Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Mempelajari proses belajar mengajar ulumul hadis merupakan sebuah
keharusan bagi umat manusia, terutama bagi umat islam sendiri. Karena, merupakan
salah satu dasar syariah yang mengatur bagaimana kehidupannya bisa sesuai dengan
tujuan dan tuntunan agamanya.
Namun, dalam mempelajarinya perlu mencari hadis-hadis yang benar-benar
dapat dijadikan hujjah. Mengingat banyak sekali para oknum yang menyelewengkan
dan memalsukan hadis. Oleh karenanya dibutuhkan cabang ilmu khusu yang bisa
mengkaji ke shahihan hadis. Adapun hal yang mencakup syarat untuk hadis tersebut
dikatakan shahih ada lima, yang diantaranya terhindar dari syadz dan illat, keduanya
merupakan syarat yang sangat penting untuk mengetahui derajat hadis tersebut.
Sehingga, setelah jelas ke shahihan dari sebuah hadis yang dapat dijadikan hujjah.
Tercapailah maksud dan tujuann dari segala hal yang diharapkan oleh agama seorang
muslim tersebut dengan baik.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana pengertian syadz
2. Seperti apa contoh syadz dalam sanad
3. Bagaimana pengertian illat
C. tujuan masalah
1. mengetahui apa itu syadz
2. mengetahui contoh dari syadz dalam sanad
3. menegtahui apa itu illat
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Syadz
Syadz atau syuzuz secara bahasa berasal dari isim fa’il dari kata syadz yang
berarti ganjil. Sedangkan menurut istilah yaitu hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang
maqbul menyelisihi orang yang utama dari padanya. 1 Adapun dari pendapat ulama
dalam istilah syadz pada ilmu hadis ditemukan perbedaan terkait rumusannya.
Perbedaan menonjol terjadi antara tiga ulama hadis terkenal, yaitu al-Syafi’i, Abu
Ya’la al-Khaliliy dan al-Naisaburi.2
Imam Syafi’i berpendapat bahwa suatu hadis mengandung syadz apabila hadis
yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang tsiqah bertentangan dengan hadis yang
diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang juga sama-sama tsiqah. Dengan demikian
hadis tersebut dikatakan syadz bukan karena kemenyendirian individu perawi dalam
sanad hadis (Fard Mutlaq), dan tidak juga karena perawinya tidak tsiqah. Sedangkan
menurut Abu Ya’la al-Khaliliy, mendefinisikan bahwa hadis dikatakan syadz apabila
hadis tersebut memiliki satu jalur saja. Baik diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah atau
yang tidak, baik bertentangan atau tidak. Dengan kata lain, hadis syadz menurut beliau
sama dengan hadiz yang bersetatus fard mutlaq. Dengan alasan karena hadis yang fard
mutlaq itu tidak memiliki syahid, yang memunculkan kesan bahwa perawinya syadz,
bahkan matruk. Selanjutnya pendapat yang ketiga dikemukakan oleh al-Naisaburi,
yang berargumen bahwa hadis syadz itu merupakan hadis yang diriwayatkan oleh
orang yang tsiqah, namun tidak terdapat perawi tsiqah lainnya yang juga meriwayatkan
hadis tersebut. dengan demikian, kerancuan (Syadz) sebuah sanad disebabkan oleh
kemenyendirian perawi, dan tidak disebebkan oleh ketidak tsiqahan seorang perawi
hadis.

