Anda di halaman 1dari 5

Izinkan Kami Tersenyum

Judul Cerpen Izinkan Kami Tersenyum

Cerpen Karangan: Esti Ade Saputri

Kategori: Cerpen Kehidupan, Cerpen Keluarga, Cerpen Pendidikan


Lolos moderasi pada: 24 June 2016

subuh kali ini aku bangun lebih awal dari biasanya, sebelum pak Ahmad mengumandangan adzan di

surau aku sudah bangun lebih dulu. Aku dan adikku Irma membantu ibu di dapur memasak singkong

rebus untuk sarapan pagi ini, tapi karena semalam hujannya lumayan lebat jadi puntung kayu kami

basah semua, sulit sekali menghidupkan api. Butuh waktu yang lumayan lama untuk kami dapat

menghidupkan api dan lalu merebus singkong itu. Tidak berselang lama suara pak Ahmad mulai

samar-samar terdengar mengumandangkan adzan di surau. Ibu langsung membangunkan bapak yang

masih tertidur di tikar lusuhnya, sedangkan aku dan Irma langsung menuju sumur belakang rumah

untuk mengambil air wudhu duluan. Bapak, ibu, irma dan aku langsung berjalan menuju surau yang
letaknya tidak terlalu jauh dari rumah kami, untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah.

Selesai sholat subuh aku membantu bapak mempersiapkan alat-alat untuk menangkap ikan di sungai

dan Irma membantu ibu mencuci pakaian di sumur. Begitulah kegiatan kami setiap harinya,

maklumlah aku dan adikku Irma tidak sekolah, keluarga kami tidak mampu membiayai sekolah kami.

Dulu kami hanya sekolah sebatas SMP, aku dan adik ku Irma usianya tidak berselang jauh hanya

hitungan menit dan itu artinya kami adalah kakak beradik kembar. Aku ingat sekali saat kami SD, adik

ku yang belum bisa membaca dan menulis selalu aku ajarkan setiap malamnya dengan penerangan

yang sederhana dan dengan buku yang apa adanya yang pinggirnya sudah dimakan rayap. Irma

sebenarnya adalah adik yang pintar, tidak butuh waktu yang lama dan dia sudah bisa membaca walau

masih terbatah-batah dan sudah bisa menghitung sampai 100 saat itu, melihat kemajuan Irma bapak
dan ibu sangat bangga sekali terhadap kecerdasan yang Irma miliki.

Suatu malam bapak dan ibu sudah terlelap larut dalam mimpi mereka masing-masing, sedangkan aku

dan Irma masih terjaga ditemani suara Jangkrik yang sedari tadi tidak berhenti melantunkan suaranya

yang cukup membuat telinga berdenging. Kami merebahkan tubuh yang lelah pada sebuah tiakar

yang mungkin sudah 2 tahun ini tidak pernah diganti, dan begitulah keadaannya, menyedihkan. Kami

sama-sama memandangi langit-langit gubuk kami yang sudah bocor dan dipenuhi oleh kotoran-
kotoran disana.

“kak, Irma ingin sekolah lagi seperti Adit, Bagas dan Arum. Mereka pakai tas yang bagus, sepatu

baru, baju yang bersih dan rapi. Irma ingin seperti mereka kak, Irma ingin sukses, Irma ingin jadi

dokter agar nanti jika kakak, bapak dan ibu sakit kita tidak perlu ke rumah sakit, biar Irma yang

rawat kalian. Dan juga Irma ingin sekali ajak Bapak, ibu dan kakak untuk pergi ke Yogyakarta tempat

kelahiran bapak, kampung halaman bapak disana. Irma tau bapak sudah sangat rindu kampung

halamannya.” Irma menyeka air matanya yang sedari tadi sudah hampir jatuh.

Kak Fatih menghela nafas sambil mengalihkan pandangannya ke wajah Irma, terasa sesak sekali

mendengar ucapan yang baru saja dikatakan adiknya itu. Kak Fatih bangga pada Irma, ternyata

adiknya itu sudah punya fikiran yang dewasa, fikiran yang matang dan punya angan-angan yang

tinggi untuk membahagiakan keluarga.

