Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah menurunkan angka kematian umum,


angka kematian bayi, dan angka kelahiran. Hal ini berdampak pada meningkatnya usia harapan
hidup bangsa Indonesia dan meningkatnya jumlah penduduk golongan lanjut usia.

Pertumbuhan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia tercatat sebagai paling pesat
di dunia dalam kurun waktu tahun 1990-2025. Jumlah lansia yang kini sekitar 16 juta orang,
akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020, atau sebesar 11,37 persen dari jumlah penduduk. Itu
berarti jumlah lansia di Indonesia akan berada di peringkat empat dunia, di bawah Cina, India,
dan Amerika Serikat.

Menurut data demografi internasional dari Bureau of the Census USA (1993), kenaikan
jumlah lansia Indonesia antara tahun 1990-2025 mencapai 414%, tertinggi di dunia. Kenaikan
pesat itu berkait dengan usia harapan hidup penduduk Indonesia.

Dalam sensus Badan Pusat Statistik (BPS) 1998, harapan hidup penduduk Indonesia rata-
rata 63 tahun untuk kaum pria, dan wanita 67 tahun. Tetapi menurut kajian WHO (1999) harapan
penduduk Indonesia rata-rata 59,7 tahun, menempati peringkat ke-103 dunia. Nomor satu adalah
Jepang (74,5 tahun).

Perhatian pemerintah terhadap keberadaan lansia sudah meningkat. GBHN 1993


mengamanatkan agar lansia yang masih produktif dan mandiri diberi kesempatan berperan aktif
dalam pembangunan.. Pemerintah juga menetapkan tanggal 29 mei sebagai Hari Lansia
Nasional, sedang DPR menerbitkan UU no 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia.

Dengan makin bertambahnya penduduk usia lanjut, bertambah pula penderita golongan ini yang
memerlukan pelayanan kesehatan. Berbeda dengan segmen populasi lain, populasi lanjut usia
dimanapun selalu menunjukkan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibanding populasi
lain. Disamping itu, oleh karena aspek disabilitas yang tinggi pada segmen populasi ini selalu
membutuhkan derajat keperawatan yang tinggi.
Keperawatan pada usia lanjut merupakan bagian dari tugas dan profesi keperawatan yang
memerlukan berbagai keahlian dan keterampilan yang spesifik, sehingga di bidang keperawatan
pun saat ini ilmu keperawatan lanjut usia berkembang menjadi suatu spesialisasi yang mulai
berkembang.

Keperawatan lanjut usia dalam bahasa Inggris sering dibedakan atas Gerontologic nursing
(gerontic nursing) dan geriatric nursing sesuai keterlibatannya dalam bidang yang berlainan.
Gerontologic nurse atau perawat gerontologi adalah perawat yang bertugas memberikan asuhan
keperawatan pada semua penderita berusia diatas 65 tahun (di Indonesia dan Asia dipakai
batasan usia 60 tahun) tanpa melihat apapun penyebabnya dan dimanapun dia bertugas. Secara
definisi, hal ini berbeda dengan perawat geriatrik, yaitu mereka yang berusia diatas 65 tahun dan
menderita lebih dari satu macam penyakit (multipel patologi), disertai dengan berbagai masalah
psikologik maupun sosial.

2. Tujuan
a) Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas II
b) Agar mahasiswa mampu memahami dan membuat Asuhan Keperawatan Lansia di
wilayah saba mananti
c) Mengenal masalah kesehatan lansia.
d) Memutuskan tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan pada lansia.
e) Melakukan tindakan perawatan kesehatan yang tepat kepada lansia yang berada di panti.
f) Memelihara/memodifikasi lingkungan keluarga (fisik, psikis, sosial) sehingga dapat
meningkatkan kesehatan lansia.
g) Memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat (fasilitas pelayanan kesehatan).

3. Manfaat Penulisan
a. Mahasiswa dapat mengenal masalah kesehatan yang muncul pada lansia
b. Mahasiswa dapat memberikan tindakan perawatan yang tepat terhadap lansia
yang berada di panti.
c. . Mahasiswa memiliki gambaran tentang proses perawatan terhadap lansia yang
berada di panti.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia
(Budi Anna Keliat, 1999 dalam Buku Siti Maryam, dkk, 2008). Sedangkan menurut Pasal 1 ayat
(2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah
seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. (R. Siti Maryam, dkk, 2008: 32).

Batasan Lanjut Usia

Di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan umur.

1. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

Lanjut Usia meliputi:

a. Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.

b. Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.

c. Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.

d. Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.

2. Departemen Kesehatan RI mengklasifikasikan lanjut usia sebagai berikut:

a. Pralansia (prasenilis)

Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

b. Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.


c. Lansia risiko tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan
masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).

d. Lansia potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan
barang/jasa (Depkes RI, 2003).

e. Lansia tidak potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang
lain (Depkes RI, 2003).

Tipe Lanjut Usia

Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi
fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho, 2000 dalam buku R. Siti Maryam, dkk, 2008).

Tipe tersebut dapat dibagi sebagai berikut:

1. Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai
kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan
menjadi panutan.

2. Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul
dengan teman, dan memenuhi undangan.

3. Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah
tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.

4. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa
saja.

5. Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.

Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe dependen (ketergantungan), tipe
defensif (bertahan), tipe militant dan serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan
dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).

Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai berdasarkan kemampuan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari (indeks kemandirian Katz), para lansia dapat digolongkan
menjadi beberapa tipe yaitu lansia mandiri sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan langsung
keluarganya, lansia mandiri dengan bantuan secara tidak langsung, lansia dengan bantuan badan
sosial, lansia dip anti werda, lansia yang dirawat di rumah sakit, dan lansia dengan gangguan
mental.

