasien yang
immunocompromised, dan pasien dengan lymphedema, diabetes, atau
sirkulasi buruk memiliki risiko paling besar.

D. Klasifikasi

Menurut Berini, dkk (1999), selulitis dapat digolongkan menjadi :

1. Selulitis Sirkumskripta Serous Akut


Infeksi bakteri mengandung serous, konsistensinya sangat lunak dan
spongius. Penamaanya berdasarkan ruang anatomi atau spasia yang
terlibat.
2. Selulitis Sirkumskripta Supuratif Akut
Infeksi bakteri tersebut mengandung supurasi yang purulent.
Terbentuknya eksudat purulent mengindikasikan tubuh bertendensi
membatasi penyebaran infeksi dan mekanisme resistensi local tubuh
dalam mengontrol infeksi.

11
3. Selulitis Difus Akut
a. Ludwig’s Angina.
Ludwig’s Angina merupakan suatu selulitis difus yang
mengenai spasia sublingual, submental, dan submandibular
bilateral, kadang-kadang sampai mengenai spasisa pharyngeal.
Selulitis dimulai dari dasar mulut. Seringkali bilateral, tetapi
hanya mengenai satu sisi/unilateral disebut Pseudophlegmon.
b. Selulitis yang berasal dari inframylohyoid
c. Selulitis Senator’s Difus Peripharingeal
d. Selulitis Fasialis Difus
e. Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnya
4. Selulitis Kronis
Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat
karena terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi.
E. Patofisiologi

Kerusakan integritas kulit hampir selalu mendahului infeksi, karena


organisme invasive menyerang area yang terganggu, kejadian ini membuat
sel pertahanan kewalahan, seiring perkembangan selulitis, organisme
menyerang jaringan disekitar lokasi luka awal (Kimberly, 2012).
Invasi bakteri masuk melalui trauma, luka, gigitan serangga
berinvasi streptokokus dan staphylococcus aureus melalui barier
epidermal yang rusak menyerang kulit dan subkutan, masuk ke jaringan
yang lebih dalam dan menyebar secara sistemik yang menyebabkan
terjadinya reaksi infeksi/inflamasi yang merupakan respon dari tubuh
sehingga muncul nyeri, pembengkakan kulit, lesi kemerahan dan demam.
Bakteri pathogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi
pada permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Penyakit infeksi
sering berjangkit pada orang gemuk, rendah gizi, orang tua dan pada orang
dengan diabetes mellitus yang pengobatannya tidak adekuat.

12
Gambaran klinis eritema lokal pada kulit dan sistem vena serta
limfatik pada ke dua ekstremitas atas dan bawah. Pada pemeriksaan
ditemukan kemerahan yang karakteristi hangat, nyeri tekan, demam dan
bakterimia.
Selulitis yang tidak berkomplikasi paling sering disebabkan oleh
streptokokus grup A, streptokokus lain atau staphilokokus aereus, kecuali
jika luka yang terkait berkembang bakterimia, etiologi microbial yang pasti
sulit ditentukan, untuk abses lokalisata yang mempunyai gejala sebagai lesi
kultur pus atau bahan yang diaspirasi diperlukan. Meskipun etiologi abses
ini biasanya adalah stapilokokus, abses ini kadang disebabkan oleh
campuran bakteri aerob dan anaerob yang lebih kompleks. Bau busuk dan
pewarnaan gram pus menunjukkan adanya organisme campuran.
Ulkus kulit yang tidak nyeri sering terjadi. Lesi ini dangkal dan
berindurasi dan dapat mengalami infeksi. Etiologinya tidak jelas, tetapi
mungkin merupakan hasil perubahan peradangan benda asing, nekrosis dan
infeksi derajat rendah.

F. Manifestasi Klinis
1. Kemerahan
Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umunya semua
bentuk ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan
bengkak. Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat
di sekitar luka atau ulkus disertai dengan demam dan lesu. Pada
keadaan akut, kadang-kadang timbul bula. Dapat dijumpai
limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif dapat terjadi
supurasi local (flegmon, nekrosis atau gangrene).

2. Demam
Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam,
menggigil, dan malaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal
peradangan yaitu rubor (eritema), color (hangat), dolor (nyeri) dan

13
tumor (pembengkakan). Lesi tampak merah gelap, tidak berbatas tegas
pada tepi lesi tidak dapat diraba atau tidak meninggi. Pada infeksi yang
berat dapat ditemukan pula vesikel, bula, pustul, atau jaringan neurotik.
ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional dan limfangitis
ascenden. pada pemeriksaan darah tepi biasanya ditemukan
leukositosis.
3. Nyeri tekan
Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. gejala
prodormal berupa malaise anoreksia, demam, menggigil dan
berkembang dengan cepat, sebelum menimbulkan gejala-gejala
khasnya. Pasien imunokompromais rentan mengalami infeksi walau
dengan patogen yang patogenisitas rendah. Terdapat gejala berupa
nyeri yang terlokalisasi dan nyeri tekan. Jika tidak diobati, gejala akan
menjalar ke sekitar lesi terutama ke proksimal. Kalau sering residif di
tempat yang sama dapat terjadi elefantiasis
4. Eritema dan edema akibat respons inflamasi terhadap cedera
Edema dapat terjadi akibat adanya proses inflamasi pada luka yang
terkena selulitis.
5. Kerusakan kronik pada kulit, vena, dan limfatik pada kedua ekstermitas
Lokasi Selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada
orang dewasa paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan
riwayat seringnya trauma di ekstremitas. pada penggunaan salah obat,
sering berlokasi di lengan atas. Komplikasi jarang ditemukan, tetapi
termasuk glomerulonefritis akut (jika disebabkan oleh strain
nefritogenik streptococcus, limfadenitis, endokarditis bakterial
subakut). kerusakan pembuluh limfe dapat menyebabkan Selulitis
rekurens.
Kulit merupakan organ luas yang dapat bertindak sebagai jalan masuk
ke infeksi sistemik. Selulitis menyebabkan kemerahan atau peradangan
yang terlokalisasi. Kulit tampak merah, bengkak, licin disertai nyeri
tekan dan teraba hangat.Ruam kulit muncul secara tiba-tiba dan

