Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Atresia Ani merupakan suatu kelainan malformasi kongenital
dimana terjadi ketidaklengkapan perkembangan embrionik pada bagian
anus atau tertutupya anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada
lubang secara tetap pada daerah anus. Lokasi terjadinya anus imperforata
ini meliputi bagian anus, rektum, dan bagian diantara keduanya (Alimul,
2010)
Anus imperforata terjadi karena adanya kelainan kongenital di mana
saat proses perkembangan embrionik tidak sempurna pada proses
perkembangan anus dan rektum. dalam perkembangan selanjutnya, ujung
ekor belakang berkembang menjadi kloaka yang juga akan berkembang
menjadi genitourinaria dan struktur anorektal. Atresia ini disebabkan karena
tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7
sampai 10 minggu selama perkembangan fetal. Kegagalan migrasi tersebut
juga terjadi karena gagalnya agenesis sakral dan abnormalitas pada daerah
uretra dan vagina atau juga pada proses obstruksi ada anus imperforata yang
dapat terjadi karena tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus,
sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan ( Alimul, 2010)
Anus Imperforata sama banyaknya baik pada laki laki maupun
perempuan, dan biasanya tidak ada riwayat keluarga dalam
ketidaknormalan ini. Adanya kelainan yang berhubungan biasanya sebagai
penyebab kematian.( Lynn, 2009)
Atresia ani merupakan kelainan kongenital yang terbanyak pada
daerah anorektal. Insidensinya adalah 1 dari 4000 hingga 5000 kelahiran
hidup. 20%-75% Bayi penderita anus imperforata juga menderita kelainan
lain, dengan malformasi saluran genitourinaria yang ditemukan paling
sering (20%-45%) dan Fistula trakeoesofagus yang terjadi pada 10% bayi.
.( Betz, Lynn 2009). Sedangkan hasil serveilans Kemenkes RI terhadap RS
Anak dan Bunda Harapan Kita tercatat bayi yang lahir dengan kelainan

1
bawaan lahir sebesar 370 dan diantaranya adalah dengan kasus atresia ani
berjumlah 12 pada tahun 2015.
Masalah tersebut dapat diatasi dengan peran aktif petugas kesehatan
baik berupa promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Hal ini dilakukan
dengan pendidikan kesehatan, pencegahan, pengobatan sesuai program dan
memotivasi klien agar cepat pulih sehingga dapat meningkatkan derajat
kesehatan secara optimal. Perawat juga memiliki tugas dalam merawat
pasien dengan kelaianan bawaab lahir selama 24 jam, perawat dapat
mengetahui berbagai permasalahan keperawatan yang timbul akibat atresia
ani baik masalah aktual maupun potensial yang akan mengganggu aktivitas
serta psikologi klien. Berdasarkan hal ini kelompok mengangkat kasus
Asuhan Keperawatan pada Pasien An.F dengan diagnosa medis Atresia Ani
Post Op tutup kolostomi.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah melaksanakan Praktik Klinik Keperawatan Anak ini mahasiswa
diharapkan mampu memahami dan menerapkan asuhan keperawatan
pada kasus An.F dengan atresia ani
2. Tujuan Khusus
Setelah melaksanakan praktik klinik Keperawatan Anak ini mahasiswa
mampu:
a. Menerapkan dan melaksanakan pengkajian pada kasus An.F
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada kasus An.F
c. Menetapkan rencana (intervensi) pada kasus An.F.
d. Mendokumentasikan hasil implementasi kasus An.F
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada kasus An.F

2
C. Manfaat Penulisan

1. Bagi Mahasiswa
Dapat menjadi bahan bacaan bagi mahasiswa keperawatan untuk
meningkatkan pemahaman dan pengetahuan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada anak dengan Atresia Ani

2. Bagi Instansi Pendidikan


Memberikan gambaran kepada civitas akademika keperawatan sejauh
mana asuhan keperawatan dapat diterapkan oleh mahasiswa
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan
Atresia Ani

3. Manfaat Bagi Pelayanan Rumah Sakit


Memberikan pelayanan terbaik kepada klien serta memberikan
pengetahuan dan membimbing mahasiswa keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan pemenuhan kebutuhan
dasar manusia yang dibutuhkan klien melalui proses keperawatan.

D. Sistematika Penulisan
1. BAB I Pendahuluan, pada bab ini berisi uraian tentang latar belakang,
tujuan umum dan khusus, manfaat penulisan dan sistematika
penulisan.
2. BAB II Tinjauan Teori, pada bab ini berisi uraian tentang definisi
atresia ani, etiologi atresia ani, manifestasi klinis atresia ani,
komplikasi atresia ani, patofisiologi dan pathway atresia ani,
pemeriksaan penunjang atresia ani, penatalaksanaan atresia ani,
konsep asuhan keperawatan (Pengkajian keperawatan, Diagnosa
keperawatan, Intervensi keperawatan, Implementasi keperawatan,
Evaluasi keperawatan).
3. BAB III Tinjauan Kasus, pada bab ini berisi uraian kasus yaitu
pengkajian keperawatan, diagnosa Keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan

3
4. BAB IV Pembahasan, pada bab ini berisi uraian pembahasan masalah
pada atresia ani
5. BAB V Penutup, pada bab ini berisi uraian kesimpulan yang diperoleh
dari pembahasan kasus dan saran saran yang perlu disampaikan.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Atresia Ani


1. Definisi Atresia Ani
Atresia ani terjadi karena tidak adanya lubang di tempat yang
seharusnya berlubang karena cacat bawaan (Vivian,2011)
Atresia Ani merupakan suatu kelainan malformasi kongenital
dimana terjadi ketidaklengkapan perkembangan embrionik pada bagian
anus atau tertutupya anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada
lubang secara tetap pada daerah anus. Lokasi terjadinya anus imperforata
ini meliputi bagian anus, rektum, dan bagian diantara keduanya ( Alimul,
2010)
Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi anorektal adalah
suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk
didalamnya agenesis ani (memiliki anus tetapi ada daging diantara rektum
dengan anus), agenesis rekti dan atresia rekti (tidak memiliki rektum).
Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma VACTRERL
(Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb).(Rita Dkk, 2009)

4
2. Etiologi Atresia Ani
Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga
bayi lahir tanpa lubang dubur
b. Gangguan organogenesis dalam kandungan, karena ada kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3
bulan.
c. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik
didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang
terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
(Nurarif, 2015)

3. Manifestasi Klinis Atresia Ani


a. Selama 24-48 jam pertama kelahiran, bayi mengalami muntah – muntah
dan tidak ada defekasi meconium. Selain itu anus tampak merah.
b. Perut kembung baru kemudian disusul muntah
c. Tampak gambaran gerak usus dan bising usus meningkat
(hiperperistaltik) pada auskultasi
d. Tidak ada lubang anus

