KELOMPOK 3
DISUSUN OLEH :
II. PEMBAHASAN
A. PERENCANAAN AUDIT
Perencanaan audit adalah pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan
lingkup audit yang diharapkan disusun setelah Engagement Letter (surat perikatan)
disetujui klien. Keberhasilan penyelesaian perikatan audit sangat ditentukan oleh
kualitas perencanaan audit yang dibuat oleh auditor.
1. Menurut Standar pekerjaan lapangan pertama Profesional Akuntan Publik (SPAP)
mensyaratkan adanya perencanaan yang memadai yaitu:
”Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus
disupervisi dengan semestinya.” (IAI, 2001).
2. Menurut Sukrisno Agoes dalam bukunya “Auditing”, menerangkan bahwa:
“Perencanaan dan supervise berlangsung terus menerus selama audit, auditor
sebagai penanggung jawab akhir atas audit dapat mendelegasikan sebagian
fungsi perencanaan dan supervise auditnya dalam kantor akuntannya (asisten)”.
1
3. Menurut Standar Auditing 316 dalam Standar Profesional Akuntan Publik (Ikatan
Akuntan Indonesia, 2001) mensyaratkan agar
“audit dirancang untuk memberikan keyakinan memadai atas pendeteksian salah
saji yang material dalam laporan keuangan”.
4. Menurut SA Seksi 326 (PSA No. 07), Paragraf Audit No. 20 menyatakan bahwa:
“ Auditor pada hakikatnya harus dirumuskan dalam jangka waktu dan biaya yang
wajar “.
Ruang lingkup dari perencanaan audit bervariasi sesuai dengan besarnya dan
kompleksitas permasalahan objek yang diperiksa dan pengetahuan mengenai jenis
usaha objek yang diperiksa. Adapun elemen-elemen perencanaan audit menurut
Arens and Loebbecke (2000:219) adalah :
a. Perencanaan Awal
b. Memperoleh latar belakang informasi
c. Memperoleh informasi tentang kewajiban sah/tentang undang-undang klien
d. Melaksanakan prosedur menurut penelitian persiapan
e. Materialitas yang diset dan auditor bisa mengambil risiko dan tidak bisa
dipisahkan
f. Memahami struktur pengawasan intern dan menilai risiko kendali
g. Mengembangkan program audit dan rencana audit.
B. PERENCANAAN AWAL
Beberapa hal penting yang terdapat dalam perencanaan awal ini adalah mengenai
keputusan menerima atau menolak klien baru maupun klien lama, mengidentifikasi
alasan klien untuk diaudit, menentukan staf untuk penugasan dan membuat surat
perikatan. Perencanaan awal itu terdiri dari hal-hal berikut ini :
1. Menyelidiki klien baru
Menyelidiki klien baru adalah hal yang penting bagi auditor sebelum mereka
memutuskan untuk menerima atau menolak klien tersebut. Hal itu dilakukan
dengan cara mengevaluasi prospek klien dalam lingkungan usaha, stabilitas
keuangan dan hubungan klien dengan kantor akuntan terdahulu. Auditor
pengganti diwajibkan untuk berhubungan dengan auditor sebelumnya dan harus
mendapatkan izin dari klien sebelum komunikasi dilakukan.
2
2. Melanjutkan klien lama
Untuk melanjutkan klien lama juga harus di evaluasi untuk memutuskan apakah
diterima atau tidak dapat dilanjutkan, penyebab tidak bisa dilanjutkannya
pemeriksaan karena perselisihan sebelumnya, jika terjadi tuntutan hukum
terhadap Kantor Akuntan Publik oleh klien.
3. Mengidentifikasi alasan klien untuk diaudit
Dua faktor utama yang mempengaruhi bahan bukti audit yang akan dikumpulkan
adalah siapa pemakai laporan dan maksud penggunaan laporan. Auditor mungkin
akan mengumpulkan lebih banyak bahan bukti audit jika laporan digunakan
secara luas.
4. Menentukan Staf untuk penugasan
Menentukan staf yang pantes untuk penugasan adalah penting untuk memenuhi
standar auditing yang telah ditetapkan dan meningkatkan efisiensi audit.
Pertimbangan yang mempengaruhi penyusunan staf adalah orang-orang yang
diserahi tugas harus akrab dengan bidang usaha klien.