14
memiliki batas yang tegas. Bisa disertai memar dan lepuhan-lepuhan
kecil (Stephen, 2009)

G. Komplikasi
Menurut Kimberly (2012), komplikasi terhadap selulitas yaitu:
1. Sepsis : kondisi medis serius dimana terjadi peradangan seluruh tubuh
akibat infeksi.
2. Trombosis Vena Profunda : peradangan pada dinding vena serta
tertariknya trombosit dan leokosit pada dinding yang mengalami
radang.
3. Perburukan selulitis
4. Abses lokal : pengumpulan nanah akibat infeksi bakteri.
5. Tromboflebitis : kondisi dimana terbentuknya bekuan dalam vena
sekunder akibat inflamasi atau trauma dinding vena karena obstruksi
vena sebagian.
6. Limfangitis : merupakan infeksi pembuluh limfa.
7. Amputasi : suatu keadaan ketiadaan sebagian atau seluruh anggota
gerak, prosedur pemotongan.
8. Bakterimia : kondisi ketika terdapat bakteri dalam aliran darah.
H. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Kimberly (2012), pemeriksaan diagnostic pada pasien


selulitis meliputi:

1. Pemeriksaan Laboratorium
a. CBC (Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah
leukosit dan rata-rata sedimentasi eritrosit. Sehingga
mengindikasikan adanya infeksi bakteri.
b. BUN level
c. Creatinin level
d. Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah diduga

15
e. Mengkultur dan membuat apusan Gram, dilakukan secara terbatas
pada daerah penampakan luka namun sangat membantu pada area
abses atau terdapat bula
f. Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakan apabila penderita
belum memenuhi beberapa kriteria; seperti area kulit yang terkena
kecil, tidak tersasa sakit, tidak ada tanda sistemik (demam, dingin,
dehidrasi, takipnea, takikardia, hipotensi), dan tidak ada faktor
resiko.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Plain-film Radiography, tidak diperlukan pada kasus yang tidak
lengkap (seperti kriteria yang telah disebutkan)
b. CT (Computed Tomography) Baik Plain-film Radiography maupun
CT keduanya dapat digunakan saat tata kilinis menyarankan
subjucent osteomyelitis. Jika sulit membedakan selulitis dengan
necrotizing fascitiis, maka pemeriksaan yang dilakukan adalah
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging), Sangat membantu pada
diagnosis infeksi selulitis akut yang parah, mengidentifikasi
pyomyositis, necrotizing fascitiis, dan infeksi selulitis dengan atau
tanpa pembentukan abses pada subkutaneus.

I. Penatalaksanaan
Menurut Kimberly (2012), penatalaksanaan selulitis dapat berupa :

a. Anti Biotik, seperti sefuroksim sefuroksim dan sefaleksin.


b. Anti Jamur Topikal, seperti mupirosin.
c. Analgesik, seperi ibuprofen.
d. Pembedahan, seperti trakeostomi mungkin diperlukan bagi Selulitis
berat pada kepala dan leher, Mungkin diperlukan drainase abses,
Amputasi (dengan Selulitis yang membentuk gas (ganggren)).
Pengobatan yang tepat dapat mencegah penyebaran infeksi ke darah
dan organ lainnya. Diberikan penicillin atau obat sejenis penicillin

16
(misalnya cloxacillin).
Jika infeksinya ringan, diberikan sediaan per-oral (ditelan). Biasanya
sebelum diberikan sediaan per-oral, terlebih dahulu diberikan suntikan
antibiotik jika:
a. Penderita berusia lanjut
b. Selulitis menyebar dengan segera ke bagian tubuh lainnya
c. Demam tinggi.
Jika selulitis menyerang tungkai, sebaiknya tungkai dibiarkan dalam
posisi terangkat dan dikompres dingin untuk mengurangi nyeri dan
pembengkakan.
J. Pencegahan
Pencegahan jika terkena selulitis, dapat dilakukan sebagai berikut:
Jika memiliki luka
1. Bersihkan luka setiap hari dengan sabun dan air
2. Oleskan antibiotic
3. Tutupi luka dengan perban
4. Sering-sering mengganti perban tersebut
5. Perhatikan jika ada tanda-tanda infeksi
Jika kulit masih normal
1. Lembabkan kulit secara teratur
2. Potong kuku jari tangan dan kaki secara hati-hati
3. Lindungi tangan dan kaki
4. Rawat secara tepat infeksi kulit pada bagian superficial

K. Asuhan Keperawatan
Terlampir

17
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. O


DENGAN GANGGGUAN SISTEM INTEGUMEN :
SELULITIS PEDIS SINISTRA
DI RUANG RAFAEL KAMAR 2 BED 2
RUMAH SAKIT CAHYA KAWALUYAN

I. PENGKAJIAN
A. Pengumpulan Data
1. Data Umum
a. Identitas Klien
Nama : Ny. O
Umur : 69 tahun 4 bulan 8 hari
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku/bangsa : Sunda / WNI
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Tanggal, jam masuk : 18 Juni 2019 pukul 17:30 WIB
Tanggal, jam pengkajian : 18 Juni 2019 pukul 19:00 WIB
No. Register : 140766
Diagnosa medis : Selulitis Pedis Sinistra
Dr. Yang merawat : Ferry Valerian Harjito, dr. Sp.
Alamat :Kamp. Cikebluk RT/RW 03/03
Cikande Saguling Bandung 40561
Provinsi : Jawa Barat

18
b. Identitas Keluarga / Penanggung Jawab
Nama : Ny. L
Umur : 54 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Petani
Hubungan dengan klien : Anak
Alamat :Kamp. Cikebluk RT/RW 03/03
Cikande Saguling Bandung 40561

2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Klien
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Alasan Masuk Rumah Sakit
Klien mengatakan nyeri di daerah pedis sinistra karena
tertusuk paku.
b) Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri di telapak kaki kiri sejak Jumat 2
minggu yang lalu dan kakinya semakin membengkak.
c) Riwayat Penyakit Sekarang ( PQRST )
Klien mengatakan nyeri pada kaki, nyeri semakin terasa
jika berjalan atau menapak, nyeri pada bagian telapak kaki
kiri, skala nyerinya 3/10, sakit berkurang saat diberikan
obat dan istirahat dan merasa lemas.
P : Klien mengatakan nyeri pada telapak kaki kiri.
Q : Sakit seperti ditusuk-tusuk
R : Nyeri dirasakan pada bagian telapak kaki kiri .
S : Skala nyeri 3/10
T : Sakit berkurang saat diberikan obat dan istirahat