5
e. Invertogram dilakukakan setelah bayi berusia 12 jam untuk
menentukan tingginya atresia

f. Terkadang tampak ileus obstruktif


g. Dapat terjadi fistel. Pada bayi perempuan sering terjadi fistel
rectovaginal sedangkan pada bayi laki-laki sering terjadi fistel
rektourinal.
Untuk mengetahui kelainan pada bayi baru lahir dilakukan colok dubur
dengan menggunakan jari kelingking atau dengan tidak keluarnya
mekonium dalam 24 jam sesudah lahir. (Vivian,2011)
4. Komplikasi Atresia Ani
a. Asidosis hiperkloremik
b. Infeksi saluran kemih yang terus menerus
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
d. Komplikasi jangka panjang
1) Eversi mukosa anus
2) Stenosis ( akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
3) Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasi sigmoid)
4) Masalah atau keterlambatan yang berhubungan dengan toilet
training
5) Inkontinensia (akibat stenosis anal atau inpaksi)
6) Prolaps mukosa anorektal ( menyebabkan inkontinensia dan
rembesan persisten)
7) Fistula kambuhan (karena ketegangan abdomen, diare, pembedahan
dan infeksi).
(Lynn 2009)

5. Patofisiologi Atresia Ani

6
Anus imperforata terjadi karena adanya kelainan kongenital di
mana saat proses perkembangan embrionik tidak sempurna pada proses
perkembangan anus dan rektum. Atresia ini disebabkan karena tidak
sempurnanya migrasi dan perkembangan struktur kolon. Kegagalan migrasi
tersebut juga terjadi karena gagalnya agenesis sakral dan abnormalitas pada
daerah uretra dan vagina atau juga pada proses obstruksi anus imperforata
yang dapat terjadi karena tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar
anus. Feses tidak dapat dikeluarkan dan feses menumpuk meningkatkan
reabsorbsi sisa metabolisme oleh tubuh menjadi keracunan, mual dan
muntah dan meningkatkan tekanan intraabdominal dan perlu dilakukan nya
operasi anoplasti, jika perawatan tidak adekuat mengakibatkan kerusakan
integritas kulit dan risiko infeksi.

Pathway Atresia Ani:

- Gangguan pertumbuhan
Kelainan - Fusi
kongenital - Pembentukan anus dari
tonjolan embriogenik

Atresi Ani

Feses tidak keluar

Feses menumpuk

Reabsorbsi Peningkatan tekanan


metabolisme oleh tubuh intraabdominal

Keracunan Operasi Anoplasti

Mual, muntah Perubahan defekasi :


Risiko kerusakan pengeluaran tak
integritas kulit terkontrol, iritasi
Ketidakseimbangan
mukosa
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

7
Abnormalitas spingter Trauma jaringan
rektal
6. Pemeriksaan Penunjang Atresia Ani
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan pemeriksaan radiologis. Pada
pemeriksaan ini akan ditemukan beberapa hal berikut
a. Udara dalam usus terhenti tiba-tiba. Hal ini menandakan adanya
obstruksi di daerah tersebut
b. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bayi baru lahir
c. Dibuat foto antero-posterior dan lateral, bayi diangkat dengan kepal
dibawah dan kaki diatas (Wangen Steen and Rice) pada anus diletakkan
radio-opak, sehingga pada foto, daerah antara benda radio-opak dengan
bayangan udara yang tinggi dapat diukur.
Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan fisik rektum atau kepatenan rectal dan dapat dilakukan
colok dubur menggunakan selang atau jari.
2. Ultrasonic dan CT-Scan untuk menentukan lesi
(Vivian,2011)

7. Penatalaksanaan Atresia Ani


Penatalaksanaan dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Preventif
Menurut Nurhayati (2009), penatalaksanaan preventif yaitu: (a)
diberikan nasihat pada ibu hamil bahwa selama hamil muda untuk
berhati-hati atau menghindari obat-obatan, makanan yang diawetkan
dan alkohol karena dapat menyebabkan atresia ani; (b) pemeriksaan
lubang dubur/anus bayi pada saat lahir sangat penting dilakukan sebagai

8
diagnosis awal adanya atresia ani. Sebab jika sampai tiga hari diketahui
bayi menderita ani atresia ani, jiwa bayi dapat terancam karena feses
yang tertimbun dapat mendesak paru-paru bayi dan organ yang lain.
b. Pasca Bayi Lahir
Menurut Rukiyah dan Yulianti (2012), begi penyidap kelainan tipe
I dengan stenosis yang ringan dan tidak mengalami kesulitan
mengeluarkan tinja tidak membutuhkan penanganan apapun.
Sementara pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setiap hari
dengan karakter uretra, dilatasi Hegar, atau speculum hidung berukuran
kecil. Selanjutnya orang tua dapat melakukan dilatasi sendiri di rumah
dengan jari tangan. Dilatasi dikerjakan beberapa kali seminggu selama
kurang lebih 6 bulan sampai daerah stenosis melunak dan fungsi
defekasi mencapai keadaan normal. Konstipasi dapat dihindari dengan
pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulose. Bentuk operasi
yang diperlukan pada tipe II, baik tanpa atau dengan fistula, adalah
anoplasti pcrincum, kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada anus
slama 23 bulan. Tindakan ini paling baik dilakukan dengan dilator
Hegar selama bayi di rumah sakit dan kemudian orang tua penderita
dapat memakai jari tangan di rumah sampai tepi anus lunak serta mudah
dilebarkan. Pada tipe III, apabila jarak antara ujung rektum uang buntu
ke lekukan anus kurang dari 1,5 cm, pembedahan rekonstruktif dapat
dilakukan melalui anoproktoplasti pada masa neonatus. Akan tetapi,
pada tipe III biasanya perlu dilakukan pembedahan definitif pada usia
12-15 bulan. Kolostomi bermanfaat untuk:
1) Mengatasi obstruksi usus, memungkinkan pembedahan
rekonstruktif dapat dikerjakan dengan lapangan operasi yang
bersih.
2) Memberikan kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan
pemeriksaan lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum
yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain,
kolostomi dapat dilakukan pada kolon transversum atau kolon
sigmoideum. Beberapa metode pembedahan rekonstruktif yang
dapat dilakukan adalah operasi abdominoperineum terpadu pada

9
usia 1 tahun, anorektoplasti sagital posterior pada usia 8-12 bulan,
dan pendekatan sakrum menurut metode Stephen setelah bayi
berumur 6-9 bulan. Dilatasi anus baru bisa dilakukan 10 hari
setelah operasi dan selanjutnya dapat dilakukan oleh orang tua di
rumah, mula-mula dengan jari kelingking kemudian dengan jari
telunjuk selama 23 bulan setelah pembedahan definitif. Sedangkan
pada penanganan tipe IV dilakukan dengan kolostomi, untuk
kemudian dilanjutkan dengan operasi abdominal pull-through
seperti kasus pada megakolon congenital.
Tindakan PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
umumnya dilakukan 9 sampai 12 bulan. Penundaan ini
dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar da
pada otot-otot mengembang, tindakan iini juga memungkinkan
bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status
nutrisinya.
Selanjuntnya adalah tindakan tutup kolostomi ini merupakan
tindakan terakhir dari atresia ani.biasanya beberapa hari setelah
operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama BAB akan
diakukan sering tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang
frekuensinya dan agak padat.
Pemberian antibiotic seperti cefotaxim dan garamicin untuk
mencegah infeksi pada pasca operasi. Pemberian vitamin C untuk
daya tahan tubuh.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Pada pengkajian keperawatan dapat ditemukan adanya
a. Penyumbatan anus (anus tidak normal)
b. Adanya kembung dan terjadi muntah pada 24-48 jam setelah lahir