5. Membuat surat perikatan
Tujuan dibuatnya surat perikatan adalah untuk mengurangi salah pengertian
sehingga harus dibuat secara tertulis. Surat perikatan adalah kesepakatan antara
KAP dengan klien, isi dari surat tersebut adalah menyatakan batasan dari
penugasan, batas waktu, bantuan akan diberikan atau daftar rincian yang perlu
disiapkan untuk auditor, serta honorariuran.
Surat perikatan audit (engagement letter) dibuat oleh auditor untuk kliennya yang
berfungsi untuk mendokumentasikan dan menegaskan penerimaan auditor atas
penunjukan oleh klien, tujuan dan lingkup audit, lingkup tanggung jawab yang dipikul
oleh auditor bagi kliennya, kesepakatan tentang pembuatan laporan keuangan
auditan, serta bentuk laporan keuangan yang akan diterbitkan oleh auditor. Baik
auditor maupun klien berkepentingan terhadap pendokumentasian surat perikatan
audit, sehingga dapat dicegah terjadinya kesalahpahaman yang mungkin timbul
antara auditor dengan kliennya. Secara singkat, surat perikatan ini berfungsi
menunjukkan adanya pemahaman yang sama antara auditor dan klien.
3
Hal-hal yang harus diperhatikan auditor sebelum menerima suatu perikatan audit
Agar tidak timbul kesalahan interpretasi akan pekerjaan audit baik dari pihak auditor,
klien maupun pihak lain yang berkepentingan, maka auditor perlu memperhatikan
beberapa hal penting seperti yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP) SA Seksi 310 (PSA No. 05).
Dalam paragraf 05 diatur bahwa auditor harus membangun pemahaman dengan klien
tentang jasa yang akan dilaksanakan untuk setiap perikatan. Pemahaman tersebut
mengurangi risiko terjadinya salah interpretasi kebutuhan atau harapan pihak lain,
baik di pihak auditor maupun klien.
Adapun pemahaman yang harus dibangun auditor harus mencakup tujuan perikatan,
tanggung jawab manajemen, tanggung jawab auditor dan batasan perikatan. Auditor
harus mendokumentasikan pemahaman tersebut dalam kertas kerjanya, lebih baik
dalam bentuk komunikasi tertulis dengan klien. Jika auditor yakin bahwa pemahaman
dengan klien belum terbentuk, ia harus menolak untuk menerima atau menolak untuk
melaksanakan perikatan.
1. Paragraf 06 mengatur mengenai hal-hal yang secara umum harus tercakup dalam
proses pemahaman dengan klien tentang audit atas laporan keuangan: Tujuan
audit adalah untuk menyatakan suatu pendapat atas laporan keuangan.
5. Pada akhir perikatan, manajemen akan menyediakan suatu surat bagi auditor
(surat representasi kien) yang menegaskan representasi tertentu yang dibuat
selama audit berlangsung.
4
7. Suatu audit mencakup pemahaman atas pengendalian intern yang cukup untuk
merencanakan audit dan untuk menentukan sifat, saat, dan luasnya prosedur audit
yang harus dilaksanakan.
Dalam praktik, hal-hal tersebut biasanya tercakup dalam surat perikatan yang
diberikan oleh auditor kepada klien.
Selain hal-hal tersebut diatas, pemahaman pekerjaan audit dengan klien juga
mencakup hal-hal lain seperti berikut ini :
5. Adanya pembatasan atau pengaturan lain tentang kewajiban auditor atau klien,
seperti ganti rugi kepada auditor untuk kewajiban yang timbul dari representasi
salah yang dilakukan dengan sepengetahuan manajemen kepada auditor
8. Pengaturan tentang jasa lain yang harus disediakan oleh auditor dalam
hubungannya dengan perikatan.
