Anda di halaman 1dari 18

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN
Talasemia adalah gangguan permbentukan hemoglobin yang diturunkan. Pertama kali
ditemukan secara bersamaan di Amerika Serikat dan Itali antara 1925-1927. Kata talasemia
dimaksudkan untuk mengaitkan penyakit tersebut dengan penduduk Mediterania, dalam bahasa
Yunani Thalasa berarti laut.1
Talasemia ditemukan tersebar diseluruh ras Mediterania, Timur Tengah India sampai Asis
Tenggara. Dalam 30 tahun terakhir ini, daerah tersebut telah mengalami perubahan pola
penyakit yang bermakna. Peningkatan kebersihan dan pelayanan kesehatan menyebabkan
penyakit infeksi dan malnutrisi berkurang. Dulu, bayi yang lahir dengan kelainan darah
meninggal pada usia kurang dari 1 tahun. Tapi saat ini sebagian besar berhasil selamat dan
memerlukan diagnosis dan penatalksanaan yang lanjut. Karena penatalaksanaan talasemia
cukup mahal, perubahan pole penyakit ini akan menghabiskan dana yang cukup besar di
negara frekuensi talasemia tinggi.1
2. DEFINISI DAN KLASIFIKASI
Thalasemia adalah sekelompok gangguan genetik pada sintesis Hb yang ditandai dengan
tidak ada atau berkurangnya sintesis rantai globin.2 Pada talasemia α, sintesis rantai globin
berkurang, sedangkan pada talasemia β, sintesis rantai β globin tidak ada (diberi nama
talasemia β0), atau sangat berkurang (talasemia β+). Tidak seperti hemoglobinopati yang
mencerminkan kelainan kualitatif, talasemia terjadi akibat kelainan kuantitatif sintesis rantai
globin.3
Ada 3 jenis talasemia secara klinis, yaitu :
1. Talasemia mayor : sangat tergantung pada transfusi
2. Talasemia minor/ karier : tanpa gejala
3. Talasemia intermedia
Talasemia juga dapat diklasifikasikan secara genetik menjadi α, β, dan δβ sesuai dengan
rantai globin yang berkurang produksinya.1
3. EPIDEMIOLOGI

1
Talasemia α0 ditemukan terutama di Asia Tenggara dan Kepulauan Mediterania, talasemia
α+ tersebar di Afrika, Mediterania, Timur Tengah, India, dan Asia Tenggara. Angka kariernya
mencapai 40-80%.1
Talasemia β memiliki distribusi yang sama dengan talasemia α. Dengan kekecualian di
beberapa negara, frekuensinya rendah di Afrika, tinggi di Mediterania, dan bervariasi di Timur
Tengah, juga Asia Tenggara.1

4. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Talasemia disebabkan oleh delesi gen.2 Terdapat pola kompleks defek molekuler yang
mendasari talasemia.3 Pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin inilah yang
menyebabkan terdapatnya grup kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen. Talasemia ini
diwariskan sebagai sifat kodominan autosomal. Bentuk heterozigot (talasemia minor) mungkin
asimptomatik atau bergejala ringan. Bentuk homozigot (talasemia mayor) berkaitan dengan
anemia hemolitik yang berat.2
Patologi molekuler, bagaimana ketidakseimbangan rantai globin mempengaruhi
kegagalan eritropoesis dan kecepatan pengrusakan eritrosit, yaitu :

Talasemia Beta
Lebih dari 150 mutasi telah diketahui tentang talasemia β, sebagian besar disebabkan
oleh perubahan satu basa. Dari mutasi ini, yang tersering sebagai penyebab adalah mutasi yang
menyebabkan kelainan pemrosesan m RNA. Berkurangnya sintesis β-globin menyebabkan
pembentukkan HbA kurang memadai sehingga konsentrasi Hb keseluruhan (MCHC) per sel
berkurang, dan sel tampak hipokromik. Yang jauh lebih penting adalah komponen hemolitik
pada talasemia ini. Hal ini bukan disebabkan oleh tidak adanya β-globin, tetapi oleh kelebihan
relatif rantai α-globin, yang sintesisnya normal. Rantai- α yang tidak berpasangan membentuk
agregat tak larut yang mengendap di dalam SDM. Badan sel ini merusak membran sel,
mengurangni plastisitas, dan menyebabkan SDM rentan terhadap fagositosis oleh sistem
fagosit mononukleus.2