“Irma, maafkan kakak, maafkan bapak dan ibu. Kami tidak bisa menyekolahkanmu seperti Adit,

Bagas dan Arum. Tapi ketahuilah dik, kakak bangga sekali terhadapmu kakak bangga punya adik

sepertimu yang punya cita-cita yang tinggi. Irma, ketahuilah walaupun kau tidak sekolah kau bisa

sukses, sukses melebihi Arum, Bagas dan Adit. Berdoa saja semoga eluarga ita selalu mendapat
curahan rahmat dari Allah swt. Mereka pun terlelap bersama, berselimutkan dinginnya malam saat itu.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali bapak sudah siap-siap untuk pergi ke sungai hendak mencari ikan

seperti hari-hari biasanya. Tetapi, tiba-tiba suara pintu rumah digedor oleh seseorang dan ternyata itu

adalah pak RT.

“assalamualaikum, pak Harun.”

“waalaikum sallam, ada apa pak RT pagi-pagi begini?”

“begini pak Harun, saya mau bertemu dengan nak Fatih, apa nak Fatihnya ada pak?”

Aku yang sedari tadi mendengar percakapan antara bapak dan pak RT langsung bergegas ke luar

rumah.

“ada apa pak RT?”

“eh, begini nak Fatih. Nanti malam kan akan ada acara di Balai Desa untuk memperingati Maulid Nabi

ba’da isya’. Bapak mau minta bantuanmu untuk ikut bantu-bantu bersama pemuda desa yang lain.”

“oh begitu ya pak, iya insyaAllah nanti saya akan kesana.”

“sekarang saja nak, karena kursi-kursi nya sudah mau disusun dan kita kan mempersiapkan segala

sesuatunya, biar nanti malam kita tidak kelabakan.”

“tapi, saya mau bantu bapak ke sungai dulu.”

“tidak, tidak apa-apa nak, bapak pergi sendiri saja ke sungai. Sekarang kau siap-siap dan ikutlah
bersama pak RT ke Balai Desa.” Ucap pak Harun.

Setelah selesai beres-beres, Fatih minta izin kepada ibu dan bapaknya. Fatih pun berangkat bersama

pak RT mengendarai sepeda motor tuanya. Sesampainya di Balai Desa ternyata sudah banyak

pemuda dan pemudi yang hadir, mereka sibuk mengerjakan banyak hal. Ada yang menysusun kursi,

membuat dekorasi, dan pekerjaan lainnya. Sedangkan yang putri sibuk menyiapkan makanan dan

minuman, ada yang menggoreng singkong dan pisang, ada yang membuat minuman teh panas.

Semua bekerja pada tugasnya masing-masing. Seharian bersama pemuda dan pemudi desa sangat

tidak terasa, bercengkrama bersama dan menjalin rasa kekeluargaan yang baik.

Hari pun mulai gelap, samar-samar suara adzan dari surau desa sebelah mulai terdengar, dan Fatih
memutuskan untuk segera pulang.

Sesampainya di rumah, Fatih melihat bapak yang baru saja pulang dari sungai. Disambut oleh ibu dan

Irma yang menunggu di depan serambi rumah mereka. Bapak mengeluarkan hasil tangkapan ikannya

hari ini.

“bu, ini ambil saja beberapa untuk lauk kita malam ini dan sisanya akan bapak jual pada pada Indra.”

“iya, pak.” Ucap ibu.

Malam ini mereka bersuka cita sekaligus bersyukur karena hasil tangkapan bapak lumayan banyak

hari ini, dan mereka bisa makan ikan yang besar malam ini.

“alhamdulillah ya pak, hasilnya banyak hari ini.”

“iya bu, alhamdulillah.”

Semua senang sambil makan malam bersama. Sesudah makan kak Fatih bicara pada Irma.

“Irma, ini ada beberapa seragam sekolah untukmu. Tadi saat kakak di Balai Desa pak RT sengaja

memberiakan ini untuk mu, katanya agar kau bisa sekolah lagi dan masalah registrasi semua sudah

diurus oleh pak RT. Besok kau sudah bisa sekolah lagi, selamat ya dik.”

