Oleh :
KELOMPOK 3
PENDAHULUAN
Cara mudah yang dilakukan oleh pemerintah (Ditjen Pajak) untuk memungut pajak adalah
dengan cara mewajibkan wajib pajak melakukan pemungutan dan pemotongan atas pajaknya,
dari pihak lain (pihak ketiga), sesuai dengan kewajiban pajak untuk melakukan pemotongan atau
pemungutan pajak, dan selanjutnya menyetorkan dan melaporkannya ke kantor pajak setiap
bulan berdasarkan ketentuan perpajakan. Cara seperti ini dikenal dengan nama sistem
withholding tax. Dengan cara ini, pemerintah akan lebih mudah dan hemat mengumpulkan pajak
tanpa upaya dan biaya besar. Tugas pemerintah cukup mengawasi saja, dan bila ada wajib pajak
yang tidak menjalankan withholding tax dengan benar, Ditjen Pajak tinggal menerapkan sanksi
administrasi, yang akan menambah pemasukan atau penerimaan negara. Berbeda dengan self
assessment, yang memberi kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk menghitung,
membayar, dan melaporkan kewajiban perpajaknnya sendiri.
Dalam praktiknya, masih saja kita temukan banyak wajib pajak yang tidak memiliki
informasi lengkap mengenai pajak apa saja yang harus dipotong atau dipungut. Sehingga ketika
wajib pajak melaksanakan transaksi pembayaran dan tidak melakukan pemotongan atau
pemungutan PPh, maka konsekuensi yang harus dihadapinya adalah, wajib pajak tersebut akan
dikenai tagihan atas pajak yang tidak/kurang dipungut/dipotong, ditambah dengan sanksi
administrasi. Terkesan kurang adil perlakuan pengenaan sanksi perpajakan terterhadap wajib
pajak pemungut dan pemotong pajak karena mereka dibebani kewajiban untuk memungut pajak
pihak lain (pihak ketiga) yang seharusnya bukan tanggung jawab mereka untuk memungut dan
mengadministrasikannya, melainkan tanggung jawab pemerintah (dalam hal ini adalah Ditjen
Pajak), tetapi ketika wajib pajak pemungut dan pemotong pajak tersebut luput
memotong/memungut pajak yang seharusnya mereka potong/pungut, maka kepada mereka akan
dikenai sanksi perpajakan, tanpa ada kompensasi apa pun atas jumlah pajak yang berhasil
mereka potong/pungut, padahal wajib pajak pemotong/pemungut juga telah mengeluarkan
macam-macam biaya overhead (biaya pegawai, cetakan, dan biaya umum dan administrasi
lainnya) untuk penyelenggaraan administrasinya.
BAB II
PEMBAHASAN
Kewajiban Pelaporan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan pemungut pajak wajib melaporkan hasil
pemungutannya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan Pajak.
Semua Pemungutan PPh Pasal 22 bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai
pembayaran PPh dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang dipungut, kecuali atas penjualan
bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh Produsen atau importir bahan bakar
minyak, bahan bakar gas, dan pelumas kepada penyalur/agen.
B. PAJAK PENGHASILAN PASAL 23
Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) adalah pajak yang dikenakan pada
penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah
dipotong PPh Pasal 21.
Pajak adalah pungutan. Suka atau tidak, itu adalah suatu pemaksaan yang dilegalisasi
melalui undang-undang. Undang-undang ini tujuannya untuk memberi kesan bahwa pungutan itu
tidak sama dengan perampasan. Bagaimanapun juga, itu adalah suatu pengeluaran yang tidak asa
direct benefit-nya. Oleh karena itu sepanjang tidak ada aturannya, sah saja kalau tidak dibayar.
Kalau ada pemotongan dan pungutan, masyarakat cenderung untuk shifting dari objek-objek
yang kena pemotongan atau pemungutan, melakukan shifting hingga menjadi tidak kena pajak
atau shifting dari tarif yang besar ke tarif yang kecil. Mereka akan bermain dengan kata-kata atau
terminologi, hingga muncul istilah yang aneh-aneh. Setiap ada terminologi yang kena pajak,
mereka akan mencari terminologi lain yang tidak tercakup dalam ketentuan.
Tidak jarang terjadi dispute dalam bisnis tentang kewajiban memungut PPh pasal 23, di
mana perusahaan pemilik proyek atau penerima jasa mengharuskan adanya pemungutan atau
pemotongan PPh pasal 23 dari pihak ketiga, sedangkan pihak pemberi jasa (kontrakor) tidak
bersedia dipotong pajaknya karena tidak ada pasal pemotongannya dalam kontrak perjanjian.
Apabila perusahaan pemilik proyek tidak memotong PPh pasal 23, dan transaksi ini ditemukan
oleh fiskus pada saat dilakukan pemerikasaan pajak, maka perusahaan pemilik proyek akan
dikenai kewajiban untuk membayar PPH pasal 23 (withholding tax) yang terutang ditambah
denda keterlambatan penyetoran sebesar 2% sebulan dari pokok pajak.
Umumnya penghasilan jenis ini terjadi saat adanya transaksi antara pihak yang menerima
penghasilan (penjual atau pemberi jasa) dan pemberi penghasilan. Pihak pemberi penghasilan
(pembeli atau penerima jasa) akan memotong dan melaporkan PPh pasal 23 tersebut kepada
kantor pajak.pemotongan PPh Pasal 23 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan
dengan pembayaran berupa dividen, bunga, royalti, sewa, dan jasa kepada WP badan dalam
negeri, dan BUT. WP badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 23, sedangkan WP orang
pribadi tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 23. Demikian sebaliknya, apabila WP
menerima penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 dan pemberi
penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 23, maka atas penghasilan
yang diterima akan dipotong PPh Pasal 23 oleh si pihak pemotong tersebut.
1. Badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk
usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang ditunjuk sebagai pemotong PPh 23, yaitu:
a. Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) kecuali
PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan
bebas;
b. Orang Pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.
Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Keputusan Penunjukan sebagai
Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 kepada Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri tertentu
yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak. Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri tertentu wajib
memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran berupa sewa.
Dividen yang diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimkasud dalam Pasal 17 ayat
(2c) UU PPh, tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividend yang dibagikan
kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah paling tinggi sebesar 10%
(sepuluh persen) dan bersifat final.
4. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi,
termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
5. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
6. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang
berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan, yaitu:
a. Perusahaan pembiayaan yang merupakan badan usaha di luar bank dan lembaga
keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang
termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan dan telah memperoleh ijin
usaha dan menteri keuangan
b. BUMN atau BUMD yang khusus didirikan untuk memberikan sarana pembiayaan
bagi usaha mikro, menengah, dan koperasi, termasuk PT (Persero) Permodalam
Madani
7. Imbalan sehubungan dengan jasa/keuangan yang telah dipotong PPh pasal 21
8. Imbalan sehubungan dengan jasa lain sesuai PMK-141telah dikenai Pajak Penghasilan
yang bersifat final berdasarkan peraturan perundang-undangan tersendiri.
Tarif PPh 23 adalah tarif yang dikenakan atas penghasilan yang berasal dari modal, hadiah &
penghargaan serta penyerahan jasa selain yang telah dipotong PPh 21.
Seperti yang termuat dalam UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, PPh 21
diberlakukan untuk Penghasilan Kena Pajak yang berhubungan dengan pekerjaan, jasa, atau
kegiatan wajib pajak. Sumber penghasilan yang dimaksud dalam hal ini di antaranya adalah
upah, honorarium, gaji, tunjangan, dana pensiun dan imbalan lain.
Subjek pajak yang dikenai tarif PPh 23 adalah wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan
bentuk usaha tetap. Sementara itu, pemotong PPh Pasal 23 adalah badan pemerintah, subjek
pajak dalam negeri, bentuk usaha tetap, penyelenggara kegiatan, perwakilan perusahaan luar
negeri, dan orang pribadi yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
Berdasarkan aturan yang berlaku dan tercantum dalam UU PPh, tarif PPh 23 dibedakan atas dua
jenis. Berikut ini ulasannya:
Dividen
A. Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis
asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi.
Termasuk dalam pengertian dividen adalah:
1. pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan
dalam bentuk apapun;
2. pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
3. pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus
yang berasal dari kapitalisasi agio saham; Kecuali apabila pemberian saham bonus
yang dilakukan tanpa penyetoran berasal dari:
a. kapitalisasi agio saham kepada pemegang saham yang telah menyetor modal atau
membelisaham di atas harga nominal, sepanjang jumlah nilai nominal saham yang
dimilikinya setelah pembagian saham bonus tidak melebihi jumlah setoran modal;
dan
b. kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap.
4. pembagian laba dalam bentuk saham.
5. pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
6. jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh
pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang
bersangkutan;
7. pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika
dalam tahuntahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran
kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan
secara sah;
8. pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai
penebusan tandatanda laba tersebut;
9. bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
10. bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
11. pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;
12. pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan
sebagai biaya perusahaan.
Dalam praktek sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara terselubung,
misalnyadalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya dan memberikan
pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran. Apabila terjadi hal
yang demikian maka selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dan tingkat bunga yang berlaku
di pasar, diperlakukan sebagai dividen. Bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen tersebut
tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan.
Pembagian laba secara langsung dan/atau tidak langsung yang berasal dari saldo laba
termasuk saldo laba berdasarkan proyeksi laba tahun berjalan merupakan objek pajak, kecuali
bagian laba yang bukan objek pajak.
B. Saat terutang adalah saat disediakan untuk dibayarkan Yang dimaksud dengan “saat
disediakan untuk dibayarkan” adalah :
untuk perusahaan yang tidak go public, adalah saat dibukukan sebagai utang
dividen yang akan dibayarkan, yaitu pada saat pembagian dividen diumumkan
atau ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan.
Demikian pula apabila perusahaan yang bersangkutan dalam tahun berjalan
membagikan dividen sementara (dividen interim), maka Pajak Penghasilan Pasal
23 UndangUndang Pajak Penghasilan terutang pada saat diumumkan atau
ditentukan dalam Rapat Direksi atau pemegang saham sesuai dengan Anggaran
Dasar perseroan yang bersangkutan.
Untuk perusahaan yang go public, adalah pada tanggal penentuan kepemilikan
pemegang saham yang berhak atas dividen (recording date). Dengan perkataan
lain pemotongan Pajak Penghasilan atas dividen baru dapat dilakukan setelah
parapemegang saham yang berhak “menerima atau memperoleh” dividen tersebut
diketahui, meskipun dividen tersebut belum diterima secara tunai.
Bunga
A. Yaitu bunga pinjaman dari Wajib Pajak Badan ke Wajib Pajak Badan dan/atau dari Wajib
Pajak Orang Pribadi ke Wajib Pajak Orang Pribadi serta denda keterlambatan
pembayaran. Dalam pengertian bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang.
B. Saat terutangnya Pajak adalah pada saat pembayaran, dan saat jatuh tempo pembayaran
yaitu saat kewajiban untuk melakukan pembayaran yang didasarkan atas kesepakatan,
baik yang tertulis maupun tidak tertulis dalam kontrak atau perjanjian atau faktur.
Pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk
perseroan terbatas diperkenankan apabila:
1. pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham itu sendiri dan bukan
berasal dari pihak lain;
2. modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman telah disetor
seluruhnya;
3. pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi; dan
4. perseroan terbatas penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk
kelangsungan usahanya.
Apabila pinjaman yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk perseroan terbatas dari
pemegang sahamnya tidak memenuhi ketentuan ini,maka atas pinjamantersebut terutang bunga
dengan tingkat suku bunga wajar.
Royalti
A. Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan
apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas:
1. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau
karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek
dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;
2. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/ perlengkapan industrial, komersial,
atau ilmiah;
3. Pemberian pengetahuan atau informasi dibidang ilmiah, teknikal, industrial, atau
komersial;
4. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau
hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak
menggunakan peralatan/ perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian
pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, berupa:
penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau
keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat
optik, atau teknologi yang serupa;
penggunaan atau hak menggunakan rekamangambar atau rekaman suara atau
keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/ dipancarkan melalui
satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;
penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio
komunikasi;
5. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film
atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan
6. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau
pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana
tersebut diatas.
B. Saat terutangnya adalah pada saat yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau
faktur.
Saat Pemotongan untuk Dividen, Bunga, dan Royalti
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 dilakukan pada akhir bulan dibayarkannya
penghasilan, disediakan untuk dibayarkannya penghasilan; atau jatuh temponya
pembayaran penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih
dahulu.
Dikenakan PPh Pasal 23 jika hadiah atau penghargaan perlombaan, penghargaan, dan hadiah
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya diterima oleh WP Badan termasuk
BUT.
Imbalan Sehubungan dengan Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Jasa Konstruksi, Jasa
Konsultan, dan Jasa Lain
A. Jasa teknik merupakan pemberian jasa dalam bentuk pemberian informasi yang
berkenaan dengan pengalaman dalam bidang industri, perdagangan dan ilmu pengetahuan
yang dapat meliputi :
1. pemberian informasi dalam pelaksanaan suatu proyek tertentu, seperti pemetaan
dan/atau pencarian dengan bantuan gelombang seismik;
2. pemberian informasi dalam pembuatan suatu jenis produk tertentu, seperti pemberian
informasi dalam bentuk gambar-gambar, petunjuk produksi, perhitungan-perhitungan
dan sebagainya; atau
3. pemberian informasi yang berkaitan dengan pengalaman di bidang manajemen,
seperti pemberian informasi melalui pelatihan atau seminar dengan peserta dan materi
yang telah ditentukan oleh pengguna jasa.
B. Jasa manajemen merupakan pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam
pelaksanaan ataupengelolaan manajemen.
C. Jasa konsultan merupakan pemberian advice (petunjuk, pertimbangan, atau nasihat)
profesional dalam suatu bidang usaha, kegiatan, atau pekerjaan yang dilakukan oleh
tenaga ahli atau perkumpulan tenaga ahli, yang tidak disertai dengan keterlibatan
langsung para tenaga ahli tersebut dalam pelaksanaannya.
D. Jenis jasa lain terdiri dari:
1. Jasa penilai (appraisal);
2. Jasa aktuaris;
4. Jasa hukum;
5. Jasa arsitektur;
8. Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas),
kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap;
9. Jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas
bumi (migas);
10. Jasa penambangan dan jasa penunjang selain di bidang usaha panas bumi dan
penambangan minyak dan gas bumi (migas);
16. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh
Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan
Efek Indonesia (KPEI);
20. Jasa pembuatan saranan promosi film, iklan, poster, photo, slide,
klise, banner, pamphlet, baliho dan folder;
21. Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer, termasuk
perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;
24. Jasa penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran data, informasi, dan/ a tau
program;
25. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau
TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di
bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi;
27. Jasa perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat, laut dan udara;
Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer adalah kegiatan usaha yang
dilakukan oleh pengusaha jasa penyelenggara kegiatan meliputi antara lain
penyelenggaraan pameran, konvensi, pagelaran musik, pesta, seminar, peluncuran
produk, konferensi pers, dan kegiatan lain yang memanfaatkan jasa
penyelenggara kegiatan. (Pasal 2 ayat (5) PMK-141/PMK.03/2015)
31. Jasa penyediaan tempat. dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau
media lain untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan;
Jasa freight forwarding adalah kegiatan usaha yang ditujukan untuk mewakili
kepentingan pemilik untuk mengurus semua/sebagian kegiatan yang diperlukan
bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat,
laut, dan/atau udara, yang dapat mencakup kegiatan penerimaan, penyimpanan,
sortasi, pengepakan, penandaan, pengukuran, penimbangan, pengurusan
penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen angkutan, perhitungan biaya
angkutan, klaim, asuransi atas pengiriman barang serta penyelesaian tagihan dan
biaya-biaya lainnya berkenaan dengan pengiriman barang-barang tersebut sampai
dengan diterimanya barang oleh yang berhak menerimanya. (Pasal 2 ayat
(6 PMK-141/PMK.03/2015)
42. Jasa laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau
institusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis;
53. Jasa pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-
Undang Pajak Penghasilan;
62. Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
E. Bagi Wajib Pajak yang tidak ber-NPWP akan dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh
Pasal 23.
F. Jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi
(migas) berupa:
Pembayaran dilakukan oleh pihak pemotong dengan membuat kode/ID billing terlebih dahulu,
lalu membayar melalui Bank Persepsi (ATM, teller bank, fitur bayar pajak online di aplikasi
pajak, dll) yang telah disetujui oleh Kementerian Keuangan. Jatuh tempo pembayaran adalah
tanggal 10, sebulan setelah bulan terutang pajak penghasilan 23.