Proses Penuaan

Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang maksimal.
Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah sel-sel yang ada di dalam
tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami penurunan fungsi secara perlahan-lahan.
Itulah yang dikatakan proses penuaan.

Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang
diderita (Constantinides, 1994). Seiring dengan proses menua tersebut, tubuh akan mengalami
berbagai masalah kesehatan atau yang biasa disebut sebagai penyakit degeneratif.

Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia

Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung rambut sampai
ujung kaki mengalami perubahan dengan makin bertambahnya umur. Menurut Nugroho (2000)
perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut:
1. Perubahan Fisik

a. Sel

Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intra seluler,
menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah sel otak menurun,
terganggunya mekanisme perbaikan sel.

b. Sistem Persyarafan

Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat otak menurun
10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan berkurangnya respon
penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitif terhadap
suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitif terhadap sentuhan.

c. Sistem Penglihatan

Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram (kekeruhan pada
lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya membedakan warna menurun.

d. Sistem Pendengaran

Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau nada yang
tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun,
membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.

e. Sistem Kardiovaskuler

Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun, kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah, kurangnya
efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk
ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg dan tekanan darah
meninggi akibat meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistole normal ±170
mmHg, diastole normal ± 95 mmHg.
f. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh

Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat yaitu
menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi beberapa faktor yang mempengaruhinya
yang sering ditemukan antara lain: temperatur tubuh menurun, keterbatasan reflek menggigil dan
tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.

g. Sistem Respirasi

Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat,
kapasitas pernafasan maksimum menurun dan kedalaman nafas turun. Kemampuan batuk
menurun (menurunnya aktivitas silia), O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak
berganti.

h. Sistem Gastrointestinal

Banyak gigi yang tanggal, sensitivitas indra pengecap menurun, pelebaran esophagus,
rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah,
dan sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun.

i. Sistem Genitourinaria

Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai 200 mg,
frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput lendir mongering,
elastisitas jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse berefek pada
seks sekunder.

j. Sistem Endokrin

Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH), penurunan sekresi
hormon kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan testoteron.

k. Sistem Kulit

Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi dan
kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan vaskularisasi,
kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya, perubahan
pada bentuk sel epidermis.

l. Sistem Muskuloskeletal

Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan tulang,
persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut otot
sehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor.

2. Perubahan Mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah:

a. Perubahan fisik.

b. Kesehatan umum.

c. Tingkat pendidikan.

d. Hereditas.

e. Lingkungan.

f. Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya kekakuan sikap.

g. Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.

h. Kenangan lama tidak berubah.

i. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya penampilan,
persepsi, dan ketrampilan psikomotor terjadi perubahan pada daya membayangkan karena
tekanan dari faktor waktu.

3. Perubahan Psikososial

a. Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang menyebabkan rasa tidak aman,
takut, merasa penyakit selalu mengancam sering bingung panik dan depresif.

b. Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan sosioekonomi.
c. Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan status, teman atau relasi.

d. Sadar akan datangnya kematian.

e. Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.

f. Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.

g. Penyakit kronis.

h. Kesepian, pengasingan dari lingkungan sosial.

i. Gangguan syaraf panca indra.

j. Gizi

k. Kehilangan teman dan keluarga.

l. Berkurangnya kekuatan fisik.

Permasalahan pada Lansia

Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lansia antara


lain (Setiabudi, 1999: 40-42):

1. Permasalahan Umum

a. Makin besarnya jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.

b. Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang
diperhatikan, dihargai, dan dihormati.

c. Lahirnya kelompok masyarakat industri.

d. Masih rendahnya kualitas dan kuantitas tenaga profesional pelayanan lansia.

e. Belum membudaya dan melembaganya pembinaan kesejahteraan lansia.

2. Permasalahan Khusus
a. Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental maupun
sosial.

b. Berkurangnya integrasi sosial lansia.

c. Rendahnya produktivitas kerja lansia.

d. Banyaknya lansia yang miskin, terlantar, dan cacat.

e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat individualistik.

f. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu kesehatan fisik
lansia.

Beberapa Penyakit dan Sifat Penyakit pada Lansia

Penyakit atau gangguan umum pada lansia ada 7 macam, yaitu:

a. Depresi Mental

b. Gangguan Pendengaran

c. Bronkitis Kronis

d. Gangguan pada tungkai atau sikap berjalan

e. Gangguan pada koksa/sendi panggul

f. Anemia

g. Demensia
Beberapa sifat penyakit pada lansia yang membedakannya dengan penyakit pada orang
dewasa seperti yang dijelaskan berikut ini:

1. Penyebab Penyakit

Penyebab penyakit pada lansia umumnya berasal dari dalam tubuh (endogen), sedangkan
pada orang dewasa berasal dari luar tubuh (eksogen). Hal ini disebabkan karena pada lansia telah
terjadi penurunan fungsi dari berbagai organ-organ tubuh akibat kerusakan sel-sel karena proses
menua, sehingga produksi hormone, enzim, dan zat-zat yang diperlukan untuk kekebalan tubuh
menjadi berkurang. Dengan demikian, lansia akan lebih mudah terkena infeksi. Sering pula,
penyakit lebih dari satu jenis (multipatologi), dimana satu sama lain dapat berdiri sendiri maupun
saling berkaitan dan memperberat.

2. Gejala penyakit sering tidak khas/tidak jelas

Misalnya, penyakit infeksi paru (pneumonia) sering kali tidak didapati demam tinggi dan
batuk darah, gejala terlihat ringan padahal penyakit sebenarnya cukup serius, sehingga penderita
menganggap penyakitnya tidak berat dan tidak perlu berobat.