19
d) Keluhan Yang Menyertai
Klien mengatakan merasa sakit dibagian epigastric.
e) Riwayat tindakan konservatif dan pengobatan yang telah
didapat
Tindakan konservatif : Tidak ada
Pengobatan yang telah di dapat : Tidak ada
2) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a) Riwayat Alergi
Klien mengatakan tidak ada riwayat alergi
b) Riwayat Penyakit atau Rawat Inap Sebelumnya
Klien mengatakan pernah di rawat inap 2 tahun yang lalu
c) Riwayat Operasi
Klien mengatakan pernah melakukan tindakan operasi,
yaitu operasi pedis dextra akibat terkena beling di RS
Rajawali.
d) Riwayat Transfusi
Klien tidak pernah mendapatkan transfusi ataupun
melakukan transfuse.
e) Riwayat Pengobatan
Klien mengatakan tidak mengkonsumsi obat-obatan.

b. Riwayat Kesehatan Keluarga


1) Riwayat penyakit anggota keluarga yang menurun dan
atau menular
Klien mengatakan tidak memiliki penyakit menurun dan
atau menular dari anggota keluarga.
2) Keadaan kesehatan lingkungan rumah
Klien mengatakan tinggal bersama kedua anaknya,
tinggal di sebuah rumah yang padat penduduk

20
3) Genogram 3 generasi

Keterangan :
: Laki-laki : Garis keluarga
: Perempuan : Klien
: Ayah Klien
: Ibu Klien

3. Data Biologis
a. Penampilan umum :
Klien tampak sakit sedang , pucat dan lemas, kesadaran compos
mentis, dengan GCS 15 ( E : 4 M: 6 V: 5), terpasang infuse di
tangan kiri, infuse RL lancar dengan tetesan 1500 cc / 24 jam ,
tak terpasang NGT, dan tak terpasang Oksigen.
b. Tanda-tanda vital :
 Tekanan darah : 110/76 mmHg, di Brakhialis.
 Nadi : 76 x / menit, di arteri radialis, kuat,
teratur.
 Suhu : 36,5 0C per axilla.
 Pernafasan : 18 x / menit. Pernafasan dada,
reguler / teratur.
 Nyeri : ada di bagian pedis sinistra skala 3/10

21
c. Tinggi badan : 148 cm
Berat badan : 44 kg.
IMT :20.10 kg/m2 (klien dengan kategori
normal/ideal).
d. Anamnesa dan Pemeriksaan fisik per sistem
1) Sistem pernafasan
a) Anamnesa
Klien tidak mengeluh sesak bila beraktivitas.
Sebelum dirawat : klien tidak ada mengeluh sesak nafas.
Saat di rawat : klien mengatakan tidak ada sesak nafas.
Pemeriksaan fisik :
b) Inspeksi
Pernafasan cuping hidung tidak ada, deviasi septum nasi
tidak ada, mukosa hidung lembab, secret/lender tidak
ada, polip tidak ada, cyanosis tidak ada, tidak terpasang
oksigen.
Bentuk dada klien simetris, pergerakan dada klien
simetris, deviasi trakea tidak ada, retraksi dada kiri dan
kanan optimal, pola irama pernafasan regular, dyspnea
tidak ada .
c) Palpasi
Daerah sinus paranasalis tidak ada keluhan atau tidak
merasa sakit.
Vocal/taktil fremitus vibrasi paru kiri dan kanan sama.
d) Perkusi
Terdengar sonor
Batas paru ICS 2-5
e) Auskultasi
Vesicular normal, halus bernada rendah dengan fase
inspirasi lebih lama daripada ekspirasi.

22
Bronchial normal, bernada tinggi dengan fase ekspirasi
lebih lama daripada inspirasi .
Bronchovesikular normal.
Suara tambahan tidak ada .
Vocal resonan, kualitas kanan dan kiri sama.
f) Masalah keperawatan
Tak ada masalah keperawatan
2) Sistem kardiovaskuler
a) Anamnesa
Klien mengatakan tidak ada nyeri dada, klien
mengatakan tidak ada nyeri pada jantung, klien
mengatakan tidak ada riwayat penyakit jantung.
Sebelum dirawat : tidak ada keluhan mengenai Jantung.
Sesudah dirawat : tidak ada keluhan mengenai Jantung
dan tak ada nyeri dada.
Pemeriksaan fisik :
b) Inspeksi
ictus cordis tidak terlihat, edema tidak ada, clubbing of
the finger tidak ada, cyanosis tidak ada.
c) Palpasi
Ictus Cordis tidak teraba/tidak terlihat/tidak bergeser di
ICS 5 Midclavicula kiri, thrill tidak ada, capillary refill
time <3 (2-3 detik) detik, tidak ada edema.
d) Perkusi
terdengar suara sonor di ICS 2-3
batas – batas jantung :
Atas : Ruang interkostal II kiri di linea
parasternalis kiri.
Bawah : Ruang interkostal III-IV kanan,di line
parasternalis kanan.