10
c. Pada bayi laki-laki dengan fistula urinary didapatkan meconium pada
urin, dan pada bayi perempuan dengan fistula urogenital ditemukan
meconium pada vagina
d. Pada pemeriksaan fisik dengan memasukkan jari kelingking dengan
memakai sarung tangan atau juga dengan memasukkan termometer
sepanjang kurang lebih 2 cm tidak ditemukan anus secara normal.
Adanya berbagai bentuk seperti stenosis rectum yang lebih rendah atau
juga pada anus, membrane anus yang menetap, adanya fistula antara
rectum dan traktus urinaria, adanya fistula antara rectum, vagina, atau
perineum pada perempuan. (Alimul A.Aziz, 2010)

2. Diagnosis/Masalah Keperawatan
a. Pra pembedahan
1) Kurang volume cairan b.d mual dan muntah
2) Kurang pengetahuan b.d prosedur pembedahan
b. Pasca pembedahan
1) Kurang nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) b.d asupan nutrisi
yang kurang
2) Risiko infeksi d.d trauma jaringan post operasi
3) Nyeri b.d prosedur operasi
4) Gangguan integritas kulit b.d insisi pembedahan
5) Risiko Jatuh b.d anak usia <2 tahun
(SDKI, 2016)

3. Rencana Tindakan Keperawatan


Pra pembedahan
a. Kurang volume cairan
Risiko terjadinya volume yang kurang pada kelainan anus ini dapat
disebabkan oleh karena keluaran yang berlebihan. Dalam hal ini dapat
melalui muntahan, maka rencana yang dapat dilakukan adalah
mencegah terjadinya kekurangan volume cairan dengan
mempertahankan keseimbangan status cairan.
Tindakan :

11
1. Monitor status hidrasi (tanda-tanda dehidrasi dan keseimbangan
cairan)
2. Pertahankan kebutuhan sesuai dengan kebutuhan
3. Monitor berat badan
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam rencana pembedahan dengan
persiapan sebagai berikut: kaji adanya distensi abdomen dengan
mengukur lingkar perut, observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam,
pantau adanya komplikasi usus seperti adanya perforasi, pantau
respon bayi terhadap evakuasi anus, gunakan NGT untuk
dekompensasi lambung, gunakan kateter untuk dekompresi
kandung kemih, pertahankan cairan (parenteral), pantau respon
terhadap pemberian antibiotik.

b. Kurang pengetahuan
Kurang pengetahuan pada orang tua tentang prosedur pembedahan
yang dapat disebabkan karena adanya informasi yang kurang
Tindakan:
1) Kaji sejauh mana kurangnya informasi yang dibutuhkan
2) Jelaskan tentang prosedur persiapan operasi dan proses, dan hal-
hal yang harus dilakukan setelah operasi pembedahan
3) Kajilah kemampuan koping keluarga dalam menghadapi
pembedahan yang dilakukan pada anak.

Pasca pembedahan
a. Kurang nutrisi (kurang dari kebutuhan)
Kekurangan nutrisi dapat disebabkan karena asupan yang kurang, maka
rencana tindakannya adalah mempertahankan agar tidak terjadi
gangguan kekurangan nutrisi.
Tindakan :
1) Lakukan monitoring terhadap bising usus, apabila sudah mulai
kedengaran berikan cairan.
2) Berikan diet lanjutan lengkap sesuai dengan toleransi
3) Monitor asupan parenteral, enteral, atau oral

12
4) Lakukan monitoring berat badan

b. Risiko infeksi
Masalah risiko terjadi infeksi kemungkinan besar terjadi pada semua
luka pembedahan.
Tindakan :
1) Lakukan penggantian balutan dan perhatikan adanya drainase,
kemerahan, serta adanya inflamasi
2) Bersihkan daerah anal untuk mencegah kontaminasi feses
3) Ganti posisi bayi setiap 2 jam
4) Monitor tanda-tanda infeksi sistemik dan local
5) Lakukan kolaborasi dalam pemberian antibiotika
c. Nyeri
Nyeri yang terjadi pada pascapembedahan disebabkan karena dampak
insisi pembedahan, dan rencana tindakan yang dapat dilakukan adalah
mengatasi nyeri agar dampak dari nyeri yang ditimbulkannyadapat
teratasi.
Tindakan :
1) Berikan rendam duduk pasca pembedahan 1 minggu lebih
2) Berikan posisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan pasien
3) Berikan zinkum oksida pada daerah kulit yang mengalami iritasi
4) Lakukan kolaborasi dalam pemberian analgetik
d. Gangguan Integritas Kulit
Masalah risiko terjadinya gangguan integritas kulit ini dapat disebabkan
adanya insisi pembedahan, dan rencana yang dapat dilakukan adalah
mencegah agara tidak terjadi gangguan kulit. Tindakan :
1) Lakukan monitoring terhadap dilatasi anus
2) Pantau daerah insisi
3) Jangan mengukur suhu melalui rektal, memberi obat perektal atau
melakukan pemeriksaan melalui daerah rektal
4) Pertahankan agar anus tetap bersih dan kering
5) Berikan zinkum oksida pada daerah kulit yang mengalami iritasi
6) Hindari tekanan pada garis sutura (jahitan)

13
7) Berikan posisi miring atau telungkup pada bayi

BAB III

TINJAUAN KASUS

Bab ini akan menguraikan proses pelaksanaan “Asuhan Keperawatan pada


An.F dengan diagnosa medis Atresia Ani Post op tutup Colostomy di Ruang Widuri
RSAB Harapan Kita”. Berdasarkan tahapan-tahapan dalam proses asuhan
keperawatan yaitu pengkajian, diagnosis, intervensi, implementasi, dan evaluasi
keperawatan yang dilakukan pada tanggal 4-6 November 2019.

A. Pengkajian Keperawatan
1. Data Biografi
Pada tanggal 4 November 2019 dilakukan pengkajian terhadap An.
F dengan No. RM 00898609 yang berusia 8 bulan. Lahir di Tangerang, 9
Februari 2019. Berjenis kelamin perempuan, Ny. V selaku ibu dan Tn.A
sebagai Ayah, Klien anak ke-3 dari 3 bersaudara yang dirawat ruang bedah
anak Widuri RSAB Harapan Kita kamar 111 A, pasien dirawat sejak tanggal
tanggal 3 November 2019, diagnosa medis atresia ani post op tutup
colostomy dengan keluhan utama Nyeri.
2. Resume Klien
Dari resume klien diperoleh data sebagai berikut ibu klien Ny. A
berusia 29 Tahun dan Ayah klien Tn.A berusia 39 Tahun sebagai sumber
informasi utama mengatakan anaknya terdiagnosa atresia ani pada tahun
2019. Klien telah menjalani dua prosedur operasi saat masuk RSAB
Harapan Kita , yaitu pada tanggal 22 Februari 2019 dilakukan Pembuatan
kolostomi, dan tahap kedua pada tanggal 18 juni 2019 dilakukan posterior

