TUTORIAL KLINIK
DISUSUN OLEH:
Valeria Devisti Tambolang
Fiona Febriyanti
Ni Kadek Widiadnyani
Desy Alfriyani
Janet Nurul Rachmaningrum
Dwi Pasca Cahyawati
PEMBIMBING:
dr. Dewi Suriany., Sp. KJ
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 37 tahun
Alamat : Desa Pandere, Kec. Gumbasa Sigi
Status pernikahan : Menikah
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Tanggal pemeriksaan : 19 Oktober 2019
LAPORAN PSIKIATRIK
Autoanamnesis pada tanggal 19 Oktober 2019
I. RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan utama
Cemas yang berlebihan
F. Pengendalian Impuls
Baik, pasien tampak tenang dan dapat mengendalikan dirinya.
G. Daya Nilai
1. Norma Sosial : Baik
2. Uji Daya Nilai : Baik
3. Penilaian Realitas : Baik
H. Tilikan (Insight)
Derajat VI: Pasien menyadari dirinya sakit dan butuh
pengobatan dari dokter.
I. Taraf Dapat Dipercaya
Dapat dipercaya.
V. EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I
Berdasarkan autoanamnesa didapatkan adanya gejala klinis yang
bermakna berupa perasaan cemas dan takut
mengakibatkan pasien kehilangan semangat dan sulit
tidur. Keadaan ini akan menimbulkan distress dan
disabilitas dalam sosial, pekerjaan dan penggunaan waktu
senggang, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami
Gangguan Jiwa.
Pada pasien tidak ditemukan adanya hendaya berat dalam menilai
realita ataupun gejala psikotik positif, seperti halusinasi dan
waham pada pasien sehingga didiagnosa sebagai Gangguan Jiwa
Non Psikotik.
Berdasarkan deskripsi kasus diatas, dimana pasien merasa cemas
yang memberat setelah mengetahui memiliki batu ginjal dan
riwayat sakit jantung, sulit tidur, sakit kepala, nyeri perut, kurang
nafsu makan, kurang berkonsentrasi, dan putus asa sehingga dapat
didiagnosa gangguan cemas akibat keadaan medis umum,
gangguan insomnia, gangguan depresi, atau gangguan
somatoform.
Berdasarkan gejala-gejala yang dialami pasien yang lebih
menonjol pada perasaan cemas setelah mengetahui bahwa pasien di
diagnosa penyakit batu ginjal dan memiliki riwayat penyakit
jantung, yang dapat mengakibatkan gejala lain timbul dan
kecemasan berlebihan atau khawatir tentang sejumlah peristiwa
atau kegiatan mendominasi maka pasien dapat di diagnosa sebagai
Gangguan Cemas Akibat Keadaan Medis Umum dengan
cemas menyeluruh (criteria 293.89)
Aksis II
Pasien memiliki kepribadian yang tidak khas dengan sifat yang aktif,
bertanggung jawab, dan selalu berusaha.
Aksis III
Penyakit Acute Coronary Syndrome
Aksis IV
Stressor psikososial yaitu masalah dengan keluarga “primary support
group”
Aksis V
Berdasarkan Global Assessment of Functioning (GAF) Scale pada 80-
71 yaitu beberapa gejala sementara & dapat diatasi, disabilitas ringan
dalam sosial, pekerjaaan, sekolah, dll.
VII. PROGNOSIS
Prognosis : dubia ad bonam
Faktor yang mempengaruhi :
a . Keinginan pasien untuk sembuh
b. Dukungan dari keluarga
c. Suportif lingkungan baik
d .Edukasi
VIII. RENCANA TERAPI
Farmakoterapi :
Berikan obat antiansietas golongan benzodiazepine
(Alprazolam) dengan sediaan dosis 0,25;0,5;1 mg dimana dosis
anjuran 3x0,25-0,5 mg/hari
Psikoterapi
Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi
hati dan keinginannya sehingga pasien merasa lega.
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang
sekitarnya sehingga tercipta dukungan sosial dengan lingkungan yang
kondusif untuk membantu proses penyembuhan pasien serta
melakukan kunjungan berkala.