23
Kiri : Ruang interkostal II letaknya lebih dekat ke
sternum daripada letak iktus cordis ke sternum, kurang
lebih di linea parasternalis kiri.
Kanan : Ruang interkostal III-IV kanan,di line
parasternalis kanan.
e) Auskultasi
Bunyi jantung 1 : Lub, bunyi menutupnya
katup mitral dan tricupidalis.
HR : 76 x / menit.
Bunyi jantung II : Dub, bunyi menutupnya
katup aorta dan pulmoralis.
Bunyi jantung tambahan : Tidak ada bunyi jantung
tambahan.
Irama Gallop : Tak ada irama Gallop.
f) Masalah Keperwatan
Tidak ada masalah keperawatan

3) Sistem Pencernaan
a) Anamnesa
Klien mengeluh nyeri di abdomen region II (epigastric
region) dan mual.
Sebelum dirawat : Klien mengatakan mual.
Saat dirawat : Klien mengatakan mual masih ada.
Pemeriksaan fisik :
b) Inspeksi
Mulut : Bibir kering, stomatitis tidak ada,
lidah bersih, ginggivitis tidak ada, gusi berdarah tidak
ada, tonsil tidak ada.
Gigi : Caries gigi tidak ada, jumlah gigi 30
buah, gigi tanggal ada 2.
Abdomen : Bentuk abdomen datar,
bayangan/gambaran bendungan pembuluh darah vena

24
pada abdomen tidak terlihat, spider naevi tidak ada,
distensi abdomen tidak ada, dan tidak terpasang NGT.
Anus : Tidak ada hemoroid, fissure tidak
ada, fistula tak ada terlihat , tanda-tanda keganasan tak
ada dan tidak terpasang drain.
c) Auskultasi
Bising usus 6 x/menit/ lemah.
d) Palpasi
Nyeri tekan di region/kuadran : Region II (Epigastric
Region).
Nyeri lepas di region/kuadran : Tidak ada nyeri lepas.
Massa/benjolan tidak ada.
Nyeri tekan/lepas titik Mc Burney tidak ada nyeri.
Hepar tidak teraba, nyeri tekan tidak ada.
Limpa tidak teraba, nyeri tekan tidak ada.
e) Perkusi
Terdengar Timpani.
f) Masalah keperawatan
Nyeri akut b.d mukosa lambung teriritasi.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d masukan nutrient yang tidak adekuat.
4) Sistem Perkemihan
a) Anamnesa
Klien tidak mengeluh nyeri pada saat buang air kecil,
BAK lancar.
Sebelum dirawat : Klien mengatakan tidak ada masalah
dalam BAK
Saat di rawat : Klien mengatakan tak ada masalah dalam
BAK hari ini sudah 2 x BAK dan tidak terasa nyeri.

25
Pemeriksaan fisik :
b) Inspeksi
Distensi pada regio hipogastrika tidak ada, tidak
terpasang kateter urin, warna urin jernih, jumlah urin
klien sudah BAK 2x.
c) Palpasi
Tidak ada nyeri tekan pada regio hipogastrika.
d) Perkusi
Regio hipogastrika terdengar redup.
Tidak ada nyeri ketuk pada area costo vertebral angle
kanan dan kiri.
e) Masalah keperawatan
Tidak ada masalah keperawatan

5) Sistem Persarafan
a) Anamnesa
Klien dapat mengikuti perintah, saraf klien berfungsi
dengan baik.
Orientasi terhadap orang , waktu , tempat
Klien mampu mengingat nama kedua orang tuanya dan
anak-anaknya, tempat dimana ia tinggal, kapan ia
mendapat penyakit ini.
Memori jangka panjang dan pendek
Klien mampu mengingat hari yang ditanyakan kepada
klien. Klien mampu mengingat apa kegiatan yang biasa
dia lakukan.
Kemampuan kalkulasi
Klien mampu menghitung dan menjawab perhitungan
dengan tepat.

26
b) Inspeksi
Bentuk muka : Bulat (simetris),
mulut simetris, spastik tidak ada.
Parase : Tidak ada
kelumpuhan pada otot wajah.
Suara : Artikulasi jelas.
Sensibilitas ekstremitas atas/baal : Tidak baal, ada
respon nyeri saat dicubit.
Sensibilitas ekstremitas bawah/baal : Tidak baal, ada
respon nyeri saat dicubit.
Pergerakan tidak terkoordinir : Tidak ada, semua
terkoordinir.
Tingkat kesadaran :
Kesadaran kualitatif compos mentis.
Kesadaran kualitatif GCS 15 ( E : 4, V : 5, M : 6).
c) Inspeksi dan palpasi
Uji saraf cranial :
 Nervus I olfaktorius ( klien dapat mencium bau
pastik/alkohol swab, minyak kayu putih, dapat
mencium bau-bauan dengan baik).
 Nervus II optikus ( klien dapat membaca name tage
pemeriksa sejauh 30 cm).
 Nervus III okulomotorius ( pupil klien isokor ± 2 mm
bila diberi cahaya).
 Nervus IV trochlear ( klien dapat melihat keatas dan
kebawah, dapat membuka kelopak mata).
 Nervus V trigeminus (klien dapat mengedip,
menutup mata, klien dapat mengunyah).

27
 Nervus VI abdusen (bola mata pasien bisa bergerak
ke kiri dan ke kanan)
 Nervus VII fasialis (klien dapat tersenyum simetris,
dapat menggerakkan rahang).
 Nervus VIII vestibulokoklealis (klien dapat
mendengarkan bunyi detik jam).
 Nervus IX glasofaringius (klien dapat merasakan rasa
makanan).
 Nervus X vagus ( klien dapat menelan dengan baik).
 Nervus XI aksesorius ( klien dapat mengangkat bahu
dan menengok kiri dan kanan, klien dapat menahan
tahanan bahu dan kaki betis).
 Nervus XII Hipoglosus (klien dapat menggerakan
lidah ke kanan dan kiri).
d) Perkusi
Reflek fisiologis : tendon biceps (+), tendon triceps (+),
tendon achilles (+), tendon patella (+).
Reflek patologis : reflek babinski (+) klien dapat
merasakan geli.
e) Masalah keperwatan
Tidak ada masalah keperawatan.

6) Sistem Muskulokeletal.
a) Anamnesa
Klien tidak mengeluh ada kelemahan, ada sedikit akibat
dari sakit kaki yang dirasakan.
Sebelum dirawat : Klien mengatakan sering lemas akibat
rasa nyeri dari kakinya.
Saat dirawat : Klien mengatakan lemas ada, nyeri masih
ada jika kaki kiri digerakkan.