3. Memerlukan lebih banyak obat (polifarmasi)

Akibat banyaknya penyakit pada lansia, maka dalam pengobatannya memerlukan obat
yang beraneka ragam dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu, perlu diketahui bahwa
fungsi organ-organ vital tubuh seperti hati dan ginjal yang berperan dalam mengolah obat-obat
yang masuk ke dalam tubuh telah berkurang. Hal ini menyebabkan kemungkinan besar obat
tersebut akan menumpuk dalam tubuh dan terjadi keracunan obat dengan segala komplikasinya
bila diberikan dengan dosis yang sama dengan orang dewasa. Oleh karena itu, dosis obat perlu
dikurangi pada lansia. Efek samping obat sering pula terjadi pada lansia yang menyebabkan
timbulnya penyakit-penyakit baru akibat pemberian obat tadi (iatrogenik), misalnya
poliuri/sering BAK akibat pemakaian obat diuretik (obat untuk meningkatkan pengeluaran air
seni), dapat terjatuh akibat penggunaan obat-obat penurun tekanan darah, penenang, antidepresi,
dan lain-lain. Efek samping obat pada lansia biasanya terjadi karena diagnosis yang tidak tepat,
ketidakpatuhan meminum obat, serta penggunaan obat yang berlebihan dan berulang-ulang
dalam waktu yang lama.
4. Sering mengalami gangguan jiwa

Pada lansia yang telah lama menderita sakit sering mengalami tekanan jiwa (depresi). Oleh
karena itu, dalam pengobatannya tidak hanya gangguan fisiknya saja yang diobati, tetapi juga
gangguan jiwanya yang justru seing tersembunyi gejalanya. Jika yang mengobatinya tidak teliti
akan mempersulit penyembuhan penyakitnya.

2. Promosi kesehatan, Program Kesehatan yang tepat dan metode yang tepat untuk
lansia

Sasaran

a. Sasaran Umum

1) Pengelola dan petugas penghuni panti

2) Keluarga lansia

3) Masyarakat luas

4) Instansi dan organisasi terkait

b. Sasaran Khusus

Lansia penghuni panti

Kegiatan

Pelaksanaan kegiatan pembinaan kesehatan lansia dilakukan melalui upaya promotif,


preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

a. Upaya Promotif

Adalah upaya untuk menggairahkan semangat hidup dan meningkatkan derajat kesehatan
lansia agar tetap berguna, baik bagi dirinya, keluarga, maupun masyarakat. Kegiatan tersebut
dapat berupa penyuluhan/demonstrasi dan/atau pelatihan bagi petugas panti mengenai hal-hal
berikut ini:

1) Masalah gizi dan diet


a) Cara mengukur keadaan gizi lansia.

b) Cara memilih bahan makanan yang bergizi bagi lansia.

c) Cara menyusun menu sehat dan diet khusus.

d) Cara menghitung kebutuhan makanan di panti.

e) Cara menyelenggarakan penyediaan di panti.

f) Cara mengawasi keadaan gizi lansia.

2) Perawatan dasar kesehatan

Melakukan pengkajian komprehensif pada lansia

a) Perawatan kesehatan dasar lansia yang masih aktif.

b) Perawatan kesehatan dasar bagi lansia yang pasif.

c) Perawatan khusus lansia yang mengalami gangguan.

d) Perawatan dasar lingkungan panti, baik di dalam maupun di luar panti.

3) Keperawatan kasus darurat

a) Mengenal kasus darurat.

b) Tindakan pertolongan pertama kasus darurat.

4) Mengenal kasus gangguan jiwa

a) Tanda dan gejala gangguan jiwa pada lansia.

b) Cara mencegah dan mengatasi gangguan jiwa pada lansia.


5) Olah raga

a) Maksud dan tujuan olah raga bagi lansia.

b) Macam-macam olah raga yang tepat bagi lansia.

c) Cara-cara melakukan olah raga yang benar.

6) Teknik-teknik berkomunikasi

a) Bimbingan rohani.

b) Sarasehan, pembinaan mental, dan ceramah keagamaan.

c) Pembinaan dan pengembangan kegemaran pada lansia di panti.

d) Rekreasi.

e) Kegiatan lomba antar lansia di dalam panti atau antar panti.

f) Penyebarluasan informasi tentang kesehatan lansia di panti maupun masyarakat luas melalui
berbagai macam media.

b. Upaya Preventif

Adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadi penyakit-penyakit yang


disebabkan oleh proses penuaan dan komplikasinya. Kegiatannya dapat berupa kegiatan berikut
ini:

1) Pemeriksaan berkala yang dapat dilakukan di panti oleh petugas kesehatan yang datang ke
panti secara periodic atau di puskesmas dengan menggunakan KMS lansia.

2) Penjaringan penyakit pada lansia, baik oleh petugas kesehatan di puskesmas maupun petugas
panti yang telah dilatih dalam pemeliharaan kesehatan lansia.

3) Pemantauan kesehatan oleh dirinya sendiri dengan bantuan petugas panti yang menggunakan
buku catatan pribadi.
4) Melakukan olah raga secara teratur sesuai dengan kemampuan dan kondisi masing-masing.

5) Mengelola diet dan makanan lansia penghuni panti sesuai dengan kondisi kesehatannya
masing-masing.

6) Meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

7) Mengembangkan kegemarannya agar dapat mengisi waktu dan tetap produktif.

