Anda di halaman 1dari 20

Jurnal Penelitian Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016


Volume 16, Nomor 3, September 2016

Jurnal Penelitian Hukum De Jure adalah majalah hukum triwulan (Maret, Juni, September dan Desember)
diterbitkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Ham Kementerian Hukum dan HAM RI
bekerjasama dengan IKATAN PENELITI HUKUM INDONESIA (IPHI) Pengesahan Badan Hukum
Perkumpulan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Nomor: AHU-13.AHA.01.07
Tahun 2013, Tanggal 28 Januari 2013, bertujuan sebagai wadah dan media komunikasi, serta sarana untuk
mempublikasikan aneka permasalahan hukum yang aktual dan terkini bagi para peneliti hukum Indonesia
khususnya dan kalangan masyarakat pemerhati hukum pada umumnya.

Penanggung Jawab
Y. Ambeg Paramarta, S.H., M.Si
(Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia)

Pemimpin Umum
Marulak Pardede, S.H., M.H., APU
(Ketua Ikatan Peneliti Hukum Indonesia)

Wakil Pemimpin Umum


Yayah Mariani, S.H.,M.H.
(Kepala Pusat Pengembangan Data dan Informasi Peneliti Hukum dan Hak Asasi Manusia)
DR. Agus Anwar, S.H., M.H.
(Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum)

Pemimpin Redaksi
Akhyar Ari Gayo, S.H.,M.H., APU (Hukum Islam, BALITBANGKUMHAM)

Anggota Dewan Redaksi


DR. Ahmad Ubbe, S.H.,M.H., APU (Hukum Adat, BALITBANGKUMHAM)
MosganSitumorang, S.H., M.H. (Hukum Perdata, BALITBANGKUMHAM)
SyprianusAristieus, S.H., M.H. (Hukum Perusahaan,BALITBANGKUMHAM)
NeveyVaridaAriani, SH.,M.H. (Hukum Pidana, BALITBANGKUMHAM)
Eko Noer Kristiyanto, S.H. (Hukum Perdata, BALITBANGKUMHAM)
Muhaimin, S.H. (Hukum Islam, BALITBANGKUMHAM)

Redaksi Pelaksana
Yatun, S.Sos
Sekretaris
M. Virsyah Jayadilaga, S.Si., M.P
Asmadi

Tata Usaha
Dra. Evi Djuniarti, M.H.
Galuh Hadiningrum, S.H.
Suwartono
Jurnal Penelitian Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016


Volume 16, Nomor 3, September 2016

Teknologi Informasi dan Desain Layout


Risma Sari, S.Kom., M.Si (Teknologi Informasi)
Machyudhie, S.T. (Teknologi Infornasi)
Saefullah, S.ST., M.Si. (Teknplogi Informasi)
Agus Priyatna, S.Kom. (Desain Layout)
Teddy Suryotejo

Mitra Bestari
Prof. DR. Rianto Adi, M.A. (Hukum Perdata, Adat, UNIKA ATMAJAYA JAKARTA)
Prof. DR. Jeane Neltje Saly, S.H., M.H. (Hukum Humaniter, UNIV. 17 Agustus 1945 Jakarta)
Prof. DR. Hibnu Nogroho, S.H. (Hukum Tata Negara, FH. UNSOED)
DR. Farhana, S.H., M.H. (Hukum Pidana, F.H. Univ. Islam Jakarta)
DR. Ridwan Nurdin, M.A. (Hukum Syariah, Fakultas Syariah Univ. Arraniri Banda Aceh)
DR. Hadi Supratikta, M.M. (Otonomi Daerah dan Hukum Pemerintahan, Balitbang Kemendagri)

Alamat Redaksi
Gedung Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM
Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia
Jl. HR. Rasuna Said Kav.4-5, Kuningan, Jakarta Selatan
Telepon, (021)2525015, Faksimili (021) 2526438

Email
jurnaldejure@yahoo.com
ejournaldejure@gmail.com

Percetakan
PT Pohon Cahaya
Jalan Gedung Baru 18 Jakarta Barat 11440
Telpon (021) 5600111, Faksimili (021) 5670340

Redaksi menerima naskah karya asli yang aktual dalam bidang hukum berupa hasil penelitian dari berbagai
kalangan, seperti: peneliti hukum, praktisi dan teoritisi, serta berbagai kalangan lainnya. Tulisan-tulisan yang
dimuat merupakan pendapat pribadi penulisnya, bukan pendapat redaksi.
Redaksi berhak menolak, menyingkat naskah tulisan sepanjang tidak mengubah isinya. Naskah tulisan dapat
dikirim ke alamat redaksi, maksimum 30 halaman A4, diketik spasi rangkap dikirim melalui Email jurnaldejure@
yahoo.com atau melalui aplikasi Open Jounal System (OJS) pada URL/website: ejournal.balitbangham.go.id.
Jurnal Penelitian Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016


Volume 16, Nomor 3, September 2016

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI
ADVERTORIAL
KUMPULAN ABSTRAK

Aspek Perizinan dibidang Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara


pada Era Otonomi Daerah
(Permit Aspects Of In The Legal Field Of Mineral And Coal Mining
In The Era Of Regional Autonomy) ........................................................................................................................................ 309 - 321
Diana Yusyanti
Jurnal Penelitian Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016


Volume 16, Nomor 3, September 2016

ADVERTORIAL

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Jurnal Penelitian Hukum De Jure yang diterbitkan Ikatan Peneliti Hukum
Indonesia bekerjasama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum
bisa kembali menerbitkan Volume 16 Nomor 3 September 2016. Tentunya melalui kerja sama penerbitan
ini dapat meningkatkan baik dari jumlah eksemplar maupun secara kualitas dikarenakan semakin aktifnya
keterlibatan Mitra Bestari dari sesuai dengan kepakaranya.
Sebagaimna diketahui bahwa dalam Ilmu Hukum, teori fiksi hukum menyatakan bahwa diundangkannya
sebuah peraturan perundang-undangan oleh instansi yang berwenang mengandaikan semua orang mengetahui
peraturan tersebut. Dengan kata lain tidak ada alasan bagi pelanggar hukum untuk menyangkal dari tuduhan
pelanggaran dengan alasan tidak mengetahui hukum atau peraturannya. Secara khusus mengenai teori fiksi
hukum ini diungkap dalam terbitan ini.
Dalam terbitan ini redaksi secara khusus mengangkat tiga tulisan berhubungan dengan tindak pidana
yaitu Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pelaku Penggunaan Frekuensi Radio Tanpa Izin Berdasarkan Undang-
Undang Tentang Telekomunikasi, Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Ringan Menurut Undang-Undang
Dalam Perspektif Restoratif Justice dan Legalitas Penyidik Sebagai Saksi Dalam Pemeriksaan Persidangan
Tindak Pidana Narkotika.
Disamping itu juga redaksi meuat mengenai Aspek Perizinan dibidang Hukum Pertambangan Mineral dan
Batubara Pada Era Otonomi Daerah, Pemenuhan Hak Politik Warga Negara dalam Proses Pemilihan Kepala
Daerah Langsung serta Kesadaran Badan Hukum Yayasan Pendidikan di Indonesia (Persepsi dan Kesadaran
Hukum Masyarakat)
Akhirnya kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan HAM RI dan Ketua Ikatan Peneliti Hukum Indonesia dalam
penerbitan buku ini. Dan juga kami ucapkan terima kasih kepada Prof. DR. Rianto Adi, M.A., Prof. DR. Jeane
Neltje Saly, S.H., M.H., Prof. DR. Hibnu Nogroho, S.H., DR. Farhana, S.H.,M.H., DR. Ridwan Nurdin, MA.,
DR. Hadi Supraptikta, selaku Mitra Bestari yang telah bersedia membantu memeriksa dan mengoreksi tulisan
dari para penulis.