28
Pemeriksaan fisik :
b) Inspeksi
Ekstremitas atas dapat beregrak bebas, tangan
dapat ,menahan tahanan. Ekstremitas bawah dextra bisa
digerakkan bebas, kaki dapat menahan tahanan.
Atrofi : Tak ada atrofi otot.
Rentang gerak/Range of motion : Luas mampu fleksi,
ekstensi, abduksi, aduksi dan rotasi.
Kekuatan otot: 5 5
4 2
Bentuk columna vertebralis tidak ada kelainan, tidak
kifosis, lordosis, scoliosis.
Penggunaan alat bantuan : Tak menggunakan alat
bantuan dan tak ada balutan.
c) Palpasi
Nyeri tekan pada procesus spinosus tidak ada
d) Masalah keperawatan
Tidak ada masalah keperawatan.
7) Sistem Panca Indra
a) Anamnesa
Klien tidak ada masalah dalam pengelihatan,
pendngaran, dan bicara.
Penglihatan : Klien dapat membaca tulisan dari jarak
30cm, tidak ada nyeri.
Pendengaran : Klien dapat mendengarkan perintah atau
perkataan. Tidak ada nyeri.
Sebelum dirawat : klien mengatakan pandangan normal ,
pendengaran jelas.

29
Saat dirawat : klien mengatakan tak ada masalah dalam
pendengaran dan penglihatan.

Pemeriksaan fisik :
b) Inspeksi
Penglihatan : conjungtiva tidak anemis berwarna merah
muda, sclera tidak ikterik berwarna putih, palpebrae
tidak edema, pupil isokor, reaksi cahaya ada, kontraksi
mengecil, diameter ± 2/2 mm.
Pendengaran : pinna (terdapat tulang rawan), pinna
bersih, canalis auditorius externa utuh, relflex cahaya
politzer ada pantulan cahaya. Membran timpani utuh,
battle signs tidak ada.
Tidak ada pengeluaran cairan atau darah dari telinga,
tidak terdapat serumen, tak ada lesi.
c) Palpasi
Penglihatan : TIO : Tekanan intra okuler kanan
dan kiri simetris, tidak ada tekanan.
Pendengaran : Pinna ada (terdapat tulang rawan).
d) Masalah keperawatan
Tidak ada masalah keperawatan.
8) Sistem Endokrin
a) Anamnesa
Klien mengatakan tidak ada riwayat penyakit gula, tak
ada nyeri tekan pada bagian leher.
Sebelum dirawat: klien tak mengeluh ada masalah.
Saat dirawat : klien tak mengeluh ada masalah.
b) Inspeksi
Bentuk tubuh : Gigantisme tidak ada, kreatinisme
tidak ada, Kelenjar tiroid tidak ada pembesaran, tak ada
lesi.

30
Pembesaran pada ujung-ujung ekstermitas atas dan
bawah tidak ada.
Lesi tidak ada.
c) Palpasi
Kelenjar tiroid tidak ada pembesara,tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening.
d) Masalah keperawatan
Tidak ada masalah keperawatan.
9) Sistem Reproduksi
Anamnesa :
Klien mengatakan tidak ada nyeri, siklus menstruasi lancer,
jumlah warna normal.
Inspeksi :
Genetalia eksterna bersih, lesi tidak ada.
Pengeluaran cairan/discharge (jumlah, warna, bau) normal.
Saat menstruasi jumlah darah normal (5-7 hari lama
menstruasi).
Warna : merah normal, darah kotor.
Bau : Bau khas (normal).
Hipospadia tidak ada, edema scrotum tidak ada.
Massa tidak ada, lesi tidak ada.
Palpasi :
Mammae : massa/benjolan tidak ada, lesi tidak ada.
Gynaecomastia tidak ada, bentuk payudara
normal.
Masalah keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan.
10) Sistem Integumen
a) Anamnesa
Klien mengatakan nyeri tekan saat bagian kulit di tekan
pada pedis sinistra, dan kulit tidak ikterik.

31
Sebelum dirawat : kulit klien tampak kering.
Saat dirawat : kulit klien tampak normal.

Pemeriksaan fisik :
b) Inspeksi
Rambut : lembut, halus dan berwarna putih serta
distribusi ada, tidak rontok.
Bentuk kuku : Kuku tampak bersih, tidak ada clubbing
finger, normal.
Kulit : kering, teraba hangat pada daerah luka dan
pembengkakan.
Lesi (lokasi, ukuran, tanda-tanda peradangan) tidak ada.
Ptekie tidak ada.
Ekimosis tidak ada.
c) Palpasi
Tekstur kulit kasar.
Kelembaban kering.
Turgor kulit menurun < 3 detik.
Nyeri tekan saat disentuh pada bagian pedis sinistra
Skala nyeri tekan 3/10
d) Masalah keperawatan
Nyeri akut b.d agen cedera biologi
Kerusakan integritas kulit b.d perubahan turgor dan
perubahan sirkulasi
Resiko infeksi b.d destruksi jaringan

4. Data Psikologis
a. Status Emosi : Klien tampak tenang tetapi merasa sedih karena
sakit.
b. Konsep Diri meliputi

32
1) Gambaran diri : Klien mengenali tentang dirinya yang
disuka dan tidak disukai.
2) Harga diri : Klien mengenali bentuk dirinya dan mempunyai
hubungan sosial yang baik dengan teman-temannya.
3) Ideal diri : Klien menginginkan dirinya cepat sembuh dan
dapat menjalani aktivitas seperti biasanya.
4) Identitas diri : Klien ada seorang perempuan, dirinya ramah,
baik, tidak mudah marah, dan mudah tersenyum. Klien
adalah ibu rumah tangga.
5) Peran : Klien sebagai anak ke 3 dari 5 bersaudara dan
mempunyai 7 orang anak.
6) Gaya Komunikasi : Klien berbicara dengan jelas dan dapat
menjawab dengan baik pertanyaan dari perawat.
7) Pola Interaksi : Klien tampak kooperatif ketika di ajak
komunikasi oleh perawat dan dapat berkoordinasi dengan
baik saat berkomunikasi.
8) Pola Mengatasi Masalah : Kilen mengatasi masalah dengan
berdoa kepada Tuhan dan sharing kepada orangtuanya serta
menyelesaikan masalah segera mungkin.