Bentuk dan isi surat perikatan audit dapat bervariasi di antara klien, namun surat
tersebut umumnya berisi:
1. Tujuan audit atas laporan keuangan,
2. Tanggung jawab manajemen atas laporan keuangan,
3. Lingkup audit, termasuk penyebutan undang-undang, peraturan, pernyataan dari
badan profesional yang harus dianut oleh auditor,
5
4. Bentuk laporan atau bentuk komunikasi lain yang akan digunakan oleh auditor
untuk menyampaikan hasil perikatan,
5. Fakta bahwa karena sifat pengujian dan keterbatasan bawaan lain suatu audit,
dan dengan keterbatasan bawaan pengendalian internal, terdapat risiko yang
tidak dapat dihindari tentang kemungkinan beberapa salah saji material tidak
dapat terdeteksi,
6. Akses yang tidak dibatasi terhadap catatan, dokumentasi, dan informasi lain apa
pun yang diminta oleh auditor dalam hubungannya dengan audit,
7. Pembatasan atas tanggung jawab auditor, dan
8. Komunikasi melalui e-mail.
Kepada :
Dewan Komisaris atau Pihak Lain yang Memiliki Kewenangan dan Tanggung Jawab
Setara
6
kamidapat memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan
tersebut di atas.
Sebagai bagian dari proses audit, kami akan melakukan permintaan keterangan
dari manajemen tentang pernyataan manajemen yang disajikan dalam laporan
keuangan. Kami juga akan meminta pernyataan tertulis clan manajemen yang menjelaskan
bahwa penyajian laporan keuangan adalah tanggung jawab manajemen dan
penegasan tertulis lainnya untuk mengkonfirmasi beberapa pernyataan yang dibuat
oleh manajemen kepada kami selama proses audit kami. Tanggapan manajemen
atas permintaan keterangan kami dan pemerolehan pernyataan tertulis dari
manajemen diwajibkan oleh standar auditing sebagai bagian dari bukti audit yang akan
kami andalkan sebagai dasar dalam memberikan pendapat atas laporan keuangan.
Karena pentingnya surat pernyataan manajemen tersebut, Perusahaan setuju untuk
membebaskan dan mengganti rugi kepada…… …… …(nama KAP yang bersangkutan) dan
stafnya atas segala tuntutan, kewajiban, dan biaya-biaya yang akan dikeluarkan sebagai
akibat dari kesalahan pernyataan manajemen berkaitan dengan jasa audit yang kami
berikan sesuai dengan perikatan ini.
Audit kami mengandung risiko bawaan bahwa bila terdapat kekeliruan dan
ketidakberesan material, termasuk kecurangan atau pemalsuan, mungkin tidak
akan terdeteksi. Namun, bila kami menemukan adanya hal-hal tersebut dalam audit
kami, informasi tersebut akan kami sampaikan kepada Saudara.
Sebagai tambahan laporan audit kami atas laporan keuangan, kami akan
menyampaikan surat terpisah tentang kelemahan signifikan pengendalian intern yang
kami temukan dalam audit yang kami lakukan.
7
Kami mengharapkan kerja sama penuh dari staf Saudara dan kami yakin bahwa
mereka akan menyediakan catatan, dokumentasi, dan informasi lain yang kami
perlukan dalam rangka audit kami. Berdasarkan diskusi tentang operasi perusahaan
dan perencanaan audit kami, fee audit kami perkirakan sebesar Rp… …… ….
ditambah direct out of pocket expenses dan Pajak Pertambahan Nilai. Fee
tersebut kami hitung berdasarkan waktu yang diperlukan oleh staf yang kami tugasi
untuk melaksanakan audit ini dan tarif per jam staf yang kami tugasi, yang bervariasi
sesuai dengan tingkat tanggung jawab yang dipikul dan pengalaman serta keahlian
yang diperlukan. Jumlah tersebut akan kami tagih sesuai dengan kemajuan
pekerjaan kami.
Surat perikatan audit ini akan efektif berlaku untuk tahun-tahun yang akan
datang kecuali jika dihentikan, diubah, atau diganti.
Terima kasih atas kesempatan yang Saudara berikan kepada kami untuk menyediakan
Sumber:PSA No.55
8
2) Risiko yang melekat (inherent risk) yang relative sama untuk perusahaan di
industri tertentu.
3) Banyak industri memiliki persyaratan akuntansi yang unik dan auditor harus
memahami persyaratan tersebut untuk mengevaluasi apakah laporan keuangan
auditee sesuai dengan standar akuntansi.
Mendapatkan pemahaman menyeluruh menganai sifat bisnis dan industry serta sifat
operasi auditi dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
Cara yang dapat dilakukan untuk menilai risiko bisnis auditee adalah dengan
melakukan berbagai prosedur analitis, dengan membandingkan berbagai data baik
dari eksternal maupun internal perusahaan, seperti:
9
Untuk mengetahui kondisi keuangan auditee, seorang auditor dapat melakukan
beberapa macam rasio keuangan, antara lain : Kemampuan untuk membayar
hutang jangka pendek, rasio likuiditas, kemampuan untuk membayar hutang
jangka panjang, serta rasio keuangan lainnya.
