Anda di halaman 1dari 2

HASAD

Kesehatan mental merupakan sesuatu yang amat penting bagi individu dan masyarakat.
Mental atau hati yang sehat akan membuat manusia selalu berada dalam kebaikan,
sedangkan hati yang sakit akan berpengaruh negatif terhadap sikap dan prilakunya.
Ketidaktaatan manusia kepada Allah bukanlah karena faktor rendahnya kadar intelektual,
tapi lebih kepada hatinya yang tidak sehat. Akibatnya, banyak manusia yang kehilangan
nilai-nilai kemanusiaannya sehingga derajatnya menjadi begitu rendah, bahkan lebih rendah
dari binatang ternak sekalipun. Dalam satu hadits, Rasulullah Saw menyebutkan:
“Ketahuilah bahwa pada tubuh manusia itu ada segumpal daging, bila ia baik maka baiklah
tubuh itu dan bila ia buruk, buruklah tubuh itu. Segumpal daging itu adalah hati (HR.Bukhari
dan Muslim)”.

Ada banyak penyakit mental yang menyerang manusia, satu diantaranya adalah hasad.
Dalam lisan al Arab, disebutkan bahwa hasad adalah seseorang menginginkan hilangnya
kesenangan yang dimiliki orang lain dan berusaha memindahkan kesenangan itu agar
berpindah kepada dirinya. Dalam bahasa kita, hasad seringkali disebut dengan iri hati atau
dengki atas prestasi atau keberuntungan yang dicapai orang lain. Ekses dari sikap ini adalah
berusaha menghilangkan keberuntungan itu agar beralih pada dirinya.

Dalam kehidupan Rasulullah Saw, diantara pihak yang iri pada beliau adalah orang-orang
kafir, baik dari kalangan Yahudi, Nasrani maupun orang-orang musyrik, begitu juga dengan
orang munafik. Oleh karena itu, Allah Swt berpesan kepada Nabi Muhammad Saw dan para
sahabatnya agar bersabar dan terus memperkokoh ketaqwaan kepada Allah Swt dalam
menghadapi sikap mereka, Allah berfirman: “Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya
mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya.
Jika kamu bersabar dan bertaqwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan
kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka
kerjakan” (QS 3:120).

Kepada orang-orang yang beriman, Allah Swt menegaskan agar sikap hasad ini dijauhi dari
dirinya karena merupakan salah satu sikap yang tercela dalam pandangan Allah dan Rasul-
Nya sehingga sikap ini sesuatu yang sangat tidak pantas untuk dimiliki orang-orang yang
beriman, Allah berfirman: “Dan Janganlah kamu iri hati terhadap apa yang telah
dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain (QS 4:32)”.

Hasad merupakan sikap tercela dan hal itu akan membawa dampak yang negatif, baik bagi
dirinya maupun terhadap orang lain. Terhadap dirinya akan lahir sikap dan sifat negatif
seperti tidak menyukai kritik dan saran, apalagi kalau hal itu datang dari orang yang dia
berhasad kepadanya, sedangkan terhadap orang lain dilakukan tindakan-tindakan yang tidak
benar, sebagai konsekuensi logis dari ketidaksukaannya terhadap orang yang mencapai
keberhasilan dan kemajuan. Karena itu, kita harus mengetahui apa yang menjadi penyebab
utama lahirnya sikap hasad ini agar dengan demikian kita bisa menjauhinya sehinga sikap
yang buruk ini tidak tumbuh dalam diri kita masing-masing.

Di dalam Al Qur’an, Allah Swt menyebutkan dua sebab utama yang membuat seseorang
berlaku hasad. Pertama, rasa permusuhan dan kebencian kepada seseorang. Fakta sejarah
menunjukkan bahwa orang kafir, musyrikin dan munafik tidak suka melihat kemajuan yang
telah dicapai oleh Rasulullah Saw dengan para sahabatnya, akibatnya mereka tidak sekan-
segan menganiaya, memusuhi bahkan memeranginya. Karena itu terjadilah sejumlah
peperangan pada masa Rasul disebabkan rasa permusuhan dan kebencian yang membuat
mereka menjadi iri hati. Itulah sebabnya, mengapa orang-orang seperti itu tidak boleh
dijadikan sebagai teman kepercayaan sebagaimana firman Allah: “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang diluar
kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu.
Mereka menyukai apa yang menyusahkanmu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka,
dan apa yang disembunyikan hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan
kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya (QS 3:118)”.

