Anda di halaman 1dari 28

PERENCANAAN AUDIT

KELOMPOK 3

DISUSUN OLEH :

 GUROH DEDI SANTOSO (C1F015067)


 PRIANANDA SANDITYA (C1F015069)
 KRISNA SIWI PRATAMA(C1F015075)
 RIFKI PATRA UFASAH (C1F015077)
 KRISTIAN DANANG P (C1F015078)
 RIZKI WIBIAS AM (C1F015082)
I. PENDAHULUAN
Arens, dalam bukunya Auditing and Assurance Services, menjelaskan bahwa proses audit
terdiri dari empat fase, yaitu: perencanaan audit dan penyusunan program audit,
pengujian pengendalian dan substansi dari transaksi, pelaksanaan prosedur analitis
secara mendetail, serta penyelesaian audit dan penerbitan laporan audit.

Sedangkan Mulyadi dalam buku “Auditing” menyatakan bahwa setidaknya, auditor


independen harus menempuh empat tahap pada saat melaksanakan audit laporan
keuangan. Keempat tahap tersebut adalah: penerimaan perikatan audit, perencanaan
audit, pelaksanaan pengujian audit, dan pelaporan audit.

Langkah-langkah tersebut perlu diketahui agar para auditor dapat melaksanakan


fungsinya sesuai dengan aturan yang berlaku. Pelaksanaan setiap tahap di atas sendiri
tidak lepas dari standar audit karena standar audit merupakan kriteria dasar dalam
pelaksanaan tanggung jawab auditor.

Sistematika penyajian akan diawali dengan gambaran mengenai perencanaan audit.


Kemudian dilanjutkan dengan tahap perencanaan awal, pembuatan dokumen perikatan,
penentuan materilaitas, penetapan risiko, serta pengembangan rencana audit dan
penyusunan program audit.

II. PEMBAHASAN
A. PERENCANAAN AUDIT
Perencanaan audit adalah pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan
lingkup audit yang diharapkan disusun setelah Engagement Letter (surat perikatan)
disetujui klien. Keberhasilan penyelesaian perikatan audit sangat ditentukan oleh
kualitas perencanaan audit yang dibuat oleh auditor.
1. Menurut Standar pekerjaan lapangan pertama Profesional Akuntan Publik (SPAP)
mensyaratkan adanya perencanaan yang memadai yaitu:
”Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus
disupervisi dengan semestinya.” (IAI, 2001).
2. Menurut Sukrisno Agoes dalam bukunya “Auditing”, menerangkan bahwa:
“Perencanaan dan supervise berlangsung terus menerus selama audit, auditor
sebagai penanggung jawab akhir atas audit dapat mendelegasikan sebagian
fungsi perencanaan dan supervise auditnya dalam kantor akuntannya (asisten)”.

1
3. Menurut Standar Auditing 316 dalam Standar Profesional Akuntan Publik (Ikatan
Akuntan Indonesia, 2001) mensyaratkan agar
“audit dirancang untuk memberikan keyakinan memadai atas pendeteksian salah
saji yang material dalam laporan keuangan”.
4. Menurut SA Seksi 326 (PSA No. 07), Paragraf Audit No. 20 menyatakan bahwa:
“ Auditor pada hakikatnya harus dirumuskan dalam jangka waktu dan biaya yang
wajar “.

Elemen-elemen Perencanaan Audit

Ruang lingkup dari perencanaan audit bervariasi sesuai dengan besarnya dan
kompleksitas permasalahan objek yang diperiksa dan pengetahuan mengenai jenis
usaha objek yang diperiksa. Adapun elemen-elemen perencanaan audit menurut
Arens and Loebbecke (2000:219) adalah :
a. Perencanaan Awal
b. Memperoleh latar belakang informasi
c. Memperoleh informasi tentang kewajiban sah/tentang undang-undang klien
d. Melaksanakan prosedur menurut penelitian persiapan
e. Materialitas yang diset dan auditor bisa mengambil risiko dan tidak bisa
dipisahkan
f. Memahami struktur pengawasan intern dan menilai risiko kendali
g. Mengembangkan program audit dan rencana audit.