D.F.MATERIALITAS
10
Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi
akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupnya, dapat mengakibatkan
perubahan atas suatu pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan
kepercayaan terhadap informasi itu, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.
ISA 320 alinea 8 menjelaskan bahwa salah satu tujuan auditor menerapkan secara
tepat konsep materialitas dalam merencanakan dan melaksanakan audit.
Terdapat lima tahap berurutan yang saling terkait erat satu sama lainnya dalam
penerapan materialitas. Yaitu sebagai berikut:
11
4. Mengestimasi kesalahan penyajian gabungan
Dalam laporan audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan
bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan auditan
adalah akurat. Hal ini karena akan memerlukan waktu dan biaya yang jauh melebihi
manfaat yang dihasilkan. Karena itu, dalam audit atas laporan keuangan, auditor
memberikan keyakinan berikut ini :
2. Bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar
memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan.
12
Ada dua konsep yang melandasi keyakinan yang diberikan oleh auditor:
1. Konsep materialitas menunjukan seberapa besar salah saji yang dapat diterima
oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh salah saji
tersebut.
2. Konsep risiko audit menunjukan tingkat risiko kegagalan auditor untuk mengubah
pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
Auditor pada awal masa penugasan audit terlebih dahulu menetapkan nilai kesalahan
penyajian gabungan dalam laporan keuangan yang menurutnya adalah material.
Pertimbangan ini disebut pertimbangan awal tentang tingkat materialitas
(preliminary judgment about materiality) karena pertimbangan ini merupakan suatu
pertimbangan profesional dan dapat berubah selama masa penugasan jika ternyata
situasi-situasi yang melingkupinya berubah. Alasan penetapan suatu pertimbangan
awal tentang tingkat materialitas adalah untuk membantu auditor merencanakan
bukti audit yang memadai yang harus dikumpulkan.
13
Contoh pertimbangan kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan oleh auditor adalah,
1. Faktor Kuantitatif, misalnya hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu
dalam laporan seperti:
o Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan
o Total aktiva dan ekiutas pemegang saham dalam neraca
2. Faktor kualitatif seperti:
o Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukum dan kecurangan
o Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dari bank yang
mengharuskan klien untuk mempertahankan beberapa ratio keuangan pada
tingkat minimum tertentu.
o Adanya gangguan dalam trend laba.
o Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan.
Karakteristik salah saji dapat dilihat ukuran, sifat, dan situasi yang meliputinya. Salah
saji dinyatakan dalam ukuran uang. Sifat salah saji adalah ukuran kualitatif salah saji
tersebut. Situasi di sekitar salah saji tersebut juga dapat mempengaruhi materialitas
salah saji.
14
Risk response menentukan sifat, waktu, dan luas prosedur
audit selanjutnya
merevisi angka materialitas karena
perubahan situasi selama audit berlangsung
Reporting mengevaluasi salah saji yang belum dikoreksi
oleh entitas tersebut
merumuskan pendapat auditor
Berikut panduan digambarkan dalam Figur 9-2, yang diterjemahkan dari Auditing and
assurance services: An integrated approach 14th Edition, dalam bentuk panduan
kebijakan dari sebuah KAP. Perhatikan bahwa panduan tersebut merupakan formula
yang menggunakan satu atau lebih dasar dan rentang persentase. Penerapan
panduan, seperti yang digambarkan berikut ini, memerlukan pertimbangan
profesional yang tinggi.
1. Total saji gabungan dalam laporan keuangan yang lebih besar dari 6% biasanya
dianggap material. Total gabungan kurang dari 3% dianggap tidak material jika tidak
ada faktor kualitatif yang mendukung. Salah saji gabungan antara 3-6% memerlukan
penilaian profesional yang paling tinggi dalam menentukan materialitasnya.