8) Melakukan orientasi realita, yaitu upaya pengenalan terhadap lingkungan sekelilingnya agar
lansia dapat lebih mampu mengadakan hubungan dan pembatasan terhadap waktu, tempat, dan
orang secara optimal.

c. Upaya Kuratif

Upaya kuratif adalah upaya pengobatan bagi lansia oleh petugas kesehatan atau petugas
panti terlatih sesuai kebutuhan. Kegiatan ini dapat berupa hal-hal berikut ini:

1) Pelayanan kesehatan dasar di panti oleh petugas kesehatan atau petugas panti yang telah
dilatih melalui bimbingan dan pengawasan petugas kesehatan/puskesmas.

2) Pengobatan jalan di puskesmas.

3) Perawatan dietetik.

4) Perawatan kesehatan jiwa.

5) Perawatan kesehatan gigi dan mulut.

6) Perawatan kesehatan mata.

7) Perawatan kesehatan melalui kegiatan puskesmas.

8) Rujukan ke rumah sakit, dokter spesialis, atau ahli kesehatan yang diperlukan.

d. Upaya Rehabilitatif

Adalah upaya untuk mempertahankan fungsi organ seoptimal mungkin. Kegiatan ini
dapat berupa rehabilitasi mental, vokasional (ketrampilan/kejuruan), dan kegiatan fisik. Kegiatan
ini dilakukan oleh petugas kesehatan, petugas panti yang telah dilatih dan berada dalam
pengawasan dokter, atau ahlinya (perawat).

Pakar psikologi Dr. Parwati Soepangat, M.A. menjelaskan bahwa para lansia yang
dititipkan di panti pada dasarnya memiliki sisi negatif dan positif. Diamati dari sisi positif,
lingkungan panti dapat memberikan kesenangan bagi lansia. Sosialisasi di lingkungan yang
memiliki tingkat usia sebaya akan menjadi hiburan tersendiri, sehingga kebersamaan ini dapat
mengubur kesepian yang biasanya mereka alami.

Akan tetapi, jauh di lubuk hati mereka merasa jauh lebih nyaman berada di dekat
keluarganya. Negara Indonesia yang masih menjunjung tinggi kekeluargaan, tinggal di panti
merupakan sesuatu hal yang tidak natural lagi, apa pun alasannya. Tinggal di rumah masih jauh
lebih baik dari pada di panti.

Pada saat orang tua terpisah dari anak serta cucunya, maka muncul perasaan tidak
berguna (useless) dan kesepian. Padahal mereka yang sudah tua masih mampu
mengaktualisasikan potensinya secara optimal. Jika lansia dapat mempertahankan pola hidup
serta cara dia memandang suatu makna kehidupan, maka sampai ajal menjemput mereka masih
dapat berbuat banyak bagi kepentingan semua orang.

10 kebutuhan lansia (10 needs of the erderly) menurut Darmojo (2001) adalah sebagai
berikut:

1) Makanan cukup dan sehat (healthy food).

2) Pakaian dan kelengkapannya (cloth and common accessories).

3) Perumahan/tempat tinggal/tempat berteduh (home, place to stay).

4) Perawatan dan pengawasan kesehatan (health care and facilities).

5) Bantuan teknis praktis sehari-hari/bantuan hokum (technical, judicial assistance).

6) Transportasi umum (facilities for public transportations).

7) Kunjungan/teman bicara/informasi (visits, companies, informations).


8) Rekreasi dan hiburan sehat lainnya (recreational activities, picnic).

9) Rasa aman dan tentram (safety feeling).

10) Bantuan alat-alat panca indra (other assistance/aids). Kesinambungan bantuan dana dan
fasilitas (continuation of subsidies and facilities).

4. Terapi Modalitas

Terapi modalitas merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang bagi lansia.

a. Tujuan

1) Mengisi waktu luang bagi lansia.

2) Meningkatkan kesehatan lansia.

3) Meningkatkan produktivitas lansia.

4) Meningkatkan interaksi sosial antar lansia.

b. Jenis Kegiatan

1) Psikodrama

Bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia. Tema dapat dipilih sesuai dengan
masalah lansia.

2) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

Terdiri atas 7-10 orang. Bertujuan untuk meningkatkan kebersamaan, bersosialisasi,


bertukar pengalaman, dan mengubah perilaku. Untuk terlaksananya terapi ini dibutuhkan leader,
co-leader, dan fasilitator. Misalnya cerdas cermat, tebak gambar, dan lain-lain.

3) Terapi musik

Bertujuan untuk menghibur para lansia sehingga meningkatkan gairah hidup dan dapat
mengenang masa lalu.
4) Terapi berkebun

Bertujuan untuk melatih kesabaran, kebersamaan, dan memanfaatkan waktu luang.

5) Terapi dengan binatang

Bertujuan untuk meningkatkan rasa kasih saying dan mengisi hari-hari sepinya dengan
bermain bersama binatang.

6) Terapi okupasi

Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan produktivitas dengan


membuat atau menghasilkan karya dari bahan yang telah disediakan.

7) Terapi kognitif

Bertujuan agar daya ingat tidak menurun. Seperti mengadakan cerdas cermat, mengisi
TTS, dan lain-lain.

8) Life review terapi

Bertujuan untuk meningkatkan gairah hidup dan harga diri dengan menceritakan
pengalaman hidupnya.

9) Rekreasi

Bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi, gairah hidup, menurunkan rasa bosan, dan
melihat pemandangan.