Mata Irma berkaca-kaca saat itu, ia langsung memeluk ibu dan bapaknya. Tidak percaya bahwa dia

akan kembali sekolah lagi. Agaknya malam ini Irma gelisah sekali, dia tidak bisa tidur dan selalu saja

mengepaskan seregam itu di tubuhnya yang mungil itu. bapak, ibu dan kak Latif tersenyum melihat
tingkah Irma malam itu.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Irma sudah bangun dan dia sudah mandi serta mengenakan

seragam sekolahnya, walaupun seragam itu seragam bekas tapi kami sangat bahagia sekali melihat

Irma bisa sekolah lagi. Irma pamitan kepada bapak, ibu dan kak Latif. Sesampainya di sekolah, ia

disambut baik oleh murid-murid di sana. Saat di kelas Irma sangat aktif sekali bertanya dan

menjawab, hari-hari pun dilalui dengan penuh suka cita. Irma tumbuh menjadi anak yang pintar,
cerdas, rajin dan sholeha. Semua kagum terhadap kecerdasan yang ia miliki, saat pembagian raport
alhasil Irma mendapat rangking 1 begitu seterusnya sampai dia kelas 3 SMA.

Sekarang Irma sudah duduk di bangku kelas 3, dan hanya menghitung bulan ia akan mengikuti ujian

nasional. Karena beberapa kendala Irma hampir saja tidak bisa mengkuti ujian terakait pembayaran

SPP yang belum lunas, tapi pak RT membantunya dan Irma bisa mengikuti ujian nasional. Saat itu

sekolah mencanangkan beasiswa bagi murid berprestasi dan akan dijanjikan untuk kuliah di

universitas terkemuka di kotanya dengan jurusan yang ia sukai, serta akan dibiayai sampai wisuda.
Hanya saja, beasiswa ini hanya berlaku untuk 3 orang saja.

Tidak terasa hari ujian nasional pun tiba, hari pertama dilalui dengan lancar begitu juga dengan hari

kedua. Hanya saja, pada saat hari ketiga Irma mengalami kecelakaan dan ia harus dirawat di rumah

sakit, dan mengakibatan Irma tidak mungkin untuk mengikuti ujian pada hari ketiga itu. Irma

menangis tidak terima atas apa yang terjadi padanya, dan ibu selalu menenangkan Irma saat itu.

Dengan segala cara dan upaya dilakukan oleh pak RT agar Irma bisa mengikuti ujian susulan, dan

alhamdulillah pihak sekolah mau memberikan kesempatakn kepada Irma untuk mengikuti Ujian
susulan.

Sebulan kemudian keluarga Irma mendapat undangan dari pihak sekolah untuk mengahadiri acara

pengumuman kelulusan Irma dan teman-temannya. Semua hadir saat itu termasuk pak RT dan bu

RT, mereka harap-harap cemas atas hasil yang akan didapatkan oleh Irma, beberapa kali Irma ke luar

masuk kamar mandi karena grogi. Irma Putri Ningratih, saat nama itu dipanggil Irma langsung

bergegas meuju panggung dan mengambil amplop yang diberikan oleh pak Andi selaku kepala

sekolah, tak lupa pula Irma mencium tangan kepala sekolahnya itu. Setelah itu Irma langsung berlari

menuju keluarganya dan membuaka amplop itu bersama-sama, dan ternyata Irma LULUS dengan

nilai yang sangat memuaskan, dan lebih mengejutkannya lagi Irma mendapatkan beasiswa yang
selama ini ia impi-impikan itu. Irma langsung sujud syukur di kaki kedua orangtuanya.

Saat mengurus segala sesuatunya bersama pak RT di salah satu universitas terkemuka di kotanya pak

RT menanyakan perihal jurusan apa yang akan diambil oleh Irma, dan terbnyata Irma mengambil

jurusan kedokteran.

“Irma mau ambil jurusan apa?”

“Irma mau ambil jurusan kedokteran pak, soalnya nanti saat pak RT sakit Irma bisa ngobatin pak RT,

gratis.” Canda Irma.

“jadi, kau mendoakan bapak sakit begitu?” Mata pak RT melotot.