IX. FOLLOW UP
Mengevaluasi keadaan umum, pola tidur, pola makan dan
perkembangan penyakit pasien serta menilai efektivitas pengobatan yang
diberikan dan melihat kemungkinan adanya efek samping obat yang
diberikan.
Learning Objectives
b. Reaksi Formasi
Reaksi formasi adalah bagaimana mengubah suatu impuls yang mengancam
dan tidak sesuai serta tidak dapat diterima norma sosial diubah menjadi suatu
bentuk yang lebih dapat diterima. Misalnya seorang yang mempunyai impuls
seksual yang tinggi menjadi seorang yang dengan gigih menentang pornografi.
Lain lagi misalnya seseorang yang mempunyai impuls agresif dalam dirinya
berubah menjadi orang yang ramah dan sangat bersahabat. Hal ini bukan
berarti bahwa semua orang yang menentang, misalnya peredaran film porno
adalah seorang yang mencoba menutupi impuls seksualnya yang tinggi.
Perbedaan antara perilaku yang diperbuat merupakan benar-benar dengan
yang merupakan reaksi formasi adalah intensitas dan keekstrimannya.
c. Proyeksi
Proyeksi adalah mekanisme pertahanan dari individu yang menganggap suatu
impuls yang tidak baik, agresif dan tidak dapat diterima sebagai bukan
miliknya melainkan milik orang lain. Misalnya seseorang berkata “Aku tidak
benci dia, dialah yang benci padaku”. Pada proyeksi impuls itu masih dapat
bermanifestasi namun dengan cara yang lebih dapat diterima oleh individu
tersebut.
d. Regresi
Regresi adalah suatu mekanisme pertahanan saat individu kembali ke masa
periode awal dalam hidupnya yang lebih menyenangkan dan bebas dari
frustasi dan kecemasan yang saat ini dihadapi. Regresi biasanya berhubungan
dengan kembalinya individu ke suatu tahap perkembangan psikoseksual.
Individu kembali ke masa dia merasa lebih aman dari hidupnya dan
dimanifestasikan oleh perilakunya di saat itu, seperti kekanak-kanakan dan
perilaku dependen.
e. Rasionalisasi
Rasionalisasi merupakan mekanisme pertahanan yang melibatkan pemahaman
kembali perilaku kita untuk membuatnya menjadi lebih rasional dan dapat
diterima oleh kita. Kita berusaha memaafkan atau mempertimbangkan suatu
pemikiran atau tindakan yang mengancam kita dengan meyakinkan diri kita
sendiri bahwa ada alasan yang rasional dibalik pikiran dan tindakan itu.
Misalnya seorang yang dipecat dari pekerjaan mengatakan bahwa
pekerjaannya itu memang tidak terlalu bagus untuknya. Jika anda sedang
bermain tenis dan kalah maka anda akan menyalahkan raket dengan cara
membantingnya atau melemparnya daripada anda menyalahkan diri anda
sendiri telah bermain buruk. Itulah yang dinamakan rasionalisasi. Hal ini
dilakukan karena dengan menyalahkan objek atau orang lain akan sedikit
mengurangi ancaman pada individu itu.
i. Undoing
Dalam undoing, individu akan melakukan perilaku atau pikiran ritual dalam
upaya untuk mencegah impuls yang tidak dapat diterima. Misalnya pada
pasien dengan gangguan obsesif kompulsif, melakukan cuci tangan berulang
kali demi melepaskan pikiran-pikiran seksual yang mengganggu.
j. Intelektualisasi
Sering bersamaan dengan isolasi; individu mendapatkan jarak yang lebih jauh
dari emosinya dan menutupi hal tersebut dengan analisis intelektual yang
abstrak dari individu itu sendiri.
