OLEH:
NAMA : KOKOL BALYO
NIM : P1409020
PRODI : S1 KEPERAWATAN
SEMESTER : III
CI INSTITUSI CI LAHAN
B. Etiologi
Cedera medulla spinalis servikal disebabkan oleh trauma langsung yang
mengenai tulang belakang di mana tulang tersebut melampaui kemampauan tulang
belakang dalam melindungi saraf-saraf belakangnya. Menurut Emma, (2011) Trauma
langsung tersebut dapat berupa :
1. Kecelakaan lalulintas
2. Kecelakaan olahraga
3. Kecelakaan industry
5. Luka tusuk
6. Luka tembak
Trauma servikal dapat menyebabkan cedera yang komponen vertebranya tidak akan
tergeser oleh gerakan normal sehingga sumsum tulang tidak rusak dan resiko biasanya lebih
rendah (Muttaqin, 2011).
Kolumna vertebralis normal dapat menahan tekanan yang berat dan mempertahankan
integritasnya tampa mengalami kerusakan pada medula spinalis. Akan tetapi, beberapa
mekanisme trauma tertentu dapat merusak sistem pertahanan ini dan mengakibatkan
kerusakan pada kolumna vertebralis dan medula spinalis.Pada daerah kolumna servikal,
kemungkinan terjadinya cedera medula spinalis adalah 40%.
Cedera yang tidak stabil adalah cedera yang dapat mengalami pergeseran lebih jauh
dan perubahan struktur oseoligamentosa posterior (pedikulis, sendi permukaan, arkus tulang
posterior, ligamen interspinosa, dan supraspinosa), komponen pertengahan (sepertiga bagian
posterior badan vertebra, bagian posterior diskus intervertebra, dan ligamen longitudinal
posterior), dan kolumna anterior (duapertiga bagian anterior korpus vertebra, bagian anterior
diskus intervertebra dan ligamen longitudinal anterior) (Muttaqin, 2011).
Cedera spinal tidak stabil menyebabkan resiko tinggi cedera pada korda sehingga
menimbulkan masalah aktual atau resiko ketidakefektifan pola napas dan penurunan curah
jantung akibat kehilangnya kontrol organ viseral.
Tindakan dekompresi dan stabilitas pada pascabedah akan menimbulkan port de entree luka
pascabedah yang menyebabkan masalah resiko tinggi infeksi.
Selain itu, tindakan tersebut dapat menyebabkan kerusakan neuromuskular, yang
menimbulkan resiko trauma sekunder akibat ketidaktahuan tentang teknik mobilisasi yang
tepat.Kondisi psikologis karena prognosis penyakit menimbulkan respons anastesi.
Manipulasi yang tidak tepat akan menimbulkan keluhan nyeri dan hambatan mobilitas fisik
(Muttaqin, 2011).
D. Manifestasi Klinis
Menurut Hudak & Gallo, (1996) menifestasi klinis trauma servikal adalah sebagai berikut :
1. Lesi C1-C4
Pasien dengan quadriplegia pada C1, C2, atau C3 membutuhkan perhatian penuh
karena ketergantungan pada semua aktivitas kebutuhan sehari-hari seperti makan, mandi, dan
berpakaian.quadriplegia pada C4 biasanya juga memerlukan ventilator mekanis tetapi
mengkn dapat dilepaskan dari ventilator secara. intermiten. pasien biasnya tergantung pada
orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari meskipun dia mungkin dapat makan
sendiri dengan alat khsus.
2. Lesi C5
Bila segmen C5 medulla spinalis mengalami kerusakan, fungsi diafragma rusak
sekunder terhadap edema pascatrauma akut.paralisis intestinal dan dilatasi lambung dapat
disertai dengan depresi pernapasan. Ekstremitas atas mengalami rotasi ke arah luar sebagai
akibat kerusakan pada otot supraspinosus.Bahu dapat di angkat karena tidak ada kerja
penghambat levator skapula dan otot trapezius.setelah fase akut, refleks di bawah lesi
menjadi berlebihan. Sensasi ada pada daerah leher dan triagular anterior dari daerah lengan
atas.