14
sagital anorektoplasty. Saat ini klien masih terpasang kateter, rectal tube,
NGT dan Long line di Vena Aksilaris Sinistra untuk akses cairan klien
diberi Ka EN 3A.
3. Riwayat Kesehatan Masa lalu
Ibu klien mengatakan saat hamil terdapat mual dan muntah, dan
sempat dirawat di RSAB Harapan Kita. Saat kehamilan ibu klien tidak
mengalami komplikasi. Ibu klien saat kehamilan rutin menjalani
pemeriksaan kehamilan di Puskesmas Tangerang dan hasil pemeriksaan
janin ibu sehat. Dan selama kehamilan ibu mengatakan mendapatkan
imunisasi tetanus 2x.
Ibu klien mengatakan An. F lahir pada usia kehamilan 38 minggu.
Dengan persalinan sectio caesaria ditolong oleh dokter, lahir dengan kondisi
menangis. Lahir dengan APGAR score : 10. Dengan Berat Badan 2,5 kg,
Tinggi Badan 48 cm dan Lingkar Kepala keluarga klien mengatakan lupa.
Ibu dan ayah klien mengatakan An. F tidak pernah mengkonsumsi obat-
obatan. Saat kelahiran An. F ibu klien mengatakan sehat dan sempat dibawa
pulang kerumah dan diketahui memiliki kelainan yaitu terdapat mekonium
keluar melalui saluran pipis saat 2 hari setelah lahir. Setelah dilakukan
pemeriksaan oleh dokter klien dinyatakan terdiagnosa atresia ani dan harus
segera di operasi. Keluarga klien mengatakan klien tidak memiliki alergi
obat-obatan tapi memiliki alergi telur jika ibu klien mengkonsumsi telur
yang mengakibatkan anaknya menglami bintik-bintik dan kemerahan pada
kulit klien.
Klien memerima imunisasi lengkap hingga 4 bulan yaitu pada usia
satu bulan klien imunisasi BCG dan Polio 1, Usia dua bulan Klien imunisasi
DPT, Hep 1 dan polio 2, pada usia 3 bulan klien imunisasi DPT, Hep 2 dan
polio 3, pada usia 4 bulan klien imunisasi DPT, Hep 3 dan polio 4.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dikeluarga klien semua anggota keluarga sehat dan tidak ada yang
memiliki penyakit turunan seperti hipertensi, diabetes militus, penyakit
jantung, Kanker, gangguan mental dan alergi.

15
5. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Ibu klien mengatakan rumahnya berada dilingkungan yang bersih,
tidak ada tangga yang bisa meningkatkan risiko jatuh, jarak antara sumur
dan septi tank berjarak 9m , terdapat ventilasi, rumah klien tidak dekat
dengan kali, kamar mandi mempunyai ruang sendiri, dapur ada dibelakang
rumah, tempat pembuangn sampah jauh dari rumah. Tidak terdapat polusi
di lingkungan rumah karena jauh dari jalan raya. Tempat bermain klien di
taman sekitar rumah, didepan rumah klien tidak ada tempat untuk bermain.
6. Riwayat kesehatan sekarang
Dilakukan pengkajian tanggal 4 november 2019 terhadap An.F usia
8 bulan, klien masuk ruang rawat tanggal 3 November 2019 pukul 10.00
WIB. Pada tanggal 4 November 2019 klien dilakukan operasi tutup
kolostomi. Keluhan utama post operasi hari pertama, yaitu ibu klien
mengatakan klien mengangis terus menerus setelah dilakukan operasi tutup
kolostomi. Terjadinya setelah efek sedasi hilang. Lamanya tidak menentu.

Saat pengkajian dengan teknik anamnesa diperoleh data subjektif


dengan data sebagai berikut : ibu klien mengatakan klien menangis terus
menerus setelah dilakukan operasi tutup kolostomi hari pertama.
Sedangakan data objektif yang diperoleh kelompok melalui pemeriksaan
fisik dan memantau hasil laboratorium adalah sebagai berikut : keadaan
umum klien tampak baik, terlihat terbaring terlentang, kesadaran compos
mentis, dan berat badan 7,8 kg dan tinggi badan 80 cm. Lingkar perut 55
cm. Dan lingkar lengan attas 15cm. CRT < 3 detik. Mukosa mulut lembab,
turgor baik , tekstur kering, klien terlihat lemah, tidak aktif bergerak karena
terpasang kateter, otot tubuh klien kuat. Gerakan An. F terbatas karena
terpasang kateter, terdapat luka post op tutup kolostomi yang masih terbalut
kasa dengan jahitan. Di usia klien 8 bulan ini tidak terdapat gangguan pada
tumbuh kembangnya, motorik kasar maupun motorik halus. Selanjutnya
kemampuan bahasa klien hanya mampu mengoceh tanpa makna. Sosialisasi
baik klien tidak menangis bertemu dengan orang asing baru.

Pada pemeriksaan fisik selanjutnya kelompok menemukan data


yang mendukung klien mengalami nyeri akut akibat prosedur invasive yaitu

16
post operasi penutupan kolostomi hari pertama, kemudian kelompok
menggunakan pengukuran skala nyeri dengan wong baker face scale,
dengan skala nyeri 4 dan mendapatkan data risiko jatuh pada klien sebagai
berikut dengan menggunakan skala humpty dumpty : skala jatuh humpty
dumpty (usia < 3 tahun (4), jenis kelamin perempuan (1), diagnosis lainnya
(1), tidak menyadari keterbatasan lainnya (3), bayi diletakkan pada tempat
tidur bayi (3), pembedahan dalam 24 jam (3), penggunaan medikasi lainnya
(1). Dengan total skala 16 atau risiko tinggi jatuh).

Klien mendapatkan terapi intravena berupa cefotaxime 3 x 375 mg


via IV jam 06.00, 14.00, dan 22.00 , Metronidazole 3 x 375 mg via IV jam
06.00, 14.00 dan 22.00, paracetamol 3 x 100 mg via IV jam 06.00, 14.00
dan 22.00. terapi cairan Ka EN 3A 500 ml per 24 jam, klien tidak memiliki
diet khusus.
Hasil laboratorium pada tanggal 3 november 2019 yaitu jumlah
leukosit 18,000/ul (rujukan :4500 – 13500) Jumlah trombosit 503000/ ul
(Rujukan: 150000 – 450000). Hemoglobin : 12,7 g/dl (Rujukan : 13,0 –
18,0), Hematokrit ; 38,7% (Rujukan : 40,0 – 135 %)

B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengkajian dan anamnesa
pada An. F yang dilakukan pada tanggal 4 november 2019, kelompok
menemukan tiga masalah keperawatan yaitu Nyeri akut, Risiko Infeksi dan
Risiko Jatuh.
1. Diagnosa pertama yaitu : Nyeri akut berhubungan dengan agen
pencedera fisik ( post operasi tutup kolostomi hari pertama) ditandai
dengan Ibu klien mengatakan klien menangis terus menangis, Ibu klien
mengatakan klien sulit tidur, Klien tampak menangis dan rewel, Klien
tampak kesakitan dan tidak nyaman, Nadi klien meningkat dari batas
normal 125 x/menit (N : 70-120x/menit), Skala nyeri menurut wong
baker rating scale (4).
2. Risiko infeksi ditandai dengan efek prosedur invasive (post penutupan
kolostomi hari pertama) ditandai dengan Ibu klien mengatakan

17
anaknya baru selesai dilakukan penutupan kolostomi hari pertama, Ibu
klien mengatakan klien lebih rewel dari sebelumnya, Penutupan
kolostomi sejak 4 november 2019, Ada luka jahitan bekas kolostomi di
bagian perut kiri klien (regio iliakal kiri), Kulit sekitar jahitan
kemerahan, Klien tampak menangis dan rewel, Leukosit 18.050 ul (N :
6.000-17.500 ul), Terpasang rectal tube sejak 04 november 2019 , jam
08:00, Terpasang NGT sejak jam 04 november, jam 08:00
3. Risiko jatuh ditandai dengan anak usia dibawah 2 tahun Ibu klien
mengatakan klien sangat aktif , Skor skala humpty dumpty (usia < 3
tahun (4), jenis kelamin perempuan (1), diagnosis lainnya (1), tidak
menyadari keterbatasan lainnya (3), bayi diletakkan pada tempat tidur
bayi (3), pembedahan dalam 24 jam (3), penggunaan medikasi lainnya
(1). Dengan total skala 16 atau Risiko tinggi jatuh) , klien tampak aktif,
klien tampak gelisah, klien tampak rewel dan menangis