10) Terapi keagamaan

Bertujuan untuk kebersamaan, persiapan menjelang kematian, dan meningkatkan rasa


nyaman. Seperti mengadakan pengajian, kebaktian, dan lain-lain.
BAB III
ASKEP KOMUNITAS PADA KELOMPOK KHUSUS LANSIA

A. Pengkajian Core

1.Riwayat atau sejarah perkembangan komunitas


Daerah tersebut dinamakan saba manati kareana ada kisah seorang yang sabar
mananti saudaranya yang pergi merantau dan tidak kunjung pulang dari
perantauan,sebanyak 45 % didaerah tesebut adalah lansia.Daerah tersebut dikelilingi bukit
dan pada malam hari terasa dingin karena embun sering turu dan udara masih terasa segar

2.Data demografi
Yang diKaji adalah jumlah komunitas berdasarkan : usia lansia, diamana jumlah
lansia dan jenis kelamin, status perkawinan, ras atau suku , bahasa , tingkat pendapatan,
pendidikan , produktivitas, masih bekerja atau tidak, agama dan komposisi keluarga.
Pada kasus yang dapat kita ambil data adalah :
a. Jumlah lansia yang menetap sebanyak 150 orang,dan yang berdasarkan masalah
kesehatannya :
 40% hiprtensi
 30% reumatik
 20 % gastritis
 10% lansia resiko terjatuh
b. Ras atau suku dimana daerah tersebut dihuni oleh 90 % suku minang dan 10 % dari
daerah lain seperti jawa dan medan
c. Produktivitas
 75 % lansia sudah tidak bekerja dan mengharapkan untuk kehidupan sehari-
hari dari kos-kosan yang mereka kelola
 25 % masih bekerja kekebun menanam sayuran dan dijual ke pasar

3. Vital statistik
Jabarkan atau uraikan data tentang angka kematian kasar atau CDR penyebab
kematian, angka pertambahan anggota, angka kelahiran.

4.Status kesehatan komunitas


Angka mortalitas, morbiditas akibat hipertensi. Kondisi kesehatan lansia dikaji
dengan menganalisis:
a. Keluhan yang dirasakan saat ini oleh komunitas:
1. Hipertensi
2. Reumatik
3. gastritis
4. resiko jatuh
b. Pemeriksaan fisik
Menurut Jain (2011), pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan pada pasien
hipertensi adalah:
1.Tinggi badan dan berat badan
Tinggi dan berat badan diperlukan karena kondisi obesitas dapat
berpengaruh pada tekanan darah.
2.Pemeriksaan nadi
Semakin parah kondisi hipertensi, maka jarak denyut nadi (amplitudo) akan
semakin kecil. Amplitudo yang besar yaitu denyut nadi yang penuh dan teratur
menunjukkan tekanan darah sistolik yang tinggi (arterosklerosis).
3.Suara jantung dan dada
Pemeriksaan jantung dan dada dapat mengindikasikan hipertensi telah
mempengaruhi jantung. Gagal jantung yang disebabkan penumpukan cairan di paru
dapat diketahui melalui pemeriksaan suara dada melalui stetoskop.

4. Suara perut dan leher


Suara arteri perut dan leher dengan nada tinggi dapat menunjukkan
penyempitan arteri yang menuju ginjal, kaki, dan otak.

c. Pemeriksaan diagnostik
Diagnosis hipertensi biasanya berdasar pada terjadinya peningkatan tekanan
darah setelah dilakukan pengukuran secara berulang. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan adalah:
1.Diagnosis tekanan darah
Mengukur tekanan darah merupakan tes rutin paling penting untuk
mendiagnosis hipertensi (Jain, 2011). Pengukuran tekanan darah dilakukan
dengan tujuan untuk memantau tekanan darah apakah masih dalam kondisi
normal atau abnormal. Tekanan sistolik yang melebihi 130 mmHg dan tekanan
diastolik yang melebihi 80 mmHg merupakan tekanan darah yang abnormal.
Selain itu yang diperhatikan adalah selisih tekanan sistole dan diastole atau pulse
pressure (Ridwan, 2009).
2.Diagnosis dengan Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan menggunakan EKG dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui aktivitas jantung.

3.Dual Energy X-Ray Absorptionmetry (DEXA Scan)


Dexa scan digunakan untuk menetukan densitas tulang serta komposisi
tubuh seperti masa lemak terhadap masa otot. Untuk keperluan hipertensi, alat ini
digunakan untuk mengukur kadar lemak dalam organ tubuh tertentu. Dengan
diketahuinya penumpukan lemak dalam tuubuh dapat membantu pasien dalam
mengontrol berat badan yang dapat mempengaruhi tekanan darah.

4. Tes Doppler
Tes doppler digunakan untuk menentukan kondisi sirkulasi darah yang
terdistribusi ke seluruh sistem kardiovaskular.

5.Tes Kolesterol
Penimbunan kolesterol dalam tubuh akan mengganggu sistem
kardiovaskular sehingga akan mempengaruhi tekanan darah seseorang.

6. Tes Darah
Tes darah dilakukan untuk mengetahui kadar kolesterol darah, gula darah,
urea darah, kreatinin dalam darah, tingkat natrium dan kalium dalam darah.
d. Kejadian penyakit hipertensi pada lansia (dalam satu tahun terakhir).
e. Riwayat penyakit keluarga ,Apakah ada keturunan hipertensi
f. Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
1.Pola pemenuhan nutrisi Konsumsi garam berlebih, lemak, merokok, dan
konsumsi kopi.
2. Pola pemenuhan cairan elektrolit
3. Pola istirahat tidur Kurang tidur, tidur malam, dan kualitas tidur
4. Pola eliminasi
5. Pola aktifitas gerak, olahraga
6.Pola pemenuhan kebersihan diri
7.Status psikososial :
a. Komunikasi dengan sumber-sumber kesehatan
b. Hubungan dengan orang lain
c. Peran di masyarakat
d. Kesedihan yang dirasakan
e. Stabilitas emosi : stress
8. Perlakuan yang salah dalam kelompok dalam hal ini perilaku tindakan
kekerasan.
9. Status pertumbuhan dan perkembanganan lansia, tahapan perkembangan
yang sudah dipenuhi dan belum terpenuhi.
10.Pola pemanfaatan fasilitas kesehatan
11.Pola pencegahan terhadap penyakit dan perawatan kesehatan
12.Pola perilaku tidak sehat seperti : kebiasaan merokok, minum kopi yang
berlebihan, mengkonsusmsi alkohol, penggunaan obat tanpa resep, penyalahgunaan
obat terlarang, pola konsumsi tinggi garam, lemak dan purin.

