Absisi Daun
Absisi Daun pada Tanaman Coleus sp.
Oleh
Listya Eka Ningtyas 17030204023
Pendidikan Biologi Unggulan 2017
JURUSAN BIOLOGI
B. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui pengaruh AIA terhadap proses absisi pada daun Coleus sp.
C. Hipotesis
H0 : Tidak terdapat pengaruh antara AIA terhadap proses absisi daun
Ha : Terdapat pengaruh antara AIA terhadap proses absisi daun
D. Kajian Pustaka
Absisi
Absisi adalah proses fisiologis dari pelepasan organ multiselular seperti daun,
bunga, dan buah dari tubuh tumbuhan. Fase akhir dari senescene diikuti oleh absisi.
Absisi adalah fase akhir dari hidup sebuah organ. Absisi meliputi perubahan morfologi,
anatomi, dan biokimia (Sinha, 2004).
Proses Absisi
Asam absisat adalah hormon yang pada awalnya dikenal sebagai dormin
karena menyebabkan terjadinya dormansi pada daun serta dapat memacu terjadinya
dormansi pada kuncup yang sedang tumbuh. Ternyata kemudian senyawa ini sama
dengan senyawa yang menyebabkan daun gugur (absisi) sehingga dinamai absisin
(ABA). Absisi merupakan suatu proses fisiologi yang normal atau suatu kejadian
khusus pada tumbuhan.
Hormon yang merangsang absisi daun adalah absisin yang merupakan
molekul terpenoid dengan atom karbon asimetris, namun kedua bentuk isomernya sama
aktif (Gambar 1). Hanya pada konsfigurasi tans absisin tidak aktif. Pada dasarnya
absisin berperan sebagai penghambat proses pertumbuhan dan mekanisme gugurnya
daun serta buah. Hormon tersebut memacu terjadinya dormansi pada tumbuhan (biji
maupun kuncup). Absisin mudah ditranspor kesemua jaringan. Efek hambatan absisin
terhadap perkecambahan merupakan antagonis giberelin. Absisin berperan
menghambat sintesis protein, melalui aktivitas enzim ribonuklease, sintesis protein
akan terhambat sehingga akan mengalami absisi.
Gambar 1. Struktur molekul hormon absisin (ABA).
Fungsi auksin diketahui berperan penting dalam proses absisi daun dan buah.
Daun muda dan buah muda membentuk auksin yang mana selama masih dalam tahap
tersebut, keduanya tetap kuat menempel pada bagian batang. Akan tetapi, bila
pembentukan auksin berkurang tak lama kemudian, tangkai daun atau tangkai buah
akan melepaskan diri dan jatuh ketanah.
Hormon penghambat absisi daun banyak penelitiannya seperti tindakan
penghambatan yang ternyata dilakukan oleh auksin untuk mencegah proses absisi.
Peranan helaian daun di sini dijelaskan oleh Kuster (1916) dalam Wilkins yang
memperlihatkan bahwa pada petiole tumbuhan Coleus segera jatuh jika helai daun
mereka dihilangkan, sedangkan helaian daun seluas 100 mm2 akan memperlambat
absisi selama berhari-hari. Dengan demikian hormon yang menhghambat absisi daun
salah satunya yakni auksin.
Kemudian, Laibach (1933) dan Mai (1934) memperlihatkan bahwa pollium
anggrek (dikenal sebagai sumber auksin) secara serupa memperlambat absisi pada
petiole-petiole yang dipotong helai daunnya dan tak lama setela itu itu LaRue (1935)
juga memperoleh hasil yang sama, dengan Coleus dan Ricinus, dengan menggunakan
AIA murni. Penelitian selanjutnya memperlihatkan bahwa banyak auksin yang dapat
menghambat absisi, sedangkan senyawa tanpa auksin akan memperlihatkan absisi.
Peranan Hormon Auksin dalam Absisi Daun
Mengenai hubungan antara absisi dengan zat tumbuh auksin, Addicot Etall
(1955) mengemukakan bahwa absisi akan terjadi apabila jumlah auksin yang a d a d i
d a e r a h p r o k s i m a l s a m a a t a u l e b i h d a r i j u m l a h a u k s i n ya n g t e r d a p a t
d i daerah distal. Tetapi apabila junlah auksin berada di daerah distal lebih besar
daridaerah proksimal maka tidak akan terjadi absisi. Dengan kata lain proses absisi ini
akan terlambat. Teori lain (Biggs dan Leopld, 1957) menerangkan bahwa pengaruh
auksin terhadap absisi ditentukan oleh konsentrasi auksin itu sendiri. Konsentrasi
auksin yang tinggi akan menghambat terjadinya absisi, sedangkan auksin dengan
konsentrasi rendah akan mempercepat terjadinya absisi. Teori terakhir ditentukan oleh
Robinstein dan Leopold (1964) yang menerangkan bahwa respon absisi pada daun
terhadap auksin dapat dibagi ke dalam dua fase jika perlakuan auksin diberikan setelah
auksin terlepas. Fase pertama, auksin akan menghambat absisi dan fase kedua auksin
dengan konsentrasi yang sama akan mendukung terjadinya absisi.