Tempat Pemotongan
Tanda bahwa PPh Pasal 23 telah dipotong. Pihak pemotong harus memberikan bukti potong
(rangkap ke-1) yang sudah dilengkapi kepada pihak yang dipotong pajak dan bukti potong
(rangkap ke-2) kepada Kantor Pelayanan Pajak pada saat melakukan e-Filing pajak PPh 23.
Pelaporan dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara mengisi SPT Masa PPh Pasal 23, lalu
bisa melaporkannya melalui fitur lapor pajak online. Jatuh tempo pelaporan adalah tanggal 20,
sebulan setelah bulan terutang pajak penghasilan 23.
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2010 sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2011.
Penggunaan Metode Gross Up atas Pajak Penghasilan PPh Pasal 26/21/23 Yang
Ditanggung Oleh Pemberi Penghasilan/Pemberi Kerja
(Pasal 4 huruf d PP. Nomor 138 Tahun 2000)
Pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menghitung besarnya
Penghasilan Kena Pajak wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap termasuk Pajak
Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan, kecuali:
a. Pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1). UU PPh tetapi
tidak termasuk dividen.
b. Sepanjang Pajak Penghasilan tersebut ditambahkan dalam penghi tungan dasar untuk
pemotongah pajak.
Pajak Penghasilan, sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 dapat
ditanggung oleh pemberi penghasilan atau pemberi kerja, dengan perlakuan perpajakan sebagai
berikut:
Dalam hal PPh 21 ditanggung oleh pemberi Ipenghasilan, sesuai dengan ketentuan
perpajakan, pajak tersebut diperlakukan sama seperti kenikmatan, yaitu sebagai bukan
biaya pemberi kerja dan bukan penghasilan pegawal yang menerimanya.
Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (l) kecuali dividen yang ditanggung oleh pemberi penghasilan, dapat dibebankan
sebagai biaya sepanjang pajak tersebut ditambahkan (gross up) pada penghasilan yang
dipakai sebagai dasar pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 tersebut.
Contoh:
PT ABC membayar bunga pinjaman kepada bank di luar negeri sebesar Rp 100.000.000 yang
sesuai dengan perjanjian, Pajak Penghasilannya ditanggung oleh badan tersebut. Tarif
pemotongan PPh Pasal 26 yang berlaku adalah 20%.
Dasar Pengenaan PPh Pasal 26 =
100/80 x Rp 100.000.000 = Rp 125.000.000
PPh Pasal 26 yang terutang =
20% x Rp 125.000.000 = Rp 25.000.000
Jumlah biaya bunga yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto PT ABC
adalah Rp 125.000.000 (=Rp 100.000.000 + Rp 25.000000).
Analisis Ekualisasi Objek PPh Pasal 23 pada SPT Tahunan PPh Badan dengan SPT Masa
PPh Pasal 23
Ekualisasi pajak adalah mencocokan data di SPT (pencocokannya disajikan terperinci per
transaksi) dengan pos-pos yang terdapat di buku-buku pengeluaran/pembelian/penjualan yang
memiliki hubungan dalam pembukuan dan atau laporan jenis pajak yang lain (baik sebagian
maupun keseluruhan).
Dalam melakukan ekualisasi terhadap PPh Pasa123, jumlah penghasilan bruto dalam SPT
Masa PPh Pasal 23 dicocokan dengan pos pengeIuaran yang menjadi objek pemotongan PPh
Pasal 23 seperti biaya sewa, bunga pinjaman, royalty dan biaya sehubungan dengan
jasa Lampiran 2 SPT PPh Badan dan pada laporan keuangan.
Ekualisasi PPh Pasal 23/26 dan PPh Pasal 4 ayat 2/ PPh pasal 15 didasarkan pada
pengakuan jumlah biaya pada laporan laba/rugidan telah dilaporkan dalam formulir 1771 -II
form 1771-IV SPT Tahunan PPh Badan.
Dalam banyak kasus, terjadi pengenaan kurang bayar atas pemotongan PPh Pasal 23
yang ditemukan oleh pemeriksa (fiskus) sehingga manyebabkan terbitnya SKP Kurang Bayar
dari hasil pemeriksaan tersebut.
Hal ini disebabkan karena:
1. Ditemukannya biaya-biaya yang menjadi objek PPh Pasal 23 yang belum dilakukan
pemotongan oleh wajib pajak pemberi kerja
2. Jumlah PPh Pasal 23 yang disetorkan ke kas negara tidak cocok atau lebih rendah dari
jumlah yang dipotong oleh wajib pajak
3. Jumlah PPh Pasal 23 yang dibukukan di buku besar atau ledger pembukuan tidak cocok
dengan SPT PPh Masa PPh Pasal 23.
4. Keterlambatan pemotongan (perbedaan tahun pemotongan)
5. Selisih kurs pecatatan pada pembukuan dan pemotongan PPh pasal 23/26
Contoh:
Berikut ini adalah rekapitulasi dari ekualisasi PPh Pasal 23:
- Jumlah PPh Pasal 23 menurut tax review, bardasarkan
penjumlahan transaksi dari keseluruhan objek PPh Pasal 23 Rp 400.000.000
- Jumlah PPh Pasal 23 menurut SPT Masa PPh Pasal 23 Rp 200.000.000
Kekurangan bayar atau setor: PPh Pasal 23 Rp 200.000.000
Hasil ekualisasi tersebut mengindikasikan adanya potensi kekurangan bayar atau setor
PPh Pasal 23 sebesar Rp 200.000.000 yang harus dilakukan pengecekan lebih lanjut oleh wajib
pajak terhadap bukti-bukti pendukung dan transaksi-transaksi apa saja yang dimuat dalam
kontrak perjanjian yang sudah disetujui. Tentu saja kelalaian atau keterlambatan dalam
penyelesaian kurang bayar atau setor PPh Pasal 23 tersebut hanya akan menambah beban
tambahan bagi wajib pajak dari pengenaan bunga pajak @ 2% setiap bulannya maksimum 24
bulan (Pasal 13 ayat 2 UU KUP
Jika terjadi keterlambatan pelaporan dan pembayaran pajak, perlu dijelaskan dengan
melampirkan SPT yang dimaksud untuk menghindari pengenaan pajak yang tidak
semestinya sehinnga hanya dikenakan bunga keterlambatan.