“oh tidak-tidak pak.” Irma tertawa.

Hari-hari di kota Irma lalui dengan penuh suka cita, sudah hampir 2 tahun lamanya Irma tidak pulang,

pulang hanya saat lebaran saja. Dan itu yang membuat Irma rindu sekali terhadap keluarganya di

desa. Untuk mengobati rasa rindunya itu, sesekali Irma mengirim surat kepada pak RT untuk

mengetahui kabar keluarganya di desa. Dan pak RT juga terkadang mengirimkan foto-foto

keluarganya, dan ada beberapa ali ibunya Irma mengirimkan rengginang kesukaan Irma. Itulah yang

dapat membuat rindunya sedikit terobati, Irma selalu berdoa agar keluarganya selalu dalam lindungan

Allah dan diberikan kesehatan. Ribuan rintangan Irma lalui dengan suka cita, hidup sendirian di kota

dan pada saat ia sakit, ia harus tetap kuliah untuk menunaikan kewajibannya itu, lika-liku kehidupan

selalu dijalani Irma dengan lapang dada. Alhasil sudah puluhan piagam dan piala bertender di atas

lemari di kontrakannya.

Dan memang benar Irma menyelesaikan kuliahnya tidak sampai 4 tahun melainkan hanya 3 tahun 10
bulan, dan dia akan segera diwisuda dengan gelar dokter yang akan disandangnya.

Hari yang dinanti-nantian itu pun tiba, minggu depan Irma akan segera diwisuda. Cepat-cepat ia

memberi kabar kepada pak RT untuk disampaikan kepada bapak, ibu dan kak Fatih bahwa Irma akan
segera diwisuda. Tangis haru ibu Irma saat menerima surat dari pak RT semua sujud syukur didepan

gubuk reot mereka. 3 hari sebelum acara wisuda dimulai keluarga Irma Bapa, ibu, kak Latif, pak RT

dan bu RT sudah berada di kota. Mereka menghabiskan waktu dengan cara jalan-jalan, maklum saja

mereka tidak pernah jalan-jalan seperti ini. Mereka pergi ke mall dan ada satu kejadian yang tidak

pernah di lupakan oleh Irma saat itu yaitu pada saat mereka di mall dan bu Karsih ibunya Irma

nyeletuk begini,

“Irma, Irma. Itu kok tangganya bisa jalan dan gerak sendiri toh?”

Sontak semua tertawa mendengar ucapan bu Karsih, Irma langsung memeluk ibunya itu sembari

menjelaskan.

“bu, itu namanya eskalator, tangga yang bisa gerak dan jalan sendiri agar kita yang mau naik ke

lantai atas tidak perlu susah payah naik anak tangga satu-satu, dan biar ibu nggak capek juga.”
Semua tertawa bahagia saat itu melihat kepolosan bu Karsih.

Hari senin pun tiba dimana pada hari ini Irma akan segera diwisuda, semua sudah pada siap-siap

untuk berangkat ke gedung. Bu Karsih mengenakan kebaya berwarna merah hati sama seperti yang

di kenakan oleh bu Sari istri nya pak RT, baju itu khusus dibelikan oleh bu Sari saat mereka jalan-

jalan di mall. Kak Fatih, bapak dan pak RT mengenakan jas berwarna hitam, lengkap dengan dasinya

persis sekali seperti pejabat-pejabat yang akan berangakat ke kantor, mereka tersipu malu saat

melihat wajah masing-masing, cantik dan ganteng. Dan Irma, dengan dibalut baju toga dan jilbab

berwarna Biru muda sangat terlihat cantik dan anggun ditambah dengan songket berwarna silver khas

Palembang yang dikenakannya saat itu, songket itu adalah hadiah dari dosennya karena dia

mendapatkan nilai praktek di rumah sakit tertinggi waktu itu, saat dosennya jalan-jalan ke Palembang

sengaja untuk membelikan Irma songket khas Palembang.