Hormon auksin diproduksi secara endogen pada bagian pucuk tanaman.
Dominasi apikal biasanya ditandai dengan pertumbuhan vegetatif tanaman seperti,
pertumbuhan akar, batang dan daun. Dominasi apikal dapat dikurangi dengan
mendorong bagian pucuk tumbuhan sehingga produksi auksin yang disintesis pada
pucuk akan terhambat bahkan terhenti. Hal ini akan mendorong pertumbuhan tunas
lateral (ketiak daun) (Hopkins, 1995).
Auksin berperan dalam penghambatan tunas lateral dan menunjang dominansi
apikal, sehingga tanaman menjadi tumbuh dengan cepat ke atas. Salah satu anggota dari
auksin yang paling dikenal adalah IAA. IAA berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas
lateral. Auksin bukan hanya terbentuk pada pucuk yang sedang tumbuh tetapi juga pada
daerah lain termasuk beberapa yang terlibat pada tahap reproduksi, misalnya serbuk
sari, buah, dan biji. Salah satu gejala yang terkenal yang diperantarai, setidak-tidaknya
sebagian oleh auksin ialah dormansi ujung. Akar lateral seperti halnya kuncup lateral
juga dipengaruhi oleh auksin dan pemakaian zat-zat ini dari luar sangat mendorong
pembentukan akar lateral. Penggunaan praktis yang sangat penting gejala ini adalah
dalam menggalakkan pembentukan akar pada perbanyakan tanaman dengan setek.
Salah satu hasil utama penyerbukan bunga adalah peningkatan kandungan auksin dalam
bakal buah. Pemberian auksin sintetik telah lama dikenal untuk mendorong proses
yang sama tanpa penyerbukan dan menghasilkan buah tanpa biji (Loveless, 1991).
Pengaruh auksin terhadap berbagai aspek perkembangan tumbuhan (Heddy, 1989),
yaitu:
a. Pemanjangan sel
IAA atau auksin lain merangsang pemanjangan sel, dan juga akan berakibat pada
pemanjangan koleoptil dan batang. Distribusi IAA yang tidak merata dalam batang dan
akar menimbulkan pembesaran sel yang tidak sama disertai dengan pembengkokan
organ. Sel-sel meristem dalam kultur kalus dan kultur organ juga tumbuh berkat
pengaruh IAA. Auksin pada umumnya menghambat pemanjangan sel-sel jaringan
akar.
b. Tunas ketiak
IAA yang dibentuk pada meristem apikal dan ditranspor ke bawah menghambat
perkembangan tunas ketiak (lateral). Jika meristem apikal dipotong, tunas lateral akan
berkembang.
c. Absisi daun
Daun akan terpisah dari batang jika sel-sel pada daerah absisi mengalami perubahan
kimia dan fisik. Proses absisi dikontrol oleh konsentrasi IAA dalam sel-sel sekitar atau
pada daerah absisi.
d. Aktivitas cambium
Auksin merangsang pembelahan sel dalam daerah kambium.
e. Tumbuh akar
Dalam akar, pengaruh IAA biasanya mengahambat pemanjangan sel, kecuali pada
konsentrasi yang sangat rendah.
Di dalam jaringan yang tumbuh aktif terdapat dua macam auksin, yaitu auksin
bebas yang dapat berdifusi, dan auksin terikat yang tak dapat berdifusi. Dengan pelarut
seperti eter dapat dipisahkan kedua macam auksin tersebut. Auksin yang terikat
merupakan pusat dari kegiatan hormon di dalam sel, sedangkan auksin bebas adalah
kelebihan di dalam keseimbangannya. Maka auksin yang terikat adalah zat yang aktif
di dalam proses pertumbuhan (Kusumo, 1984).
Hasil penelitian terhadap metabolisme auksin menunjukkan bahwa konsentrasi
auksin di dalam tanaman berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Adapun faktor-
faktor yang mempengaruhi konsentrasi IAA (Abidin, 1983) adalah :
a. Sintesis auksin.
b. Pemecahan auksin.
c. Inaktifnya IAA sebagai akibat proses pemecahan molekul.
Peranan etilen dalam memacu gugurnya daun lebih banyak diketahui daripada
peranannya dalam hal perubahan warna daun yang rontok dan pengeringan daun.
Pada saat daun rontok, bagian pangkal tangkai daunnya terlepas dari batang. Daerah
yang terpisah ini disebut lapisan absisi yang merupakan areal sempit yang tersusun
dari sel-sel parenkima berukuran kecil dengan dinding sel yang tipis dan lemah.
Setelah daun rontok, daerah absis imembentuk parut/luka pada batang. Sel-sel yang
mati menutupi parut untuk membantu melindungi tumbuhan terhadap patogen.
