Izinkan Kami Tersenyum
Izinkan Kami Tersenyum
subuh kali ini aku bangun lebih awal dari biasanya, sebelum pak Ahmad mengumandangan adzan di
surau aku sudah bangun lebih dulu. Aku dan adikku Irma membantu ibu di dapur memasak singkong
rebus untuk sarapan pagi ini, tapi karena semalam hujannya lumayan lebat jadi puntung kayu kami
basah semua, sulit sekali menghidupkan api. Butuh waktu yang lumayan lama untuk kami dapat
menghidupkan api dan lalu merebus singkong itu. Tidak berselang lama suara pak Ahmad mulai
samar-samar terdengar mengumandangkan adzan di surau. Ibu langsung membangunkan bapak yang
masih tertidur di tikar lusuhnya, sedangkan aku dan Irma langsung menuju sumur belakang rumah
untuk mengambil air wudhu duluan. Bapak, ibu, irma dan aku langsung berjalan menuju surau yang
letaknya tidak terlalu jauh dari rumah kami, untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah.
Selesai sholat subuh aku membantu bapak mempersiapkan alat-alat untuk menangkap ikan di sungai
dan Irma membantu ibu mencuci pakaian di sumur. Begitulah kegiatan kami setiap harinya,
maklumlah aku dan adikku Irma tidak sekolah, keluarga kami tidak mampu membiayai sekolah kami.
Dulu kami hanya sekolah sebatas SMP, aku dan adik ku Irma usianya tidak berselang jauh hanya
hitungan menit dan itu artinya kami adalah kakak beradik kembar. Aku ingat sekali saat kami SD, adik
ku yang belum bisa membaca dan menulis selalu aku ajarkan setiap malamnya dengan penerangan
yang sederhana dan dengan buku yang apa adanya yang pinggirnya sudah dimakan rayap. Irma
sebenarnya adalah adik yang pintar, tidak butuh waktu yang lama dan dia sudah bisa membaca walau
masih terbatah-batah dan sudah bisa menghitung sampai 100 saat itu, melihat kemajuan Irma bapak
dan ibu sangat bangga sekali terhadap kecerdasan yang Irma miliki.
Suatu malam bapak dan ibu sudah terlelap larut dalam mimpi mereka masing-masing, sedangkan aku
dan Irma masih terjaga ditemani suara Jangkrik yang sedari tadi tidak berhenti melantunkan suaranya
yang cukup membuat telinga berdenging. Kami merebahkan tubuh yang lelah pada sebuah tiakar
yang mungkin sudah 2 tahun ini tidak pernah diganti, dan begitulah keadaannya, menyedihkan. Kami
sama-sama memandangi langit-langit gubuk kami yang sudah bocor dan dipenuhi oleh kotoran-
kotoran disana.
“kak, Irma ingin sekolah lagi seperti Adit, Bagas dan Arum. Mereka pakai tas yang bagus, sepatu
baru, baju yang bersih dan rapi. Irma ingin seperti mereka kak, Irma ingin sukses, Irma ingin jadi
dokter agar nanti jika kakak, bapak dan ibu sakit kita tidak perlu ke rumah sakit, biar Irma yang
rawat kalian. Dan juga Irma ingin sekali ajak Bapak, ibu dan kakak untuk pergi ke Yogyakarta tempat
kelahiran bapak, kampung halaman bapak disana. Irma tau bapak sudah sangat rindu kampung
halamannya.” Irma menyeka air matanya yang sedari tadi sudah hampir jatuh.
Kak Fatih menghela nafas sambil mengalihkan pandangannya ke wajah Irma, terasa sesak sekali
mendengar ucapan yang baru saja dikatakan adiknya itu. Kak Fatih bangga pada Irma, ternyata
adiknya itu sudah punya fikiran yang dewasa, fikiran yang matang dan punya angan-angan yang
“Irma, maafkan kakak, maafkan bapak dan ibu. Kami tidak bisa menyekolahkanmu seperti Adit,
Bagas dan Arum. Tapi ketahuilah dik, kakak bangga sekali terhadapmu kakak bangga punya adik
sepertimu yang punya cita-cita yang tinggi. Irma, ketahuilah walaupun kau tidak sekolah kau bisa
sukses, sukses melebihi Arum, Bagas dan Adit. Berdoa saja semoga eluarga ita selalu mendapat
curahan rahmat dari Allah swt. Mereka pun terlelap bersama, berselimutkan dinginnya malam saat itu.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali bapak sudah siap-siap untuk pergi ke sungai hendak mencari ikan
seperti hari-hari biasanya. Tetapi, tiba-tiba suara pintu rumah digedor oleh seseorang dan ternyata itu
“begini pak Harun, saya mau bertemu dengan nak Fatih, apa nak Fatihnya ada pak?”