Contoh kertas kerja ekualisasi PPh Pasal 23/26
C. PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT (2) FINAL
PPh Pasal 4 Ayat (2) adalah pajak penghasilan atas jenis penghasilan-penghasilan tertentu yang
bersifat final dan tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan terutang.Istilah final di sini
berarti bahwa pemotongan pajaknya hanya sekali dalam sebuah masa pajak dengan
pertimbangan kemudahan, kesederhanaan, kepastian, pengenaan pajak yang tepat waktu dan
pertimbangan lainnya. Karakteristik PPh Final Pasal 4 ayat 2:
Subjek pajak yang karena ketentuan dari Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan
menjadi Wajib Pajak adalah semua subjek pajak yang memperoleh penghasilan berupa bunga
deposito dan tabungan-tabungan lainnya; penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya
di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan dan penghasilan
tertentu lainnya. Sedangkan objek pajaknya adalah penghasilan yang berupa:
Perlu adanya dorongan dalam rangka perkembangan investasi dan tabungan masyarakat;
Kesederhanaan dalam pemungutan pajak;-berkurangnya beban administrasi baik bagi
Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak;
Pemerataan dalam pengenaan pajaknya; dan-memerhatikan perkembangan ekonomi dan
moneter, atas penghasilan-penghasilan tersebut perlu diberikan perlakuan tersendiri
dalam pengenaan pajaknya.
Tarif
Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak
berupa Bunga Obligasi adalah:
a. Bunga dari Obligasi dengan Kupon sebesar:
15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan
persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk
usaha tetap, dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan Obligasi;
b. Diskonto dari Obligasi dengan Kupon sebesar:
15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan
persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk
usaha tetap, dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan
Obligasi, tidak termasuk bunga berjalan;
c. Diskonto dari Obligasi tanpa Bunga sebesar:
0,25% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan
persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk
usaha tetap, dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan
Obligasi; dan
d. Bunga dan/atau Diskonto dari Obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak
Reksadana yang terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan sebesar:
5% (lima persen) untuk tahun 2014 sampai dengan tahun 2020; dan
10% (sepuluh persen) untuk tahun 2021 dan seterusnya.
Pemotong Pajak
a. Penerbit Obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk, atas bunga
dan/atau diskonto yang diterima pemegang Obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo
Bunga Obligasi, dan diskonto yang diterima pemegang Obligasi tanpa bunga pada saat
jatuh tempo Obligasi; dan/atau
b. Perusahaan efek, dealer, atau bank, selaku pedagang perantara dan/atau pembeli, atas
bunga dan diskonto yang diterima penjual Obligasi pada saat transaksi.
Pengecualian
Berikut ini adalah pihak-pihak yang tidak dikenakan pemotongan pajak penghasilan bersifat
final:
a. Wajib Pajak dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan dan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 4
ayat (3) huruf h Undang-Undang PPh; dan
b. Wajib Pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
c. Wajib Pajak reksadana yang terdaftar pada Bapepam selama 5 tahun pertama sejak
pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha.
Atas bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh WP oran pribadi dalam negeri, yang
seluruh penghasilannya termasuk penghasilan bunga dan diskonto obligasi dalam satu tahun
pajak tidak melebihi jumlah PTKP, dipotong PPh yang tidak bersifat final. Jadi apabila
bunga dan diskonto yang diperolehnya lebih kecil daripada PTKP dalam satu tahun pajak,
maka WP yang bersangkutan dapat mengajukan restitusi atas PPh yang dipotong tersebut ke
KPP.
2. Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek (PP 41/1994 jo. PP
14/1997)
Objek Pajak
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari transaksi
penjualan saham di bursa efek dipungut Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Tarif
a. Besarnya Pajak Penghasilan adalah 0,1% (satu per seribu) dari jumlah bruto nilai
transaksi penjualan
b. Bagi pemilik saham pendiri dikenakan PPh sebesar:
0,1% x Nilai Transaksi + 0,5% dari nilai saham pada 30 Desember 1996, dalam hal
saham tersebut telah diperdagangkan di bursa efek sebelum tanggal 31 Desember
1996; dan
0,1% x Nilai Transaksi + 0,5% dari nilai saham saat IPO (Initial Public Offering),
Dalam hal saham tersebut diperdagangkan di bursa efek pada atau setelah tanggal 1
Januari 1997.
Pemotong Pajak
Penyelenggara bursa efek wajib memungut Pajak Penghasilan setiap transaksi penjualan
saham di bursa efek.
Pengecualian
Pemotongan PPh atas transaksi saham di bursa efek dikecualikan terhadap:
a. Pembagian dividen dalam bentuk saham setelah IPO
b. Pelaksanaan hak pemesanan efek terlebih dahulu, warrant, obligasi konversi dan efek
konversi lainnya setelah IPO
c. Perusahaan reksadana
d. Berupa saham bonus dari kapitalisasi agio setelah IPO yang telah dilunasi tambahan
PPh sebesar 0,5% atas saham pendirinya oleh pemegang saham pendiri.
3. Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI (PP 131/2000 jo. KMK No
51/KMK.04/2001)
Objek Pajak
Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank
Indonesia dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat final. Termasuk dalam pengertian bunga
adalah bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan yang ditempatkan di
luar negeri melalui bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang
bank luar negeri di Indonesia. Ketentuan di atas tidak berlaku terhadap orang pribadi Subjek
Pajak dalam negeri yang seluruh penghasilannya dalam 1 (satu) tahun Pajak termasuk bunga
dan diskonto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Tarif
Pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat
Bank lndonesia adalah sebagai berikut:
a. Dikenakan pajak final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto, terhadap Wajib
Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.
b. Dikenakan pajak final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto atau dengan
tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku, terhadap Wajib
Pajak luar negeri.
Pengecualian
Pemotongan pajak atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto
Sertifikat Bank Indonesia tidak dilakukan terhadap:
a. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia, sepanjang jumlah
deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank lndonesia tersebut tidak melebihi
Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang
dipecah-pecah;
b. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau
cabang bank luar negeri di Indonesia;
c. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank Indonesia yang diterima atau
diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun;
d. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan rumah
sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan
sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
untuk dihuni sendiri.
Tarif
Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atau dipungut atas penghasilan berupa
hadiah undian dengan nama dan dalam bentuk apapun adalah 25% (dua puluh lima persen)
dari jumlah bruto hadiah undian.
Pemotong Pajak
Penyelenggara undian wajib memotong atau memungut PPh Final atas Hadiah Undian.
5. Penghasilan atas Sewa Tanah dan atau Bangunan (PP 29/1996 Jo. PP 5/2002)
Objek Pajak
Penghasilan berupa sewa atas tanah dan atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun,
apartemen, kondominium, gedung perkantoran, gedung pertokoan, atau gedung pertemuan
termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan industri,
dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Jumlah bruto nilai persewaan adalah semua
jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh pihak yang menyewa dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan atau bangunan yang disewa, termasuk biaya
perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanaan dan service charge baik yang perjanjiannya
dibuat secara terpisah maupun yang disatukan dengan perjanjian persewaan yang
bersangkutan.
Tarif
Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib
Pajak badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari persewaan tanah dan atau
bangunan sebagaimana dimaksud di atas adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai
persewaan tanah dan atau bangunan.
Pemotong
Pemotongan dilakukan oleh penyewa dalam hal penyewa adalah Badan Pemerintah, Subjek
Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi,
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak. Dalam penyewa adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak, selain yang
tersebut di atas, PPh disetor sendiri oleh yang menyewakan. Orang pribadi yang ditunjuk
sebagai pemotong Pajak Penghasilan adalah yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam
negeri, seperti:
a. Akuntan, arsitek, dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) kecuali PPAT
tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas;
b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.
6. Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi
Ketentuan mengenai usaha jasa konstruksi di tahun 2009 diatur dengan PP No. 51 Tahun
2008 yang diterbitkan tanggal 20 Juli 2008 jo PP No. 40 Tahun 2009.
Objek Pajak
Atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Tarif
Tarif Pajak Penghasilan untuk usaha Jasa Konstruksi adalah sebagai berikut:
a. 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang
memiliki kualifikasi usaha kecil;
b. 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa
yang tidak memiliki kualifikasi usaha;
c. 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang
memiliki kualifikasi usaha menengah atau besar;
d. 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang
dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan
e. 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang
dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
Dalam hal Penyedia Jasa adalah bentuk usaha tetap, tarif Pajak Penghasilan tersebut tidak
termasuk Pajak Penghasilan atas sisa laba bentuk usaha tetap setelah Pajak Penghasilan yang
bersifat final. Besarnya Pajak Penghasilan yang dipotong atau disetor sendiri adalah:
a. Jumlah pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dikalikan tarif Pajak
Penghasilan di atas; atau
b. Jumlah penerimaan pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dikalikan taril
Pajak Penghasilan di atas dalam hal Pajak Penghasilan disetor sendiri oleh Penyedia
Jasa.
Jumlah pembayaran atau jumlah penerimaan pembayaran di atas merupakan bagian dari
Nilai Kontrak Jasa Konstruksi.
Pemotong
Pajak Penghasilan yang bersifat final di atas:
a. Dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam hal Pengguna Jasa
merupakan pemotong pajak; atau
b. Disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan pemotong
pajak.
Tarif
PPh yang dikenakan atas :
a. Penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak,
lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah; dan
b. Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang disepakati
dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk
kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus;
adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan. Sedangkan pengalihan atas pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah
Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenai Pajak Penghasilan sebesar 1% (satu
persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut.
Pemotong
a. Untuk transaksi penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak,
penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain
pemerintah, PPh terutang wajib dibayar sendiri oleh pribadi atau badan yang
bersangkutan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) pada bank persepsi atau
Kantor Pos dan Giro, sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang
ditanda tangani oleh pejabat yang berwenang.
b. Untuk penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang
disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan
untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus PPh terutang
dipungut oleh bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang
menyetujui tukar menukar.
Pengecualian
Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan di atas adalah:
a. Orang pribadi yang mempunyai penghasilan dibawah Penghasilan Tidak Kena Pajak
yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto
pengalihannya kurang dari Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan
merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
b. Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan
untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus;
c. Orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah
kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan,
badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
d. Badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada
badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan koperasi atau orang
pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri Keuangan,sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan; atau
e. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan.
f. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau
badan yang tidak termasuk subjek pajak.
8. Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (PP
19/2009)
Objek Pajak
Penghasilan berupa dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Tarif
Penghasilan berupa dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri dikenai Pajak Penghasilan sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto.
Pemotong
Pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen.
Tarif
Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan berupa Diskonto SPN adalah :
a. 20% (dua puluh persen), bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT);
dan
b. 20% (dua puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda (P3B) yang berlaku bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di luar negeri,
dari Diskonto SPN.
Pemotong Pajak
Pemotongan Pajak dilakukan oleh :
a. Penerbit SPN (emiten) atau kustodian yang ditunjuk selaku agen pembayar, atas
Diskonto SPN yang diterima pemegang SPN saat jatuh tempo; atau
b. Perusahaan efek (broker) atau bank selaku pedagang perantara maupun selaku pembeli,
atas Diskonto SPN yang diterima di Pasar Sekunder.
Pengecualian
Pemotongan pajak tidak dilakukan atas Diskonto SPN yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak:
a. Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia;
b. Dana Pensiun yang pendirian/pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
c. Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan,
selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha.
10. Bunga Simpanan yang Dibayarkan oleh Koperasi kepada Anggota Koperasi Orang
Pribadi (PP Nomor 15 Tahun 2009)
Objek Pajak
Penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di
Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat
final.
Tarif
Besarnya Pajak Penghasilan atas Penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh
koperasi yang didirikan di Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi adalah:
a. 0% (nol persen) untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp240.000,00
(dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan; atau
b. 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan
lebih dari Rp240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan.
Pemotong Pajak
Koperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada anggota koperasi orang
pribadi, wajib memotong Pajak Penghasilan yang bersifat final tersebut.
11. Pajak Penghasilan atas Penghasilan Perusahaan Modal Ventura dari Transaksi
Penjualan Saham atau Pengalihan Penyertaan Modal Pada Perusahaan Pasangan
Usahanya(PP Nomor 4 Tahun 1995 jo KMK-250/KMK.04/1995 JO SE-33/PJ.4/1995)
Objek Pajak
Atas penghasilan perusahaan modal ventura dari transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangan usahanya dikenakan Pajak Penghasilan yang
bersifat final. Perusahaan Pasangan Usaha tersebut adalah perusahaan yang memenuhi syarat
sebagai berikut :
a. Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang melakukan kegiatan dalam sektor-
sektor usaha yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; dan
b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
Tarif
Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan perusahaan modal ventura di atas adalah 0,1%
(satu perseribu) dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan
modal. Dalam hal transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal tersebut
dilakukan melalui bursa efek, maka pengenaan Pajak Penghasilannya dilakukan sesuai
dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang Pajak
Penghasilan atas penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek.
Pengecualian
Atas penghasilan perusahaan modal ventura dari transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangan usaha yang tidak memenuhi ketentuan di atas
dikenakan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Pajak
Penghasilan. Mengingat perlakuan Pajak Penghasilan atas penghasilan dalam Peraturan
Pemerintah ini berbeda dengan perlakuan atas penghasilan lainnya, maka kepada perusahaan
modal ventura diwajibkan untuk melakukan pembukuan yang terpisah atas penghasilan
maupun biaya yang berkaitan dengan penghasilan dari transaksi penjualan saham ini.
12. Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Badan atau WPOP
yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu (PP 46/2013)
Objek Pajak
Wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu adalah wajib pajak yang memenuhi
kriteria sebagai berikut:
a. Wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap
b. Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan
dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000 dalam
1 (satu) tahun pajak.
Tarif
Besarnya tariff pajak penghasilan yang bersifat final adalah 1% (satu persen). Pengenaan
pajak penghasilan didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari
tahun pajak terakhir sebelum tahun pajak yang bersangkutan.
Pengecualian
a. Tidak termasuk wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan
dan atau jasa yang dalam usahanya, yakni menggunakan sarana atau prasarana yang
dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap dan menggunakan
sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi
tempat usaha atau berjualan.
b. Tidak termasuk wajib pajak badan adalah wajib pajak badan yang belum beroperasi
secara komersial atau wajib pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah
beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp 4.800.000.000,00.
Analisis Ekualisasi Objek PPh Pasal 4 Ayat (2) Final pada SPT Tahunan PPh Badan
dengan SPT Massa PPh Pasal 4 Ayat (2) Final
Dalam melakukan ekualisasi terhadap PPh Pasal 4 Ayat (2), jumlah penghasilan bruto
dalam SPT Massa PPh Pasal 4 Ayat (2) dicocokkan (pencocokannya disajikan terperinci per
transaksi) dengan pos pengeluaran yang menjadi objek pemotongan PPh Pasal 4 Ayat (2).
Dalam banyak kasus, terjadi pengenaan kurang bayar atas pemotongan PPh Pasal 4 Ayat (2)
Final yang ditemukan oleh pemeriksa (fiskus) sehingga menyebabkan terbitnya SKP Kurang
Bayar dari hasil pemeriksaan tersebut. Hal ini disebabkan karena:
1. Ditemukannya biaya-biaya yang menjadi objek PPh Pasal 4 Ayat (2) Final yang belum
dilakukan pemotongan oleh wajib pajak pemberi kerja.
2. Jumlah PPh Pasal 4 Ayat (2) Final yang disetorkan ke kas negara tidak cocok atau lebih
rendah dari jumlah yang dipotong oleh wajib pajak.
3. Jumlah PPh Pasal 4 Ayat (2) Final yang dibukukan di buku besar atau ledger pembukuan
tidak cocok dengan SPT PPh Massa Pasal 4 Ayat (2) Final.
