Rumusan Masalah:
Tujuan:
Dasar Teori:
Pembahasan:
Latar belakang Indonesia menjadi salah satu lahan yang subur atau
“surga”, baik sebagai sumber perekrutan kelompok maupun aksi adalah: Pertama,
faktor agama Islām yang dipeluk mayo-ritas rakyat Indonesia. Kedua, faktor
geografis sangat berpengaruh. Luas wilayah dan bentangan pulau-pulau
Indonesia, sangat menuntungkan aksi terorisme. Sebab mobilitas mereka akan sa-
ngat sukar dideteksi. Selain itu, beragam fasilitas AS yng bercokol di Indonesia
menjadi target. Dan juga kemampuan aparat keamanan yang terbatas. Ketiga,
faktor sosial-ekonomi pelaku bom yang sangat memprihatinkan menjadi penyebab
utama. Intinya adalah kemiskinan dan alinasi. Menurut mereka, lebih baik
mencari surga daripada hidup dalam kemiskinan dan selalu diiming-imingi
reward yang indah setelah mati. Keempat, faktor karisma tokoh yang
menyebarkan doktrin tersebut yang berpengaruh. Contohnya Dr. Azhari atau
Noordin Moh. Top, para pengikutnya di Indonesia sangat terpesona oleh
kebesaran dua tokoh tersebut. Terutama, bagaimana mereka dengan rela
meninggalkan segala macam kenikmatan dunia yang mereka miliki untuk
berjihād. Kelima, faktor tingkat pendidikan seseorang berpengaruh pada
pemahaman mereka tentang Islām. Interpretasi juga dilakukan kelompok teroris,
namun mereka hanya menerjemahkan ayat-ayat suci secara hitam dan putih. Jihād
tidak lagi diartikan sebagai perlawanan terhadap diri sendiri (hawa nafsu), namun
pembunuhan dan penghancuran akan segala hal yang berkaitan dengan Barat.
Mereka juga tidak merasa berdosa dengan turut mengorbankan orang-orang yang
bukan AS dalam serangan bom tersebut, sebab berbeda dengan asasinasi.
Maksudnya, korban bom adalah perantara untuk menyampaikan pesan kepada
pihak yang dikehendaki.
Kerja sama dapat dikategorikan kedalam dua bentuk yaitu strategic plan
dan action. Kerja sama dalam bentuk strategic plan misalnya seperti MoU,
perjanjian, dan sebagainya. Sedangkan kerja sama dalam bentuk action lebih
kepada operasi gabungan, pendirian badan atau lembaga, dan penyelenggaraan
forum atau pertemuan. Di bawah kepemimpinan Presiden Megawati, strategic
plan yang dilakukan adalah disepakatinya berbagai Memorandum of
Understanding (MoU) dan konsep kerja sama lainnya. Sedangkan dalam bentuk
action, dibentuk Operasi Gabungan investigasi Bom Bali hingga pada tahun 2004
didirikan JCLEC di Indonesia sebagai pusat kerja sama penegakan hukum antara
kepolisian Indonesia-Australia, POLRI dan AFP. Ketika Presiden Yudhoyono
menjabat, melalui agenda kerjanya yang mengutamakan citra Indonesia di kancah
internasional, pemerintah Indonesia lebih focus kepada strategic plan dengan
meneruskan perjanjian-perjanjian kerja sama bilateral termasuk dengan Australia
dalam hal keamanan dan kontra-terorisme. Dengan didirikannya JCLEC,
pemerintah hanya perlu meningkatkan kualitas pusat tersebut dengan melengkapi
fasilitas JCLEC tanpa harus membangun badan-badan sejenis lainnya.
Sedangkan pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang belum
genap dua tahun, sementara ini belum ada bentuk baru dari kerja sama kontra-
terorisme antara Indonesia dan Australia semacam JCLEC. Hal ini dapat dipahami
perbedaannya dibandingkan ketika periode Presiden Megawati, dimana saat itu
terdapat isu terorisme di Indonesia yang melibatkan Australia seperti Bom Bali I
tahun 2002 dan serangan bom Kedubes Australia di Jakarta tahun 2004. Namun
telah disepakati kerja sama antara Indonesia dan Australia dalam pencegahan
munculnya kelompok-kelompok terorisme baru yang didanai oleh pihak-pihak
tertentu. Maka AUSTRAC dan PPATK melakukan kerja sama dengan cara
information sharing melalui para intelijen.