Mengejutkan sekali, Irma lulus dengan predikat cumlaude dan dengan gelar dokter sudah mengikuti

namanya, Dr. Irma Putri Ningratih. Tangis haru pecah saat itu, semua berdiri menyaksikan Irma

berada di atas panggung, dengan mata berkaca-kaca dia menerima tropi, piala dan cincin emas yang

diletakan pada kotak berwarna kuning emas. Irma lalu turun dan langsung berhambur memeluk ibu

dan bapaknya, Irma langsung memakaikan cincin itu pada jari manis ibunya, dia cium ibunya. Semua

tersenyum haru menyaksikan itu.

Saat di luar mereka langsung berfoto-foto mengabadikan momen yang sangat berharga itu, senyum

yang Irma nantikan selama ini.

“Ya Allah, terima kasih pak terima kasih sekali atas bantuan pak RT selama ini kepada keluarga kami,

kami sekeluarga tidak bisa memberikan apapun untu membalas kebaikan bapak dan ibu.” Ucap pak

Harun.

“sama-sama pak Harun, saya dan ibu sangat bangga sekali terhadap Irma terhadap kecerdasan yang

dia miliki, kami sudah menganggap Irma sebagai anak kandung kami sendiri berhubung kami tidak

punya anak jadi kami akan menyayangi Irma selayaknya anak kami sendiri, selamat ya pak, bapak

sangat beruntung sekali mempunyai anak seperti Irma, lulus dengan predikat terbaik kami bangga

sekali pak.”

Mereka lalu berbincang-bincang, saat di tengah percakapan tiba-tiba,,

“assalamualaiikum” sapa seorang laki-laki.

“waalaikum sallam” jawab mereka hampir berbarengan.

Laki-laki itu lalu menyalami satu-satu keluarga Irma. “selamat ya pak bu, Irma sudah lulus dan

sekarang sudah menjadi dokter muda yang pintar, dokter Irma.”

“Oh iya, alhamdulillah terima kasih, maaf anak ini siapa?” Tanya pak Harun.

“eh, ini pak bu, kak Fatih, pak RT dan bu RT. Ini adalah Adam dosen Irma pada saat kuliah, beliau

juga seorang dokter pada rumah sakit di dekat sini. Dan kalau ibu dan bapak serta yang lain merestui

beliau juga akan menjadi calon menantu bapak dan ibu” ucap Irma malu-malu.

“waah, ternyata Irma sudah punya pacar toh, ganteng lagi aduh bahagia sekali kami hari ini.” Ucap

kak Fatih
“iya nak, apa yang menurut kamu baik kami mengaminkan saja ibu dan bapak merestui hubungan

kalian.”
“Alhamdulillah, bulan depan saya akan menikahi Irma, pak bu. Mohon doanya.”

Acara pernikahan pun telah dilaksanakan sekarang Irma yang dulu suka makan singkong sudah

menjadi seorang dokter dan menjadi nyoya seorang Adam Pratama. Irma sangat bersyukur atas apa

yang telah di raihnya, semua cita-citanya sudah terwujud hanya saja satu yaitu dia ingin sekali

mengajak bapaknya untuk pergi ke Yogyakarta, seperti impian yang selama ini diharapkan oleh

bapaknya. Mereka pun berangkat ke Yogya, tak henti-hentinya pak Harun bersyukur, mereka

mengunjungi keluarga yang sudah lama tidak mereka kunjungi, melihat padi-padi, melihat sungai

yang dulu sebagai tempat pak Harun mandi dan bermain bersama teman-temannya disana. Lalu Irma

mengajak keluarganya untuk pergi ke Candi Borobudur, disana mereka berfoto bapak, ibu, kak Fatih,

pak RT, bu RT, Adam, dan Irma mereka tersenyum bahagia menghadap kamera.

“Umi, itu siapa?

“itu kakek dan nenekmu nak.”

“Suci mau ketemu nenek dan kakek, mi.”

“sayang, sekarang kakek dan nenek sudah meninggal, Suci doakan saja ya semoga kakek dan nenek

bahagia bersama malaikat di surga.”

Adam hanya tersenyum memandangi foto kenangan mereka 7 tahun yang lalu, terpajang indah pada
tembok di ruang tengah rumah mereka.

Selesai

Cerpen Karangan: Esti Ade Saputri


Facebook: Esti Ade Saputri

Anda mungkin juga menyukai