Sebab Kedua bagi munculnya sifat hasad adalah bersifat dan bersikap sombong (takabbur),
yakni merasa diri sendiri yang paling baik, paling benar atau paling hebat. Dari sifat dan
sikap seperti itu seseorang tidak suka terhadap keberhasilan dan kemajuan yang dicapai
orang lain sehingga kemajuan dan keberhasilan orang lain itu harus dihambat, bahkan kalau
perlu dihentikan dengan berbagai cara, dari sinilah salah satu faktor yang menyebabkan
lahirnya prilaku kriminal dan akhlak tercela lainnya antara manusia yang satu terhadap
manusia yang lain, bahkan penolakan terhadap nilai-nilai kebenaran yang dibawa oleh
Rasul. Allah berfirman menceritakan soal ini: “Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir
diantara kaumnya dan yang mendustakan akan menemui hari akhirat (kelak) dan yang telah
Kami mewahkan mereka dalam kehidupan di dunia: “(orang) ini tidak lain hanyalah manusia
seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu makan, dan meminum dari apa yang kamu
minum. Dan sesungguhnya jika kamu sekalian mentaati manusia yang seperti kamu,
niscaya bila demikian kamu benar-benar (menjadi) orang-orang yang merugi (QS 23:33-34)”.

Karena faktor kesombongan merupakan sesuatu yang sangat buruk, maka menjadi sangat
wajar kalau Rasulullah Saw menyatakan bahwa: tidak masuk syurga orang yang di dalam
hatinya terdapat sifat sombong meskipun hanya sebiji sawi.

Meskipun hasad itu sikap yang buruk dan harus kita hilangkan dari diri kita, ternyata oleh
Rasulullah Saw dinyatakan tidak semua sikap hasad itu buruk, ada juga yang positif
sehingga boleh dimiliki dan dilakukan, hal ini dinyatakan oleh beliau dalam satu hadits:
“Hasad tidak diperbolehkan kecuali dalam dua hal, iri hati pada orang yang dianugerahi Allah
harta yang banyak lalu digunakan untuk kepentingan kebenaran dan iri hati kepada orang
yang dianugerahi Allah banyak ilmu lalu ia mengamalkan ilmu itu dan mengajarkannya
kepada orang lain (HR. Bukhari)”.

Hasad dalam dua soal yang disebutkan oleh Rasulullah di atas akan membuat seorang
muslim semakin tinggi semangatnya dalam mencari harta untuk selanjutnya diinfakkan di
jalan Allah dan terus berusaha menambah atau memperbanyak ilmu untuk dimanfaatkan
dalam segala bentuk kebaikan sehingga memberi manfaat yang besar kepada orang lain. Ini
berarti, keinginan menjadi baik bukan semata-mata keinginan yang dikhayalkan, tapi setiap
orang harus berusaha semaksimal mungkin untuk memperoleh apa yang menjadi keinginan
baiknya itu. Kalau seseorang ingin memperoleh harta untuk selanjutnya digunakan dengan
baik dan memberi manfaat kebaikan pada orang lain, maka dia harus berusaha untuk
mendapatkan harta itu secara sungguh-sungguh dengan cara-cara yang halal. Sedangkan
bila ingin memiliki ilmu yang banyak untuk diajarkan dan dimanfaatkan dalam kebaikan,
maka seseorang harus menuntutnya secara serius sehingga dia menjadi orang yang alim
dan bisa memanfaatkan ilmunya itu pada jalan hidup yang benar.

Akhirnya menjadi keharusan kita bersama untuk terus menjaga kebersihan jiwa kita masing-
masing akan menjadi sehat dan dapat mengarahkan kita pada kehidupan pribadi yang
shaleh.

Drs. H. Ahmad Yani


ayani@indosat.net.id

Anda mungkin juga menyukai