B. PERENCANAAN AWAL
Beberapa hal penting yang terdapat dalam perencanaan awal ini adalah mengenai
keputusan menerima atau menolak klien baru maupun klien lama, mengidentifikasi
alasan klien untuk diaudit, menentukan staf untuk penugasan dan membuat surat
perikatan. Perencanaan awal itu terdiri dari hal-hal berikut ini :
1. Menyelidiki klien baru
Menyelidiki klien baru adalah hal yang penting bagi auditor sebelum mereka
memutuskan untuk menerima atau menolak klien tersebut. Hal itu dilakukan
dengan cara mengevaluasi prospek klien dalam lingkungan usaha, stabilitas
keuangan dan hubungan klien dengan kantor akuntan terdahulu. Auditor
pengganti diwajibkan untuk berhubungan dengan auditor sebelumnya dan harus
mendapatkan izin dari klien sebelum komunikasi dilakukan.

2
2. Melanjutkan klien lama
Untuk melanjutkan klien lama juga harus di evaluasi untuk memutuskan apakah
diterima atau tidak dapat dilanjutkan, penyebab tidak bisa dilanjutkannya
pemeriksaan karena perselisihan sebelumnya, jika terjadi tuntutan hukum
terhadap Kantor Akuntan Publik oleh klien.
3. Mengidentifikasi alasan klien untuk diaudit
Dua faktor utama yang mempengaruhi bahan bukti audit yang akan dikumpulkan
adalah siapa pemakai laporan dan maksud penggunaan laporan. Auditor mungkin
akan mengumpulkan lebih banyak bahan bukti audit jika laporan digunakan
secara luas.
4. Menentukan Staf untuk penugasan
Menentukan staf yang pantes untuk penugasan adalah penting untuk memenuhi
standar auditing yang telah ditetapkan dan meningkatkan efisiensi audit.
Pertimbangan yang mempengaruhi penyusunan staf adalah orang-orang yang
diserahi tugas harus akrab dengan bidang usaha klien.
5. Membuat surat perikatan
Tujuan dibuatnya surat perikatan adalah untuk mengurangi salah pengertian
sehingga harus dibuat secara tertulis. Surat perikatan adalah kesepakatan antara
KAP dengan klien, isi dari surat tersebut adalah menyatakan batasan dari
penugasan, batas waktu, bantuan akan diberikan atau daftar rincian yang perlu
disiapkan untuk auditor, serta honorariuran.

C. SURAT PERIKATAN AUDIT

Surat perikatan audit (engagement letter) dibuat oleh auditor untuk kliennya yang
berfungsi untuk mendokumentasikan dan menegaskan penerimaan auditor atas
penunjukan oleh klien, tujuan dan lingkup audit, lingkup tanggung jawab yang dipikul
oleh auditor bagi kliennya, kesepakatan tentang pembuatan laporan keuangan
auditan, serta bentuk laporan keuangan yang akan diterbitkan oleh auditor. Baik
auditor maupun klien berkepentingan terhadap pendokumentasian surat perikatan
audit, sehingga dapat dicegah terjadinya kesalahpahaman yang mungkin timbul
antara auditor dengan kliennya. Secara singkat, surat perikatan ini berfungsi
menunjukkan adanya pemahaman yang sama antara auditor dan klien.

3
Hal-hal yang harus diperhatikan auditor sebelum menerima suatu perikatan audit

Agar tidak timbul kesalahan interpretasi akan pekerjaan audit baik dari pihak auditor,
klien maupun pihak lain yang berkepentingan, maka auditor perlu memperhatikan
beberapa hal penting seperti yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP) SA Seksi 310 (PSA No. 05).

Dalam paragraf 05 diatur bahwa auditor harus membangun pemahaman dengan klien
tentang jasa yang akan dilaksanakan untuk setiap perikatan. Pemahaman tersebut
mengurangi risiko terjadinya salah interpretasi kebutuhan atau harapan pihak lain,
baik di pihak auditor maupun klien.

Adapun pemahaman yang harus dibangun auditor harus mencakup tujuan perikatan,
tanggung jawab manajemen, tanggung jawab auditor dan batasan perikatan. Auditor
harus mendokumentasikan pemahaman tersebut dalam kertas kerjanya, lebih baik
dalam bentuk komunikasi tertulis dengan klien. Jika auditor yakin bahwa pemahaman
dengan klien belum terbentuk, ia harus menolak untuk menerima atau menolak untuk
melaksanakan perikatan.