Aku yang sedari tadi mendengar percakapan antara bapak dan pak RT langsung bergegas ke luar
rumah.
“eh, begini nak Fatih. Nanti malam kan akan ada acara di Balai Desa untuk memperingati Maulid Nabi
ba’da isya’. Bapak mau minta bantuanmu untuk ikut bantu-bantu bersama pemuda desa yang lain.”
“sekarang saja nak, karena kursi-kursi nya sudah mau disusun dan kita kan mempersiapkan segala
“tidak, tidak apa-apa nak, bapak pergi sendiri saja ke sungai. Sekarang kau siap-siap dan ikutlah
bersama pak RT ke Balai Desa.” Ucap pak Harun.
Setelah selesai beres-beres, Fatih minta izin kepada ibu dan bapaknya. Fatih pun berangkat bersama
pak RT mengendarai sepeda motor tuanya. Sesampainya di Balai Desa ternyata sudah banyak
pemuda dan pemudi yang hadir, mereka sibuk mengerjakan banyak hal. Ada yang menysusun kursi,
membuat dekorasi, dan pekerjaan lainnya. Sedangkan yang putri sibuk menyiapkan makanan dan
minuman, ada yang menggoreng singkong dan pisang, ada yang membuat minuman teh panas.
Semua bekerja pada tugasnya masing-masing. Seharian bersama pemuda dan pemudi desa sangat
tidak terasa, bercengkrama bersama dan menjalin rasa kekeluargaan yang baik.
Hari pun mulai gelap, samar-samar suara adzan dari surau desa sebelah mulai terdengar, dan Fatih
memutuskan untuk segera pulang.
Sesampainya di rumah, Fatih melihat bapak yang baru saja pulang dari sungai. Disambut oleh ibu dan
Irma yang menunggu di depan serambi rumah mereka. Bapak mengeluarkan hasil tangkapan ikannya
hari ini.
“bu, ini ambil saja beberapa untuk lauk kita malam ini dan sisanya akan bapak jual pada pada Indra.”
Malam ini mereka bersuka cita sekaligus bersyukur karena hasil tangkapan bapak lumayan banyak
hari ini, dan mereka bisa makan ikan yang besar malam ini.
Semua senang sambil makan malam bersama. Sesudah makan kak Fatih bicara pada Irma.
“Irma, ini ada beberapa seragam sekolah untukmu. Tadi saat kakak di Balai Desa pak RT sengaja
memberiakan ini untuk mu, katanya agar kau bisa sekolah lagi dan masalah registrasi semua sudah
diurus oleh pak RT. Besok kau sudah bisa sekolah lagi, selamat ya dik.”
Mata Irma berkaca-kaca saat itu, ia langsung memeluk ibu dan bapaknya. Tidak percaya bahwa dia
akan kembali sekolah lagi. Agaknya malam ini Irma gelisah sekali, dia tidak bisa tidur dan selalu saja
mengepaskan seregam itu di tubuhnya yang mungil itu. bapak, ibu dan kak Latif tersenyum melihat
tingkah Irma malam itu.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Irma sudah bangun dan dia sudah mandi serta mengenakan
seragam sekolahnya, walaupun seragam itu seragam bekas tapi kami sangat bahagia sekali melihat
Irma bisa sekolah lagi. Irma pamitan kepada bapak, ibu dan kak Latif. Sesampainya di sekolah, ia
disambut baik oleh murid-murid di sana. Saat di kelas Irma sangat aktif sekali bertanya dan
menjawab, hari-hari pun dilalui dengan penuh suka cita. Irma tumbuh menjadi anak yang pintar,
cerdas, rajin dan sholeha. Semua kagum terhadap kecerdasan yang ia miliki, saat pembagian raport
alhasil Irma mendapat rangking 1 begitu seterusnya sampai dia kelas 3 SMA.
Sekarang Irma sudah duduk di bangku kelas 3, dan hanya menghitung bulan ia akan mengikuti ujian
nasional. Karena beberapa kendala Irma hampir saja tidak bisa mengkuti ujian terakait pembayaran
SPP yang belum lunas, tapi pak RT membantunya dan Irma bisa mengikuti ujian nasional. Saat itu
sekolah mencanangkan beasiswa bagi murid berprestasi dan akan dijanjikan untuk kuliah di
universitas terkemuka di kotanya dengan jurusan yang ia sukai, serta akan dibiayai sampai wisuda.
Hanya saja, beasiswa ini hanya berlaku untuk 3 orang saja.