Talasemia Alfa
Patologi molekularnya lebih kompleks daripada talasemia Beta, karena adanya 2 gen α-
globin pada tiap pasang kromosom 16. genotip normalnya digambarkan α α/ α α. Talasemia αo
disebabkan oleh delesi 2 gen tersebut. Homozigot dan heterozigot digambarkan -/- dan -/ α α.2

2
Bentuk lain talasemia α yang disebabkan oleh mutasi, mirip talasemia β. Sebagai
tambahan, didapatkan sindrom talasemia α dengan retardasi mental ringan. Dengan penelitian
klinis dan molekuler, ini berhubungan dengan delesi bagian akhir lengan pendek kromosom 16.

Patologi Seluler, Meskipun dasarnya ketidakseimbangan produksi rantai globin,


konsekuensi kelebihan rantai α dan β pada talasemia α dan β berbeda. Kelebihan rantai α pada
talasemia β, tak dapat membentuk tetramer dan mengendap pada precursor eritrosit. Sedangkan
kelebihan rantai γ dan β, mampu membentuk tetramen yang viable dan membentuk
hemoglobin Bart’s dan H. Perbedaan ini mempengaruhi patologi seluler kelainan ini.1

Talasemia Beta
Kelebihan rantai α mengendap pada membran sel eritrosit dan prekursornya. Hal ini
menyebabkan pengrusakan precursor eritrosit yang hebat intrameduler. Eritrosit yang mencapai
darah tepi memiliki inclusion bodies yang menyebabkan pengrusakan di lien dan oksidasi
membran sel, akibat pelepasan heme dari denaturasi hemoglobin dan penumpukan besi pada
eritrosit. Sehingga talasemia β terjadi berkurangnya produksi dan umur eritrosit. 1

Talasemia Alfa
Pembentukkan tetramer HbH dan Bart’s menyebabkan eritropoiesis kurang efektif.
Tetramer HbH sering mengendap seiring dengan penuaan sel, mengahasilkan inclusion bodies.
Proses hemolitik merupakan gambaran utama kelainan ini.1

5. GAMBARAN KLINIS
Talasemia Beta
Hampir semua anak dengan talasemia beta homozigot dan heterozigot memperlihatkan
gejala klinis sejak lahir, gagal tumbuh, kesulitan makan, infeksi berulang, dan kelemahan umum.
Banyak Nampak pucat dan didapatkan splenomegali. Pada stadium ini tidak ada tanda klinis lain
dan diagnosis hanya ditegakkan berdasarkan kelainan hematologi. Bila menerima transfuse
berulang, pertumbuhannya biasanya normal sampai pubertas. Pada saat itu, jika tidak cukup
mendapat terapi kelasi, tanda-tanda kelebihan zat besi mulai Nampak. Gambaran khas klinis
talasemia mayor ada dua :
1. Cukup mendapat transfusi
Pertumbuhan dan perkembangannya akan normal, splenomegali biasanya tidak ada
2. Anemia kronis sejak kanak-kanak
Ini terjadi pada pasien yang tidak mendapat transfusi yang adekuat sehingga pertumbuhan
dan perkembangannya terganggu.1

3
Perubahan hematologi :
Pertama kali datang biasanya Hb berkisar 2-8 g/dl. Eritrosit terlihat hipokromik dengan berbagai
ukuran dan bentuk. Pemeriksaan sumsum tulang memperlihatkan peningkatan sistem eritroid.1