1. Paragraf 06 mengatur mengenai hal-hal yang secara umum harus tercakup dalam
proses pemahaman dengan klien tentang audit atas laporan keuangan: Tujuan
audit adalah untuk menyatakan suatu pendapat atas laporan keuangan.

2. Manajemen bertanggung jawab untuk membangun dan mempertahankan


pengendalian intern yang efektif terhadap pelaporan keuangan

3. Manajemen bertanggung jawab untuk mengidentifikasi dan menjamin bahwa


entitas mematuhi peraturan perundangan yang berlaku terhadap aktivitasnya

4. Manajemen bertanggung jawab untuk membuat semua catatan keuangan dan


informasi yang berkaitan tersedia bagi auditor

5. Pada akhir perikatan, manajemen akan menyediakan suatu surat bagi auditor
(surat representasi kien) yang menegaskan representasi tertentu yang dibuat
selama audit berlangsung.

6. Auditor bertanggung jawab untuk melaksanakan audit berdasarkan standar


auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia (sekarang Institut Akuntan
Publik Indonesia).

4
7. Suatu audit mencakup pemahaman atas pengendalian intern yang cukup untuk
merencanakan audit dan untuk menentukan sifat, saat, dan luasnya prosedur audit
yang harus dilaksanakan.

Dalam praktik, hal-hal tersebut biasanya tercakup dalam surat perikatan yang
diberikan oleh auditor kepada klien.

Selain hal-hal tersebut diatas, pemahaman pekerjaan audit dengan klien juga
mencakup hal-hal lain seperti berikut ini :

1. Pengaturan mengenai pelaksanaan perikatan (contohnya waktu, bantuan klien


berkaitan dengan pembuatan jadwal pelaksanaan pekerjaan audit, dan
penyediaan dokumen).

2. Pengaturan tentang keikutsertaan spesialis atau auditor intern, jika diperlukan

3. Pengaturan tentang keikutsertaan auditor pendahulu

4. Pengaturan tentang fee dan penagihan

5. Adanya pembatasan atau pengaturan lain tentang kewajiban auditor atau klien,
seperti ganti rugi kepada auditor untuk kewajiban yang timbul dari representasi
salah yang dilakukan dengan sepengetahuan manajemen kepada auditor

6. Kondisi yang memungkinkan pihak lain diperbolehkan untuk melakukan akses ke


kertas kerja auditor

7. Jasa tambahan yang disediakan oleh auditor berkaitan dengan pemenuhan


persyaratan badan pengatur

8. Pengaturan tentang jasa lain yang harus disediakan oleh auditor dalam
hubungannya dengan perikatan.

Bentuk dan isi surat perikatan

Bentuk dan isi surat perikatan audit dapat bervariasi di antara klien, namun surat
tersebut umumnya berisi:
1. Tujuan audit atas laporan keuangan,
2. Tanggung jawab manajemen atas laporan keuangan,
3. Lingkup audit, termasuk penyebutan undang-undang, peraturan, pernyataan dari
badan profesional yang harus dianut oleh auditor,

5
4. Bentuk laporan atau bentuk komunikasi lain yang akan digunakan oleh auditor
untuk menyampaikan hasil perikatan,
5. Fakta bahwa karena sifat pengujian dan keterbatasan bawaan lain suatu audit,
dan dengan keterbatasan bawaan pengendalian internal, terdapat risiko yang
tidak dapat dihindari tentang kemungkinan beberapa salah saji material tidak
dapat terdeteksi,
6. Akses yang tidak dibatasi terhadap catatan, dokumentasi, dan informasi lain apa
pun yang diminta oleh auditor dalam hubungannya dengan audit,
7. Pembatasan atas tanggung jawab auditor, dan
8. Komunikasi melalui e-mail.

Contoh Surat Perikatan Audit

Kepada :

Dewan Komisaris atau Pihak Lain yang Memiliki Kewenangan dan Tanggung Jawab
Setara

Saudara telah meminta kami untuk mengaudit neraca… … … …(selanjutnya


disebut "Perusahaan") tanggal……………….., dan laporan laba rugi, laporan perubahan
ekuitas dan laporan arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut. Surat
ini menegaskan penerimaan kami dan pemahaman kami atas perikatan ini. Audit kami
akan kami laksanakan dengan tujuan untuk menyatakan pendapat kami atas
laporan keuangan tersebut.