Tidak terasa hari ujian nasional pun tiba, hari pertama dilalui dengan lancar begitu juga dengan hari
kedua. Hanya saja, pada saat hari ketiga Irma mengalami kecelakaan dan ia harus dirawat di rumah
sakit, dan mengakibatan Irma tidak mungkin untuk mengikuti ujian pada hari ketiga itu. Irma
menangis tidak terima atas apa yang terjadi padanya, dan ibu selalu menenangkan Irma saat itu.
Dengan segala cara dan upaya dilakukan oleh pak RT agar Irma bisa mengikuti ujian susulan, dan
alhamdulillah pihak sekolah mau memberikan kesempatakn kepada Irma untuk mengikuti Ujian
susulan.
Sebulan kemudian keluarga Irma mendapat undangan dari pihak sekolah untuk mengahadiri acara
pengumuman kelulusan Irma dan teman-temannya. Semua hadir saat itu termasuk pak RT dan bu
RT, mereka harap-harap cemas atas hasil yang akan didapatkan oleh Irma, beberapa kali Irma ke luar
masuk kamar mandi karena grogi. Irma Putri Ningratih, saat nama itu dipanggil Irma langsung
bergegas meuju panggung dan mengambil amplop yang diberikan oleh pak Andi selaku kepala
sekolah, tak lupa pula Irma mencium tangan kepala sekolahnya itu. Setelah itu Irma langsung berlari
menuju keluarganya dan membuaka amplop itu bersama-sama, dan ternyata Irma LULUS dengan
nilai yang sangat memuaskan, dan lebih mengejutkannya lagi Irma mendapatkan beasiswa yang
selama ini ia impi-impikan itu. Irma langsung sujud syukur di kaki kedua orangtuanya.
Saat mengurus segala sesuatunya bersama pak RT di salah satu universitas terkemuka di kotanya pak
RT menanyakan perihal jurusan apa yang akan diambil oleh Irma, dan terbnyata Irma mengambil
jurusan kedokteran.
“Irma mau ambil jurusan kedokteran pak, soalnya nanti saat pak RT sakit Irma bisa ngobatin pak RT,
Hari-hari di kota Irma lalui dengan penuh suka cita, sudah hampir 2 tahun lamanya Irma tidak pulang,
pulang hanya saat lebaran saja. Dan itu yang membuat Irma rindu sekali terhadap keluarganya di
desa. Untuk mengobati rasa rindunya itu, sesekali Irma mengirim surat kepada pak RT untuk
mengetahui kabar keluarganya di desa. Dan pak RT juga terkadang mengirimkan foto-foto
keluarganya, dan ada beberapa ali ibunya Irma mengirimkan rengginang kesukaan Irma. Itulah yang
dapat membuat rindunya sedikit terobati, Irma selalu berdoa agar keluarganya selalu dalam lindungan
Allah dan diberikan kesehatan. Ribuan rintangan Irma lalui dengan suka cita, hidup sendirian di kota
dan pada saat ia sakit, ia harus tetap kuliah untuk menunaikan kewajibannya itu, lika-liku kehidupan
selalu dijalani Irma dengan lapang dada. Alhasil sudah puluhan piagam dan piala bertender di atas
lemari di kontrakannya.
Dan memang benar Irma menyelesaikan kuliahnya tidak sampai 4 tahun melainkan hanya 3 tahun 10
bulan, dan dia akan segera diwisuda dengan gelar dokter yang akan disandangnya.
Hari yang dinanti-nantian itu pun tiba, minggu depan Irma akan segera diwisuda. Cepat-cepat ia
memberi kabar kepada pak RT untuk disampaikan kepada bapak, ibu dan kak Fatih bahwa Irma akan
segera diwisuda. Tangis haru ibu Irma saat menerima surat dari pak RT semua sujud syukur didepan
gubuk reot mereka. 3 hari sebelum acara wisuda dimulai keluarga Irma Bapa, ibu, kak Latif, pak RT
dan bu RT sudah berada di kota. Mereka menghabiskan waktu dengan cara jalan-jalan, maklum saja
mereka tidak pernah jalan-jalan seperti ini. Mereka pergi ke mall dan ada satu kejadian yang tidak
pernah di lupakan oleh Irma saat itu yaitu pada saat mereka di mall dan bu Karsih ibunya Irma
nyeletuk begini,
“Irma, Irma. Itu kok tangganya bisa jalan dan gerak sendiri toh?”
Sontak semua tertawa mendengar ucapan bu Karsih, Irma langsung memeluk ibunya itu sembari
menjelaskan.
“bu, itu namanya eskalator, tangga yang bisa gerak dan jalan sendiri agar kita yang mau naik ke
lantai atas tidak perlu susah payah naik anak tangga satu-satu, dan biar ibu nggak capek juga.”
Semua tertawa bahagia saat itu melihat kepolosan bu Karsih.