Data lingkungan fisik


1. Pemukiman
a. Bentuk daerah : daerah tersebut dikelilingi bukit,akses jalan raya cukup
ramai karena daerah tersebut perbatasan kota dan pedesaan
b. Didaerah tersebut belum terlihat adanya mobil khusus untuk lansia
c. Jarak puskesmas dari daerah tersebut 0,5 km
d. Akses keluar daerah menggunakan agdes dan ojek
e. Sedangkan RS berjarak 12 KM
f. Jarak pasar dari daerah tersebut sekitar 3 km
g. Ditengah kampung tersebut terdapat sebuah taman yang dapat dikunjngi
masyarakat pada sore hari.
2. Sanitasi
Pada data yang didapat oleh Ns.W tidak ditemukan data sebagai berikut,dimana data ini
sangat mendukung dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada lansia di daerah ini antara lain :
a. Penyediaan air bersih (MCK).
b. Penyediaan air minum
c. Pengelolaan jamban bagaimana jenisnya, berapa jumlahnya dan bagaimana jarak
dengan sumber air.
d. Sarana pembuangan air limbah (SPAL)
e. Pengelolaan sampah : apakah ada sarana pembuangan sampah, bagaimana cara
pengelolaannya : dibakar, ditimbun, atau cara lainnya sebutkan.
f. Polusi udara, air, tanah, atau suara/kebisingan.
g. Sumber polusi : pabrik, rumah tangga, industri lainnya sebutkan.

3.Fasilitas
Fasilitas yang ditemukan dari data Ns.W adalah
a. Adanya puskesmas untuk pelayanan kesehatan
b. Rumah Sakit yang jaraknya 12 KM
c. Pasar
d. Adanya AGDES dan Ojek alat transportasi
e. Taman

4. Batas-batas wilayah
Sebelah utara, barat, timur dan selatan.
5. Kondisi geografis
Ketinggian, cuaca, suhu, sector pertenin, perikanan, jenis tanah, perairan.

Pelayanan kesehatan dan social


1. Pelayanan kesehatan
a. Lokasi sarana kesehatan
Puskesmas nya 0,5 KM ,Sedangkan Rumah Sakit Berjarak jauh yaitu 12 KM
2. Fasilitas sosial (pasar, toko, swalayan).
a. Jarak pasar dari daerah tersebut 3 KM
3. Ekonomi
a. Jenis pekerjaan
75 % Lansia sudah tidak bekerja
25 % masih bekerja di kebun menanam sayuran dan dijual ke pasar
4. Kemanan dan transportasi
a. Keamanan
1. Sistem keamanan lingkungan
2. Penanggulangan kebakaran
3. Penanggulangan bencana
4. Penanggulangan polusi, udara, air dan tanah.
Data diatas tidak ditemukan dalam pengkajian Ns.W,Namun ada sedikit dijelaskan bahwa daerah
tersebut dikelilingi bukit dan udara terasa segar dan jarang sekali adanya polusi udara
b. Transportasi
1. Kondisi jalan
2. Jenis tranportasi yang dimiliki adalah mobil dan motor
3. Sarana transportasi yang ada adalah AGDES dan ojek
5. Politik dan pemerintahan
Belum didapat data sebagai berikut :
a. Sistem pengorganisasian
b. Struktur organisasi
c. Kelompok organisasi dalam komunitas
d. Peran serta kelompok organisasi dalam kesehatan

6. Sistem komunikasi
Belum tergambar data sebagai berikut
a. Sarana umum komunikasi
b. Jenis alat komunikasi yang digunakan dalam komunitas.
c. Cara penyebaran informasi

7. Pendidikan
Belum adanya data sebagai berikut :
a. Tingkat pendidikan komunitas
b. Fasilitas pendidikan yang tersedia (formal atau non formal).
1. Jenis pendidikan yang diadakan di komunitas
2. Sumber daya manusia, tenaga yang tersedia
c. Jenis bahasa yang digunakan

8. Rekreasi
a. Kebiasaan rekreasi
Adanya taman ditengah kampung ,yang umumnya pada sore hari taman tersebut rame dikunjungi
oleh masyarakat untuk melepas rasa capek mereka setelah bekerja.
b.Fasilitas tempat rekreasi
Tidak tergambar pada data Ns.W

a. Dimensi Biologis
Di desa wilayah saba mananti data yang didapatkan lansia yang menetap di
daerah tersebut sebanyak 150 orang,dari hasil laporan masalah kesehatan pada
lansia sebanyak 40% hipertensi, 30% reumatik dan 20% gastritis dan 10% lansia
resiko jatuh.