Jakarta, September 2016

Redaksi
Jurnal Penelitian Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

ASPEK PERIZINAN DIBIDANG HUKUM PERTAMBANGAN MINERAL DAN


BATUBARA PADA ERA OTONOMI DAERAH
(Permit Aspects Of In The Legal Field Of Mineral And Coal Mining
In The Era Of Regional Autonomy)
Diana Yusyanti
Badan Penelitian Pengembangan Hukum dan HAM
Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Jl. HR Rasuna Said- Kuningan Jakarta Selatan
e-mail: deon.zus@gmail.com, HP. 08121865226
Tulisan diterima: 13-1-2016, revisi: 05-09-2016, disetujui diterbitkan: 26-9-2016

ABSTRACT
Coal mining industry activities have positive and negative impacts, the first, it can satisfy society life necessities
and come to a huge advantage as foreign exchange, and then the latter, by issuing of area utilization operation
permits will cause deforestation and environmental pollution that damage the health of the surrounding
community. Many permits of coal mining activities have been issued by local leaders that bring about
controlling function to become not optimal so it will influence into the law enforcement get worse. In permit
aspects of mineral and coal mining in the era of regional autonomy by stipulated the Act Number 11, Year
1967, initially it was centralisation then by issued the Act Number 22 Year 1999 and refurbished with the Act
Number 32 Year 2004 turned into decentralisation so that the permit aspects in mining become overlapping
authority between ministry and regent such as decentralized authority through the Act Number 23 Year 2014
so ,it becomes conflict of interest to amendment the Act.
Keywords: aspect of coal industry permits, regional autonomy

ABSTRAK
Kegiatan industri pertambangan batubara selain mempunyai dampak positif karena dapat dapat memenuhi
kebutuhan hidup masyarakat dan mendatangkan hasil yang cukup besar sebagai sumber devisa, tetapi sisis
lain mempunyai dampak negatif yaitu dengan banyaknya perijinan yang dikeluarkan maka mengakibatkan
terjadinya kerusakan hutan dan pencemaran lingkungan sehingga mengganggu kesehatan masyarakat sekitarnya.
Dengan banyaknya izin yang dikeluarkan oleh kepala daerah untuk kegiatan usaha pertambangan batubara,
maka pengawasan menjadi kurang sehingga penegakan hukum menjadi lemah. Dalam aspek perizinan dibidang
pertambangan mineral dan batubara pada era otonomi daerah dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1967 yang awalnya bersifat sentralistik kemudian sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 dan diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menjadi bersifat desentralistik
sehingga aspek perizinan di bidang pertambangan menjadi tumpang tindih antara kewenangan menteri dan
kewenangan bupati seperti kewenangan yang bersifat desentralisasik melalui Undang-undang Nomor 22 Tahun
1999 tersebut, ditarik kembali menjadi sentralistik melalui Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 sehingga
terjadi tarik menarik kepentingan untuk mengamandemen undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang mineral dan
batubara tersebut.
Kata kunci: Aspek Perijinan Industri Batubara

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 16 No. 3, September 2016 : 309 - 321 309
Jurnal Penelitian Hukum

De Jure No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

PENDAHULUAN hidup rakyat Indonesia saat ini dan untuk generasi


yang akan datang, karenakekayaan sumber daya
Indonesia merupakan negara yang kaya alam bagi manusia adalah sangat penting untuk
dengan sumber daya alamnya, baik sumber daya menjaga kelangsungan hidup. Oleh karena itu
alam hayati maupun sumber daya alam non hayati. kegiatan pengelolaan sumber daya alam yang
Kekayaan alam Indonesia terdapat di permukaan satu seharusnya tidak boleh merusak sumber
bumi, di dalam perut bumi, di laut dan di udara. daya alam yang lainnya, seperti kegiatan usaha
Berdasarkan ketersediaanya, sumber daya alam pertambangan batubara tidak boleh merusak
terbagi dalam dua kelompok besar yaitu sumber hutan, karena apabila terjadi kerusakan hutan,
daya alam yang dapat diperbarui dan sumber maka akan menghancurkan keaneka ragaman
daya alam yang tidak dapat diperbarui. sumber sumber daya alam lainnya yang berada didalam
daya alam yang dapat diperbarui. Sumber daya hutan yaitu air, tanah, beraneka ragam tumbuh-
alam yang tidak dapat diperbarui adalah minyak tumbuhan serta hewan dari yang kecil sampai
bumi, gas alam, mineral dan batu bara.Negara yang besar.
Indonesia yang mempunyai letak geografis yang Berkaitan dengan hal tersebut, apabila
strategis yang terletak pada 3 tumbukan lempeng tambang batubara dieksploitasi secara besar-
kerak bumi, yakni  lempeng Benua Eurasia, besaran, akan menyebabkan deforestasi, hutan
lempeng Benua India-Australia dan lempeng gundul daratan bolong-bolong seperti kubangan
Samudra Pasifik yang melahirkan suatu struktur raksasa, secara ekologis sangat memprihatinkan
geologi yang memiliki kekayaan potensi sumber karena menimbulkan dampak yang mengancam
daya alam berupa bahan galian tambang,salah kelestarian fungsi lingkungan hidup dan
satunya adalah tambang batubara. Menurut Pasal menghambat terselenggaranya sustainable eco-
I Undang-Undang Nomor.4 Tahun 2009 tentang development. Untuk memberikan perlindungan
Pertambangan Mineral dan BatubaraTambang terhadap kelestarian fungsi lingkungan hidup,
batubara merupakan sumber daya alam yang maka kebijakan hukum pidana sebagai penunjang
tidak dapat diperbaharui, batubara adalah endapan ditaatinya norma-norma hukum administrasi
senyawa organik karbonan yang terbentuk secara merupakan salah satu kebijakan yang perlu
alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan. mendapat perhatian, karena pada tataran
Batubara sebagai bahan galian strategis yang implementasinya sangat tergantung pada hukum
merupakan sumber energi yang terkandung dalam administrasi. Diskresi luas yang dimiliki pejabat
wilayah hukum pertambangan Indonesia sebagai administratif serta pemahaman sempit terhadap
karunia Tuhan Yang Maha Esa, mempunyai fungsi hukum pidana sebagai ultimum remedium
peranan penting dalam memenuhi kebutuhan hajat dalam penanggulangan perusakan hutandan
hidup orang banyak. Karena itulah pengelolaan perusakan lingkungan hidup, seringkali menjadi
pertambangan mineral dan batubara harus dikuasai kendala dalam penegakan norma-norma hukum
oleh negara dalam rangka memberi nilai tambah lingkungan. Akibatnya, setelah bergulirnya era
secara nyata bagi perekonomian nasional dalam otonomi daerah, ketidaksinkronan berbagai
usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan peraturan perundang-undangan yang disebabkan
rakyat secara berkeadilan. Kegiatan usaha tumpang tindih kepentingan antar sektor mewarnai
pertambangan batubara mempunyai peranan berbagai kebijakan di bidang pertambangan dan
penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional dan pengelolaan lingkungan hidup antara kewenangan
pembangunan daerah secara berkelanjutan. Untuk pusat dan daerah.
itulah maka pengelolaan pertambangan batubara Setelah era otonomi daerah dalam menerap­
harus dilakukan secara arif dan bijaksana, sehingga kan kebijakan perimbangan kewenangan antara
terdapat keseimbangan dan berkelanjutan. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang
Selain mempunyai kekayaan sumber daya awalnya bersifat sentralistik kemudian berubah
alam batubara, Indonesia juga mempunyai menjadi desentralistik setelah diterbitkannya
kekayaansumber daya alam lainnya yaitu hutan. UU No. 22 Tahun 1999 tentang Peerintah Daerah
Kekayaan sumber daya alam yang melimpah (Pemda) dan di danti dengan UU No. 32 Tahun
merupakan suatu anugrah dari Tuhan yang Maha 2004 tentang Pemda telah memberikan porsi
Kuasa yang harus dijaga untuk kelangsungan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah

310 Aspek Perizinan Dibidang Hukum Pertambangan... (Diana Yusyanti)


Jurnal Penelitian Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

daerah dalam mengelola sumber daya alam lingkungan hidup yang merugikan masyarakat
yang ada di wilayahnya. Akan tetapi dampaknya setempat.Oleh karena itu penulis tertarik untuk
orientasi pemanfaatan hutan yang dimiliki oleh membahas mengenai pertambangan batubara,
Pemerintah Daerah tidak mengutamakan unsur karena kegiatan industri pertambangan batubara
konservasi dan kelestarian ekosistem. (Nugraha, ini paling banyak timbul permasalahannya mulai
2007: 217-226) dari tahap awal kegiatan sampai dengan akhir
Begitu pula yang terjadi dalam pengelolaan dari kegiatannya. Dari uraian di atas, menjadi
pertambangan di Indonesia.Setelah berjalannya persoalan adalah bagaimana aspek perizinan
otonomi daerah yang dimulai dengan terbitnya dalam industri pertambangan batubara dalam
UU nomor 22 Tahun 1999 yang ditafsirkan bahwa otonomi daerah dan bagaimana penegakan hukum
sudah menjadi kewenangan penuh dari Pemerintah terhadap pelaku tindak pidana kegiatan usaha
Daerah, terutama pada pemerintah Kabupaten dan pertambangan batubara yang merusak hutan dan
Kota. Sehingga kondisi ini menimbulkan berbagai lingkungan?
permasalahan di lapangan, adanya tumpang
tindihnya antar Izin Usaha Pertambangan, antara METODE PENELITIAN
izin usaha pertambangan dengan izin-izin sektor
lain. Apalagi dengan diterbitkannya Peraturan Metode penelitian yang digunakan da-
Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 tentang lam penulisan ini adalah menggunakan metode
“Perubahan Kedua Peraturan Pelaksanaan dari peneliti­an hukum normatif. Soetandyo Wignjo-
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang soebroto, menyebutkan dengan isti­lah metode
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan penelitian hukum doctrinal. (Wignjosoebroto,
menjadi UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang mineral 2002:147)
dan batubara, yang menyerahkan kewenangan Sedangkan menurut Soerjono dan H.
pengelolaan pertambangan kepada Menteri, Abdurahman (2003: 56) yaitu penelitian yang
Gubernur, Bupati atau Walikota sesuai dengan dilakukan dengan cara mengkaji Peraturan
kewenangannya, membawa semakin kusutnya Perundang-Undangan yang berlaku atau
pengelolaan pertambangan di Indonesia. diterapkan terhadap suatu permasalahan hukum
Apabila kegiatan usaha pertambangan tertentu. Penelitian normatif seringkali disebut
batubara mengabaikan kelestarian hutan dan dengan penelitian doktrinal, yaitu penelitian yang
lingkungan, maka tidak sesuai dengan pasal 33 objek kajiannya adalah dokumen Perundang-
(ayat 4) Undang-Undang Dasar 1945, bahwa: Undangan dan bahan pustaka.
“Perekonomian nasional diselenggarakan Teknik pengumpulan datadilakukan melalui
berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip studi kepustakaan (data sekunder). Sumber Data/
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, Bahan Hukum. Data sekunder berarti data yang
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dikumpulkan ini berasal dari tangan kedua atau
dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan sumber-sumber lain yang telah tersedia sebelum
kesatuan ekonomi nasional.” penelitian dilakukan. (Ulber, 2006: 56)
Akan tetapi pada prakteknya apa yang Data sekunder diperolehbahan primer:
diidealkan dalam Pasal 33 ayat (4) Undang- seperti Peraturan perundang-undangan yang
Undang Dasar 1945 tersebut ternyata jauh dari berkaitan dengan upaya pencegahan pelaku
harapan, karena telah terjadi banyak kerusakan tindak pidana perusakan hutan dan lingkungan
hutan di Negara Indonesiaselama ini salah satu akibat pertambangan batubara. Sedangkan
pemicunya adalah permasalahan Hukum dan bahan sekunder diperoleh dari buku-buku, jurnal
Kebijakan atas sumber Daya Alam itu sendiri hasil penelitian dan bahan tersier yaitu bahan-
seperti kebijakan pemberian izin yang terlalu bahan informasi tentang bahan hukum primer
mudah, sehingga banyak kegiatan usaha batubara dan bahan hukum sekunder seperti informasi
yang melakukan eksploitasi secara besar-besaran melalui media media online/internet. Data-
sehingga merusak hutan, hutan menjadi gundul, data tersebut diinventarisir dan diklasifikasikan
terdapat banyak kubangan raksasa yang tidak serta disusun secara komperhensif. dilakukan
di reklamasi setelah dikeruk batubaranya yang melaluipenelusuran manual maupun elektronik.
pada akhirnya berdampak terhadap kerusakan

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 16 No. 3, September 2016 : 309 - 321 311
Jurnal Penelitian Hukum

De Jure No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

KERANGKA TEORI/ KONSEP PEMBAHASAN


Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya da- A. Dampak Kegiatan usaha pertambangan
lam arti yang positif didasarkan pada peraturan per­ Batubara terhadap hutan, lingkungan
undangan yang bersifat mengikat dan memaksa. dan masyarakat
(Tangkilisan,  2003:2). Pengembangan pengusahaan pertambangan
Pertambangan adalah sebagian atau seluruh batubara secara ekonomis telah mendatangkan
tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, hasil yang cukup besar, baik sebagai pemenuhan
pengelolaan dan pengusahaan mineral atau kebutuhan dalam negeri maupun sebagai sumber
batubara yang meliputi penyelidikan umum, devisa. Di era globalisasi ini, setiap negara
eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, membangun perekonomiannya melalui kegiatan
penambangan, pengolahan dan pemurnian, industri dengan mengolah sumber daya alam yang
pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca ada di negaranya. Hal ini dilakukan agar dapat
tambang. Dalam black law dictionary, mining bersaing dengan negara lain dan memajukan
law diartikan sebagai “ the act of appropriating a perekonomiannya. Oleh karena itu, banyak
mining claim (parcel of land containing precious perusahaan dari sektor privat maupun sektor
metal in its soil or rock) according to certain swasta yang mengolah hasil tambang batubara
astablished rule”. Artinya, hukum pertambangan untuk diproduksi.
adalah ketentuan yang khusus yang mengatur hak Munculnya industri-industri pertambangan
menambang (bagian dari tanah yang mengandung batubaradi Indonesia mempunyai dampak positif
logam berharga di dalam tanah atau bebatuan) dan dampak negatif bagi masyarakat dan negara.
menurut aturan-aturan yang ditetapkan. Dampak positif adanya industri pertambangan
Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya batubara antara lain menciptakan lapangan
disebut IUP, adalah izin untuk melaksanakan pekerjaan bagi masyarakat karena banyak yang
usaha pertambangan. IUP Eksplorasi adalah izin bekerja pada industri pertambangan batubara,
usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan hasil produksi tambang dapat digunakan
kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan untuk memenuhi permintaan pasar domestik
studi kelayakan. IUP Operasi Produksi adalah izin maupun pasar internasional, sehingga hasil
usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan ekspor tambang tersebut dapat meningkatkan
IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi negara.
kegiatan operasi produksi. Izin Pertambangan Industri pertambangan,selain itu dapat menarik
Rakyat, yang selanjutnya disebut IPR, adalah investasi asing untuk menanamkan modalnya
izin untuk melaksanakan usaha pertambangan di Indonesia.Tidak dapat dipungkiri baik secara
dalam wilayah pertambangan rakyat dengan langsung maupun tidak langsung sebagian
luas wilayah dan investasi terbatas. Izin Usaha besar dengan adanya kegiatan penambangan
Pertambangan Khusus, yang selanjutnya disebut dan adanya perusahaan pertambangan disuatu
dengan IUPK, adalah izin untuk melaksanakan daerah akan berdampak secara sistematik pada
usaha pertambangan di wilayah izin usaha segi ekonomi masyarakat daerah tersebut. Hal
pertambangan khusus. IUPK Eksplorasi adalah ini dapat terlihat dari masyarakat sekitarnya
izin usaha yang diberikan untuk melakukan yang bekerja pada perusahaan pertambangan
tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, tersebut adanya penerimaan tenaga Kerja yang
dan studi kelayakan di wilayah izin usaha dilakukan oleh perusahaan untuk mendukung
pertambangan khusus. IUPK Operasi Produksi kegiatan operasional.Meliputi tenaga managerial,
adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai teknis tambang, teknis operasional dan tenaga
pelaksanaan IUPK Eksplorasi untuk melakukan kerjapendukung.  
tahapan kegiatan operasi produksi di wilayah izin  Selain itu industri tambang batubara sebagai
usaha pertambangan khusus. pemasok kebutuhan energi secara langsung akan
berdampak pada peningkatan dan pemenuhan
permintaan pasokan energy listrik, rumah tangga
dan kegiatan industri informal. Kegitan industri
pertambangan batubara akan merangsang pem­