3. Lesi C6
pada lesi segen C6 disters pernafasan dapat terjadi karena paralisis intestinal dan edema
asenden dari medulla spinalis. Bahu biasanya naik, dengan lengan abduksi dan lengan bawah
fleksi.Ini karena aktivitasd tak terhambat dari deltoid, bisep dan otot brakhioradialis.
4. Lesi C7
Lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot diafragma dan aksesori untuk
mengkompensasi otot abdomen dan interkostal. Ekstremitas atas mengambil posis yang sama
seperti pada lesi C6. Fleksi jari tangan biasnya berlebihan ketika kerja refleks kembali.
a. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma.Hal ini dikarenakan adanya spasme otot,
tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
b. Bengkak/edama
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur
dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
c. Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
d. Spasme otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
e. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
f. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot.paralysis dapat
terjadi karena kerusakan syaraf.
g. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak
terjadi pergerakan.Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
h. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.
i. Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan
otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang
kehilangan bentuk normalnya.
j. Shock hipovolemik
Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Gambar 2.2 : Hasil pemeriksaan rontgen
Menurut Doenges, (2000) ada pun pemeriksaan penunjang trauma servikal yaitu:
1) Sinar X spinal
Menentukan loksi dan jenis cedera tulang (fraktur, disloksi) untuk kesejajaran, reduksi
setelah dilakukan traksi atau operasi.
2) CT scan
Menentukan tempat luka/jejas, mengevaluasi gangguan struktural.
3) MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi.
4) Mielografi
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor patologisnya tidak jelas
atau di curigai adanya oklusi pada ruang subarakhnoid medulla spinalis.
5) Foto rontgen torak
Memperlihatkan keadaan paru (contohnya: perubahan pada diagfragma, anterlektasis).
6) GDA
F. Komplikasi
a) Syok neurogenik
Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang desending pada
medulla spinalis.Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor dan kehilangan
persarafan simpatis pada jantung sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah
visceral serta ekstremitas bawah maka terjadi penumpukan darah dan konsekuensinya terjadi
hipotensi.
b) Syok spinal
Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah terjadinya cedera
medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak seperti lesi komplit walaupun tidak
seluruh bagian rusak.
c) Hipoventilasi
Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan hasil dari cedera yang
mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah atau torakal atas.
d) Hiperfleksia autonomic
Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut, keringat banyak, kongesti nasal, bradikardi
dan hipertensi.
I. Penatalaksanaan
2. Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : headtil, chin lip, jaw thrust.
Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi), mempertimbangkan
pemasangan intubasi nasofaring.
3. Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan servikal collar, imobilisasi
lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang.
4. Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen (C1 - C7) dengan
menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi dan rotasi), member lipatan selimut di
bawah pelvis kemudian mengikatnya.
6. Memonitor tanda-tanda vital meliputi RR, AGD (PaCO2), dan pulse oksimetri.
16. Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi jika terjadi gejala
bradikardi.
19. Memberikan obat-obatan untuk menjaga, melindungi dan memulihkan spinal cord :
steroid dengan dosis tinggi diberikan dalam periode lebih dari 24 jam, dimulai dari 8 jam
setelah kejadian.
b. Memasang NGT untuk mencegah distensi lambung dan kemungkinan aspirasi jika
ada indikasi.
a) Pengkajian primer
Data Subyektif
a. Mekanisme Cedera
b. Kemampuan Neurologi
c. Status Neurologi
d. Kestabilan Bergerak
b. Penyakit Kronis
Data Obyektif
1. Airway
Adanya desakan otot diafragma dan interkosta akibat cedera spinal sehingga mengganggu
jalan napas
2. Breathing
Pernapasa dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan, pergerakan dinding dada
3. Circulation
Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg), Bradikardi, Kulit teraba hangat dan
kering, Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh, yang mana suhu tubuh
bergantung pada suhu lingkungan)
4. Disability
Kaji Kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak, kehilangan sensasi,
kelemahan otot.
