i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
makronutrien dalam jumlah yang tepat seperti protein, lemak, dan karbohidrat
dan mikronutrien seperti vitamin A, yodium, zat besi dan seng, mereka dapat
motorik. Hal ini memiliki efek buruk yang dapat bertahan lama setelah masa
(WHO, 2017).
Data WHO tahun 2018 menyatakan bahwa di dunia, sebanyak 7.5% atau
50.5 juta anak usia di bawah lima tahun mengalami status gizi kurus dan gizi
buruk. Sebanyak 5.6% atau 38.3 juta anak mengalami kelebihan gizi atau
obesitas. Secara global sebanyak 6,3 juta anak di bawah usia 5 tahun meninggal
setiap tahun. Menurut perkiraan, sekitar 200 juta atau 1 dari 3 anak tidak
Berdasarkan data WHO (2017) pada tahun 2016 terdapat 250 juta atau
fisik, sosio emosional, bahasa, kognitif dan motorik antara usia 0-8 tahun.
1
2
Angka kejadian gangguan tumbuh kembang anak saat ini masih menjadi
masalah di Indonesia. Hal tersebut terlihat dari data dari Riset Kesehatan Dasar /
masalah gizi kurang dan gizi buruk mencapai 17.7. Dan hanya turun 1.9 dari
tahun 2013 yaitu 19.6. Angka ini masih kurang dari target RPJM (Rencana
Pembangunan Jangka Menengah) 2019 yaitu 17.0. Proporsi status gizi sangat
kurus dan kurus adalah 10.2, serta proporsi status gizi gemuk adalah 8.0.
Prevalensi balita Kurang Energi Protein (Gizi Buruk dan Kurang) di DIY
tahun 2015 sebesar 8,04. Prevalensi KEP ini menurun dibandingkan dengan
tahun 2013 tetapi sedikit lebih tinggi dari tahun 2014. Pada tahun 2016 KEP
DIY sebesar 8,83 dan kembali turun menjadi 8,26 pada tahun 2017 dan turun
lagi menjadi 7.94. Angka prevalensi selama tiga tahun terakhir masih berkisar
pada angka 7-8 yang menunjukan bahwa upaya yang dilakukan dalam rangka
Keadaan gizi buruk dan kurang dapat menurunkan daya tahan tubuh terhadap
dan perkembangan fisik, serta mental dan jaringan otak. (Profil Kesehatan DIY,
2018).
menular, bahaya lingkungan, dan kekerasan sosial serta rumah tangga. Tidak
seperti pengaruh lain yang tidak dapat diubah atau sangat sulit diubah, nutrisi
adalah sesuatu yang dapat kita kontrol. Bagi suatu negara, perkembangan anak
usia dini yang buruk dapat menyebabkan kerugian ekonomi negara. Di India,
3
kerugiannya sekitar dua kali lipat dari produk domestik bruto yang digunakan
Setiap anak perlu mendapatkan asupan nutrisi dan gizi seimbang serta
stimulasi rutin sedini mungkin dan terus menerus pada setiap kesempatan.
Indonesia disebut Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan dan disingkat Gerakan
1000 HPK. Gerakan ini merupakan aksi percepatan perbaikan gizi, khususnya
penanganan gizi sejak 1.000 hari dari masa kehamilan hingga anak usia 2 tahun.
(Bappenas, 2012).
1.000 hari pertama kehidupan dimulai saat pembuahan di dalam rahim ibu
sampai anak berusia 2 tahun. Pada usia 2 tahun, anak sudah mencapai setengah
persen dari otak orang dewasa. Perkembangan otak yang sangat pesat pada usia
di bawah 2 tahun ini disebut Masa Emas (Golden Period) sekaligus periode
kritis (Critical Period) perkembangan dan merupakan waktu yang tepat untuk
melakukan pemulihan bila ada gangguan perkembangan. Oleh sebab itu nutrisi
karena di atas usia 2 tahun perbaikan mungkin menjadi sangat sulit. Penting bagi
orang tua memantau tumbuh kembang anaknya terutama untuk anak di bawah
deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang untuk anak umur 0 sampai dengan
kualitas hidup anak untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal. (Kemenkes,
2018).