2. Ukuran 3-6% harus dihitung dengan menggunakan dasar yang tepat. Seringkali
digunakan lebih dari satu dasar untuk membandingkan salah saji tersebut. Panduan
berikut direkomendasikan dalam memilih dasar yang tepat:
15
a. Laba rugi. Salah saji gabungan dalam laporan laba rugi biasanya harus diukur
sebesar 3 sampai 6 persen dari laba operasi sebelum pajak. Panduan 3 sampai 6
persen tepat digunakan untuk tahun dimana laba yang dihasilkan luar biasa tinggi atau
rendah. Ketika laba operasi disuatu tahun tertentu tidak dianggap representatif untuk
digunakan sebagai dasar ukuran tersebut. Misalnya, rata-rata laba operasi selama
periode 3 tahun dapat digunakan sebagai dasar yang tepat.
b. Neraca. Salah saji gabungan dalam neraca harus dievaluasi untuk aset lancar,
liabilitas lancar, dan total aset. Untuk aset lancar dan liabilitas lancar, panduannya
adalah sekitar 3 sampai 6 persen, diterapkan dengan cara yang sama seperti di laporan
rugi laba. Untuk total aset, panduannya adalah sebesar 1 sampai 3 persen dan
diterapkan dengan cara yang sama seperti di laporan laba rugi.
Jika auditor Hillsburg Hardware Co. memutuskan bahwa panduan umum diatas
adalah wajar, maka langkah pertama yang dilakukan adalah mengevaluasi apakah ada
faktor kualitatif yang secara signifikan mempengaruhi penilaian materialitas.
Anggaplah tidak ada faktor kualitatif yang mempengaruhi penilaian materialitas, jika
16
auditor menyimpulkan di akhir auditnya bahwa salah saji gabungan atas laba operasi
sebelum pajak kurang dari $ 221,000,- maka laporan tersebut dianggap telah disajikan
secara wajar, Jika salah saji gabungan melebihi $ 442,000,- maka laporan tersebut
dianggap tidak disajikan secara wajar. Jika salah saji diantara $ 221,000,- sampai $
442,000,- maka diperlukan pertimbangan yang lebih hati-hati atas semua fakta yang
ada. Auditor kemudian menerapkan proses yang sama untuk ketiga dasar pengukuran
lainnya.
E.G. RISIKO
Risiko secara umum diartikan sebagai suatu kejadian/kondisi yang berkaitan dengan
hambatan dalam pencapaian tujuan. Sedangkan Risiko Audit (Audit Risk) adalah risiko
bahwa auditor mungkin tanpa sengaja telah gagal untuk memodifikasi pendapat
secara tepat mengenai laporan keuangan yang mengandung salah saji material.
17
2. Risiko Audit Individual yang berkaitan dengan setiap saldo akun individual yang
dicantumkan dalam laporan keuangan. Risiko ini perlu ditentukan karena akun
tertentu seringkali sangat penting karena besar saldonya dan /atau frekuensi
transaksi perubahannya.
SAS NO. 47 (AU 312.20) menyatakan bahwa risiko audit terdiri dari 3 komponen:
Risiko Pengendalian merupakan risiko bahwa suatu salah saji yang material yang
akan terjadi dalam asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu
oleh pengendalian perusahaan. Risiko ini merupakan fungsi keefektifan
perancangan dan operasi pengendalian internal dalam mencapai tujuan entitas
yang relevan untuk menyusun laporan keuangan entitas. Beberapa risiko
pengendalian akan selalu ada karena keterbatasan yang melekat pada
pengendalian internal. Sebagai contoh, pengendalian intern mungkin menjadi
tidak efektif karena kelalaian manusia akibat ceroboh atau bosan atau karena
adanya kolusi di antara pesonel pelaksanaannya.
18
3. Risiko Deteksi (Detection Risk)
Risiko Deteksi merupakan risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji
material yang terdapat dalam suatu perusahaan. Risiko ini merupakan fungsi
keefektifan prosedur audit dan aplikasinya oleh auditor. Hal ini sebagian muncul
dari ketidakpastian yang ada ketika auditor tidak memeriksa semua saldo akun
atau kelompok transaksi untuk mengumpulkan bukti tentang asersi lainnya. Hal ini
dapat dikurangi hingga pada tingkat yang dapat diabaikan melalui perencanaan
dan supervisi dan pelaksanaan praktik audit yang sesuai dengan standar
pengendalian mutu.