Hari senin pun tiba dimana pada hari ini Irma akan segera diwisuda, semua sudah pada siap-siap
untuk berangkat ke gedung. Bu Karsih mengenakan kebaya berwarna merah hati sama seperti yang
di kenakan oleh bu Sari istri nya pak RT, baju itu khusus dibelikan oleh bu Sari saat mereka jalan-
jalan di mall. Kak Fatih, bapak dan pak RT mengenakan jas berwarna hitam, lengkap dengan dasinya
persis sekali seperti pejabat-pejabat yang akan berangakat ke kantor, mereka tersipu malu saat
melihat wajah masing-masing, cantik dan ganteng. Dan Irma, dengan dibalut baju toga dan jilbab
berwarna Biru muda sangat terlihat cantik dan anggun ditambah dengan songket berwarna silver khas
Palembang yang dikenakannya saat itu, songket itu adalah hadiah dari dosennya karena dia
mendapatkan nilai praktek di rumah sakit tertinggi waktu itu, saat dosennya jalan-jalan ke Palembang
Mengejutkan sekali, Irma lulus dengan predikat cumlaude dan dengan gelar dokter sudah mengikuti
namanya, Dr. Irma Putri Ningratih. Tangis haru pecah saat itu, semua berdiri menyaksikan Irma
berada di atas panggung, dengan mata berkaca-kaca dia menerima tropi, piala dan cincin emas yang
diletakan pada kotak berwarna kuning emas. Irma lalu turun dan langsung berhambur memeluk ibu
dan bapaknya, Irma langsung memakaikan cincin itu pada jari manis ibunya, dia cium ibunya. Semua
Saat di luar mereka langsung berfoto-foto mengabadikan momen yang sangat berharga itu, senyum
“Ya Allah, terima kasih pak terima kasih sekali atas bantuan pak RT selama ini kepada keluarga kami,
kami sekeluarga tidak bisa memberikan apapun untu membalas kebaikan bapak dan ibu.” Ucap pak
Harun.
“sama-sama pak Harun, saya dan ibu sangat bangga sekali terhadap Irma terhadap kecerdasan yang
dia miliki, kami sudah menganggap Irma sebagai anak kandung kami sendiri berhubung kami tidak
punya anak jadi kami akan menyayangi Irma selayaknya anak kami sendiri, selamat ya pak, bapak
sangat beruntung sekali mempunyai anak seperti Irma, lulus dengan predikat terbaik kami bangga
sekali pak.”
Laki-laki itu lalu menyalami satu-satu keluarga Irma. “selamat ya pak bu, Irma sudah lulus dan
“Oh iya, alhamdulillah terima kasih, maaf anak ini siapa?” Tanya pak Harun.
“eh, ini pak bu, kak Fatih, pak RT dan bu RT. Ini adalah Adam dosen Irma pada saat kuliah, beliau
juga seorang dokter pada rumah sakit di dekat sini. Dan kalau ibu dan bapak serta yang lain merestui
beliau juga akan menjadi calon menantu bapak dan ibu” ucap Irma malu-malu.
“waah, ternyata Irma sudah punya pacar toh, ganteng lagi aduh bahagia sekali kami hari ini.” Ucap
kak Fatih
“iya nak, apa yang menurut kamu baik kami mengaminkan saja ibu dan bapak merestui hubungan
kalian.”
“Alhamdulillah, bulan depan saya akan menikahi Irma, pak bu. Mohon doanya.”
Acara pernikahan pun telah dilaksanakan sekarang Irma yang dulu suka makan singkong sudah
menjadi seorang dokter dan menjadi nyoya seorang Adam Pratama. Irma sangat bersyukur atas apa
yang telah di raihnya, semua cita-citanya sudah terwujud hanya saja satu yaitu dia ingin sekali
mengajak bapaknya untuk pergi ke Yogyakarta, seperti impian yang selama ini diharapkan oleh
bapaknya. Mereka pun berangkat ke Yogya, tak henti-hentinya pak Harun bersyukur, mereka
mengunjungi keluarga yang sudah lama tidak mereka kunjungi, melihat padi-padi, melihat sungai
yang dulu sebagai tempat pak Harun mandi dan bermain bersama teman-temannya disana. Lalu Irma
mengajak keluarganya untuk pergi ke Candi Borobudur, disana mereka berfoto bapak, ibu, kak Fatih,
pak RT, bu RT, Adam, dan Irma mereka tersenyum bahagia menghadap kamera.
“sayang, sekarang kakek dan nenek sudah meninggal, Suci doakan saja ya semoga kakek dan nenek
Adam hanya tersenyum memandangi foto kenangan mereka 7 tahun yang lalu, terpajang indah pada
tembok di ruang tengah rumah mereka.
Selesai