312 Aspek Perizinan Dibidang Hukum Pertambangan... (Diana Yusyanti)


Jurnal Penelitian Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

bangunan perusahaan pengguna dari bahan Permasalahan lain yang tidak kalah penting
tambang itu sendiri yang akan berimbas secara adalah tumpang tindih antara lahan pertambangan
berkelanjutan akan kebutuhan insfrastruktur. dan kehutanan. Hutan merupakan rumah bagi
1. Dampak Negatif ribuan organisme alami dan tempat bagi senyawa-
senyawa organik yang membusuk. Setelah melalui
Kegiatan industri batubara selain mempunyai
periode yang cukup panjang, senyawa organik
dampak positip, akan tetapi pada setiap tahap
yang membusuk tersebut tertimbun di dalam tanah
kegiatannya apabila dilakukan tidak sesuai
dan menghasilkan mineral-mineral organik yang
dengan aturan yang berlaku akan menimbulkan
berpotensi menjadi bahan tambang. Oleh karena
dampak negatif terhadap hutan, lingkungan
itu, kawasan hutan merupakan salah satu tempat
maupun terhadap masyarakat sekitarnya. Sesuai
paling strategis untuk pertambangan.
dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 4 tahun 2009, tentang Pertambangan Sejak berlakunya UU No. 41 Tahun 1999,
Mineral dan Batubara, seperti dalam Pasal 1 kegiatan pertambangan dilarang di kawasan
Angka 1, yang menyatakan bahwa : Pertambangan hutan lindung dan hutan konservasi, sehingga
adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap
dalam rangka penelitian, pengelolaan dan kegiatan pertambangan di kawasan hutan lindung
pengusahaan mineral atau batubara yang yang tengah berlangsung. Untuk itu, pemerintah
meliputi: penyelidikan umum, eksplorasi, studi kemudian menetapkan Peraturan Pemerintah
kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan yang ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor
serta kegiatan pasca tambang atau  reklamasi. 19 Tahun 2004   pada intinya melegalisasi semua
Kegiatan usaha pernambangan batubara di izin pertambangan di kawasan hutan lindung
mulai dengan penyelidikan umum, yaitu dengan yang sudah berlangsung sebelum ditetapkannya
mencari lahan.  Dampak negatif dari kegiatan UU No. 41 Tahun 1999. Namun, sampai saat ini
usaha /industri pertambangan batubara antara lain tumpang tindih lahan pemanfaatan hutan antara
terhadap hutan, lingkungan maupun masyarakat. kegiatan pertambangan dan kegiatan kehutanan
masih belum dapat diselesaikan dan tetap
2. Hutan
terjadi di beberapa daerah. Sedangkan dalam
Dampak negatif dari kegiatan usaha/ Undang Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang
industri pertambangan batubara terhadap hutan Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
adalah terjadinya deforestasi, hutan menjadi (UU P3H) menawarkan beberapa pendekatan
gundul karena ditebangi disebabkan karena untuk mendukung penegakan hukum yang
keserakahan manusia yang menganggap bahwa efektif dalam memberantas perusakan hutan.
sumber daya alam, khususnya hutan merupakan Bila didaya gunakan secara tepat, pendekatan
sumber pendapatan yang bisa dieksploitasi tersebut menjawab beberapa kekurangan dalam
sebanyak-banyaknya demi mengejar keuntungan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
pribadi, tanpa mempedulikan akibatnya terhadap (UU Kehutanan) yang menghambat proses
kelestarian ekosistem kawasan hutan. Deforestasi penegakan hukum. Undang Undang Nomor 18
disebabkan karena berbagai hal, diantaranya Tahun 2013 mengatur  mengenai kejahatan
kebakaran hutan baik itu disengaja dibakar terkait penggunaan kawasan hutan secara illegal
untuk kegiatan industri pertambangan batubara khususnya pertambangan dan perkebunan.
atau industri perkebunan kelapa sawit maupun
Pemanfaatan kawasan hutan selama ini telah
kebakaran yang tidak disengaja secara alami,
membawa ancaman hilangnya ekosistem kawasan
kemudian banyak terjadipembalakan liar (illegal
hutan yang cukup besar terhadap kelestarian
logging), konversi hutan untuk tempat tinggal,
lingkungan hidup. Untuk pelestarian terhadap
indutri serta kegiatan pembangunan lainnya yang
masalah lingkungan hidup sangat kompleks,
melakukan kesalahan pada pengelolaan sumber
pemecahan masalahnya memerlukan perhatian
daya di dalam hutan. Dengan angka deforestasi
yang bersifat komperehensif dan menjadi
hutan yang sedemikian besar, tidak dapat
tanggung jawab pemerintah didukung pertisipasi
dipungkiri bahwa kegiatan pemanfaatan hutan
masyarakat. Di Indonesia, pengelolaan lingkungan
selama ini telah membawa kepada hilangnya
hidup harus berdasarkan pada dasar hukum yang
ekosistem kawasan hutan.

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 16 No. 3, September 2016 : 309 - 321 313
Jurnal Penelitian Hukum

De Jure No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

jelas dan menyeluruh sehingga diperoleh suatu vegetasi yang ada, menghancurkan profil tanah
kepastian hukum. (Siswanto, 2005: 31). genetic, menggantikan profil tanah genetic
3. Lingkungan dan menghancurkan satwa  liar dan habitatnya,
degradasi kualitas udara, mengubah pemanfaatan
Setiap kegiatan penambangan baik itu
lahan.
penambangan Batu bara pasti menimbulkan
dampak positif dan negatif bagi lingkungan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
sekitarnya.    Dampak positifnya adalah dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (LN tahun
meningkatnya devisa negaradan pendapatan asli 209 No. 140, disingkat dengan UUPPLH).
daerah serta menampung tenaga kerja sedangkan UUPPLH, khususnya dengan Pasal 66 UUPPLH
dampak negatif dari kegiatan penambangan dapat memberikan perlindungan hukum kepada orang
dikelompokan dalam bentuk kerusakan permukaan yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup
bumi, ampas buangan (tailing), kebisingan, dari kemungkinan tuntutan pidana dan perdata.
polusi udara, menurunnya permukaan bumi (land Perlindungan hukum ini sangat penting, akan
subsidence), dan kerusakan karena transportasi tetapi kasus yang terjadi baru-baru ini orang yang
alat dan pengangut berat. memperjuangkan hak atas lingkungan hidup
malah dibunuh.
Seperti halnya aktifitas pertambangan lain
di Indonesia, Pertambangan batubara juga telah Kegiatan industri batubara seringkali
menimbulkan dampak kerusakan lingkungan terjadi adanya konflik antara masyarakat yang
hidup yang cukup besar, baik itu air, tanah, Udara, tinggal di sekitar lahan pertambangan batubara
dan hutan, Air. Penambangan Batubara secara dengan pihak perusahaan tambang juga terjadi
langsung menyebabkan pencemaran. antara lain: karena adanya perbedaan kepentingan antara
Pencemaran air,  pencemaran udara, pencemaran keduanya. Kondisi ini jika dibiarkan mampu
tanah. Pada pencemaran air terjadi karena menimbulkan konflik yang lebih meluas antara
Permukaan batubara yang mengandung pirit (besi pihak perusahaan tambang atau pihak kapitalis
sulfide) berinteraksi dengan air menghasilkan pemodal yang memodali keberadaan tambang,
Asam sulfat yang tinggi sehingga terbunuhnya masyarakat di sekitar lingkungan pertambangan.
ikan-ikan di sungai, tumbuhan, dan biota air yang Sedangkan pada tahap penambangan/Eksploitasi,
sensitive terhadap perubahan pH yang drastis. seperti telah dikemukakan dimuka terjadi
Batubara yang mengandung uranium dalam kerusakan hutan, hutan gundul sehingga terjadi
konsentrasi rendah, torium, dan isotop radioaktif kerusakan lingkungan karena banjir lumpur pekat
yang terbentuk secara alami yang jika dibuang yang merusak lahan pertanian dan lingkungan
akan mengakibatkan kontaminasi radioaktif. sekitarnya yang mengganggu kesehatan dan
Meskipun senyawa-senyawa ini terkandung perekonomian warga. Kemudian pada tahap
dalam konsentrasi rendah, namun akan memberi pengolahan dan pemurnian yang mengaliri sungai
dampak signifikan jika dibuang ke lingkungan mengandung limbah batubara zat-zat yang sangat
dalam jumlah yang besar. Emisi merkuri ke berbahaya bagi kesehatan manusia.
lingkungan terkonsentrasi karena terus menerus Berkaitan dengan hal-hal tersebut diatas,
berpindah melalui rantai makan dan dikonversi sesuai dengan UU No 4 tahun 2009 dan PP No
menjadi metilmerkuri, yang merupakan senyawa 23 tahun 2010,yang menyebutkan bahwa para
berbahaya dan membahayakan manusia. pemilik tambang wajib menyediakan jalan
Terutama ketika mengkonsumsi ikan dari air yang khusus angkutan batubara, UU dan Peraturan
terkontaminasi merkuri. Sedangkan terjadinya tersebut, jelas dikatakan sebelum operasi
pencemaran udarayaitu Polusi/pencemaran udara produksi, pengusaha wajib menyelesaikan
yang kronis sangat berbahaya bagi kesehatan berbagai infrastruktur, diantaranya jalan. Hal ini
sebagai akibat adanya pengangkutan batubara dipertegas keluarnya Perda dengan dikeluarkan
yang hilir mudik di jalan depan rumah masyarakat Pemprov Sumsel No 5 tahun 2011 pasal 52, yakni
sehingga merangsang penyakit pernafasan angkutan batubara lintas kabupaten/kota wajib
seperti influensa,bronchitis serta penyakit kronis menggunakan jalan khusus. Provinsi Sumatera
seperti asma dan bronchitis kronis. Sedangkan Selatan pada khususnya memiliki potensi besar
pencemaran tanah akibat industri batubara adalah sebagai produsen Batubara yaitu sekitar 48%
terjadinya Penambangan batubara dapat merusak dari produk Nasional sehingga dengan potensi