Talasemia Alfa
Sindrom hidrops Hb Bart’s biasanya terjadi dalam rahim. Bila hidup, biasanya hanya
dalam waktu pendek. Gambaran klinisnya adalah hidrops fetalis dengan edema premagna dan
hepatosplenomegali. Kadar Hb 6-8 gr/dl dengan eritrosit hipokromik dan beberapa inti. Beberapa
bayi berhasil diselmatkan dengan transfusi tukar dan transfusi berulang. Pertumbuhan dan
perkembangan bisa mencapai normal.1
Pada HbH disease ditandai dengan anemia dan splenomegali sedang. Memiliki variasi,
beberapa tergantung transfusi, sedangkan sebagian besar bisa tumbuh normal tanpa transfusi.1
Gambaran klinis secara umum :3
 Anemia berat menjadi nyata pada usia 3-6 bulan setelah kelahiran.
 Pembesaran hati dan limpa terjadi akibat destruksi eritrosit yang berlebihan, hemopoesis
ektramedula, dan lebih lanjut akibat penimbunan besi.
 Pelebaran tulang karena hiperplasie sumsum tulang yang hebat sehingga menyebabkan
terjadinya fasies talasemia.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Diagnosis laboratorium
o
Terdapat anemia mikrositik hipokrom berat dengan presentase retikulosit tinggi
disertai normoblast, sel target pada sediaan apus darah tepi.
o
Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tidak adanya atau hamper tidak adanya
HbA dan hampir semua hemoglobin dalam darah adalah HbF. Presentase HbA 2
normal, rendah, atau sedikit tinggi.3
 Rontgen foto torak
Pada talasemia mayor terdapat gambaran ‘rambut berdiri’ akibat ekspansi sumsum tulang
ke dalam tulang kortikal.3

7. PENATALAKSANAAN
Skrinning
Ada 2 pendekatan untuk menghindari talasemia : yaitu skrining populasi dan konseling
pasangan. Bila heterozigot menikah, 1 dari 4 anak mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan
heterozigot. Bila ibu heterozigot telah diketahui sejak lahir, pasangannya bisa diperiksa dan bila
termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi kehamilan pada fetus
dengan talasemia β berat.1

4
Penatalaksanaan klinis
1) Transfusi sel darah merah
Pemberian sel darah merah yang teratur mengurangi komplikasi anemia dan eritropoiesis
inefektif sehingga membantu pertumbuhan dan perkembangan selama masa kanak-kanak dan
memperpanjang ketahanan hidup pada talasemia mayor. Keputusan untuk memulai program
transfusi didasarkan pada kadar hemoglobin < 6gr/dl dalam interval 1 bulan selama 3 bulan
berturut-turut, yang berhubungan dengan pertumbuhan yang terganggu, pembesaran limpa,
dan atau ekspansi sumsum tulang. Sebelum dilakukan transfusi pertama, status besi dan folat
pasien harus diukur.1 Transfusi darah yang teratur perlu dilakukan untuk mempertahankan
hemoglobin diatas 10g/dl setiap saat dengan Hb sasaran adalah 12g/dl. 3 Biasanya
membutuhkan 2-3 unit tiap 4-6 minggu.3
2) Asam folat diberikan secara teratur (misal 5mg/ hari) jika asupan diet buruk.3
3) Kelasi besi digunakan untuk mengatasi kelebihan besi.
Terapi Yaitu dengan pemberian desferioksamin (iv) sebanyak 1-2 g untuk tiap unit darah
yang ditransfusikan dan melalui infus subkutan 20-40 mg/kg dalam 8-12 jam, 5-7 hari
seminggu. Hal ini dilaksanakan pada bayi setelah pemberian transfusi 10-15 unit darah. Besi
yang terkhelasi oleh desferioksamin terutama diekskresi dalam urine, tetapi hingga
sepertiganya juga diekskresikan dalam tinja.3
4) Vitamin C (200mg per hari) meningkatkan ekskresi besi.3
5) Splenektomi mungkin perlu dilakukan untuk mengurangi kebutuhan darah. Spelenektomi
harus ditunda sampai pasien berusia > 6 tahun.3
6) Terapi endokrin diberikan sebagai terapi pengganti kegagalan organ akhir atau untuk
merangsang hipofisis bila pubertas terlambat.3
7) Imunisasi hepatitis B harus dilakukan pada semua pasien non-imun.3
8) Transplantasi sumsum tulang alogenik memberi prospek kesembuhan yang permanen.3