1
Mahmud Thahan, Ulumul Hadis, (Yogyakarta: Titian ilahi press, 1997), 126
2
Umi Sumbulan, Kajian Kritis Ilmu Hadis, (Malang: UIn Maliki Press, 2010), 12121-123
B. Contoh Syadz pada sanad

،َ‫س َجة‬ َ ‫ع ْن‬


َ ‫ع ْو‬ َ ،‫َار‬ ٍ ‫ع ْم ِرو ب ِْن دِين‬ َ ‫ َع ْن‬،‫ان‬ ُ َ‫س ْفي‬ُ ‫ َحدَّثَنَا‬:‫ع َم َر قَا َل‬ ُ ‫ َحدَّثَنَا اب ُْن أ َ ِبي‬- 2106
ْ َ‫سلَّ َم َولَ ْم َيد‬
‫ع‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َّ ‫سو ِل‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫ع ْه ِد َر‬َ ‫علَى‬ َ ‫ات‬ َ ‫ «أ َ َّن َر ُج اًل َم‬،‫َّاس‬ ٍ ‫ع ْن اب ِْن َعب‬ َ
ٌ‫ َهذَا َحدِيث‬: »ُ‫يراثَه‬ َّ
َ ‫سل َم ِم‬ َ ‫عل ْي ِه َو‬َ َّ ‫صلى‬
َ ُ‫َّللا‬ َّ َ ‫ي‬ َ َ َ َّ ‫ا‬
ُّ ِ‫َو ِارثا ِإَّل َع ْبداا ُه َو أ ْعتَقَهُ فَأ ْعطاهُ النَّب‬
‫ص َبةا أ َ َّن‬
َ ‫الر ُج ُل َولَ ْم َيتْ ُر ْك َع‬ َّ ‫ات‬ َ ‫ ِإذَا َم‬:‫ب‬ ِ ‫س ٌن َوال َع َم ُل ِع ْندَ أ َ ْه ِل ال ِع ْل ِم ِفي َهذَا ال َبا‬ َ ‫َح‬
3
ِ ‫يراثَهُ ي ُْج َع ُل ِفي َب ْي‬
َ‫ت َما ِل ال ُم ْس ِل ِمين‬ َ ‫ِم‬
Artinya: Ibnu Abi Umar telah meriwayatkan kepada kami, sufyan telah meriwayatkan
kepada kami, dari ‘Amr bin Dinar, dari Saujah, dari Ibn ‘Abbas. “ seorang laki-laki
telah meninggal dunia diwaktu Rasulullah masih hidup, dengan tidak meninggalkan
seorang pewarispun, selain seorang budak yang telah dimerdekakannya. Nabi
bertanya: apakah ia mempunyai seorang ahli waris? Tidak, jawab para sehabat, ‘kecuali
budak yang ia telah merdekakan.’ Akhirnya Rasulullah saw. Menyerahkan harta
warisan kepadanya”

Didapati pada hadis di atas memiliki banyak jalur sanad. Dua diantaranya dapat
dijelaskan sebagai berikut:

1. Sanad pertama, riwayat Tirmidzi dari sufyan bin ‘Uyainah, dari ‘Amr bin Dinar,
dari Ausajah, dari ibn ‘Abbas. Pada jalur ini, riwayat Ibnu ‘Uyainah didukung oleh
oleh muttabi’ Antara lain: Ibnu Juraij, dan para periwayat lainnya.
2. Sanad kedua, riwayat Baihaqiy, dari Hammad bin Zaid, dari Amr bin Dinar, dari
Ausajah, titapi tidak menyebutkan Ibnu ‘Abbad.4
Dari data yang didapat, kualitas masing-masing rawi di atas termasuk dalam
kategori tsiqah. Abu Hatim mengemukakan: yang mahfudz adalah hadis dari
Sufyan bin ‘Uyainah. Sementara hammad bin Zaid kendati ia orang yang bersifat
adil dan dhabit. Tetapi karena periwayatan Hammad berlawanan dengan
periwayatan Sufyan yang lebih Rajih dan didukung oleh periwayat lain. Dengan