314 Aspek Perizinan Dibidang Hukum Pertambangan... (Diana Yusyanti)


Jurnal Penelitian Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

ini Provinsi Sumatera Selatan menjadi Lumbung bahwa perusahaan bahan tambang vital tertutup
Energi Nasional. https://balai3.wordpress. bagi modal asing. (Suyartono, dkk. 2003: 23)
com/2011/07/01/alternatif-solusi-permasalahan- Sedangkan secara kuantitas, melalui Undang-
angkutan-batubara-di-sumatera-selatan/ Undang Nomor 11 Tahun 1967, pemerintah telah
berhasil menarik investor dalam pertambangan,
B. Aspek Perizinan dibidang hukum per­ namun apabila dicermati uraian bentuk-bentuk
tambangan mineral dan batubara (UU izin pengusahaan bahan galian tambang batubara
Minerba) Pada Era Otonomi Daerah sesungguhnya berada di tangan pemerintah yaitu
Secara konstitusional, UUD Negara Republik ditangan Menteri. Terpusatnya kewenangan dan
Indonesia 1945 memberikan dasar “konsep pengurusan legaitas pengusahaan bahan galian
penguasaan oleh negara dalam pengelolaan pada tangan Menteri hal itu salah satu penyebab
pertambangan di Indonesia. Undang-Undang timbulnya disharmonisasi pengelolaan bahan
Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan galian tambang batubara, antara pemerintah
bahwa, bumi, air, dan kekayaan alam yang dengan masyarakat di daerah, yang mempunyai
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan kekayaan sumber daya alam berupa bahan galian
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran khususnya tambang batubara, merasakan ketidak
rakyat. Mengingat tambang batubara merupakan adilan.
kekayaan alam yang terkandung di dalam Dalam perjalanan panjang selama pengelolaan
bumi sebagai sumber daya alam yang tidak di Negara Republik Indonesia, kewenangan
dapat diperbaharui, karena itu pengelolaannya pengelolaan pertambangan mengalami perubahan-
perlu dilakukan seoptimal mungkin, efisien, perubahan yang cukup signifikan, terutama pada
transparan, berkelanjutan, dan berwawasan saat mulai berlangsung era reformasi kemudian
lingkungan, serta berkeadilan agar memperoleh diikuti dengan era otonomi daerah, kebijakan
manfaat sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat pemerintah dalam bidang hukum pertambangan
secara berkelanjutan. Di samping itu, kebijakan masih menggunakan Undang-undang Nomor
pemerintah dalam mendukung pembangunan 11 Tahun 1967 tentang “Ketentuan-ketentuan
pertambangan harus menyesuaikan diri dengan Pokok Pertambangan”, yang disesuaikan dengan
perubahan lingkungan strategis, baik yang bersifat Undang-Undang nomor 22 Tahun 1999 tentang
nasional maupun internasional. Pemerintah Daerah. Kewenangan pengelolaan
Kebijakan pemerintah dalam kegiatan pertambangan yang sebelumnya bernuansa
Pertambangan mulai berkembang setelah sentralistik, di mana Pemerintah Pusat (Menteri)
dibukanya penanaman modal asing dengan yang diberi kewenangan untuk mengelolanya
menerbitkan UU No.1 Tahun 1967 tentang menjadi desentralistik, sehingga sistem
Penanaman Modal Asing, Salah satu kebijakan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara,
hukum yang pertama kalinya diluncurkan adalah di mana memberi kewenangan yang sangat luas
perubahan tentang pengelolaan bahan galian. kepada Pemerintah Daerah terutama Kabupaten/
Melalui Undang Undang ini pula, investasi Kota berdasarkan prinsip otonomi yang seluas-
asing di bidang pertambangan mulai masuk,. luasnya.
Kebijakan mengundang investasi asing bidang Perubahan dalam sistem penyelenggaraan
pertambangan bahan galian golongan strategis dan pemerintahan dengan diberlakukannya Undang-
vital pada masa orde baru, merupakan kebijakan undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Peme­
yang bertolak belakang dengan kebijakan rintahan Daerah,kemudian diperbaharui dengan
pemerintahan Orde Lama, karena pemerintahan UU no. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Dae­
Orde Lama melakukan proteksi atas bahan-bahan rah (PEMDA), Adanya kedua UU tersebut.yang
galiantambang yang sangat vital dan strategis dari memberikan kewenangan demikian besar ke-
campur tangan modal asing. Pada masa orde lama pada pemerintah Kabupaten dan Kota, memberi
berdasarkan pada Perpu No. 37 Tahun 1960 adalah dampak melemahnya pembinaan dan pengawasan
baik, dalam kerangka membangun kemandirian oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Dae­
bangsa. Tetapi kebijakan pertambangan ini gagal rah. Dengan tidak dianutnya asas dekonsentrasi
dikembangkan, karena tidak menarik bagi investor pada pemerintah Kabupaten dan Kota, menyebab-
asing. Dalam Undang Undang itu dinyatakan kan tidak ada lagi instansi vertikal di daerah yang

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 16 No. 3, September 2016 : 309 - 321 315
Jurnal Penelitian Hukum