C. Perencanaan Keperawatan
Rencana keperawatan yang dibuat sesuai dengan diagnosis keperawatan
prioritas yang telah ditetapkan sebagai berikut :
1. Diagnosa pertama yaitu nyeri akut , tujuan perencanaan Klien
menunjukkan nyeri akut berkurang setelah dilakukan rencana asuhan
keperawatan selama 3x24 jam, dengan Kriteria hasil : Ttv dalam batas
normal (S : 36,5° C -37,5°C), RR : 35-40 x/menit N: (100-120x/menit),
Skala nyeri 0-2, Rewel klien berkurang, Klien dapat tidur. Rencana
keperawatan Observasi : Monitor ttv klien , Identifikasi lokasi dan skala
nyeri, Terapeutik : Gunakan teknik distraksi ( mis: menonton televisi,
membacakan dongeng, bernyanyi) Edukasi : Ajarkan ibu untuk
Gunakan teknik distraksi ( mis: menonton televisi, membacakan
dongeng, bernyanyi) Kolaborasi : Kolaborasi pemberian anal getik
untuk penghilang nyeri Paracetamol (3 x 100 mg) jam 06, 14, 22
2. Diagnosa Kedua yaitu Risiko infeksi, tujuan perencanaan Klien
menunjukkan risiko infeksi berkurang setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 X 24 jam, dengan Kriteria Hasil Ttv dalam batas
normal (S : 36,5° C -37,5°C) RR : 35-40 x/menit, N: 100-120x/menit),

18
Leukosit dalam batas normal (N : 6.000-17.500 ul), Tidak ada tanda-
tanda infeksi. Intervensi keperawatan Observasi : Monitor TTV klien,
Monitor dan gejala infeksi local dan sistemik. Terapetik: Batasi jumlah
pengunjung, Berikan perawatan pada area luka, Cuci tangansebelum
kontak dengan pasien, Edukasi : Ajarkan cara memeriksa kondisi luka,
jelaskan tanda dan gejala infeksi, kolaborasi : cefotaxime 3 x 375 mg
via IV jam 06.00, 14.00, dan 22.00 , Metronidazole 3 x 375 mg via IV
jam 06.00, 14.00 dan 22.00.
3. Diagnosa ketiga yaitu risiko jatuh, tujuan perencanaan Klien diharapkan
tidak mengalami jatuh selama dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam
dengan, Kriteria hasil : Ttv dalam batas normal (S : 36,5° C -37,5°C),
RR : 35-40 x/menit (N: 100-120x/menit), Skor humpty dumpty <12, Ibu
klien mengetahui tanda dan bahaya lingkungan yang mendukung
jatuh.Observasi : Monitor TTV klien, Identifikasi risiko jatuh / 8jam,
Hitung skala risiko jatuh, terapetik : Pasang handrail tempat tidur,
Pastikan roda tempat tidur dalam keadaan terkunci, edukasi : Anjurkan
memanggil perawat jika memerlukan bantuan

D. Implementasi Keperawatan
Langkah keempat dalam asuhan keperawatan adalah implementasi,
implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari maslah status kesehatan yang
dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan (Potter & Perry, 2010)
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar
sesuai dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan
kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal dan
keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses pelaksanaan implementasi
harus berpusat kepada kebutuuhan klien, factor-faktor lain yang
memperngaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Kozier et al, 2010)

19
Implementasi yang kelompok lakukan, dilaksanakan berdasarkan
waktu yang telah ditetapkan pada saat pembuatan intervensi selama 3x24
jam. Kelompok kami juga melakukan operan per shift antara dinas pagi
dengan dinas siang, sehingga semua intervensi yang sudah dibuat dapat
terlaksana dalam waktu 24 jam secara berkesinambungan.
1. Diagnosa pertama, pada tanggal 4 november 2019 kelompok
melakukan implementasi seperti kelompok melakukan memonitoring
tanda- tanda vital dengan hasil S : 36,3 , N : 110x/menit, Rr : 26x/menit,
Bb : 7,8 kg, Tb : 80 cm, implementasi kedua yaitu mengidentifikasi
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas nyeri dengan hasil Skala
nyeri menurut wong baker rating scale (3). Selanjutnya melakukan
implementasi Memberikan teknik distraksi dengan menonton film,
dengan data objektif yaitu klien tampak lebih tenang dan nyaman.
Implementasi selanjutnya yaitu berkolaborasi dalam pemberian obat
yaitu Paracetamol 100 mg via IV pukul 14.00 dengan hasil obat telah
diberikan dan tidak tampak tanda tanda alergi obat.
2. Diagnosa Kedua, Pada tanggal 4 November 2019 kelompok melakukan
implementasi Memonitor TTV klien dengan hasil S : 36,3, N :
110x/menit,Rr : 26x/menit, Bb : 7,8 kg, Tb : 80 cm, implementasi
selanjutnya yaitu Mengobservasi tanda dan gejala infeksi dengan hasil
keadaan luka baik, terdapat kemerahan dan tidak ada pembengkakan
pada area post penutupan kolostomi, implementasi selanjutnya
Membatasi jumlah pengunjung dengan hasil keluarga klien memahami
apa yang perawat katakan dan tampak tidak banyak pengunjung.
Implementasi selanjutnya yaitu Memonitor gejala infeksi local dan
sistemik dengan hasil : Ibu klien mengatakan anaknya baru selesai
dilakukan penutupan kolostom, Ibu klien mengatakan klien lebih rewel
dari sebelumnya, Penutupan kolostomi sejak 4 november 201, Ada luka
jahitan bekas kolostomi di bagian perut kiri klien (regio iliakal kiri, Kulit
sekitar jahitan kemerahan, Klien tampak menangis dan rewel, Leukosit
18.050 ul (N : 6.000-17.500 ul), Terpasang rectal tube sejak 04 november
2019 , jam 08:00. Terpasang NGT sejak jam 04 november, jam 08:00.