b. Dimensi Fisik
Akses jalan raya cukup ramai, karena daerah tersebut perbatasan Kota dengan
pedesaan, akases keluar daerah menggunakan Agdes dan ojek. Sedangkan rumah
sakit berjarak 12 Km. Jarak pasar dari daerah tersebut sekitar 3 Km.
c. Dimensi Lingkungan Sosial
Daerah tersebut dihuni 90% suku Minang dan 10% dari daerah lain seperti jawa
dan medan. di tengah-tengah kampung tersebut terdapat sebuah taman yg dapat
dikunjungi oleh masyarakat, umumnya pada sore hari taman tersebut reme di
kunjungi baik anak-anak sampai lansia untuk melepas capek mereka hasbis bekerja.
d. Dimensi Perilaku
75% lansia sudah tidak bekerja dan mengharapkan untuk kehidupan sehari-hari
dari kos-kosan yang mereka kelola dan 25% masih bekerja ke kebun menanam
sayuran dan di jual ke pasar.
e. Dimensi Sistem Kesehatan
Jarak puskesmas dari daerah tersebut 0,5Km dan akases keluar daerah
menggunakan Agdes dan ojek. Sedangkan rumah sakit berjarak 12 Km. Jarak pasar
dari daerah tersebut sekitar 3 Km.

B.ANALISA DATA

Analisa data adalah kemampuan untuk mengkaitkan data dan menghubungkan


data dengan kemampuan kognitif yang dimiliki sehingga dapat diketahui tentang
kesenjangan atau masalah yang dihadapi oleh masyarakat apakah itu masalah kesehatan atau
masalah keperawatan. Tujuan analisis data :
a. Menetapkan kebutuhan komunity
b. Menetapkan kekuatan
c. Mengidentifikasi pola respon komunity
d. Mengidentifikasi kecenderungan penggunaan pelayanan kesehatan
Analisa data nya antara lain :

Analisa Data

No Simptom Diagnose Masalah


1 Ny .W adalah seorang perawat dari puskesmas sabar Hipertensi -nyeri kepala
menanti,dari hasil laporan masalah kesehatan pada -gangguan pola
lansia sebanyak 40% hipertensi, tidur
2 Ny .W adalah seorang perawat dari puskesmas sabar Rematik Intoleransi
menanti,dari hasil laporan masalah kesehatan pada aktifitas
lansia sebanyak 30% rematik

3. Ny .W adalah seorang perawat dari puskesmas sabar Gastritis Gangguan


menanti,dari hasil laporan masalah kesehatan pada pemenuhan
lansia sebanyak 20% gastritis nutrisi

4. Ny .W adalah seorang perawat dari puskesmas Resiko Menurunnya


sabarmenanti,dari hasil laporan masalah kesehatan jatuh fungsi sensori
pada lansia sebanyak 10% resiko jatuh -kekuatan otot
menurun
-faktor usia

Analisa data nya antara lain :


1. Pada Kasus Hipertensi tinggi yaitu 40 % ,ini mungkin diakibatkan pola hidup yang buruk
karena kurangnya aktifitas fisik pada lansia dimana 75% lansia tidak bekerja dan hanya
mengharapkan untuk kehidupan sehari-hari dari kos-kosan yang mereka kelola.
2. Pada kasus reumatik akan timbul masalah disebabkan karna daerah saba menanti
dikelilingi bukit, dan pada malam hari cuaca terasa digin karena embun sering turun
3. Pada kasus gastritis sebanyak 20% mungkin disebabkan karena intake nutrisi yang
kurang dan penurunan fungsi gastrointestinal menurun
4. Pada 10 % lansia resiko terjatuh akan karena Menurunnya fungsi sensori,kekuatan otot
menurun dan faktor usia

C. DIAGNOSIS
Diagnosis terhadap hipertensi perlu dilakukan dalam interval waktu tertentu untuk
menentukan gejala hipertensi yang dialami seseorang. Diagnosis ini dilakukan dalam keadaan
tanpa pembiusan, tidak sedang mengkonsumsi kopi, alkohol, serta tidak merokok. Terkadang
terdapat kesalahan saat melakukan diagnosa hipertensi terutama pada wanita lanjut usia
karena penurunan sensitivitas refleks baroreseptor sehingga menimbulkan fluktuasi dalam
tekanan darah (Ridwan, 2009).
Diagnosis yang muncul pada asuhan keperawatan komunitas lansia adalah:
1.hipertensi
-nyeri kepala
-gangguan istirahat.
2.rematik
-intoleransi aktivitas
3. gastritis
-kurangnya intake nutrisi
-penurunan fungsi gastrointestinal
4.resiko jatuh
- Menurunnya fungsi sensori.
- kekuatan otot menurun
- faktor usia

D. Skoring
Skoring bertujuan untuk menentukan diagnose prioritas dalam proses keperawatan.
Scoring dilakukan dengan mempertimbangkan 12 aspek.
1. Gangguan tidur pada komunitas lansia hipertensi
No Kriteria Penapisan Skoring