b. Sulit tidur
Seseorang yang mengalami stress akan merasa dirinya tidak nyaman. Jika
seseorang tidak memiliki kemampuan memecahkan masalah yang baik, stress
akan menjadi beban berat baginya. Hal ini menyebabkan munculnya perasaan
cemas yang begitu mendalam. Cemas terhadap sesuatu, cemas menghadapi
masa depan. Timbul ketakutan, perasaan takut yang luar biasa, takut akan
dosa-dosa yang pernah dilakukan dan takut akan kematian. Sementara rasa
ketakutan dan kecemasan masih berlangsung terus menerus. Kondisi seperti
ini akan menimbulkan ketegangan. Ketegangan pada saraf-saraf, ketegangan
pada organ-organ tubuh dan vaskularisasi. Menyebabkan meningkatnya detak
jantung (tachicardia) dan berdebar-debar tanpa sebab yang jelas. Jika hal ini
terjadi maka akan berdampak pada kualitas tidur seseorang yang akan
berakibat penurunan kuantitas dan kualitas tidur (insomnia)
Insomnia Primer
A. Keluhan yang dominan adalah kesulitan memulai atau
mempertahankan tidur, atau tidur nonrestorative, setidaknya selama 1
bulan.
B. Gangguan tidur (atau kelelahan siang hari terkait) menyebabkan
gangguan atau kerusakan yang signifikan secara klinis di bidang fungsi
sosial, pekerjaan, atau area penting lainnya.
C. Gangguan tidur tidak terjadi secara eksklusif selama gangguan
Narkolepsi, Gangguan Tidur Terkait Pernafasan, Gangguan Tidur
Irama sirkadian, atau Parasomnia.
D. Gangguan tidak terjadi secara eksklusif selama gangguan mental
lainnya (misalnya, Gangguan Depresi Utama, Gangguan Kecemasan
Generalized, delirium).
E. Gangguan ini bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat
(misalnya obat penyalahgunaan, obat) atau kondisi medis umum.
6. Evaluasi Multiaksial
Aksis I
Berdasarkan autoanamnesa didapatkan adanya gejala klinis yang
bermakna berupa perasaan cemas dan takut mengakibatkan
pasien kehilangan semangat dan sulit tidur . Keadaan ini
akan menimbulkan distress dan disabilitas dalam sosial, pekerjaan
dan penggunaan waktu senggang, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pasien mengalami Gangguan Jiwa.
Pada pasien tidak ditemukan adanya hendaya berat dalam menilai
realita ataupun gejala psikotik positif, seperti halusinasi dan waham
pada pasien sehingga didiagnosa sebagai Gangguan Jiwa Non
Psikotik.
Berdasarkan deskripsi kasus diatas, dimana pasien merasa cemas yang
memberat setelah di diagnosis oleh dokter menderita batu ginjal dan
memiliki riwayat sakit jantung, sulit tidur, sakit kepala, nyeri ulu hati,
kurang nafsu makan, kurang berkonsentrasi, dan putus asa sehingga
dapat didiagnosa gangguan cemas akibat keadaan medis umum,
gangguan insomnia, gangguan depresi, atau gangguan
somatoform.
Berdasarkan gejala-gejala yang dialami pasien yang lebih menonjol
pada perasaan cemas setelah mengetahui bahwa pasien memiliki
penyakit jantung, yang dapat mengakibatkan gejala lain timbul dan
kecemasan berlebihan atau khawatir tentang sejumlah peristiwa atau
kegiatan mendominasi maka pasien dapat di diagnosa sebagai
Gangguan Cemas Akibat Keadaan Medis Umum dengan cemas
menyeluruh (criteria 293.89 DSM IV)
Aksis II
Pasien memiliki kepribadian yang tidak khas dengan sifat yang aktif,
bertanggung jawab, dan selalu berusaha.
Aksis III
Penyakit batu ginjal dan penyakit jantung
Aksis IV
Stressor psikososial yaitu masalah dengan keluarga “primary support
group”
Aksis V
Berdasarkan Global Assessment of Functioning (GAF) Scale pada 80-71
yaitu beberapa gejala sementara & dapat diatasi, disabilitas ringan dalam
sosial, pekerjaaan, sekolah, dll.
Farmakoterapi :
Berikan obat antiansietas golongan benzodiazepine (Alprazolam)
dengan sediaan dosis 0,25;0,5;1 mg dimana dosis anjuran 3x0,25-0,5
mg/hari
Psikoterapi
Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi
hati dan keinginannya sehingga pasien merasa lega.
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang sekitarnya
sehingga tercipta dukungan sosial dengan lingkungan yang kondusif
untuk membantu proses penyembuhan pasien serta melakukan kunjungan
berkala.
DAFTAR PUSTAKA