Kami akan melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan


Ikatan Akuntan Indonesia. Standar tersebut mengharuskan kami merencanakan
dan melaksanakan audit agar memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan
bebas dari salah saji material. Suatu audit meliputi pemeriksaan, atas dasar pengujian,
bukti-bukti yang mendukung jumlah-jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan.
Audit juga akan meliputi penilaian atas prinsip akuntansi yang digunakan dan
estimasi signifikan yang dibuat oleh manajemen, serta penilaian atas penyajian laporan
keuangan secara keseluruhan sesuai dengan ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Pendapat kami atas
laporan keuangan tersebut adalah tergantung dari hasil penerapan prosedur-prosedur
audit yang akan kami laksanakan, oleh karena itu, kami tidak memberikan jaminan bahwa

6
kamidapat memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan
tersebut di atas.

Sebagai bagian dari proses audit, kami akan melakukan permintaan keterangan
dari manajemen tentang pernyataan manajemen yang disajikan dalam laporan
keuangan. Kami juga akan meminta pernyataan tertulis clan manajemen yang menjelaskan
bahwa penyajian laporan keuangan adalah tanggung jawab manajemen dan
penegasan tertulis lainnya untuk mengkonfirmasi beberapa pernyataan yang dibuat
oleh manajemen kepada kami selama proses audit kami. Tanggapan manajemen
atas permintaan keterangan kami dan pemerolehan pernyataan tertulis dari
manajemen diwajibkan oleh standar auditing sebagai bagian dari bukti audit yang akan
kami andalkan sebagai dasar dalam memberikan pendapat atas laporan keuangan.
Karena pentingnya surat pernyataan manajemen tersebut, Perusahaan setuju untuk
membebaskan dan mengganti rugi kepada…… …… …(nama KAP yang bersangkutan) dan
stafnya atas segala tuntutan, kewajiban, dan biaya-biaya yang akan dikeluarkan sebagai
akibat dari kesalahan pernyataan manajemen berkaitan dengan jasa audit yang kami
berikan sesuai dengan perikatan ini.

Audit kami mengandung risiko bawaan bahwa bila terdapat kekeliruan dan
ketidakberesan material, termasuk kecurangan atau pemalsuan, mungkin tidak
akan terdeteksi. Namun, bila kami menemukan adanya hal-hal tersebut dalam audit
kami, informasi tersebut akan kami sampaikan kepada Saudara.

Sebagai tambahan laporan audit kami atas laporan keuangan, kami akan
menyampaikan surat terpisah tentang kelemahan signifikan pengendalian intern yang
kami temukan dalam audit yang kami lakukan.

Kami mengingatkan Saudara bahwa tanggung jawab atas penyusunan laporan


keuangan, termasuk pengungkapan memadai merupakan tanggung jawab
manajemen perusahaan. Tanggung jawab ini mencakup pula
penyelenggaraan catatan akuntansi dan pengendalian intern memadai, pemilihan dan
penerapan kebijakan akuntansi, dan penjagaan keamanan aktiva perusahaan.
.Sebagai bagian dari proses audit, kami akan meminta penegasan tertulis dari Saudara
tentang representasi yang Saudara buat untuk kami dalam rangka audit yang
kami laksanakan.

7
Kami mengharapkan kerja sama penuh dari staf Saudara dan kami yakin bahwa
mereka akan menyediakan catatan, dokumentasi, dan informasi lain yang kami
perlukan dalam rangka audit kami. Berdasarkan diskusi tentang operasi perusahaan
dan perencanaan audit kami, fee audit kami perkirakan sebesar Rp… …… ….
ditambah direct out of pocket expenses dan Pajak Pertambahan Nilai. Fee
tersebut kami hitung berdasarkan waktu yang diperlukan oleh staf yang kami tugasi
untuk melaksanakan audit ini dan tarif per jam staf yang kami tugasi, yang bervariasi
sesuai dengan tingkat tanggung jawab yang dipikul dan pengalaman serta keahlian
yang diperlukan. Jumlah tersebut akan kami tagih sesuai dengan kemajuan
pekerjaan kami.

Surat perikatan audit ini akan efektif berlaku untuk tahun-tahun yang akan
datang kecuali jika dihentikan, diubah, atau diganti.