8. KOMPLIKASI
1) Infeksi
 Hepatitis
Dilaporkan sebagai penyebab kematian tersering pada pasien talasemia di atas 15 tahun.1
 Infeksi Yernisia
Faktor risiko dari infeksi ini adalah peningkatan beban besi tubuh dan terapi
deferoksamin (desferioksamin). Infeksi harus dicurigai pada pasein dengan kelebihan
besi yang menderita panas tinggi dan focus infeksi tidak ditemukan, seringkali disertai
dengan diare.1
2) Kelebihan Besi

5
Merupakan konsekuensi yang paling penting dari transfusi pada pasien talasemia. 1
Dampak Transfusi Berulang pada Thalassemia adalah hemosiderosis. Hemosiderosis adalah
akibat terapi transfusi jangka panjang yang tidak dapat dihindari, karena dalam setiap 500
mL darah dibawa 200 mg besi ke jaringan. Pada individu normal, semua besi plasma terikat
pada transferin. Kapasitas transferin untuk mengikat besi terbatas sehingga bila terjadi
kelebihan besi seperti pada pasien thalassemia, seluruh transferin akan berada dalam keadaan
tersaturasi. Akibatnya besi akan berada dalam plasma dalam bentuk tidak terikat, atau disebut
juga Non-Transferrin Bound Plasma Iron (NTBI).3

Besi yang berlebihan dalam tubuh terbanyak berakumulasi dalam hati, namun efek
paling fatal disebabkan oleh akumulasi di jantung. Siderosis miokardium merupakan faktor
penting yang ikut berperan pada kematian awal penderita. Gejala kelainan jantung lain yang
ditemui adalah perikarditis dan gagal jantung kongestif. Gagal jantung yang berkelanjutan
akan menyebabkan blok atrioventrikular sehingga dapat menyebabkan blok jantung total atau
kanan atau kiri. Juga ditemukan aritmia atrial pada setengah pasien thalassemia yang
mendapat transfusi teratur tanpa terapi pengikatan besi.3

Kadar kelebihan besi dalam tubuh dapat diukur dengan melakukan berbagai
pemeriksaan penunjang, baik pengukuran secara langsung maupun tidak langsung.

1. Tidak langsung
 Konsentrasi feritin serum/plasma
Saturasi transferin serum
 Tes deferoksamin 24 jam
 Pencitraan (CT scan hati, MRI hati, MRI jantung, MRI hipofisis anterior)
 Evaluasi fungsi organ

2. Langsung

Biopsi hati dan jantung untuk mengetahui kadar besi pada organ tersebut.
Terapi hanya dimulai bila konsentrasi besi hati minimal 3.2 mg/g berat kering hati.
Apabila biopsi tidak mungkin dilakukan, terapi kelasi besi dapat dimulai pada pasien
usia < 3 tahun yang sudah mendapat transfusi teratur selama 1 tahun.3

6
Terapi kelasi besi secara umum harus dimulai setelah kadar feritin serum
mencapai 1000 µg/L, yaitu kira-kira 10-20 kali transfusi (± 1 tahun). Hemosiderosis
dapat diturunkan atau bahkan dicegah dengan pemberian parenteral obat pengkelasi
esi (iron chelating drugs).Obat pengkelasi besi yang dikenal adalah deferoksamin,
deferipron, dan deferasirox.3