De Jure No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

merupakan kepanjangan tangan dari Pemerintah Perizinan merupakan kategori terpenting hal
Pusat.Hal tersebut membawa dampak seolah-olah ini dapat dimengerti karena memang dari awal
tidak ada lagi pembinaan dan pengawasan oleh rangkaian proses kegiatan usaha pertambangan
Peme­rintah Pusat, tentunyahal ini merupakan batubara akan berdampak luas apabila pemberian
tantangan yang luar biasa berat dalam pengelolaan izin untuk kegiatan usaha pertambangan batubara
pertambangan di Indonesia.Untuk itu Pemerintah tidak melalui prosedur yang sesuai norma hukum
telah melakukan berbagai upaya dengan mencipta­ maka kegiatan usaha pertambangan batubara
kan berbagai kebijakan untuk menghidupkan tersebut dapat membahayakan, bisa terjadi
kembali kepanjangan tangan tersebut. Kebijakan kerusakan hutan dan lingkungan, perusakan hutan
C and C (clear and clean) yang diwajibkan ke- dan lingkungan merupakan tindak pidana. Seperti
pada pelaku usaha di bidang pertambangan un- menurut Jaja Ahmad Jayus, dengan perizinan ada
tuk mendapatkan sertifikat C and C, adalah salah sesuatu yang dituju yaitu Keinginan mengarahkan
satu upaya Pemerintah. Namun kebijakan C and aktivitas sesuatu dalam mencegah bahaya yang
C tersebut, juga menghadapi berbagai tantangan mungkin timbul, sebagai contoh dalam izin
dalam penerapannya. lingkungan, izin dapat mencegah pembuangan
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor limbah yang berlebih, kemudian untuk melindungi
4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan obyek-obyek tertentu, seperti cagar budaya dan
batubara (UU minerba), terjadi penataan terhadap lain sebagainya, dan mengarahkan orang-orang
wilayah pertambangan di Indonesia. Selama tertentu yang dapat melakukan aktivitas. (Jayus,
ini sering terjadi tumpang tindih baik antar 2001: 104).
wilayah pertambangan maupun antara wilayah Satu hal yang juga sangat penting dalam
pertambangan dengan wilayah lainnya diluar pengelolaan pertambangan adalah kegiatan
wilayah pertambangan. Untuk itu Pemerintah reklamasi dan pascatambang.Kegiatan tambang
melakukan penetapan dan pemetaan ulang dikatakan merupakan sektor penyumbang yang
wilayah pertambangan, yang ditetapkan oleh cukup besar terhadap terjadinya kerusakan
Pemerintah Pusat setelah mendapat persetujuan lingkungan.Di berbagai wilayah muncul
dari Dewan Perwakilan Rakyat.Atas dasar wilayah fenomena-fenomena kerusakan lingkungan yang
pertambangan itulah, maka pemerintah daerah membawa akibat bagi masyarakat di lingkungan
selanjutnya dapat menentukan wilayah izin usaha sekitarnya.Adanya asas dekonsentrasi yang
pertambangan untuk kemudian diberikan izin usaha diterapkan pada Pemerintah Kabupaten dan
pertambangan di atasnya.Namun hal ini ternyata Kota berdasarkan Undang-undang Nomor 22
yang terjadi, kembali lagi menjadi tumpang Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang
tindih lahan terkait wilayah pertambangan yang ditafsirkan seolah-olah Pemerintah Kabupaten
terus merebak seakan tiada henti. Pada akhirnya dan Kota memiliki kewenangan penuh terhadap
kemudian semuanya berujung pada sengketa di semua urusan pemerintahan (kecuali yang
pengadilan, yang melibatkan para pelaku usaha menjadi kewenangan Pemerintah Pusat) dan
maupun pejabat pemerintah daerah. seolah-olah terlepas dari kendali Pemerintah
Pemberian izin untuk kegiatan usaha Pusat.Hal demikian menyebabkan euforianya
pertambangan mineral dan batubara adalah hal pelaksanaan otonomi daerah, yang pada akhirnya
yang penting untuk diperhatikan dan diawasi menyebabkan kesemrawutan pelaksanaan tugas-
karena sektor pertambangan adalah sektor yang tugas umum pemerintahan di berbagai sektor,
menjanjikan dalam hal keuntungan dan rangkaian termasuk sektor pertambangan.
kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara Begitu pula yang terjadi dalam pengelolaan
yang menimbulkan kerusakan hutan juga diawali pertambangan mineral dan batubara, ditafsirkan
dari pemberian izin yang marak diperjual belikan. bahwa sudah menjadi kewenangan penuh dari
Philipus M. Hadjon mengungkapkan, bahwa Pemerintah Daerah, terutama pada pemerintah
perizinan merupakan kategori terpenting dari Kabupaten dan Kota. Sehingga kondisi ini
keputusan administrasi Negara (beschekking) yang menimbulkan berbagai permasalahan di lapangan,
berbentuk keputusan-keputusan dalam rangka adanya tumpang tindihnya antar Izin Usaha
ketentuan-ketentuan larangan dan ketentuan- Pertambangan, antara izin usaha pertambangan
ketentuan perintah. (Philipus, 1994: 15). dengan izin-izin sektor lain dan permasalahan

316 Aspek Perizinan Dibidang Hukum Pertambangan... (Diana Yusyanti)


Jurnal Penelitian Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

lainnya. Apalagi dengan diterbitkannya Peraturan Pasal 35, bahwa usaha pertambangan dilaksanakan
Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 tentang dalam bentuk: Izin Usaha Pertambangan (IUP);
“Perubahan Kedua Peraturan Pelaksanaan dari Izin Pertambangan Rakyat (IPR), dan Izin Usaha
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pertambangan Khusus (IUPK). Pemberian Izin
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan”, Usaha Pertambangan (IUP) diatur dalam Bab
yang menyerahkan kewenangan pengelolaan VII Izin Usaha Pertambangan Pasal 36-49,
pertambangan kepada Menteri, Gubernur, Bupati persyaratan Perizinan Usaha Pertambangan dalam
atau Walikota sesuai dengan kewenangannya, Pasal 64-73; pemberian Izin Usaha Pertambangan
membawa semakin kusutnya pengelolaan Khusus (IUPK) dalam Pasal 74-84; persyaratan
pertambangan di Indonesia. perizinan usaha pertambangan khusus Pasal 85-
Dengan diterbitkannya Undang Undang 89; penghentian semnetara kegiatan izin usaha
Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan pertambangan dan izin usaha pertambangan khusus
Mineral dan Batubara, telah mendorong pemerintah Pasal 113-Pasal 116; pembinaan dan pengawasan
daerah untuk berpartisipasi aktif melaksanakan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha
pembangunan di daerahnya masing-masing. pertambangan.
Implikasinya adalah diserahkannya beberapa Akan tetapi belakangan ini terjadi banyaknya
urusan pemerintahan yang asalnya merupakan beredar surat izin tambang palsu tersebut diduga
wewenang pemerintah pusat menjadi kewenangan karena bupati yang baru mengeluarkan izin tanpa
pemerintah daerah, kecuali urusan pertahanan melihat izin-izin yang dikeluarkan bupati. Masalah
dan keamanan, urusan luar negeri, urusan agama, juga timbul karena izin tambang itu ternyata
urusan moneter dan peradilan. Dengan demikian, terlalu mudah diterbitkan oleh pemerintah daerah,
urusan pertambangan adalah salah satu urusan sehingga banyak timbul mafia izin tambang
yang merupakan wewenang atau urusan rumah dengan kata lain memperjual belikan surat izin
tangga Pemerintah Daerah. Salah satu wujud untuk kegiatan usaha tambang batubara.
konkretnya, penerbitan Kuasa Pertambangan Dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun
(KP) yang semula jadi urusan pemerintah pusat, 2009 Pertambangan Mineral diantaranya terdapat
dilimpahkan menjadi kewenangan Pemerintah materi muatan mengenai lelang wilayah potensi
Daerah. bahan galian. Sistem penetapan konsesi melalui
Urusan pertambangan adalah salah mekanisme lelang, yaitu menekan timbulnya
satu urusan yang merupakan wewenang atau mafia izin tambang karena kecenderungan
urusan rumah tangga Pemerintah Daerah. praktik-praktik jual beli konsesi tambang yang
Salah satu wujud konkretnya, penerbitan dilakukan oleh oknum-oknum tertentu yang
Kuasa Pertambangan (KP) yang semula jadi biasanya mempunyai kedekatan atau akses
urusan pemerintah pusat, dilimpahkan menjadi dengan oknum pemda, yakni hanya dengan
kewenangan Pemerintah Daerah.Akan tetapi bermodalkan membayar retribusi izin memperoleh
dengan terbitnya Undang-undang nomor 23 tahun sejumlah konsesi, tetapi bukan untuk diusahakan
2014 tentang pemerintahan daerah tersebut telah melainkan untuk dijual kembali. Praktik jual beli
mengubah paradigma pengelolaan Sumber Daya izin tambang mendorong tumbuh suburnya mafia
Mineral dan Batubara yang menjadi desentralisasi pertambangan. Akibat tindakan ini tidak sedikit
ditingkat provinsi, menimbulkan permasalahan pihak yang semula benar-benar berniat berusaha
karena Undang-undang nomor 4 tahun 2009 di bidang pertambangan menjadi korban penipuan
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara di yang secara financial sangat besar jumlahnya.
buat dengan acuan Undang-undang nomor 32 (Sudrajat, 2010: 54)
tahun 2004 tentang pemerintahan daerah (UU Akan tetapi pada prakteknya justru ada
yang sebelumnya) yang memiliki paradigma beberapa oknum kepala daerah yang bermain
desentralisasi di tingkat kabupaten/kota bukan di dengan menerbitkan izin yang mengandung unsur
tingkat provinsi. KKN dan didakwa 20 th penjara, seperti kasus
Menurut Undang Undang Nomor 4 Tahun baru-baru ini terkuak di media yaitu As Mantan
2009 tentang mineral dan batubara (UU Minerba), Bupati Tanah Laut bekerja sama dengan Wali
jenis izin usaha pertambangan yaitu hanya terdiri Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. selama
dari 3 (tiga) macam izin sebagaimana diatur dalam dua periode yakni pada tahun 2003-2008 dan