Silakan menandatangani dan mengembalikan copy surat perikatan audit


terlampir yang menunjukkan kesepakatan Saudara atas pengaturan tentang audit
atas laporan keuangan tersebut di atas.

Terima kasih atas kesempatan yang Saudara berikan kepada kami untuk menyediakan

jasa audit bagi Saudara.

PT ABC Kantor Akuntan Publik

Sumber:PSA No.55

D. Mendapatkan pemahaman tentang sifat bisnis dan industry auditee


Mendapatkan pemahaman menyeluruh menganai sifat bisnis dan industry serta sifat
operasi auditi merupakan hal yang penting bagi auditor untuk dapat melakukan audit
yang memadai. Hal ini menjadi penting karena :
1) Risiko yang terkait dengan industri spesifik dapat mempengaruhi penilaian
auditor atas risiko bisnis klien dan risiko audit yang dapat diterima (acceptable
audit risk) dan bahkan dapat memengaruhi auditor untuk menolak perikatan
dengan perusahaan dalam industri berisiko, seperti jasa keuangan dan industri
asuransi kesehatan.

8
2) Risiko yang melekat (inherent risk) yang relative sama untuk perusahaan di
industri tertentu.
3) Banyak industri memiliki persyaratan akuntansi yang unik dan auditor harus
memahami persyaratan tersebut untuk mengevaluasi apakah laporan keuangan
auditee sesuai dengan standar akuntansi.

Mendapatkan pemahaman menyeluruh menganai sifat bisnis dan industry serta sifat
operasi auditi dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

1) Memahami industry dan bisnis auditee


2) Memahami proses dan operasi bisnis auditee
3) Memahami organisasi bisnis dan tata kelola auditee
4) Memahami tujuan dan strategi perusahaan auditee
5) Memahami system pengukuran kinerja auditee

E. Melakukan penilaian risiko bisnis auditee dengan prosedur analitis

Auditor menggunakan pengetahuan yang diperoleh dari pemahaman bisnis dan


industri auditee untuk menilai risiko bisnisnya (risiko bahwa klien akan gagal
mencapai tujuannya) serta risiko salah saji material dalam laporan keuangan karena
risiko bisnis auditee.

Cara yang dapat dilakukan untuk menilai risiko bisnis auditee adalah dengan
melakukan berbagai prosedur analitis, dengan membandingkan berbagai data baik
dari eksternal maupun internal perusahaan, seperti:

1) Memandingkan Saldo tahun ini dengan saldo tahun sebelumnya.


Auditor dapat dengan mudah membandingkan saldo tahun berjalan dan saldo
tahun sebelumnya untuk memutuskan, apakah terdapat akun yang memiliki
kenaikan jumlah signifikan.
2) Membandingkan setiap saldo dengan mendetil dengan membandingkan detail
saldo tahun sebelumnya
Dengan secara singkat membandingkan detail saldo periode saat ini dengan saldo
periode sebelumnya, auditor kadang dapat menentukan akun yang perlu
pemeriksaan lebih lanjut
3) Menghitung rasio keuangan tahun ini dan membandingkan dengan rasio
keuangan tahun sebelumnya

9
Untuk mengetahui kondisi keuangan auditee, seorang auditor dapat melakukan
beberapa macam rasio keuangan, antara lain : Kemampuan untuk membayar
hutang jangka pendek, rasio likuiditas, kemampuan untuk membayar hutang
jangka panjang, serta rasio keuangan lainnya.

Bagan 1Rasio Kemampuan untuk


membayar hutang jangka pendek

Bagan 2 Rasio likuiditas

Bagan 3 Rasio kemampuan untuk


membayar hutang jangka panjang

D.F.MATERIALITAS

FASB 2 (Financial Accounting Standard Board) mendefinisikan materialitas sebagai


berikut:

“Besarnya nilai penghapusan atau kesalahan penyajian informasi keuangan yang


dalam hubungannya dengan sejumlah situasi yang melingkupinya, membuat hal itu
memiliki kemungkinan besar bahwa pertimbangan yang dibuat oleh seorang yang
mengandalkan informasi tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh penghapusan
atau kesalahan penyajian tersebut.”

10
Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi
akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupnya, dapat mengakibatkan
perubahan atas suatu pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan
kepercayaan terhadap informasi itu, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.
ISA 320 alinea 8 menjelaskan bahwa salah satu tujuan auditor menerapkan secara
tepat konsep materialitas dalam merencanakan dan melaksanakan audit.