Ekualisasi harus dibuat secara rinci dari seluruh pos dan akun pengeluaran biaya yang ada di
laporan keuangan/ buku besar/ ledger yang seharusnya terkena pemotongan PPh Pasal 4 Ayat (2)
dibandingkan dengan jumlah yang telah dipotong menurut SPT Massa PPh Pasal 4 Ayat (2).
Contoh:
Rekapitulasi dari hasil ekualisasi:
- Jumlah PPh Pasal 4 Ayat (2) Final menurut tax review, berdasarkan penjumlahan transaksi
dari keseluruhan objek PPh Pasal 4 Ayat (2) Final Rp 900.000.000
- Penjumlahan menurut SPT Massa PPh Pasal 4 Ayat (2) Final Rp 500.000.000
Kekurangan bayar/setor PPh Pasal 4 Ayat (2) Final Rp 400.000.000
Hasil ekualisasi mengindikasikan adanya potensi kekurangan bayar atau setor PPh Pasal 4 Ayat
(2) Final sebesar Rp 400.000.000 yang harus dilakukan pengecekan lebih lanjut oleh wajib pajak
terhadap bukti-bukti pendukung dan transaksi-transaksi apa saja yang dimuat dalam kontrak
perjanjian yang sudah disetujui.
Tentu saja kelalaian atau keterlambatan penyelesaian kurang bayar atau setor PPh Pasal 4 Ayat
(2) Final tersebut hanya akan menambah beban tambahan bagi wajib pajak dari pengenaan bunga
pajak @ 2% setiap bulannya maksimum 24 bulan (Pasal 13 Ayat 2 UU KUP)
BAB III
PENUTUP
Sistem PPh pemotongan & pemungutan (withholding income taxes system) di Indonesia
dapat dibilang cukup kompleks karena begitu banyak pasal dalam UU PPh yang berlaku yang
mengatur masalah pemotongan dan pemungutan pajak ini. Pasal-pasal yang berkenaan dengan
masalah PPh pot-put ini antara lain adalah: Pasal 4 Ayat (2), Pasal 15, Pasal 21/26, Pasal 22,
Pasal 23/26 dan Pasal 24. Belum lagi sebagian yang teknis pelaksanaannya diatur menurut
peraturan pemerintah, peraturan menteri keuangan, dan peraturan direktur jenderal pajak.
Kompleksitas juga ditunjukkan dengan beragamnya obyek dan tariff PPh pot-put, sifat
pemotongannya yang final dan tidak final, juga dasar pengenaannya ada yang berbasiskan
jumlah bruto (gross amount) sebelum PPN dan ada pula yang dikenakan dari nilai perkiraan neto
(net estimated income). Demikian pula halnya dengan saat terutangnya yang variatif, mulai saat
dibayar, tersedia untuk dibayar, sampai saat jatuh tempo. Untungnya, sebagian besar PPh
pemotongan tersebut memiliki jatuh tempo pembayaran dan pelaporan yang hampir sama, yaitu
pada tanggal 10 dan 20 masa pajak berikutnya, kecuali PPh pemungutan Pasal 22.
Withholding System sering disebut dengan sistem pemotongan dan pemungutan.Pada
sistem ini, pihak ketiga yang dekat dengan wajib pajak, seperti pemberi kerja, yang wajib
menghitung, menetapkan, menyetorkan dan melaporkan pajak.Kelebihan dari sistem ini adalah
menghasilkan penerimaan pajak lebih dini ke kas negara.Negara, dalam hal ini diwakili oleh
fiskus, tidak perlu melakukan pemungutan pajak para wajib pajak, karena telah melimpahkan
kewajiban memungut pajak kepada pihak yang memberikan penghasilan dan menyetorkannya ke
kas negara.Sama halnya dengan self assessment system, fungsi fiskus adalah mengawasi
pelaksanaan kewajiban pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga tersebut.Melalui withholding
system, Undang-Undang PPh menunjuk pihak-pihak selaku sumber penghasilan untuk
memotong atau memungut pajak dari pihak yang menerima penghasilan.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Chairil Anwar Pohan, M. S., MBA. 2013. MANAJEMEN PERPAJAKAN Strategi
Perencanaan Pajak dan Bisnis. Edisi Revisi ed. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Santoso, I., dan N. Rahayu. 2019. Corporate Tax Management (Mengulas upaya pengelolaan
pajak perusahaan secara konseptual-praktikal). Jakarta: Observation & Research of
Taxation (ortax).
Barata, Atep dan Djuhadiat, Jajat. 2006. Pot-Put & Kepalu: Pemotongan-Pemungutan Pajak
Penghasilan dan Kredit pajak Luar Negeri. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Wisanggeni, Irwan dan Suharli Michell. 2017. Manajemen Perpajakan: Taat Pajak Dengan
Efisien. Jakarta: Mitra Wacana Media.
https://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/buku%20pph%20upload.pdf
https://klikpajak.id/blog/lapor-pajak/pph-23-pembayaran-bukti-potong-dan-pelaporan-
pajak/
http://kppnmetro.org/pph-pasal-23/
https://www.pajak.go.id/id/pph-pasal-2326
https://klikpajak.id/blog/bayar-pajak/pajak-pasal-23/
https://www.lppm.itb.ac.id/wp-content/uploads/sites/55/2017/06/141pmk-032015per.pdf
https://triyani.wordpress.com/2015/08/07/belajarpajak-pph-pasal-23-update-agustus-2015/
https://www.online-pajak.com/pph-pajak-penghasilan-pasal-23
https://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2008/36TAHUN2008UU.htm
https://www.pajak.go.id/id/pemotongan-pajak-penghasilan-pasal-23