Auditor tidak dapat memeriksa semua bukti yang berkaitan dengan setiap
asersi untuk setiap saldo akun dan golongan transaksi. Model risiko audit menjadi
pedoman para auditor dalam pengumpulan bukti audit, sehingga auditor dapat
mencapai tingkat keyakinan yang memadai yang diinginkan. Model Risiko audit (audit
risk model) dapat dinyatakan secara kuantitatif sebagai berikut:
AR = IR X CR X DR
Dimana :
19
AR = 5%; IR = 60%; CR = 30%
𝐴𝑅 0,05
DR = = = 28%
𝐼𝑅 𝑥 𝐶𝑅 0,60 𝑋 0,30
Risiko deteksi sebesar 28% dapat digunakan oleh auditor dalam memutuskan jumlah
bukti audit yang dikumpulkan oleh auditor dalam audit atas akun Persediaan.
Semakin rendah risiko audit, auditor bersedia untuk menanggung risiko rendah
sehingga tingkat kepastian yang diinginkan oleh auditor adalah tinggi, auditor perlu
mengumpulkan bukti audit kompeten dalam jumlah banyak. Sebaliknya, semkain
tinggi risiko audit, auditor bersedia untuk menanggung risiko audit tinggi sehingga
tingkat kepastian yang diinginkan oleh auditor rendah, auditor perlu mengumpulkan
bukti audit kompeten dalam jumlah kecil saja.
Tujuan utama auditor dalam perencanaan dan pelaksanaan audit adalah untuk
mengurangi resiko audit hingga tingkat rendah yang sesuai untuk mendukung suatu
pendapat apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar dalam segala hal yang
material.
Ada dua strategi audit awal yang dapat dipilih oleh auditor:
20
1. Primarily substantive approach
1. Planned assessed level of control risk. Luas pemahaman auditor terhadp struktur
pengendalian intern yang dihimpun
2. Test of control yang dilaksanakan dalam menentukan risiko pengendalian
3. Planned assessed level of substantive test yang dilaksanakan auditor untuk
mengurangi risiko audit pada tingkat serendah mungkin.
Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan (Planned assessed level of control risk)
yang tinggi, berarti auditor mengangap bahwa struktur pengendalian intern klien
adalah sangat efektif dan dapat mengurangi kemungkinan salah saji. Oleh karena itu,
auditor harus menguji kebenaran anggapannya tersebut. Auditor lebih banyak
melakukan pengujian pengendalian.
Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan (Planned assessed level of control risk)
yang rendah, berarti auditor menganggap bahwa struktur pengendalian intern klien
sangat tidak efektif dan tidak akan dapat mencegah terjadinya salah saji. Oleh karena
itu, auditor kemudian menguji apakah salah saji yang tak terdeteksi oleh struktur
pengendalian intern klien tersebut, dapat dideteksi oleh prosedur audit. Oleh karena
itu, auditor melakukan pengujian substantif.
21
Pada strategi ini, auditor lebih mengutamakan pengujian substantif daripada
pengujian pengendalian. Auditor relatif lebih sedikit melakukan prosedur untuk
memperoleh pemahaman struktur pengedalian intern klien. Strategi ini lebih banyak
dipakai dalam audit yang pertama kali daripada atas klien lama. Strategi ini digunakan
apabila auditor, atas dasar pengalaman maupun tahap perencanaan sebelumnya,
menemukan kondisi sebagai berikut:
1. Pengendalian yang terkait dengan suatu asersi, tidak efektif. Oleh karena itu,
salah saji tidak akan dpat dicegah atau dideteksi oleh struktur pengendalian
intern klien. Auditor kemudian menguji apakah salah saji yang tak terdeteksi oleh
struktur pengendalian intern klien tersebut, dapat dideteksi oleh prosedur audit.
Dengan demikian, auditor akan lebih banyak melakukan pengujian substantive.
2. Biaya untuk melaksanakan:
a. Prosedur tambahan untuk menghimpun pemahaman struktur pengendalian
intern
b. Test of control untuk mendukung lower assessed level of control risk
melebihi biaya untuk melaksanakan test substantif yang lebih ekstensif.