1 Risiko Terjadi 5

2 Risiko Parah 3

3 Potensial untuk pendidikan kesehatan 5

4 Minat masyarakat 4

5 Kemungkinan Diatasi 5

6 Sesuai program 4

7 Tempat 4

8 Waktu 3

9 Dana 1

10 Fasilitas kesehatan 4
11 Sumber dana 2

12 Sesuai dengan peran perawat CHN 5

Jumlah 45

2.intoleransi aktivitas pada komunitas lansia rematik


No Kriteria Penapisan Skoring

1 Risiko Terjadi 5

2 Risiko Parah 4

3 Potensial untuk pendidikan kesehatan 5

4 Minat masyarakat 2

5 Kemungkinan Diatasi 4

6 Sesuai program 5

7 Tempat 4

8 Waktu 2

9 Dana 1

10 Fasilitas kesehatan 4

11 Sumber dana 1

12 Sesuai dengan peran perawat CHN 5

Jumlah 42

3. Gangguan intake nutrisi pada komunitas lansia gastritis.


No Kriteria Penapisan Skoring

1 Risiko Terjadi 5

2 Risiko Parah 4

3 Potensial untuk pendidikan kesehatan 5

4 Minat masyarakat 2

5 Kemungkinan Diatasi 4
6 Sesuai program 5

7 Tempat 4

8 Waktu 2

9 Dana 1

10 Fasilitas kesehatan 4

11 Sumber dana 1

12 Sesuai dengan peran perawat CHN 5

Jumlah 42

4. Resiko jatuh pada komunitas lansia.


No Kriteria Penapisan Skoring

1 Risiko Terjadi 3

2 Risiko Parah 4

3 Potensial untuk pendidikan kesehatan 5

4 Minat masyarakat 2

5 Kemungkinan Diatasi 4

6 Sesuai program 5

7 Tempat 4

8 Waktu 2

9 Dana 1

10 Fasilitas kesehatan 4

11 Sumber dana 1

12 Sesuai dengan peran perawat CHN 5

Jumlah 42
E. Prioritas Masalah
1. Gangguan pola tidur hipertensi pada komunitas lansia di desa sabar menanti
2. Intoleransi aktivitas pada komunitas lansia rematik di desa sabar menanti
3. Gangguan intake nutrisi pada komunitas lansia gastritis
4. Resiko jatuh pada lansia

F.Intervensi Keperawatan
N Diagnosa kriteria hasil Rencana kegiatan Standar evaluasi
o
1. Gangguan 1. Pendidikan kesehatan mengenai hipertensi  Respon verbal
pola tidur  Klien mampu  Jelaskan definisi hipertensi dan
pada menjelaskan  Jelaskan factor risiko hipertensi psikomotor
komunitas definisi  Jelaskan upaya preventif hipertensi
lansia hipertensi  Jelaskan cara mengubah prilaku pada
hipertensi  Klien mampu klien yang dapat mencegah hipertensi
di desa menjelaskan  Jelaskan penanganan dini untuk
SABA secara singkat hipertensi
MANANTI factor risiko  Ajarkan terapi relaksasi otot progresif
hipertensi untuk mengatasi hipertensi
 Klien mampu
menyebutkan
minimal 3 upaya
2. Bentuk komunitas peduli hipertensi
pencegahan
 Adakan sosialisasi pembentukan
hipertensi dan
komunitas peduli hipertensi
cara mengubah
 Lakukan pengkaderan untuk menjadi
prilaku sehat
perintis komunitas peduli hipertensi
 Klien mampu
 Rintis komunitas peduli hipertensi
menjelaskan
dengan merumuskan tujuan berdirinya
secara singkat
komunitas dan kegiatan-kegiatan yang
penanganan dini
akan dijalankan oleh komunitas peduli
untuk hipertensi
hipertensi
 Klien mampu
 Pantau dan berikan masukan positif
mendemonstrasi
pada komunitas peduli hipertensi
kan terapi
relaksasi otot
progresif
3. Lakukan inisiasi dengan pihak Respon
puskesmas untuk melakukan kerjasama
 Terbentuk psikomotor dan
pemeriksaan tekanan darah lansia secara
komunitas peduli rutin dan kegiatan preventif untuk penyakit afektif
hipertensi hipertensi
dengan kader
minimal 5 orang
dan anggota
minimal 15 4. Jelaskan pada komunitas lansia
orang dengan hipertensi dan keluarga masing-
masing peranannya untuk saling bekerjasama
mencagah hipertensi
 Tersusunnya
suatu tujuan
yang sama dalam
komunitas peduli
hipertensi
 Minimal sudah
berjalannya 1
kegiatan rutin

 Terlaksananya
pemerikanan
tekanan darah
secara rutin
minimal 1 bulan
oleh petugas
puskesmas

 Terlaksananya
minimal 2 upaya
program
pencegahan
hipertensi pada
komunitas lansia.

Komunitas saling
bekerjasama
denganpembagian
peran untuk
mencegah hipertensi

2. intoleransi -identifikasi fungsi tubuh yang menyebabkan


aktivitas kelelahan
pada lansia -frekuensi nadi
komunitas dalam batas normal
-sediakan ligkungan yang nyaman Respon afektif dan
di desa psikomotor
-kemudahan dalam
saba -lakukan latihan gerakpasif dan aktif
melakukan aktivitas
mananti
sehari-hari
-anjurkan melakukan aktivitas secara bertaha
-perasaan lemah
tidak ada -ajarkan strategikoping untuk mengurangi
kelelahan

-kolaborasi dengan ahli gizi tentang asupan


-Nyeri berkurang makanan

3. Gangguan -bina hubungan terapeutik Respon afektif dan


intake psikomotor
nutrisi dan -nafsu makan -sepakati lama waktu pemberian konseling
menurunny meningkan
a fungsi -identifikasi kebiasaan makan dan perilaku
gastrointest Mual dan muntah makan yang akan diubah
inal tidak ada
-identifikasi kemajuan modifikasi diet secara
-nyeri abdomen tidak regular
ada
-informasikan modifikasi diet
Frekuensi BAB
normal -jelaskan program gizi dan persepsi pasien
teradap diet

-rujuk pada ahli gizi

4.
Resiko
-identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
jatuh
-kekuatan otot lainnya Respon afektif dan
normal psikomotor
-identifikasi toleransi fisik melakukan
-nyeri menurun pergerakan

-kecemasan menurun -libatkan keluarga untuk membantu


melakukan aktivits visik
-Kaku sendi
menurun -jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi

-Kelemahan fisik

Anda mungkin juga menyukai