3
Muhammad bin Isa bin Suroh bin Musa bin al-Dhahak al-Tirmidzi. Sunan Tirmidzi, Juz, 4 (messir:
Maktabah Musthafa Baabi al-Halb, 1975), 423
4
Aan Supian, Konsep Syadz dan Aplikasinya, Vol VIII, No. 2 (Bengkulu: t.t, 2015), 190
demikian, hadis dengan sanad yang kedua adalah marjuh dan disebut dengan hadis
syadz.
C. Pengertian Illat
Secara lughawi kata illat berarti sakit. Adapula yang mengartikan sebab dan
kesibukan. Sedang menurut Istilah ilmu hadis, illat didefinisikan sebagai sesebuah
hadis yang di dalamnya terdapat sebab-sebab tersembunyi, yang berdampak cacat pada
keshahihan hadis, meskipun secara lahir tidak ada kecacatan pada hadis tersebut.5
Adapun langka-langkah untuk mengetahui illat hadis, terlebih dahulu kita
harus mengumpulkan semua sanad yang berkaitan dengan hadis yang yang dimaksud,
setelah itu seluruh rangkaian dan kualitas periwayatan dalam sanad tersebut diteliti
berdasarkan pendapat para kritikus periwayat dan illat hadis. Dengan demikian akan
dikengetahui apakah hadis tersebut mengandung illat atau tidak. Illat bisa terjadi pada
sanad dan juga pada mantan, namun yang banyak terjadi yaitu pada sanad.
Untuk melihat ilat pada matan, yang pertama perlu dilakukan adalah
membandingkan matan hadis tersebut dengan matan hadis yang setema/senada, dari
apa yang terdapat dalam sanad-sanad lain. Bila ia merupakan satu-satunya hadis yang
menggunakan matan berbeda, makan jelas ia merupakan hadis yang syadz. Kemudia
bila kandungan isinya bertentangan dengan Alquran yang semakna dan kualitasnya
shahih atau lebih shahih, maka hadis tersebut dinyatakan ber-illat.
Sedangkan dalam mengetahui illat pada sanad, para ulama menyatakan
bahwasanya :
1. Sanad yang tampaknya muttasil marfu’, ternyata muttasil mauquf.
2. Sanad yang tampaknya muttasil marfu’, ternyata muttasil tetapi mursal.
3. Terjadi pencampuran hadis dengan hadis lain.
4. Terjadi kesalahan penyebutan periwayat karena terdapat lebih dari seorang
periwayat yang namanya mirip namun kualitasnya berbeda, tidak sama-sama
tsiqah.

5
Ibid,… 125-126
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Syadz atau syuzuz secara bahasa berasal dari isim fa’il dari kata syadz yang
berarti ganjil. Sedangkan menurut istilah yaitu hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang
maqbul menyelisihi orang yang utama dari padanya.
Secara lughawi kata illat berarti sakit. Adapula yang mengartikan sebab dan
kesibukan. Sedang menurut Istilah ilmu hadis, illat didefinisikan sebagai sesebuah
hadis yang di dalamnya terdapat sebab-sebab tersembunyi, yang berdampak cacat pada
keshahihan hadis, meskipun secara lahir tidak ada kecacatan pada hadis tersebut
B. Saran
Pentingnya mempelajari ilat dan syadz di dalam ilmu hadis, kususnya prodi
ilmu hadis yang lebih mefokuskan matakuliahnya dalam hal yang berkaitan dengan
hadis Nabi SAW agar supaya dapat mengetahui dari hadis-hadis yang dipelajari
umyuk bisa dijadikan dasar dalam penerapannya.
DAFTAR PUSTAKA
Thahan. Mahmud, 1997. Ulumul Hadis, Yogyakarta: Titian ilahi press
Sumbulan. Umi, 2010. Kajian Kritis Ilmu Hadis, Malang: UIn Maliki Press.
al-Tirmidzi. Muhammad bin Isa bin Suroh bin Musa bin al-Dhahak, Sunan Tirmidzi, 1975. Juz,
4 messir: Maktabah Musthafa Baabi al-Halb
Supian. Aan, 2015. Konsep Syadz dan Aplikasinya, Vol VIII, No. 2. Bengkulu: t.t.

Anda mungkin juga menyukai