20
Melakukan implementasi yaitu berkolaborasi pemberian obat
Cefotaxime 375 mg , via IV , Metronidazole 75 mg via IV
3. Diagnosa Ketiga, Pada tanggal 4 November 2019 kelompok melakukan
implementasi Memonitor TTV klien : S : 36,8 C, N : 120x/menit, Rr :
28x/menit, Bb : 7,8 kg, Tb : 80 cm, implementasi mengidentifikasi risiko
jatuh dengan hasil Ibu klien mengatakan klien sangat aktif klien tampak
aktif, klien tampak gelisah, klien tampak rewel dan menangis, dan klien
post pembedahan < 24 jam, implementasi selanjutnya Mengidentifikasi
skala risiko jatuh dengan Skor skala humpty dumpty = 15 (risiko tinggi
jatuh). Memasang handrail dengan hasil terpasang dengan tepat, dan
Memastikan roda tempat tidur terkunci dengan hasil roda tempat tidur
terkunci.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian melalui upaya dalam
membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan
tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Nikmatur dan
Walid, 2012). Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam,
pada tanggal 4 november 2019 sampai dengan tanggal 6 november 2019.
Penulis melakukan evaluasi terakhir yaitu tanggal 6 november 2019.
1. Diagnosa keperawatan Pertama : : Nyeri akut berhubungan dengan
agen pencedera fisik ( post close kolostomi). Kriteria Hasil Sudah
teratasi. Evaluasi terakhir tanggal 6 November 2019 jam 15.00 adalah
Data Subjektif : Ibu klien mengatakan anaknya sudah tidak rewel lagi,
Ibu klien mengatakan anaknya sudah dapat tidur dengan nyenyak dan
Data Objektif : TTV klien : S : 36,2 ,N : 135x/menit, Rr : 27x/menit,
Klien tampak lebih tenang dan nyaman , Skala nyeri menurut wong
baker face : 2.
2. Diagnosa Keperawatan Kedua : Risiko infeksi ditandai dengan efek
prosedur infasive (post penutupan kolostomi). Kriteria hasil belum
teratasi. Evaluasi terakhir dilakukan tanggal 6 november 2019 jam
15.10 adalah Data Subjektif : Ibu klien mengatakan klien sudah tidak
rewel dari sebelumnya Data Objektif : TTV klien : S : 36,2 C, N :

21
135x/menit, Rr : 27x/menit, Terpasang NGT sejak jam 04 november,
jam 08:00, Ibu klien dapat menyebutkan dan menjelaskan yang telah di
anjurkan dan di jelaskan :perawat .Klien Tampak meringis, Luka klien
tampak kemerahan, tidak ada pembengkakan, tidak ada pus yang keluar
dari luka klien, luka klien tampak bersih, panjang luka : 6 cm,Kateter
telah dilepas pada tanggal 5 November 2019.

3. Diagnosa Keperawatan ketiga : Risiko jatuh ditandai dengan anak


usia dibawah 2 tahun. Kriteria Hasil belum teratasi. Evaluasi terakhir
dilakukan tanggal 6 November 2019 jam 15.20. adalah Data Subjektif
: Ibu klien mengatakan klien sudah tidak rewel dari sebelumnya . Data
Objektif : TTV klien : S : 36,2 C, N : 135x/menit, Handrail terpasang,
Roda tempat tidur terkunci, Ibu klien dapat menyebutkan dan
menjelaskan yang telah di anjurkan dan di jelaskan perawat

22
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas mengenai pelaksanaan asuhan


keperawatan pada An. F yang Atresia Ani dengan membandingan teori dengan
fakta yang didapatkan mulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi,
dan evaluasi keperawatan serta menguraikan persamaan yang ditemukan.

A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan merupakan langkah utama dari proses
keperawatan. Kegiatan yang dilakukan pada saat pengkajian adalah
mengumpulkan data, memvalidasi data, mengorganisasikan data dan mecatat
data yang diperoleh (Dinarti et al, 2009, h. 79). data pengkajian dapat diperoleh
melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, dan data penunjang. Sumber data adalah
pasien, keluarga, perawat ruangan dan rekam medik.
Pada saat pengkajian keperawatan, kelompok menemukan beberapa tanda
ketidaknormalan pada klien yang berhubungan denga teori, hal ini kelompok
akan membahasnya satu persatu sebagai berikut.
Saat melakukan pengkajian ibu klien mengatakan anaknya rewel dan tidak
berhenti menangis saat setelah operasi penutupan kolostomi selesai. Hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan atresia ani S: 36,8 C, N:
120x/menit, RR : 28x/menit, BB : 7,8 kg, TB : 80 cm, lingkar lengan : 15 cm,
lingkar kepala : 38 cm, terdapat luka yang balut perban pada perut bagian kiri
klien. Pada pemeriksaan fisik dengan memasukkan jari kelingking dengan
memakai sarung tangan atau juga dengan memasukkan termometer sepanjang
kurang lebih 2 cm tidak ditemukan anus secara normal. Adanya berbagai bentuk
seperti stenosis rectum yang lebih rendah atau juga pada anus, membrane anus
yang menetap, adanya fistula antara rectum dan traktus urinaria, adanya fistula
antara rectum, vagina, atau perineum pada perempuan. (Alimul A.Aziz, 2010).
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat
sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala

23
atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. (Hidayat, 2009)
Pada saat pemeriksaan fisik kelompok menemukan data yang mendukung
klien mengalami nyeri akut akibat prosedur invasive yaitu post penutupan
kolostomi, kemudian kelompok menggunakan pengukuran skala nyeri dengan
wong baker face scale, dengan skala nyeri 4

1. Wajah Pertama 0 : tidak merasa sakit sama sekali.


2. Wajah Kedua 2 : Sakit hanya sedikit.
3. wajah ketiga 4 : Sedikit lebih sakit.
4. Wajah Keempat 6 : Jauh lebih sakit.
5. Wajah Kelima 8 : Jauh lebih sakit banget.
6. Wajah Keenam 10 : Sangat sakit luar biasa sampai-sampai menangis

Pada pemeriksaan fisik selanjutnya kelompok mendapatkan data


klien terpasang rectal tube sejak 04 november 2019 , jam 08:00, Terpasang
NGT sejak jam 04 november, jam 08:00 dan hasil laboratorium didapatkan
data Leukosit 18.050 ul (N : 6.000-17.500 ul)

Ada lima jenis leukosit yaitu neutrofil, basofil, monosit, limfosit,


dan eosinofil. Leukosit rendah sering dihubungkan dengan menurunnya
jumlah salah satu jenis leukosit, yakni neutrofil. Neutrofil memiliki kadar
terbanyak dibandingkan jenis leukosit lainnya, yaitu 45-75% dari
keseluruhan jumlah leukosit. Meski demikian, setiap jenis leukosit
memegang peranan spesifik untuk tubuh, terutama dalam melawan infeksi.

24
Oleh karena itu, pemeriksaan leukosit pada umumnya melibatkan
penghitungan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit, guna memperjelas
gambaran infeksi yang dialami, serta memperkirakan penyebabnya.

Pada pemeriksaan fisik selanjutnya kelompok mendapatkan data


risiko jatuh pada klien sebagai berikut dengan menggunakan skala humpty
dumpty : skala jatuh humpty dumpty ( usia < 3 tahun (4), jenis kelamin
perempuan (1), diagnosis lainnya (1), tidak menyadari keterbatasan lainnya
(3), bayi diletakkan pada tempat tidur bayi (3), pembedahan dalam 24 jam
(3), penggunaan medikasi lainnya (1). Dengan total skala 16). Humpty
dumpty merupakan pengukuran skala yang dapat digunakan untuk anak-
anak.