1. Deferoksamin (DFO)
Dosis standar adalah 40 mg/kgBB melalui infus subkutan dalam 8-12 jam dengan
menggunakan pompa portabel kecil selama 5 atau 6 malam/minggu. Lokasi infus
yang umum adalah di abdomen, daerah deltoid, maupun paha lateral. Penderita
yang menerima regimen ini dapat mempertahankan kadar feritin serum < 1000
µg/L. Efek samping yang mungkin terjadi adalah toksisitas retina, pendengaran,
gangguan tulang dan pertumbuhan, reaksi lokal dan infeksi.
2. Deferipron (L1)
Terapi standar biasanya menggunakan dosis 75 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3
dosis. Kelebihan deferipron dibanding deferoksamin adalah efek proteksinya
terhadap jantung. Anderson dkk menemukan bahwa pasien thalassemia yang
menggunakan deferipron memiliki insiden penyakit jantung dan kandungan besi
jantung yang lebih rendah daripada mereka yang menggunakan deferoksamin.
Meskipun begitu, masih terdapat kontroversi mengenai keamanan dan toksisitas
deferipron sebab deferipron dilaporkan dapat menyebabkan agranulositosis,
artralgia, kelainan imunologi, dan fibrosis hati. Saat ini deferipron tidak tersedia
lagi di Amerika Serikat.
3. Deferasirox (ICL-670)
Deferasirox adalah obat kelasi besi oral yang baru saja mendapatkan izin
pemasaran di Amerika Serikat pada bulan November 2005. Terapi standar yang
dianjurkan adalah 20-30 mg/kgBB/hari dosis tunggal. Deferasirox menunjukkan
potensi 4-5 kali lebih besar dibanding deferoksamin dalam memobilisasi besi
jaringan hepatoseluler, dan efektif dalam mengatasi hepatotoksisitas. Efek
samping yang mungkin terjadi adalah sakit kepala, mual, diare, dan ruam kulit.
4. Terapi-Kombinasi
Dapat berupa terapi kombinasi secara simultan maupun sekuensial. Terapi
kombinasi secara simultan adalah pemberian deferoksamin 2-6 hari seminggu dan

7
deferipron setiap hari selama 6-12 bulan. Terapi kombinasi sekuensial adalah
pemberian deferipron oral 75 mg/kgBB selama 4 hari diikuti deferoksamin
subkutan 40 mg/kgBB selama 2 hari setiap minggunya. Terapi kombinasi
diharapkan dapat menurunkan dosis masing-masing obat, sehingga menurunkan
toksisitas obat namun tetap menjaga efektifitas kelasi.

8
BAB II

ILUSTRASI KASUS

Identitas pasien
Nama :R

MR : 644357

Umur : 7 tahun 2 bulan

Jenis kelamin : Laki-laki

Suku bangsa : Minang

Alamat : Simpang Anduring

A. Alloanamnesis (diberikan oleh Ibu kandung tanggal 13 Agustus 2012)

Seorang anak laki-laki berumur 7 tahun 2 bulan dirawat di Bangsal Anak RSUP Dr. M.
Djamil Padang sejak tanggal 13 Agustus 2012, dengan :

Keluhan Utama :

Tampak pucat sejak 1 minggu yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang


 Tampak pucat sejak 1 minggu yang lalu, makin lama tampak semakin pucat.
 Demam tidak ada.
 Kejang tidak ada.
 Mual muntah tidak ada.
 Batuk pilek tidak ada.
 Sesak nafas tidak ada.
 Riwayat perdarahan dari hidung, mulut, dan saluran cerna tidak ada.
 Nafsu makan baik.

9
 Buang air kecil jumlah dan warna biasa.
 Buang air besar warna dan konsistensi biasa
 Anak telah dikenal menderita Thalassemia β Mayor sejak Mei 2009, telah dilakukan
pemeriksaan HPLC dengan hasil Hb F > 40%. Anak rutin melakukan transfusi darah tiap
2 bulan sekali. Kadar ferritin tidak pernah diperiksa.

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Anak telah dikenal menderita ASD , telah dilakukan operasi jantung di RS Harapan Kita
pada Juni 2009.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Adik kandung pasien juga menderita Thalassemia β Mayor.

Riwayat Kehamilan :

Selama hamil Ibu tidak pernah menderita penyakit yang berat, kontrol teratur ke Bidan,
suntikan TT 2 kali, tidak ada riwayat minum jamu, tidak pernah mendapat penyinaran, tidak ada
kebiasaan merokok/ minuman keras, hamil cukup bulan.