5. Data Sosio-Spritual
a. Pendidikan pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
b. Hubungan Sosial : Klien berhubungan baik dengan
tetangga rumah, dengan lingkungan sekitar rumah tidak ada
masalah.
c. Sosial dan kultur : Baik, Klien adalah keturunan Sunda.
d. Gaya Hidup : Baik, dapat melakukan kegiatan dan
aktivitas dengan baik.
e. Arti kehidupan : Klien mengatakan hidup adalah
sebuah anugerah

33
f. Arti kematian : Klien mengatakan kematian adalah
awal kehidupan baru.
g. Arti sehat : Klien mengatakan sehat adalah
karunia Tuhan
h. Arti sakit : Klien mengatakan sakit adalah
cobaan dari Tuhan.
i. Hubungan dengan Tuhan : Klien mengatakan segala sesuatu
baik, selalu percaya dengan Tuhan, segala sesuatu yang terjadi
adadalah kehendak-Nya.
j. Harapan tentang sehat dan sakit : Klien berharap mendapatkan
kesembuhan.
k. Kegiatan agama yang diikuti :
Klien adalah seeorang muslim. klien sangat rajin menjalankan
sholat 5 waktu.
6. Presepsi Klien Terhadap Penyakitnya
Klien mengatakan penyakitnya adalah teguran dari Tuhan dan mau
untuk memperbaiki pola makan.
7. Data Penunjang
a. Laboratorium

 Pemeriksaan tanggal 18 Juni 2019 pukul 20:00 WIB


pemeriksaan Analisa Urine

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai metode


rujukan
Kekeruhan SL Clear
Cloudy
Leukosit Large Negatif
Sel epitel Banyak

34
 Pemeriksaan tanggal 19 Juni 2019 pukul 08:30 WIB
pemeriksaan Hematologi

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai metode


rujukan
Hemoglobin 10,8 g/dl 14,0- SLS HB
17,5
Hematokrit 33 % 40,0- RBCCPL
54,0
Jumlah 13,28 10˄3/µL 4,50- Flow.C
Leukosit 11,00
MCH 27 pg/mL 28-33 Kalkulasi
Eritrosit 4,02 Juta/ µL 4,50- DC DM
5,90
eGFR
Kreatinin 21 mg/dL 0,7-1,3
Darah
eGFR 23,5
GDS 128 mg/dL

b. Radiologi
Selulitis
Pedis AP oblique
Besar, bentuk dan struktur trabeculae tulang-tulang pembentuk
pedis dalam batas normal.
Sela dan permukaan sendir normal, tidak tampak garis fraktur,
proses litik maupun sklerotik.

35
Kesimpulan : foto pedis dalam batas normal.
tidak tampak osteomyelite
c. Terapi

1) Terapi parenteral :
 Metronidazole
Golongan : Obat keras, Harus dengan resep
dokter.
Dosis : 3 x 500 mg
Cara kerja obat : Farmakologi metronidazole adalah
sebagai amubisida, bakterisida, dan
trikomonasida. Eliminasi terutama
melalui urine.
Indikasi :
 Mencegah dan mengobati
berbagai macam infeksi yang
disebabkan oleh mikroorganisme
protozoa dan bakteri anaerob,
misalnya pencegahan infeksi
setelah operasi, infeksi
trikomoniasis, infeksi H. pylori,
vaginosis bakteri, peradangan gigi
dan gusi, infeksi ulkus kaki,
infeksi amebiasis, Giardiasis
Kontra Indikasi :
 Bagi ibu Hamil
 Alergi metronidazol
Efek Samping :
 Rasa tidak nyaman pada salura
pencernaan, anoreksia (kehilanga
nafsu makan), sakit kepala,

36
ataksia (gangguan koordinasi
gerakan), vertigo, pusing,
leukopenia
 Pumpicel
Golongan : Obat keras, perlu resep dokter
Dosis : 1 x 40 mg
Cara kerja obat : bekerja dengan cara menghambat
sel-sel di lapisan lambung untuk
menghasilkan asam lambung,
sehingga produksi asam lambung
berkurang. Dengan berkurangnya
asam lambung, luka (tukak) pada
lambung dan erosi pada esofagus
dapat dicegah atau dipercepat
penyembuhannya.
Indikasi :
Tukak duodenum, tukak lambung; ka
sus inflamasi esofagus (refluks esofa
gitis) sedang & berat.
Pengobatan kondisi hipersekresi pato
logis yang berhubungan
dengan sindrom Zollinger-Ellison
atau kondisi neoplasma.
Kontra indikasi :
 Hipersensitivitas
 Ibu hamil dan anak-anak
Efek samping :

 Gangguan GI
 Muntah
 bibir kering

37
 Ceftriaxone 1 x 2 gr
Golongan : Harus dengan resep dokter
Dosis : 1 x 2 gr
Cara kerja obat : Ceftriaxone adalah untuk mengobati
penyakit infeksi bakteri, bukan
penyakit yang disebabkan oleh virus
Indikasi :
 Infeksi saluran napas
 Infeksi kulit
 Infeksi tulang dan jaringan lunak
 Infeksi saluran kemih

Kontra indikasi : Hipersensitif

Efek Samping :

 Bengkak, nyeri dan kemerahan


 Mual dan muntah
 Reaksi alergi
 Keterolas 3 x 30 mg
Golongan : Harus dengan resep dokter
Dosis : 3 x 30 mg
Cara kerja obat : Meredakan peradangan dan nyeri
pasca operasi
Indikasi :
 jangka pendek setelah operasi untuk
meredakan nyeri

Kontra indikasi : Hipersensitif

Efek Samping :

 Pusing, sakit kepala


 mengantuk

38
d. Diit
Makanan Lunak
e. Acara infus
RL 1500 cc/ 24 jam. 20 tetes / menit.
f. Mobilisasi
Bedrest

B. Pengelompokan Data
Data subjektif Data objektif
 Pasien mengeluh nyeri  Klien tampak lemas
di bagian pedis sinistra  Klien tampak kesakitan
 Pasien mengatakan  Tanda – tanda vital
lemas TD : 110/76 mmHg
Suhu : 36,5 0C
Nadi : 76 x / menit regular
RR : 18 x / menit regular
 BB : 44 Kg
 Pasien makan ¼ dari porsi

C. Analisa Data
No Data Senjang Etiologi Masalah
1. Data Subyektif Bakteria Nyeri akut
 Klien mengeluh nyeri di
melekat pada epitel
bagian perut tengah atas
lambung
Data obyektif
menghancurkan
 Klien tampak sakit
mukosa lapisan
lambung