Gugurnya daun dipacu juga oleh faktor lingkungan, termasuk panjang hari
yang pendek pada musim gugur dan suhu yang rendah. Rangsangan dari
faktor lingkungan ini menyebabkan perubahan keseimbangan antara etilen dan auksin.
Auksin mencegah absisi dan tetap mempertahankan proses metabolisme daun, tetapi
dengan bertambahnya umur daun jumlah etilen yang dihasilkan juga akan meningkat.
Sementara itu, sel-sel yang mulai menghasilkan etilen akan mendorong
pembentukan lapisan absisi. Selanjutnya etilen merangsang lapisan absisi yang
terpisah dengan memacu sintesis enzim yang merusak dinding-dinding sel pada
lapisan absisi.
Proses pencernaan dinding, yang disertai dengan tekanan akibat
pertumbuhan yang tidak imbang antara sel proksimal yang membesar dan sel distal
yang menua di zona absisi, mengakibatkan pematahan. Selama konsentrasi auksin
yang lebih tinggi dipertahankan di helai daun, pengguguran dapat ditunda namun
penuaan menyebabkan penurunan tingkat auksin pada organ tersebut dan konsentrasi
etilen mulai meningkat. Etilen, zat pemacu pengguguran yang terkuat dan tersebar
luas diberbagai organ tumbuhan dan pada banyak spesies tumbuhan menyebabkan
pembesaran sel dan menginduksi sintesis serta sekresi hidrolase pengurai dinding sel.
Ini akibat efeknya pada transkripsi, sebab jumlah molekul mRNA yang menjadikan
hidrolase (paling tidak selulase) meningkatkan sekali setelah diberi perlakuan etilen.
E. Variabel Penelitian
Variabel Kontrol : Jenis tanaman (Coleus sp.), polybag dan media tanam berupa
tanah dan pasir, kondisi tanaman (tinggi dan perkiraan umur),
letak lamina, konsentrasi AIA (1 ppm).
Variabel manipulasi : Pemberian lanolin dan pemberian lanolin + AIA
Variabel respon : Kecepatan absisi daun
H. Rancangan Percobaan
Berikut ini merupakan bagan percobaan pada praktikum absisis daun:
Pot 1 Pot 2
Dipotong 1 pasang lamina Dipotong 1 pasang lamina
yang terletak paling bawah yang terletak paling atas
Hasil Hasil
I. Langkah Kerja
1. Mengambil dua buah pot tanaman Coleus sp kemudian lakukan kegiatan
sebagai berikut:
- Pot 1: potong satu pasang lamina yang terletak paling bawah.
- Pot 2: potong satu pasang lamina yang terletak tepat di atas lamina yang
paling bawah.
2. Mengolesi bekas potongan tersebut, yang satu dengan lanolin, sedang yang lain
dengan 1 ppm AIA dalam lanolin.
3. Memberi tanda agar tidak tertukar.
4. Menyaring tiap hari dan mencatat waktu gugurnya tangkai-tangkai daun
tersebut.
5. Mengukur kadar klorofil filtrat tersebut dengan menggunakan
spectrophotometer pada panjang gelombang 649 nm dan 665 nm. Sebelum
mengukur perlu mengkalibrasi terlebih dahulu. Larutan yang digunakan sebagai
pelarut untuk kalibrasi adalah alcohol 95%. Mencatat nilai absorbansi (Optical
Density) larutan tersebut.
6. Membedakan waktu gugurnya daun pada percobaan.
7. Menjelaskan pendapat disertai dengan teori yang mendukung.
J. Rancangan Tabel Pengamatan
Tabel 1. Waktu absisi daun dengan lanolin dan AIA dalam lanolin tanaman Coleus sp.
Keterangan : √ = gugur
- = tidak gugur
4 3
Pot 1
2 Pot 2
0
Lanolin AIA+Lanolin
Gambar 1. Diagram hubungan pemberian AIA dan lanolin terhadap proses absisi daun
Coleus sp.
M. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
pemberian hormon auksin (AIA) berpengaruh terhadap absisi daun. Nodus yang
ditambahkan auksin mengalami absisi daun lebih lambat sedangkan nodus yang tidak
ditambahkan auksin lebih cepat mengalami absisi.
N. Daftar Pustaka
Abidin, Zainal. 1983. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh.
Bandung: Angkasa.
Heddy, Suwasono. 1989. Hormon Tumbuhan. Jakarta: CV Rajawali.
Hopkins. 1995. Introduction to Plant Physiology. New York, Toronto, Singapore: John
Wiley and Sons, Inc.pp. 285-321.
Kusumo.1984. Zat Pengatur Tumbuhan. Jakarta: PT Soeroengan.
Loveless. 1991. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik. Jakarta :
Erlangga.
Sinha. 2004. Modern Plant Physiology. CRC Press. Boca Raton.
Lampiran
Gambar Keterangan
Sebelum mengalami absisi
Setelah absisi