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 16 No. 3, September 2016 : 309 - 321 317
Jurnal Penelitian Hukum

De Jure No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

2008-2013. Ketika memimpin Tanah Laut, pernah untuk tidak mengeluarkan izin tambang secara
ditetapkan sebagai tersangka kasus penerimaan sembarangan. Usaha pertambangan di tanah air
gratifikasi atau suap untuk izin pertambangan. pada umumnya lebih menguntungkan pejabat
Kasus ini ditangani oleh Bareskrim Polri. Dua dan pengusaha ketimbang masyarakat setempat.
kepala daerah yang sama-sama ditetapkan Masyarakat hanya menerima dampak negatif
sebagai tersangka itu, disebut memuluskan izin kegiatan pertambangan. Sering pejabat setempat
pertambangan sehingga dimenangkan oleh satu memberikan izin tanpa sepengetahuan masyarakat
perusahaan saja. Kebetulan walikota tersebut atau DPRD. (Solechah, 2012: 19)\
adalah pemilik saham PT Binuang Jaya Mulia yang Berdasarkan hal tersebut diatas, demi
bergerak di tambang batubara melalui perantara keadilan seharusnya pemberi izin pun dikenai
memberikan Rp 3 miliar tersebut kepada mantan pertanggungjawaban pidana, karena jika tidak
bupati. demikian maka banyak pemimpin daerah yang
(http://news.liputan6.com/read/2300795/mantan- semasa kampanye mengeluarkan banyak uang
bupati-tanah-laut-didakwa-jpu-kpk-20-tahun- akan menggunakan kolusi pemberian izin untuk
penjara) mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan.
Banyaknya izin tambang bermasalah itu Kerusakan hutan dan lingkungan terjadi akibat
menyebabkan pemerintah pusat memberlakukan kegiatan usaha pertambangan batubara salah
moratorium perizinan tambang baru. Kementerian satunya pada proses pemberian izin yang dapat
ESDM meminta Pemda untuk tidak mengeluarkan dilakukan oleh Menteri, gubernur, bupati/ walikota
izin tambang secara sembarangan. yang diatur dalam UU No. 4 Tahun 2009.
Berdasarkan hal tersebut diatas, demi Kewenangan pemberian izin yang dilakukan
keadilan seharusnya pemberi izin pun dikenai oleh pejabat tinggi dari pusat dan daerah inilah
pertanggung jawaban pidana, karena jika tidak yang menjadi tumpang tindih dan menimbulkan
demikian maka banyak pemimpin daerah yang kesewenang-wenangan oknum kepala daerah
semasa kampanye mengeluarkan banyak uang untuk kepentingan pribadi, kepentingan keluarga
akan menggunakan kolusi pemberian izin untuk maupun kelompoknya sehingga banyak kepala
mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan, daerah yang tertangkap karena kasus penyuapan
karena kerusakan hutan dan lingkungan terjadi dan korusi izin pertambangan batubara. Akan
akibat kegiatan usaha pertambangan batubara tetapi dengan terbitnya Undang-undang Nomor
salah satunya pada proses pemberian izin yang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerahn
dapat dilakukan oleh Menteri, gubernur, bupati/ yang terbaru, regulasi di bidang pertambangan
walikota yang diatur dalam UU No. 4 Tahun mineral dan batubara perlu amandemen kembali.
2009. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 menarik
kembali kewenangan pengelolaan pertambangan,
Kewenangan pemberian izin yang dilakukan
yang semula berada di tangan Kabupaten/
oleh pejabat tinggi dari pusat dan daerah inilah
Kota ditarik kembali kepada Pemerintah
yang menjadi tumpang tindih dan menimbulkan
Pusat dan Gubernur sebagai wakil pemerintah
kesewenang-wenangan oknum kepala daerah
pusat (asas dekonsentrasi). Dengan demikian
untuk kepentingan pribadi, kepentingan keluarga
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tenyang
maupun kelompoknya sehingga banyak kepala
Pertambangan mineral dan Batubara, harus dan
daerah yang tertangkap karena kasus penyuapan
wajib menyesuaikan penarikan kewenangan
dan korusi izin pertambangan batubara. Menurut
tersebut.
Dirjen Mineral dan Batubara banyaknya surat
izin tambang palsu tersebut diduga karena bupati Perizinan merupakan kategori terpenting hal
yang baru mengeluarkan izin tanpa melihat ini dapat dimengerti karena memang dari awal
izin-izin yang dikeluarkan bupati sebelumnya. rangkaian proses kegiatan usaha pertambangan
Masalah juga timbul karena izin tambang batubara akan berdampak luas apabila pemberian
itu ternyata terlalu mudah diterbitkan oleh izin untuk kegiatan usaha pertambangan batubara
pemerintah daerah. Banyaknya izin tambang tidak melalui prosedur yang sesuai norma hukum
bermasalah itu menyebabkan pemerintah pusat maka kegiatan usaha pertambangan batubara
memberlakukan moratorium perizinan tambang tersebut dapat membahayakan, bisa terjadi
baru. Kementerian ESDM meminta Pemda kerusakan hutan dan lingkungan, perusakan

318 Aspek Perizinan Dibidang Hukum Pertambangan... (Diana Yusyanti)


Jurnal Penelitian Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

hutan dan lingkungan merupakan tindak pidana. Pergolakan untuk mengamandemen kembali
Akan tetapi pada UU No. 4 Tahun 2009 ini Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
terdapat azas  non-retroaktif atau tidak berlaku pertambangan mineral batubara saat ini juga
surut. Jadi, meskipun ada perubahan tata kelola sedang terjadi, baik pada level Pemerintah Pusat
industri tambang, namun perubahan itu tidak maupun level DPR.
akan menyentuh berbagai kontrak tambang yang
muncul sebelum disahkannya UU No.4/2009. C. Penegakan Hukum
Azas non-retroaktif itu terlihat dalam Usaha pertambangan di tanah air pada
Ketentuan Peralihan Pasal 169 UU No.4/2009 umumnya lebih menguntungkan pejabat dan
yang menyatakan   bahwa kontrak karya (KK) pengusaha ketimbang masyarakat setempat.
dan PKP2B  yang telah ada sebelum berlakunya Masyarakat hanya menerima dampak negatif
UU ini tetap diberlakukan sampai jangka waktu kegiatan pertambangan. Sering pejabat setempat
berakhirnya kontrak/perjanjian. Padahal banyak memberikan izin tanpa sepengetahuan masyarakat
kontrak tambang produk UU No.11/1967 yang atau DPRD. Oleh karena itu perusahaan
merugikan negara dan digugat oleh banyak pihak, diwajibkan menyerahkan penilaian dampak
seperti kontrak karya Freeport di Papua dan lingkungan dan menyiapkan rincian dan rencana
tunggakan royalti beberapa perusahaan tambang reklamasi pasca tambang. Perusahaan harus
batubara pemegang hak PKP2B. menempatkan deposito besar ke rekening bank
untuk memastikan mereka melakukan rehabilitasi
Bahkan, Pemerintah kembali memberi
wajib dan reklamasi daerah yang terkena. Akan
sinyal akan segera memperpanjang kontrak
tetapi dengan maraknya mengeluarkan izin
pertambangan kepada PT Freeport Indonesia.
untuk kegiatan usaha pertambangan mineral
Namun perpanjangan usaha baru akan diberikan
dan batubara, sehingga pengawasan sebagai
setelah pemerintah melakukan perubahan keempat
instrumen penegak hukum menjadi kurang.
atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010
Selain itu pengawas dilapangan atau inspektur
tentang Pelaksanaan Usaha Pertambangan Mineral
pertambangan banyak yang keahliannya kurang
dan Batubara (minerba). Selain PP 23/2010,
di tingkat kabupaten dan provinsi, di sisi lain
pemerintah bersama DPR juga tengah melakukan
kemungkinan besar dapat disuap atau melakukan
upaya untuk merevisi Undang-Undang Nomor
hal ini korupsi, menyebabkan area pertambangan
4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
tidak diperiksa sesering yang seharusnya.
dan Batubara. Dalam PP 23 Tahun 2010 diatur
bahwa pengajuan perpanjangan usaha, baru bisa Sejalan dengan hal itu, bahwa penegakan
dilakukan paling cepat dua tahun dan paling hukum adalah proses dilakukannya upaya
lambat enam bulan sebelum kontrak berakhir. tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum
Bila mengacu pada PP 23 tahun 2010 tersebut, serta nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu
maka Freeport dapat mengajukan permohonan lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam
perpanjangan usaha pada 2019, sebab Kontrak kehidupan bermasyarakat dan bernegara. (T.
Karya (KK) Freeport dengan pemerintah Indonesia Subarsyah 2010: 1-2.) Dalam konteks penegakan
baru berakhir pada 2021. (Sinar Harapan,Kamis hukum pertambangan apabila dilihat dari sudut
8 Otober 2015). subyek dan obyeknya termasuk ke dalam
pengertian hukum dalam arti luas, karena di
Penyesuaian penarikan kewenangan tersebut
dalamnya menyangkut berbagai segi penegakan
terjadi untuk kedua kalinya, setelah terjadi pada
hukum, yaitu hukum administrasi, hukum perdata,
era Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
dan hukum pidana.
yang menarik kewenangan dari Pemerintah
Pusat diberikan kepada Pemerintah Daerah Berkaitan dengan ketentuan sanksi pidana
Kabupaten/Kota. Saat ini kewenangan yang sudah dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009
didesentralisasikan oleh Undang-undang Nomor tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara
22 Tahun 1999 tentang Pemda yang bersifat diatur dalam Pasal 158 sampai dengan Pasal 165
desentralistik, ternyatasaat ini ditarik kembali yang memuat dua jenis sanksi pidana, yaitu sanksi
menjadi sentralistik, yaitu kewenangan beraada hukuman penjara/sanksi hukuman kurungan.
di tangan Pemerintah Pusat (sentralisasi kembali) Kedua jenis sanksi itu diikuti oleh sanksi denda.
oleh Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014. Ketentuan sanksi pidana dimaksud sebagaimana