39
Menurunkan barrier
lambung terhadap
asam dan pepsin

Menyebabkan difusi
kembali asam
lambung & pepsin

Inflamasi

Nyeri epigastrium

Nyeri

2. Data subjektif Nyeri epigastrium Ketidakseimbangan


nutrisi kurang dari
 Pasien mengatakan Menurunkan sensori
kebutuhan tubuh
mual untuk makan
 Pasien mengatakan Anoreksia
nyeri jika diberi asupan
Ketidakseimbangan
makanan
nutrisi kurang dari
kebutuihan tubuh
Data Objektif
Erosi mukosa
 Klien tampak sakit
lambung
sedang
 Klien tampak lemas
Menurunkan tonus
 Intake makan ¼ dari
dan peristaltik
porsi
lambung

Refluk isi
duodenum ke
lambung

40
Mual

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Data Subyektif Reaksi inflamasi


3. Nyeri akut
 Pasien mengeluh nyeri Respon antigen
di bagian pedis sinistra antibodi
 Pasien mengatakan
Pelepasan mediator
lemas
kimia

Data obyektif Mengiritasi ujung

 Klien tampak kesakitan saraf

 Klien tampak lemas Nyeri tekan


 3
Skala nyeri /10
Nyeri akut

Data Subyektif Luka


4. Kerusakan integritas
 Klien mengatakan kaki Rusaknya bariel jaringan
bengkak jaringan

Menyerang kulit dan


Data obyektif
jaringan subkutan
 Klien tampak bengkak
 Klien tampak Vasodilatasi
kemerahan pembuluh darah

Peningkatan
permeabilitas
kapiler

41
Edema

Penurunan suplai
darah ke jaringan

Perfusi
jaringan terganggu

Proses
penyembuhan
terganggu

Nekrosis jaringan

Kerusakan integritas
jaringan

42
43
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRORITAS
MASALAH

1. Nyeri akut b.d agen cedera biologi


2. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan turgor dan perubahan sirkulasi
3. Resiko infeksi b.d destruksi jaringan
4. Nyeri akut b.d mukosa lambung teriritasi.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan
nutrient yang tidak adekuat.

III. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Terlampir
IV. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
TGL JAM No. DK Implementasi Nama Jelas
18 Juni 19.10 1 1. Mengkaji skala nyeri yang dirasakan Skolastika
2019 WIB klien ( skala nyeri 3/10)
2. Memberikan massage menggunakan Skolastika
minyak kayu putih pada perut yang sakit
4. Memberikan posisi semi fowler
kepada pasien Skolastika
5. Mengajarkan pasien nafas dalam untuk
mengurangi rasa sakit Skolastika

18 Juni 19.20 2 1. Mengkaji klien tentang penyakit kaki Skolastika


2019 WIB yang dialaminya
2. Membantu posisi semi fowler agar Skolastika
pasien terasa nyaman
3. Memberikan Health Education kepada Skolastika
klien tentang menjaga tubuh agar
terhindar dari benda-benda yang tajam

44
4. Menganjurkan kepada klien untuk Skolastika
berhati-hati dalam melakukan
aktivitas

18 Juni 20.00 3 1. Mengkaji status integritas kulit klien Skolastik


2019 WIB 2. Membantu klien mengenali tanda- Skolastika
tanda dehidrasi
3. Memberikan health education kepada Skolastika
klien tentang pemenuhan cairan.
4. Mengontrol intake dan output cairan Skolastika
dari klien.
5. Menganjurkan kepada klien untuk Skolastika
banyak minum dan menjaga kelembapan
kulit

19 Juni 08.00 4 1. Membantu memandikan klien Skolastika


2019 WIB 2. Mengkaji kenyamanan yang dirasakan Skolastika
klien akibat nyeri yang dialami
3. Membagikan obat ceftriaxone, Skolastika
metronidazole, pumpicel kepada klien
4. Memberikan edukasi kepada klien Skolastika
untuk menjaga aktivitasnya supaya kaki
yang luka tidak terbentur
20 Juni 08.00 5 1. 1
2019 WIB 1. Mengkaji kenyamana yang dirasakan Skolastika
klien akibat nyeri yang dialami
Skolastika
2. Membagikan obat ceftriaxone,
metronidazole, pumpicel kepada klien.
Skolastika

45
3. Memberikan edukasi kepada klien
untuk menjaga kativitasnya

20 Juni 11.30 6. 2. 1
2019 WIB 1. Membantu perawatan luka post op Skolastika
Skolastika
2. Memberikan edukasi untuk perawatan
luka post op

V. Evaluasi Keperawatan
Tanggal NO. Evaluasi (S O A P) NAMA & TTD
dan Jam DK
18 Juni I S : klien mengatakan masih merasakan Skolastika
2019 nyeri yang hebat
O : klien tampak lemas, pucat, tampak
sakit hebat
19.15 A: masalah belum teratasi
WIB P : Observasi skala nyeri, intervensi
tetap dilakukan.
I : memberikan massage pada daerah
yang sakit tetapi memberikan jarak dari
lukanya

II S : Klien mengatakan kaki terasa Skolastika


bengkak
19.30 O : klien lemas
WIB A : Masalah sudah teratasi sedikit.
P : Observasi integritas kulit klien

46
I : Memberikan posisi semi fowler
kepada klien untuk mendapatkan
kenyamanan Skolastika
19.40 IV
WIB S : klien mengatakan mual dan perut
terasa sakit
O : klien tampak lemas
A: masalah belum teratasi
P : Observasi skala nyeri klien
I : memberikan minyak kayu putih
kepada klien supaya perut terasa lebih
19 Juni I enak Skolastika
2019
08.00 S : klien mengatakan nyeri masih
WIB dirasakan
O: klien tampak sakit dan lemas
A : masalah belum teratasi
P: Intervensi tetap dilakukan
I : Memberikan obat ceftriaxone,
09.00 II metronidazole, pumpicel kepada klien.
WIB Skolastika
S : Klien mengatakan bengkak masih
ada
O : klien tampak sakit sedang,
A : Masalah belum teratasi
P : Melanjutkan intervensi dengan
memberikan Health Education
I : memberikan edukasi kepada klien
untuk menjaga aktivitasnya agar kaki
yang sakit tidak terbentur dan tidak
IV menambah pembengkakan Skolastika