1. Yang dipengaruhi terutama oleh transaksi tidak rutin atau jarang terjadi seperti
aktiva tetap, utang obligasi, dan modal saham
2. Yang sangat memerlukan jurnal penyesuaian seperti akumulasi depresiasi.
1. Pengendalian yang terkait dengan suatu asersi dirancang dengan baik, dan sangat
efektif. Struktur pengendalian intern klien sangat efektif tersebut akan dapat
22
mengurangi kemungkinan salah saji. Oleh karena itu, auditor harus menguji
apakah struktur pengendalian intern klien benar-benar efektif dalam mendeteksi
salah saji. Auditor lebih banyak melakukan pengujian pengendalian.
2. Biaya untuk melaksanakan:
a. prosedur tambahan untuk menghimpun pemahaman struktur pengendalian
intern.
b. Test of control untuk mendukung lower assessed level of control risk lebih
rendah dari pada biaya untuk melaksanakan tes substantif yang lebih
ekstensif. Akun yang diperiksa adalah akun yang dipengaruhi transaksi rutin,
dan volumenya tinggi. Contoh akun seperti itu adalah: penjualan, piutang
dagang, persediaan, biaya upah dan gaji.
23
III. PENUTUP
Dalam melakukan audit, auditor harus melakukan satu tahapan penting yaitu
Perencanaan Audit. Dalam makalah ini telah disajikan beberapa poin penting dalam
prencanaan audit, antara lain:
1. Proses perencanaan awal yaitu berupa keputusan menerima atau menolak klien
baru maupun klien lama, mengidentifikasi alasan klien untuk diaudit, menentukan
staf untuk penugasan dan membuat surat perikatan.
2. Materialitas yang digunakan dalam membuat dan mengaudit laporan keuangan
dengan mempertimbangkan dampak terhadap pengambil keputusan ekonomis,
situasi yang ada (yang dipengaruhi ukuran dan sifat salah saji), dan kebutuhan
pemakai laporan secara umum.
3. Risiko audit yang dimaknai sebagai adanya kemungkinan auditor tanpa sengaja telah
gagal untuk memodifikasi pendapat secara tepat mengenai laporan keuangan yang
mengandung salah saji material.
4. Strategi awal audit merupakan tindakan yang dilakukan untuk mengurangi resiko
audit hingga tingkat rendah yang sesuai untuk mendukung suatu pendapat apakah
laporan keuangan telah disajikan secara wajar dalam segala hal yang material.
24
IV. Studi Kasus
Contoh kasus skandal yang cukup menggemparkan di Indonesia yaitu kasus penggelembungan
laba oleh PT Kimia Farma (PT KF) yang notabene adalah perusahaan public yang telah melantai di
bursa saham. Skandal ini terjadi pada pelaporan keuangan 31 Desember 2001 dimana manajemen
melaporkan laba bersih sebesar Rp132 miliar. Laporan keuangan tersebut diaudit oleh Hans
Tuanakotta & Mustofa (HTM) tetapi Kementerian BUMN menemukan adanya indikasi kecurangan dan
melalui pemeriksaan Bapepam LK ditemukan adanya salah saji dalam laporan keuangan PT KF yang
menyebabkan lebih saji (overstatement) laba bersih sebesar Rp 32,7 miliar. Salah saji ini terjadi
dengan cara melebihsajikan penjualan dan persediaan pada 3 unit usaha, dan dilakukan dengan
menggelembungkan harga persediaan yang telah diotorisasi oleh Direktur Produksi untuk
menentukan nilai persediaan pada unit distribusi PT KF per 31 Desember 2001. Selain itu manajemen
PT KF melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada 2 unit usaha. Pencatatan ganda itu dilakukan
pada unit-unit yang tidak disampling oleh auditor eksternal. Terhadap auditor eksternal yang
mengaudit laporan keuangan PT KF per 31 Desember 2001, Bapepam menyimpulkan auditor eksternal
telah melakukan prosedur audit sampling yang telah diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik,
dan tidak ditemukan adanya unsur kesengajaan membantu manajemen PT KF menggelembungkan
keuntungan. Bapepam mengemukakan proses audit tersebut tidak berhasil mendeteksi adanya
penggelembungan laba yang dilakukan PT KF. Atas temuan ini, kepada PT KF Bapepam memberikan
sanksi administratif sebesar Rp 500 juta, Rp 1 milyar terhadap direksi lama PT KF dan Rp 100 juta
kepada auditor eksternal (Bapepam 2002).