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 16 No. 3, September 2016 : 309 - 321 319
Jurnal Penelitian Hukum

De Jure No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

Pasal 158 berbunyi: “Setiap orang yang melakukan mungkin akan terus terjadi apabila tidak disertai
usaha penambangan tanpa IUP, IPR, atau IUPK pengawasan yang ketat melakukan sehingga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 eksploitasi secara besar-besaran terhadap sumber
ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat daya
(1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling Saran
banyak Rp 10.000.000.000,00,- (sepuluh milyar Pada aspek hukum perlu ditata kembali
rupiah). mengenai kewenangan penghentian izin bagi
pelaku yang merusak hutan dan lingkungan,
Kesimpulan dengan koordinasi dengan pihak terkait, yaitu
Aspek perizinan dibidang pertambangan dari Kementerian Kehutanan, Kementerian
mineral dan batubara pada era otonomi daerah lingkungan hidup, ESDM, Kementerian Dalam
dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Negeri, PEMDA. Selain itu perlu ditambah para
Tahun 1999 dan diperbaharui dengan Undang- pengawas lapangan serta dibekali pengetahuan
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemda, tentang kehutanan, lingkungan dan pertambangan
maka Undang-Undang Nomor 11 Tahun dan pendidikan jasmani dan rokhani agar tidak
1967 tentang pokok-pokok pertambangan lemah dalam menghadapi para mafia batubara.
yang awalnya bersifat sentralistik kemudian Perlu adanya koordinasi antar instansi
menyesuaikan dengan UU Pemda menjadi bersifat terkait seperti kementerian ESDM, Kementerian
desentralistik. Sehingga kebijakan pemerintah Kehutanan, Kementerian Dalam Negeri, Ke­
pada aspek perizinan di bidang pertambangan pada menterian KLHK untuk mencegah maraknya
implementasinya menjadi tumpang tindih antara pelaku tindak pidana perusakan hutan dan
kewenangan Menteri dan kewenangan bupati lingkungan agar supaya tidak ada ego sektoral. Hal
dalam memberikan izin kegiatan pertambangan ini dikarenakan pertambangan batubara penting
akibatnya disalah gunakan oleh para mafia izin untuk pembangunan dan lingkungan harus tetap
tambang dengan memperjual belikan surat izin dijaga kelestariannya demikian juga hutan perlu
yang pada akhirnya banyak perizinan dikeluarkan diawasi agar tidak semakin rusak karena penting
tanpa mengikuti kaedah perlindungan hutan untuk kelangsungan hidup manusia. Oleh karena
maupun kelestarian lingkungan. Akan tetapi itu Kementerian Dalam Negeri perlu mengawasi
kewenangan yang bersifat desentralisasik melalui para Kepala Daerahnya agar tidak melanggar
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tersebut, hukum terkait kegiatan usaha pertambangan
saat ini ditarik kembali menjadi sentralistik batubara.
melalui Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014
Pemda, sehingga menjadi pergolakan untuk
mengamanedemen kembali Undang-undang
Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan
mineral dan batubara saat ini sedang terjadi,
baik pada level Pemerintah Pusat maupun level
DPR. Apabila hal ini terus terjadi karena ada
unsur kepentingan politik maupun ekonomi tanpa
adanya kepastian sampai kapan berakhirnya
perdebatan tersebut, maka dikhawatirkan akan
terjadi kekosongan hukum yang akhirnya sulit
untuk mewujudkan tujuan Pasal 33 ayat (3), yaitu
untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Pada era otonomi daerahdengan semakin
mudah dan banyaknya izin untuk kegiatan usaha
pertambangan batubara dikeluarkan oleh para
kepala daerah tanpa disertai pengawasan yang
memadai dan berimbang maka penegakan hukum
menjadi lemah dan akibatnya sampai saat banyak
pelaku kegiatan usaha pertambangan masih dan

320 Aspek Perizinan Dibidang Hukum Pertambangan... (Diana Yusyanti)


Jurnal Penelitian Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

DAFTAR KEPUSTAKAAN Undang Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang


Ketentuan-ketentuan pokok pertambangan
Jaja, Ahmad Jayus. Lembaga Perizinan Sebagai UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Sarana Pengendalian Investasi Dalam Daerah
Implementasi Otonomi Daerah. Tesis,
UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
(Bandung: Program Pascasarjana Ilmu
Daerah
Hukum UNPAR, 2001)
Philipus, M. Hadjon. Pengantar Hukum Internet
Administrasi Indonesia. ( Yogyakarta: Gajah (http://www.jatam.org/melawan-kejahatan-
Mada University Press, 1994) korporasi-tambang-batubara/)
Sudrajat. Teori dan Praktek Pertambangan (http://www.mongabay.co.id/2014/12/31/
Indonesia Menurut Hukum. (Yogyakarta batubara-emas-hitam-yang-sarat-
Pustaka Yustisia. 2010) permasalahan/)
Silalahi, Ulber. Metode Penelitian Sosial. (https://balai3.wordpress.com/2011/07/01/
(Bandung: Unpar Press, 2006 ) alternatif-solusi-permasalahan-angkutan-
Solechah, Siti Nur. Realisasi Desentralisasi batubara-di-sumatera-selatan/)
Sektor Pertambangan, Jurnal Info Singkat (http://news.liputan6.com/read/2300795/mantan-
Pemerintahan Dalam Negeri, Vol IV, No. 12/ bupati-tanah-laut-didakwa-jpu-kpk-20-
II/P3DI/Juni/2012, DPR RI tahun-penjara)
Soerjono dan H.Abdurahman, Metode Penelitian http://uwityangyoyo.wordpress.com/2016/02/06/
Hukum, (Jakarta, Rineke Cipta; 2003) dampak-penambangan-batu-bara-terhadap-
Suyartono, dkk. Good Mining Practice Konsep lingkungan/
tentang Pengelolaan Pertambangan yang
Baik dan Benar. Studi Nusa, Semarang,
Edisi Empat, 2003.
Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum, Paradigma
Metode dan Dinamika Masalahnya, Editor:
Ifdhal Kasim et.al, (Jakarta, Elsam dan
Huma, 2002 )
Tangkilisan, Hessel Nogi. S. Kebijakan Publik
Yang Membumi. Jakarta: Lukman Offset.
2003
T. Subarsyah Sumadikara. Penegakan Hukum
Sebuah Pendekatan Politik Hukum dan
Politik Kriminal. Kencana Utama, Bandung,
2010

Undang-Undang-
UUD 1945
Undang-Undang Nomor.4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4959)
Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 16 No. 3, September 2016 : 309 - 321 321

Anda mungkin juga menyukai