Defisit gizi dan pemberian makan saat usia dini sangat mempengaruhi
melalui pendidikan dan pelatihan yang didapat setelah anak berusia lima tahun
tidak hanya setelah usia lima tahun di sekolah dan tempat pelatihan, tetapi
sebelum usia lima tahun, tergantung pada nutrisi yang memadai dan perawatan
memiliki fungsi kognitif yang buruk, prestasi sekolah yang buruk dan masalah
5
(Partha, 2018).
Sama hal nya dengan penelitian Fauzi (2019) yang berjudul “Hubungan
Status Gizi dengan Perkembangan Balita Usia 1-5 Tahun di Posyandu Dempok
gizi dan perkembangan balita. Hasil penelitian diperoleh status gizi buruk 4
balita (4,2%), gizi kurang 13 balita (13,7%), gizi baik 78 balita (82,1%),
Artinya:
Ayat ini menjelaskan kewajiban umat islam untuk takut kepada Allah
SWT dan larangan untuk meninggalkan anaknya dalam keadaan lemah. Hal ini dapat
dikaitkan pada status gizi dan perkembangan anak. Kita sebagai umat islam
hendaknya menjaga anak kita agar tidak memiliki masalah status gizi dan selalu
B. Rumusan Masalah
penelitian ini adalah “Adakah hubungan status gizi dengan perkembangan anak
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui status gizi anak usia 1-2 tahun di Puskesmas Godean
I.
Godean I.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
7
tentang hubungan status gizi dengan perkembangan anak usia 1-2 tahun.
2. Manfaat Aplikatif
Ruang lingkup materi penilitian ini adalah tentang status gizi dan
Responden dalam penelitian ini adalah anak usia 1-2 tahun karena pada
dan merupakan waktu yang tepat untuk melakukan pemulihan bila ada
gangguan perkembangan.
prevalensi balita gizi buruk dan kurang yang paling tinggi berada di
Puskesmas Godean I.
hasil skripsi yang dilaksanakan sejak bulan November 2019 sampai bulan Juli
2020.
F. Keaslian Penelitian
1. Penelitian Sri Rahma Yeni (2016) yang berjudul, “Hubungan Status Gizi dan
53,2% anak dengan perkembangan yang sesuai dengan usianya, 57,0% anak
memiliki status gizi baik, dan 63,3% anak dengan pola asuh positif dari orang
tua. Hasil uji chi square terdapat hubungan antara status gizi dengan
terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan perkembangan anak
yang berjudul, “Hubungan Status Gizi dan Perkembangan Anak Usia 1-2
anak usia 1-2 tahun yang sehat dan kooperatif pada saat pemeriksaan, serta
oleh satu dokter anak dan dua dokter (residen) dengan menggunakan KPSP
dinilai yaitu motorik kasar, motorik halus, bicara dan bahasa, sosial dan
kemandirian. Jumlah subjek 321 anak usia 1–2 tahun dan yang memenuhi
kriteria inklusi 308 anak, terdiri dari 164 laki-laki (53,2%) dan 144
(9,78%). Sedangkan status gizi dinilai berdasarkan BB/PB, hasil normal 277
anak (89,9%) dan kurus 31 anak (10,10%). Dari 31 anak dengan status gizi
status gizi (p=0,394) begitu juga dengan status gizi dengan kondisi ekonomi
motorik halus (0,65%), bicara dan bahasa (4,54%), serta sosialisasi dan
variabel penelitian.
Sampel dalam penelitian ini adalah 1638 anak berusia di bawah lima tahun,
yang terdiri dari 819 anak miskin dan 819 anak tidak miskin di Ethiopia Barat
anak yang sangat miskin dan anak-anak tidak miskin. Analisis regresi linier
anak tidak miskin. Di antara 819 anak-anak yang sangat miskin, 325 (39,7%)
badan dan 27 (3,3%) dengan status gizi kurus. Hasil penelitian ini adalah ada
menggunakan desain cross sectional dengan sampel sebanyak 415 balita yang
Growing Skill II. Status gizi dinilai menggunakan grafik pertumbuhan WHO
untuk berat badan sesuai usia (BB/U), berat badan untuk tinggi badan
(BB/TB) dan tinggi badan untuk usia (TB/U). Uji Chi-square dan rasio odds
underweight adalah 9,1, 3,8 dan 3,8% sementara 2,2% kelebihan berat badan.