Kasus diatas merupakan contoh dari kasus kecurangan/ fraud dimana manajemen melakukan
pelaporan yang tidak sesuai fakta dengan melakukan overstated laba bersihnya. Albrecht W. Steve
dalam bukunya Fraud Examination menyebut tindakan tersebut sebagai tindakan “manajemen fraud”
dimana pelakunya yaitu para manajemen puncak yang melakukan misrepresentasi dari informasi
keuangan.
G.Jack Bologna, Robert J.Lindquist dan Joseph T.Wells mendifinisikan kecurangan “ Fraud is
criminal deception intended to financially benefit the deceiver ( 1993,hal 3 )” yaitu suatu kegiatan
penipuan yang dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan bagi pihak penipu.
Lalu, pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah, mengapa auditor gagal dalam menemukan
kecurangan tersebut? Seperti kita ketahui, auditor mendasarkan kegiatannya dengan menggunakan
sampling, bukan berdasarkan populasi. Hal tersebut benar tapi tidak serta merta dapat dijadikan
pembenaran atas ketidakcermatan dari auditor yang memeriksa.
Terdapat beberapa penyebab, mengapa kegiatan audit yang dilakukan gagal dalam
menemukan/mendeteksi adanya kecurangan, yaitu sebagai berikut :
25
No Tahap Perencanaan Audit Uraian Formatted: Font: Bold
Formatted: Centered
1 Perencanaan awal Dalam melakukan perencanaan awal, kantor akuntan public Formatted Table
Formatted: Normal
kurang cermat dalam mengidentifikasi auditee dan
menentukan staf untuk penugasan. Kemungkinan auditor/
kantor akuntan public memilih auditor yang kurang
berpengalaman dalam melakukan audit.
Mendapatkan pemahaman Auditor yang ditugaskan kurang cermat dalam melakukan Formatted: Font: Not Bold
3
tentang sifat bisnis dan Formatted: Space Before: 0 pt, After: 0 pt, Line spacing:
identifikasi dan penilaian risiko bisnis auditee, sehingga tidak Multiple 1.15 li
industry auditee dan
mengetahui bahwa auditee melakukan pencatatan ganda 2
melakukan penilaian risiko Formatted: Font: Not Bold
bisnis auditee dengan unit usaha nya. Sehingga auditor tidak melakukan sampling
prosedur analitis. atas kedua unit usaha tersebut.
Penentuan materialitas dan Karena auditor kurang cermat dalam menentukan risiko bisnis
4
risiko audit auditee sehingga penilaian atas materialitas dan risiko audit
nya pun tidak sesuai, sehingga dua unit usaha yang melakukan
penggelembungan nilai persediaan tidak termasuk dalam uji
sampling auditor.
Lalu, apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah diatas? Beberapa hal ini dapat
dijadikan pertimbangan untuk meredam kejadian tersebut agar tidak terulang kembali, yaitu:
1. Auditor/ kantor akuntan public harus mempu membuat perencanaan audit yang tepat,
sehingga audit yang dilaksanakan dapat mendeteksi salah saji material dan ketidakwajaran
dalam pelaporan keuangan auditee.
2. Bagi otoritas berwenang dapat mentapkan peraturan yang dapat memaksa kantor akuntan
public/ auditor untuk melakukan audit dengan tetap mempertahankan integritas,
profesionalitas, independensinya.
3. Auditor/ kantor akuntan public dapat menetapkan metode/ strategi yang up to date, agar
dapat mendeteksi berbagai kecurangan yang semakin canggih.
26
IV.V. Daftar Pustaka
AA Arens, RJ Elder, 2012, Auditing and assurance services: An integrated approach 14th Edition,
Prentice Hall, New Jersey
Arens, Alvin A dan Loebbecke, James K. Auditing Suatu Pendekatan Terpadu, diterjemahkan oleh Amir
Abadi Yusuf. Penerbit Salemba Empat, Jakarta 1999
Mulyadi, 2002. Auditing, Buku Dua, Edisi Ke Enam, Salemba Empat, Jakarta.
Tuanakotta,Theodorus M., 2013. Auditing Berbasis ISA (International Standards on Auditing) , Salemba
Empat, Jakarta
KOROY, Tri Ramaraya. Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan oleh Auditor
Eksternal. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 2009, 10.1: PP. 22-23.
(http://jurnalakuntansi.petra.ac.id/index.php/aku/article/view/17000/16979, diakses tanggal 20 Juni
2016)
27