5. Exposure
Adanya deformitas tulang belakang
b) Pengkajian Sekunder
1) Five Intervensi
Hasil AGD menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi, CT Scan untuk
menentukan tempat luka atau jejas, MRI untuk mengidentifikasi kerusakan saraf spinal, foto
Rongen Thorak untuk mengetahui keadaan paru, sinar – X Spinal untuk menentukan lokasi
dan jenis cedera tulang (Fraktur/Dislokasi)
2) Give Comfort
3) Head to Toe
c. Pelvis dan Perineum :Kehilangan control dalam eliminasi urin dan feses, terjadinya
gangguan pada ereksi penis (priapism)
f. Kaji adanya spasme otot, kekakuan, dan deformitas pada tulang belakang.
C) Diagnosa Keperawatan
2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penyumbatan aliran darah.
5. Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan kerusakan sensori motorik ditandai dengan
kehilangan kontrol dalam eliminasi urine.
1. Pola napas tidak Setelah diberikan 1. Pantau ketat 1. Perubahan pola nafas
efektif tindakan keperawatan tanda-tanda vital dapat mempengaruhi
berhubungan selama 2x15 menit, dan pertahankan tanda-tanda vital
dengan diharapkan pola ABC. 2. Pengembangan dada
hiperventilasi napas pasien efektif dan penggunaan otot
ditandai dengan dengan kriteria hasil: 2. Monitor bantu pernapasan
dispnea,terdapat usaha pernapasan mengindikasikan
a. Pasien
otot bantu napas. melaporkan sesak pengembangan gangguan pola nafas.
napas berkurang dada, keteraturan 3. Mempermudah
b. Pernapasan pernapasan nafas ekspansi paru.
teratur bibir dan 4. Stabilisasi tulang
c. Takipnea tidak penggunaan otot servikal.
ada bantu pernapasan. 5. Oksigen yang adekuat
d. Pengembangan 3. Berikan dapat menghindari resiko
dada simetris antara
posisi semifowler kerusakan jaringan
kanan dan kiri
jika tidak ada
e. Tanda vital
kontra indiksi.
dalam batas normal
4. Gunakan
(nadi 60-100x/menit,
servikal collar,
RR 16-20 x/menit,
imobilisasi lateral
tekanan darah 110-
kepala, meletakkan
140/60-90 mmHg,
papan di bawah
suhu 36,5-37,5 oC)
tulang belakang.
f. Tidak ada
5. Berikan
penggunaan otot
oksigen sesuai
bantu napas.
indikasi
2. Perfusi jaringan Setelah dilakukan 1. Atur posisi 1. Untuk
perifer tidak tindakan keperawatan kepala dan leher mempertahankan ABC
efektif selama 3x5 menit untuk mendukung dan mencegah terjadi
berhubungan diharapkan perfusi airway (jaw thrust). obstruksi jalan napas
dengan jaringan adekuat. Jangan memutar
2. Meningkatkan aliran
penyumbatan atau menarik leher
Kriteria hasil : balik vena ke jantung
aliran darah ke belakang
6. Awasi
pemeriksaan AGD
3. Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Kaji PQRST 1. Pengkajian yang tepat
berhubungan tindakan keperawatan pasien. dapat membantu dalam
dengan gangguan selama 3 x 15 menit memberikan intervensi
neurologis. diharapkan nyeri yang tepat.
pasien dapat 2. Nyeri bersifat
berkurang dengan proinflamasi sehingga
kriteria hasil : dapat mempengaruhi
a. Tanda-tanda vital 2. Pantau tanda- tanda-tanda vital.
dalam batas normal tanda vital 3. Analgetik dapat
(Nadi 60-100 mengurangi nyeri yang
x/menit),(Suhu 36,5- berat (memberikan
37,5),( Tekanan kenyamanan pada pasien)
Darah 110-140/60-90
mmHg),(RR 16-20
x/menit) 3. Berikan 4. Stabilisasi tulang
b. Penurunan skala analgesic untuk belakang untuk
nyeri( skala 0-10) menurunkan nyeri. mengurangi nyeri yang
c. Wajah pasien timbul jika tulang
tampak tidak belakang digerakkan
meringis 4. Gunakan
servikal collar,
imobilisasi lateral
kepala, meletakkan
papan di bawah
tulang belakang.
A.IMPLEMENTASI.
Implementasi di sesuaikan dengan intervensi yang ada.
B.EVALUASI.
1.Pola napas tidak efektif klien teratasi
2.Perfusi jaringan perifer tidak efektif klien kembali normal
3.nyeri akut klien teratasi