B. Diagnosa Keperawatan

25
Diagnosa keperawatan merupakan hasil dari pengkajian yang di rumuskan
atas dasar interpretasi data yang tersedia (Dinarti, 2009). Menurut doengoes
(2000) diagnosa yang ditemukan pada pasien yang mengalami atresia ani ada
dua macam diagnose yang dapat diambil yaitu pra pembedahan Kurang volume
cairan b.d mual dan muntah, Kurang pengetahuan b.d prosedur pembedahan dan
Pasca pembedahan yaitu Kurang nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) b.d
asupan nutrisi yang kurang, Risiko infeksi d.d trauma jaringan post operasi,
Nyeri b.d prosedur operasi , Gangguan integritas kulit b.d insisi pembedahan
(SDKI, 2016)
1. Diagnosa keperawatan yang muncul
Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas, yang pertama yaitu
Nyeri akut adalah pengalaman sensoria tau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan bersintesis ringan hingga berat yang berlangsung kurang
dari 3 bulan (SDKI, 2016).
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) tahun
2016, diagnose tersebut dapat ditegakkan jika ada data mayor yang
mendukung yaitu subjektif : mengeluh nyeri, objektif : tampak meringis,
bersikap protektif (mis: posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi
meningkat dan data minor yaitu objektif : tekanan darah meningkat, pola
napas berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik
diri, berfokus pada diri sendiri, diaphoresis. Alasan kelompok untuk
mengangkat diagnosa tersebut Karen pada saat pengkajian didapatkan data
objektif yang sesuai dengan buku SDKI yaitu, terlihat klien gelisah, terus
menangis , Klien tampak kesakitan dan tidak nyaman, Nadi klien meningkat
dari batas normal 125 x/menit (N : 70-120x/menit), Skala nyeri menurut
wong baker rating scale (4). Kemudin data subjektif Ibu klien mengatakan
klien menangis terus menangis, Ibu klien mengatakan klien sulit tidur.
Kelompok menjadikan diagnose tersebut sebagai diagnose utama karena
apabila masalah tersebut idak segera ditangani maka akan menimbulkan
masalah-masalah baru lainnya

26
Diagnose kedua yang muncul pasa klien kelolaan kelompok ada
risiko infeksi. Risiko adalah keaadaan yang berisiko mengalami
peningkatan terserang organisme patogenik (SDKI, 2019).
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) tahun
2016, diagnose tersebut dapat ditegakkan jika ada faktor risiko yang
mendukung diagnose tersebut dapat diangkat yaitu efek prosedur invasive
(post penutupan kolostomi) dengan data subjektif : Ibu klien mengatakan
anaknya baru selesai dilakukan penutupan kolostomi, Ibu klien mengatakan
klien lebih rewel dari sebelumnya dan data objektif Penutupan kolostomi
sejak 4 november 2019, Ada luka jahitan bekas kolostomi di bagian perut
kiri klien (regio iliakal kiri), Kulit sekitar jahitan kemerahan, Klien tampak
menangis dan rewel, Leukosit 18.050 ul (N : 6.000-17.500 ul), Terpasang
rectal tube sejak 04 november 2019 (jam 08:00), Terpasang NGT sejak jam
04 november (jam 08:00). Kelompok mengangkat diagnose ini apabila
diagnose ini tidak diangkat akan mempengaruhi luka post penutupan
kolostomi dan mengakibatkan infeksi
Diagnosa terakhir yang muncul pada klien kelolaan kelompok
adalah risiko jatuh. Risiko jatuh dalah kejadian yang berisiko mengalami
kerusakan fisik dan gangguan kesehatan akibat terjatuh (SDKI, 2016).
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) tahun
2016, diagnose tersebut dapat ditegakkan jika ada faktor risiko yang
mendukung diagnose tersebut dapat diangkat yaitu usia klien < 2 tahun
dengan data subjektif : Ibu klien mengatakan klien sangat aktif dan data
objektif : skala jatuh humpty dumpty ( usia < 3 tahun (4), jenis kelamin laki-
laki (1), perubahan oksigenasi (3), tidak menyadari keterbatasan lainnya (3),
pasien menggunakan alat bantu seperti tempat tidur bayi (3), penggunaan
medikasi lainnya / tidak ada medikasi (1). Dengan total skala 15), klien
tampak aktif, klien tampak gelisah, klien tampak rewel dan menangis.
Kelompok mengangkat diagnose tersebut karena apabila diagnose ini tidak
diangkat akan menyebabkan masalah lainnya.

27
2. Diagnosa keperawatan yang tidak muncul namun ada dalam tinjauan teori
Diagnosa pertama yang tidak muncul namun ada dalam tinjauan
teori adalah nurtisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah asupan mutrisi yang
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolism (SDKI, 2016)
Kelompok tidak mengangkat diagnose ini karena dari hasil
pengkajian klien tidak ada data mayor maupun minor yang dapat diagnose
ini bisa diangkat.
Diagnosa kedua yang tidak muncul namun ada dalam tinjauan teori
adalah gangguan integritas kulit yaitu kerusakan kulit ( dermis dan/atau
epidermis) atau jaringan (membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon,
tulang, kartilago, kapsul sendi dab/atau ligament) (SDKI,2016).
Kelompok tidak mengangkat diagnosa ini karena klien tidak akan
teratasi gangguan integritas kulitnya dikarenakan prosedur operasi yamg
telah dilakukan.

C. Intervensi Keperawatan
Tujuan dari perencanaan adalah suatu sasaran yang menggambarkan
perubahan yang diinginkan pada setiap kondisi atau perilaku klien dengan
criteria hasil yang diharapkan perawat. Pedoman penulisan berdasarkan SMART
(Specific, Measurable, Achieveble, Reasonable, dan Time). Specific adalah
berfokus pada klien. Measurable dapat diukur, dilihat, diraba, dirasakan, dan
dicium. Achievable adalah tujuan yang harus dicapai. Reasonable merupakan
tujuan yang harus dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Time adalah batasan
pencapaian dalam rentang waktu tertentu, harus jelas batasan waktunya
(Dermawan, 2012).
Kelompok mengambil 3 diagnosa dengan urutan prioritas yaitu nyeri akut,
risiko infeksi, dan risiko jatuh.
Pada diagnose pertama kelompok membuat intervensi keperawatan yaitu
Monitor ttv klien , Identifikasi lokasi dan skala nyeri, Gunakan teknik distraksi
( mis: menonton televisi, membacakan dongeng, bernyanyi), Ajarkan ibu untuk
Gunakan teknik distraksi ( mis: menonton televisi, membacakan dongeng,
bernyanyi), Kolaborasi pemberian anal getik untuk penghilang nyeri (
Paracetamol (3 x 100 mg) jam 06, 14, 22 (IV))

28
Pada diagnosa kedua kelompok membuat intervensi keperawatan yaitu
Monitor TTV klien, Monitor dan gejala infeksi local dan sistemik, Batasi jumlah
pengunjung, Berikan perawatan pada area luka, Cuci tangan sebelum kontak
dengan pasien, Ajarkan cara memeriksa kondisi luka kepada ibu klien, jelaskan
tanda dan gejala infeksi kepada ibu klien.
Pada diagnosa ketiga kelompok membuat intervensi keperawatan yaitu
Monitor TTV klien, Identifikasi risiko jatuh / 8jam, Hitung skala risiko jatuh,
Pasang handrail tempat tidur, Pastikan roda tempat tidur dalam keadaan terkunci,
Anjurkan pada ibu memanggil perawat jika memerlukan bantuan.