Perbedaan yang jelas pada kerja sama antara Indonesia dengan Australia
di bawah periode kepemimpinan presiden yang berbeda adalah dari bentuk kerja
samanya. Ketika Presiden Megawati menjabat, dibentuk operasi gabungan antara
AFP dan POLRI dimana operasi gabungan ini menandakan bahwa kerja sama
yang dilakukan lebih kepada penanganan dan investigasi kasus terorisme,
sedangkan di periode presiden selanjutnya kerja sama penegakan hukum antara
Indonesia dan Australia bersifat pencegahan dan memperkuat keamanan. Hal ini
menjadi bukti bahwa kerja sama yang dilakukan pemerintah satu Negara dengan
yang lainnya sangat dipengaruhi oleh situasi keamanan negara, politik luar negeri
yang ditetapkan masing-masing presiden, latar belakang presiden dan identitas
nasional.
Kesimpulan:
Banyak sekali pengertian terorisme menurut para ahli dan baru terdengar
istilah terorisme di Indonesia pada tahun 1789. Pemerintah Inggris adalah yang
pertama merumuskan definisi resmi yang membedakan antara tindakan teroris dan
kriminal. Pada tahun 1974, definisi itu menjelaskan bahwa “terorisme adalah
penggunaan kekerasan untuk tujuan politik, dan termasuk penggunaan kekerasan
untuk menjadikan masyarakat dalam ketakutan.” Pada tahun 1980, CIA (Central
Intelligence Agency) mendefinisikan terorisme sama dengan “ancaman atau
penggunaan kekerasan untuk tujuan politik yang dilakukan oleh individu atau
kelompok, atas nama atau menentang pemerintah yang sah, dengan menakut-
takuti masyarakat yang lebih luas daripada korban langsung teroris”.
Terorisme biasa menyebutkan agama sebagai tindakan keji tersebut.
Dalam wacana Islām, banyak orang mengkaitkan ideologi terorisme dengan
doktrin jihād, yang dalam Kristen disamakan dengan perang salib (Khadduri,
1966). Ada 35 kali kata jihād disebutkan dalam al-Qur’ān (Kassis, 1983). Dalam
tradisi Islām, jihād memiliki makna beragam. Namun, secara garis besar jihād
dibagi menjadi dua konsep: Pertama, konsep moral, diartikan seba-gai perjuangan
kaum Muslimin melawan hawa nafsu atau perjuangan melawan diri sendiri (jihād
al-nafs), yang disebut jihād al-akbar. Kedua, konsep politik, diartikan sebagai
konsep “perang yang adil,” jihād al-asghar.
Terorisme tidak hanya terjadi di dunia, banyak sekali kejadian terorisme
yang terjadi di Indonesia. Salah satunya Bom Bali, Pengeboman di Bali tidak
hanya merupakan aksi terorisme terbesar dalam sejarah Indonesia, tetapi juga
salah satu serangan terbesar terhadap tujuan wisata di kawasan Asia Tenggara
(Hitchcock, 2009). Peristiwa serangan Bom Bali I tahun 2002 merenggut ratusan
korban jiwa dari beberapa negara di dunia. Dari data yang tercatat (SBS News
Australia, 3 September 2013), korban meninggal dengan jumlah terbesar
merupakan warga negara Australia, yaitu sebanyak 88 korban jiwa. Dari total 202
jiwa, terdapat dua korban yang identitasnya tidak dapat teridentifikasi sehingga
tidak diketahui kewarganegaraannya.
Kelompok-kelompok teroris juga memanfaatkan media untuk
menyebarluaskan pesan mereka, penciptaan ketakutan, dan rekrutmen anggota.
Pasca Teror Paris November 2015, ISIS merilis rekaman yang berisi pernyataan
bahwa merekalah yang melakukan serangan tersebut. Menurut saya melihat
kejadian ini, sangat terlihat bahwa aksi teroris juga sudah sangat berkembang
dengan memanfaatkan media sebagai aksi terror mereka, mereka ingin aksi terror
tersebut di lihat oleh banyak orang yang menimbulkan rasa takut. Betapa
buruknya perbuatan terorisme, semoga kelompok-kelompok itu sadar dan tidak
mengkaitkannya dengan Agama, dan para kelompok atau individu aksi terorisme
yang sudah tertangkap oleh aparat pemerintahan bisa di hokum seberat-beratnya,
agar tidak ada kejadian terorisme terutama di Negara tercinta kita ini yaitu
Indonesia.