Riwayat Kelahiran :

Anak ke-2 dari 4 bersaudara, lahir SC ai bekas SC ditolong oleh dokter SpOG di Rumah
Sakit, cukup bulan, saat lahir langsung menangis kuat, berat badan lahir 3200 gram, panjang
badan lahir lupa.

Riwayat Makanan dan Minuman :

Bayi

 ASI : 0 – 6 bulan
 Susu Formula : 6 bulan - sekarang

10
 Bubur susu : 4 bulan – 6 bulan
 Nasi Tim : 6 bulan – 10 bulan
 Nasi lunak : 10 bulan – 2 tahun.
 Nasi biasa : 2 tahun – sekarang

Anak
Makanan utama : nasi 3 kali sehari

Daging : 1 kali seminggu

Ikan : 4 kali seminggu

Telur : 3 kali seminggu

Sayur-mayur : 3 kali seminggu

KESAN makanan dan minuman : kuantitas cukup, kualitas cukup.

Riwayat Imunisasi :

Immunisasi dasar lengkap.

Riwayat Sosial Ekonomi :

- Anak ke-2 dari 4 bersaudara

- Ayah : 39 tahun, pendidikan S1, pekerjaan wiraswasta.

- Ibu : 39 tahun, pendidikan S1, pekerjaan PNS.

- Penghasilan dalam keluarga Rp. 8.000.000 / bulan

Riwayat Perumahan dan Lingkungan :

Tinggal di rumah permanen, sumber air minum dari PDAM dan air galon, pekarangan cukup
luas, WC di dalam rumah, sampah dikumpul dan diangkut petugas

KESAN : higiene dan sanitasi lingkungan baik.

11
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :
Pertumbuhan fisik Perkembangan mental

Gigi pertama : 9 bulan Isap jempol : tidak ada


Tengkurap : 4 bulan Gigit kuku : tidak ada
Duduk : 10 bulan Ngompol : tidak ada
Berdiri : 18 bulan Aktif sekali : tidak ada
Berjalan : 20 bulan Apati : tidak ada
Bicara : 22 bulan Membangkang : tidak ada
Membaca, menulis : 7 tahun Ketakutan : tidak ada
KESAN : Pertumbuhan fisik terganggu, perkembangan mental normal.

B. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : sadar

Tekanan darah : 90/60 mmHg

Nadi : 85 x/menit

Nafas : 24 x/menit

Suhu : 36,7oC

Berat Badan : 22 kg

Tinggi Badan : 119 cm

Status Gizi :(Menurut P-50 standar NCHS)

12
BB/U : 91,67 %

TB/U : 96,75 %

BB/TB: 100 %

KESAN : Status gizi baik

Kulit teraba hangat, tampak pucat.


KGB tidak teraba pembesaran KGB
Kepala bentuk bulat simetris, rambut hitam tak mudah dicabut
Mata Konjungtiva anemis, sklera ikterik, pupil isokor diameter 2mm/2mm,
Refleks cahaya +/+ normal
Telinga Tidak ada kelainan
Hidung Tidak ada kelainan
Mulut Mukosa mulut dan bibir basah
Tonsil T1 – T1 , tidak hiperemis
Faring Tidak hiperemis
Leher JVP 5-2 cmH2O

Dada :

Paru
Inspeksi : normochest, simetris kiri = kanan, sikatrik bekas
operasi (+)
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : Vesikuler, ronki tidak ada, wheezing tidak ada
Jantung
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung : atas : RIC II, kanan : LSD, Kiri : 1 jari

medial LMCS RIC V


Auskultasi : irama teratur, bising tidak ada.

13
Abdomen :

Inspeksi : tidak tampak membuncit


Palpasi : supel, hepar teraba 1/3 - 1/3 , pinggir tajam, kenyal, permukaan rata, lien S2
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal

Punggung : tidak ada kelainan

Alat kelamin : tidak ada kelainan, Status Pubertas A1P1G1

Anus : colok dubur tidak dilakukan.

Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik, Reflek fisiologis +/+ normal, Reflek

patologis (Babinsky) -/-

C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Darah
- Hb : 5,3 gr/dl

- leukosit : 6.900 /mm3

- hitung jenis : 0/2/0/38/59/1

- trombosit : 240.000/mm3

- hematokrit : 17 %

- eritrosit : 2,5 juta/mm3

D. DIAGNOSIS KERJA

1. Thalasemia β Mayor pro transfusi

E. TERAPI

- MB 1600 kkal
- Asam folat 2x1 tab
- Vitamin E 2x200 IU
14
- Vitamin BC + C 2x1 tab
- Transfusi PRC 
Jumlah PRC yang diperlukan :
(Hb sasaran – Hb saat ini) x 4 ml x BB saat ini = (12-5,3) x 4 ml x 22 = 589,6 cc 600cc
 1x125 cc
 2x150 cc
 1x175 cc

Rencana :

 D-U-F

 Transfusi PRC

Follow up, 14 Agustus 2012

S/ Demam tidak ada

Perdarahan tidak ada

Sudah transfuse PRC 125 cc dan sedang ditransfusi PRC 150 cc.

Mual muntah tidak ada

Anak mau makan

Sesak nafas tidak ada

BAK ada

PF/ KU : sakit sedang

Sadar. Nadi 90 x/menit, nafas 24 x/menit, T 36,8oC

Mata : konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik

Thorax : cor dan pulmo tidak ditemukan kelainan

Abdomen : distensi tidak ada, bising usus (+) normal


Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik

15
Terapi :

MB 1600 kkal
Asam folat 2x1 tab
Vit E 2x200 IU

Rencana :

 Transfusi PRC 150 cc

 Transfusi PRC 175 cc

 DK post transfusi

BAB III

DISKUSI

Telah dilaporkan sebuah kasus seorang pasien anak laki-laki berumur 7 tahun 2 bulan
dengan diagnosis Thalassemia β Mayor. Diagnosis tersebut ditegakkan berdasarkan anamnesis
bahwa pasien tampak bertambah pucat sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, dan telah
dikenal menderita thalasemia sejak bulan Mei 2009 dan mendapatkan transfusi darah teratur tiap

16
2 bulan. Dari pemeriksaan fisik, kulit tampak pucat, konjunctiva anemis dan sklera tidak iketrik,
hepatomegali, dan splenomegali. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan HB 5,3 g/dL.

Terapi yang diberikan adalah Makanan Biasa 1600 kkal/hari berdasarkan BB yaitu 22 kg.
Asam folat 2x1 tab, vit E 2x200 IU, vit BC + C 2x1 tab. Transfusi PRC dilakukan atas indikasi
mengurangi komplikasi anemia (Hb saat masuk RS 5,3 gr/dl). Transfusi dilakukan perlahan
(1x125 cc, 2x150 cc, 1x175 cc) dengan target 600 cc. Tujuan transfusi ini adalah untuk mencapai
Hb >10gr/dl.
Follow up terakhir pasien ini adalah setelah transfusi pertama masuk, sehingga belum
tampak perbaikan yang signifikan di mana pasien masih tampak pucat.

Prognosis pasien ini dubia ad bonam. Hal ini berdasarkan anamnesa diketahui pasien
secara teratur transfusi darah yang artinya pasien dan keluarganya respon terhadap kondisi
penyakit yang diderita.

DAFTAR PUSTAKA

1. Permono B, Sutaryo, Ugrasena I, Windiastuti E, Abdulsalam M. 2006. Buku Ajar


Hematologi-Onkologi Anak. Cetakan Kedua. Jakarta : IDAI. Hal 64-85.

2. Kumar V, Cotran R, Robbins S. Robbins Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Vol 2. Jakarta :
EGC. Hal 452-55.

17
3. Hoffbrand A.V, Pettit J.E, Moss P.A.H. Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4. Setiawan L,
Mahanani DA editor. Jakarta : EGC. Hal 64-82

18

Anda mungkin juga menyukai