D. Implementasi keperawatan
Impelementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan ynag telah disusun pada tahap perencanaan. Fokus dari intervensi
antara lain, mempertahankan daya tubuh, mencegah komplikasi, menemukan
perubahan sistem tubuh, menatap hubungan klien dengan lingkungan,
implementasi pesan kolaborasi (Setiadi, 2012).
Setelah kelompok melakukan rangkaian rencana yang dibuat, faktor
pendukung dari keberhasilan kelompok menjalankan rencana adalah keluarga
klien yang sangat kooperatif terutama ibu klien, Klien tampak tenang dan mudah
untuk dilakukan pengkajian fisik terutama head to toe oleh kelompok. Namun,
adapula hambatan dalam melakukan pengkajian dan implementasi dikarenakan
usia klien yang masih tergolong usia toddler yaitu usia 8 bulan sehingga sedikit
sulit untuk kelompok mengkaji respon klien dan mengetahui keluhan dan
perasaan yang dirasakan oleh klien.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian dengan cara membandingkan
perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan criteria hasil
yang dibuat pada tahap perencanaan (Nikmatur dan Saiful, 2012).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, pada hari Rabu tanggal
06/11/2019, penulis melakukan evaluasi terakhir sesuai dengan kriteria hasil
yang sudah tercapai

29
Diagnosa Keperawatan Pertama : Nyeri Akut berhubungan dengan agen
pencedera fisik (post close kolostomi), kriteria hasil sudah teratasi. Evaluasi
terakhir pada tanggal 06/11/2019 jam 15.00 adalah Data Subjektif: Ibu klien
mengatakan anaknya sudah tidak rewel lagi dan sudah dapat tidur dengan
nyenyak. Data Objektif: Tanda Tanda Vital klien S : 36,2C, N : 135x/menit,
RR : 27x/menit, Klien tampak lebih tenang dan nyaman, Skala nyeri menurut
wong baker face : 2

Diagnosa Keperawatan kedua : Risiko infeksi ditandai dengan efek prosedur


invasive (post penutupan kolostomi), kriteria hasil belum teratasi. Evaluasi
terakhir pada tanggal 06/11/2019 jam 15.00 adalah Data Subjektif : Ibu klien
mengatakan klien sudah tidak rewel dari sebelumnya. Data Objektif : Tanda
Tanda Vital klien :S : 36,2 C, N : 135x/menit, RR : 27x/menit, Terpasang NGT
sejak jam 04 november jam 08:00,. Luka klien tampak kemerahan, tidak ada
pembengkakan, tidak ada pus yang keluar dari luka klien, luka klien tampak
bersih, panjang luka : 6 cm, Kateter telah dilepas pada tanggal 5 November 2019,
Ibu klien dapat menyebutkan dan menjelaskan yang telah di anjurkan dan di
jelaskan perawat.

Diagnosa Keperawatan ketiga : Risiko jatuh ditandai dengan anak usia


dibawah 2 tahun. kriteria hasil belum teratasi. Evaluasi terakhir pada tanggal
06/11/2019 jam 15.00 adalah Data Subjektif : Ibu klien mengatakan klien
sangat aktif , Ibu klien mengatakan mengerti yang telah dijelaskan perawat. Data
Objektif: Tanda Tanda Vital klien S : 36,2 C, N : 135x/menit, RR : 27x/menit,
klien tampak aktif, klien tampak lebih tenang, Skor skala humpty dumpty = 14
(risiko tinggi jatuh), Handrail terpasang, Roda tempat tidur terkunci, ibu klien
dapat menyebutkan dan menjelaskan yang telah di anjurkan dan di jelaskan
perawat

Masalah yang belum teratasi didapatkan dua diagnosa yaitu risiko infeksi
ditandai dengan efek prosedur infasive (post penutupan kolostomi), risiko jatuh
ditandai dengan anak usia dibawah 2 tahun.

30
BAB V

PENUTUP

Setelah kelompok melakukan pengkajian analisa data, penentuan diagnosa,


implementasi, dan evaluasi kepada An. F dengan Atresia Ani post op penutupan
kolostomi di Ruangan Widuri RSAB Harapan Kita.

A. Kesimpulan
Atresia Ani merupakan suatu kelainan malformasi kongenital dimana
terjadi ketidaklengkapan perkembangan embrionik pada bagian anus atau
tertutupya anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara
tetap pada daerah anus. Lokasi terjadinya anus imperforata ini meliputi bagian
anus, rektum, dan bagian diantara keduanya ( Alimul, A Azis. 2010)
Proses asuhan keperawatan yang kelompok lakukan pada An. F dengan
diagnosa Medis Atresia Ani post op tutup kolostomi yaitu pada saat melakukan
pengkajian ibu klien mengatakan anaknya rewel dan tidak berhenti menangis
saat setelah operasi penutupan kolostomi selesai. Hasil pemeriksaan tanda-
tanda vital pada klien dengan atresia ani S: 36,8 C, N: 120x/menit, RR :
28x/menit, BB : 7,8 kg, TB : 80 cm, lingkar lengan : 15 cm, lingkar kepala : 38
cm, terdapat luka yang balut perban pada perut bagian kiri klien. Klien tampak
kesakitan dan tidak nyaman, Nadi klien meningkat dari batas normal 125
x/menit, Skala nyeri menurut wong baker rating scale (4). Penutupan
kolostomi sejak 4 november 2019, Ada luka jahitan bekas kolostomi di bagian
perut kiri klien (regio iliakal kiri), Kulit sekitar jahitan kemerahan, Leukosit
18.050 ul (N : 6.000-17.500 ul), Terpasang rectal tube sejak 04 november 2019
, Terpasang NGT sejak jam 04 november, Skor skala humpty dumpty = 15
(risiko tinggi jatuh).
Saat mengambil diagnosa klien dengan data yang didapatkan saat
pengkajian, diagnosa yang mungkin terdapat pada klien tidak dapat kelompok
munculkan semua. Sesuai dengan data yang didapat dari pengkajian,
ditemukan tiga diagnosa yang dapat ditegakkan pada kasus, diagnosa tersebut
antara lain : nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ( post close

31
kolostomi), risiko infeksi ditandai dengan efek prosedur infasive (post
penutupan kolostomi), risiko jatuh ditandai dengan anak usia dibawah 2 tahun.
Intervensi atau perencanaan asuhan keperawatan pada An.F dengan atresia
ani post op tutup kolostomi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan
yang telah disusun. Dalam melakukan perawatan yang telah di rencanakan
pada An. F dengan Atresia Ani post op tutup kolostomi, kelompok telah
berusaha melaksanakan tindkan keperawatan sesuai dengan rencana
keperawatan dan ditunjukan untuk mengatasi masalah yang dialami klien.
Evaluasi yang telah diterapkan oleh kelompok selama 3x 24 jam sesuai
dengan tujuan dan kriteria hasil, didapatkan satu diagnosa yang sudah berhasil
diatasi yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ( post close
kolostomi). Masalah yang belum teratasi didapatkan dua diagnosa yaitu risiko
infeksi ditandai dengan efek prosedur infasive (post penutupan kolostomi),
risiko jatuh ditandai dengan anak usia dibawah 2 tahun.

B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tentang
asuhan keperawatan pada klien dengan Atresia ani post op penutupan
Kolostomi baik dalam proses pengkajiam, diagnosa keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi, maupun evaluasi keperawatan
sesuai dengan teori yang digunakan. Sehingga dalam melakukan proses
keperawatan dapat mencapai hasil yang optimal
2. Bagi Institusi Pendidikan
Institusi dapat menyediakan referensi terbaru di perpustakaan kampus agar
dapat menggali lebih dalam mengenai teori-teori serta penemuan yang
mendukung kasus tersebut.
3. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan
hubungan kerjasama yang baik antara tenaga kesehatan, klien, dan
keluarga klien. Sehingga lebih meningkatkan kualitas dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan Atresia Ani post op tutup

32
kolostomi sehingga mencegah komplikasi dan meminimalkan masalah
keperawatan.

33

Anda mungkin juga menyukai