47
09.10
WIB S : Klien mengatakan sudah tidak
merasa mual
O : klien tampak sudah sakit sedang,
tidak begitu lemas
A : Masalah teratasi
P : Melanjutkan intervensi dengan
memberikan Health Education
I : Mengajarkan klien ketika mual untuk
menarik nafas dan memperbanyak
minum air putih
20 Juni S : klien mengatakan nyeri masih Skolastika
I
2019 dirasakan
O: klien tampak sakit dan lemas
08.00
A : masalah belum teratasi
WIB
P: Intervensi tetap dilakukan
I : Memberikan obat ceftriaxone,
metronidazole, pumpicel, dan keterolas
kepada klien.
Skolastika

S : Klien mengatakan bengkak masih


ada tapi sudah mengecil
08.00 II
O : klien tampak sakit sedang,
WIB
A : Masalah belum teratasi
P : Melanjutkan intervensi dengan
memberikan Health Education
I : memberikan edukasi kepada klien
untuk menjaga aktivitasnya agar kaki
yang sakit sehabis post op tidak

48
terbentur dan tidak menambah
pembengkakan

S : Klien mengatakan sudah tidak Skolastika


08.00 IV
merasa mual
WIB
O : klien tampak sudah sakit sedang,
tidak begitu lemas
A : Masalah teratasi
P : Melanjutkan intervensi dengan
memberikan Health Education
I : Mengajarkan klien ketika mual untuk
menarik nafas dan memperbanyak
minum air putih

11.30 S : klien mengatakan nyeri masih Skolatika


I
WIB dirasakan saat perawatan luka
O: klien tampak sakit dan lemas
A : masalah belum teratasi
P: Intervensi tetap dilakukan dan
ditambah dengan perawatan luka post op
I : Memberikan obat ceftriaxone,
metronidazole, pumpicel, dan keterolas
kepada klien dan melakukan perawatan
luka

49
50
BAB IV
PEMBAHASAN

Pembahasan ini dimaksudkan agar dapat diambil kesimpulan dan


pemecahan masalah dari kesenjangan yang ada sehingga dapat digunakan sebagai
tindak lanjut dalam penerapan asuhan keperawatan yang tepat, efektid dan efisien.
1. Pengkajian Keperawatan
Pada pengumpulan data subyektif Ny. O, diketahui ini kedua kalinya Ny. O
masuk ke rumah sakit. Keluhan utama ia masuk rumah sakit yaitu nyeri di pedis
sinistra semenjak Jumat 2 minggu yang lalu akiat tertusuk paku. Pada teori
dalam buku “Kapita Selekta Kedokteran Jilid IV (II)”, dituliskan selain faktor
infeksi, personal hygiene merupakan faktor utama dalam penyebaran penyakit
selulitis. Hal ini disebabkan dengan adanya berbagai macam media penularan.
Di anamnesa klien mengatakan selain dari faktor infeksi, ternyata pola hidup
dan kurangnya pengetahuan menjadi pencetus munculnya penyakit selulitis.
2. Diagnosa Keperawatan
Tidak ada kesenjangan antara teori dan praktek.
3. Rencana Keperawatan
Terdapat 5 diagnosa keperawatan yang dapat dilakukan intervensi.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan dilakukan dengan baik tetapi tidak melakukan
seluruh implementasi dari buku NIC-NOC.
5. Evaluasi Keperawatan

Dalam evaluasi ini, akan membahas apakah tindakan intervensi


mendapatkan hasil atau tidak. Berdasarkan evaluasi yang dikaji oleh penulis,
didaptkan klien mencapai tujuan intervensi. Seperti pada diagnosa Nyeri akut
b.d agen cedera biologi klien dapat mengontrol rasa nyerinya sehingga
seiringnya waktu rasa nyeri dapat berkurang. Serta dijelaskannya penyakit
selulitis dan penularannya melalui media leaflet.

51
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Selulitis adalah peradangan akut terumata menyerang jaringan
dermis dan subkutis. faktor risiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma
local (robekan kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pembuluh vena
maupun pembuluh getah bening. lebih dari 40% penderita selulitis memiliki
penyakit sistemik. Penyakit ini biasanya didahului trauma, karena itu tempat
predileksinya di tungkai bawah. Gejala prodomal selulitis adalah demam
dan malaise, kemudian diikuti tanda-tanda perdangan yaitu tumor (bengkak),
dolor (nyeri), rubor (kemerahan), dan kalor (teraba hangat) pada area
tersebut. Faktor risiko terjadinya infeksi ini adalah trauma local (robekan
kulit), luka terbuka di kulit, atau gangguan pembuluh darah vena maupun
limfe. Klien lansia memiliki risiko lebih tinggi terhadap selulitis akibat
penurunan resistansi karena diabetes, malnutrisi, terapi steroid, atau adanya
luka atau ulkus. Faktor predisposisi lain meliputi adanya edema dan
inflamasi kulit lain atau luka (misalnya tinea, eksim, luka bakar, trauma).
Masalah keperawatan yang sering terjadi pada penderita selulitis
adalah nyeri akibat luka, integritas kulit yang terganggu, risiko infeksi.

B. SARAN
Pada klien dengan diagnosa selulitis sangat penting bagi perawat
untuk mengedukasi klien dan keluarga agar tetap menjaga pola kesehatan
dan juga kebersihan personal hygiene bagi klien.

52
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2012. Buku ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Jakarta : EGC Penerbitan Buku Kedokteran

Corwin, Elizabeth. 2014. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC Penerbit Buku
Kedokteran

Digiulio, Mary. 2014. Keperawatan Medikal BedahDeMYSTiFied Edisi 1.


Yogyakarta : Rapha Publishing

Hardi Kusuma dan Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta:
Mediaction Jogja.

Bilotta Kimberly A. J. 2012. Kapita Selekta Penyakit. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arief, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 dan 2. Jakarta:
Media Aesculapius.

Muttaqin Arif. 2013. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta :

Selemba Medika

Scholastica Fina. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan


Sistem Integumen. Yogyakarta : Pustaka Baru Press

53

Anda mungkin juga menyukai