Hal itu mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan keadaan yang berkaitan


dengan entitas dan kebutuhan informasi pihak yang akan meletakkan kepercayaan
atas laporan keuangan auditan, karena jumlah yang material dalam laporan keuangan
entitas tertentu mungkin tidak material dalam laporan keuangan entitas lain yang
memiliki ukuran dan sifat yang berbeda.

Materialitas digunakan dalam membuat dan mengaudit laporan keuangan dengan


mempertimbangkan dampak terhadap pengambil keputusan ekonomis, situasi yang
ada (yang dipengaruhi ukuran dan sifat salah saji), dan kebutuhan pemakai laporan
secara umum. Dalam menentukan materialitas auditor mengasumsikan pemakai:

1. Memiliki pengetahuan yang cukup mengenai bisnis, kegiatan ekonomis, dan


akuntansi, dan berkeinginan mempelajari informasi dalam laporan keuangan
dengan cukup cermat.
2. Memahami bahwa laporan keuangan dibuat dan diaudit pada tingkat materialitas
3. Menerima ketidakpastian yang inheren dalam penggunaan estimasi, judgment,
dan pertimbangan mengenai peristiwa di kemudian hari
4. Membuat keputusan ekonomis yang wajar atas dasar informasi dalam laporan
keuangan.

Konsep Materialitas dalam Audit

Terdapat lima tahap berurutan yang saling terkait erat satu sama lainnya dalam
penerapan materialitas. Yaitu sebagai berikut:

1. Menetapkan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas

2. Mengalokasikan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas ini kedalam


segmen-segmen

3. Mengestimasi total kesalahan penyajian yang terdapat dalam segmen

11
4. Mengestimasi kesalahan penyajian gabungan

5. Membandingkan antara estimasi gabungan dan pertimbangan awal atau


pertimbangan yang telah direvisi tentang tingkat materialitas

Dalam laporan audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan
bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan auditan
adalah akurat. Hal ini karena akan memerlukan waktu dan biaya yang jauh melebihi
manfaat yang dihasilkan. Karena itu, dalam audit atas laporan keuangan, auditor
memberikan keyakinan berikut ini :

1. Bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan beserta


pengungkapannya telah dicatat, diingkas, digolongkan, dan dikompilasi.

2. Bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar
memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan.

3. Dalam bentuk pendapat atau memberikan informasi, dalam hal terdapat


perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara
wajar dan tidak terdapat salah saji material karena kekeliruan dan kecurangan.

12
Ada dua konsep yang melandasi keyakinan yang diberikan oleh auditor:

1. Konsep materialitas menunjukan seberapa besar salah saji yang dapat diterima
oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh salah saji
tersebut.

2. Konsep risiko audit menunjukan tingkat risiko kegagalan auditor untuk mengubah
pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.

Pertimbangan Awal tentang Materialitas

Auditor pada awal masa penugasan audit terlebih dahulu menetapkan nilai kesalahan
penyajian gabungan dalam laporan keuangan yang menurutnya adalah material.
Pertimbangan ini disebut pertimbangan awal tentang tingkat materialitas
(preliminary judgment about materiality) karena pertimbangan ini merupakan suatu
pertimbangan profesional dan dapat berubah selama masa penugasan jika ternyata
situasi-situasi yang melingkupinya berubah. Alasan penetapan suatu pertimbangan
awal tentang tingkat materialitas adalah untuk membantu auditor merencanakan
bukti audit yang memadai yang harus dikumpulkan.

Auditor seringkali mengubah kembali pertimbangan awalnya tentang tingkat


materialitas selama berlangsungnya proses audit. Ketika hal tersebut dilakukan,
pertimbangan yang baru itu disebut revisi atas pertimbangan tentang materialitas.
Alasan-alasan dipergunakannya revisi pertimbangan dapat mencakup karena adanya
perubahan salah satu faktor yang dipergunakan dalam menetukan pertimbangan awal
atau karena adanya kebijaksanaan akibat dari auditor bahwa pertimbangan awal
ternyata bernilai terlalu besar atau terlalu rendah.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penilaian

Materialitas lebih merupakan konsep yang relatif bukannya absolut sehingga


sejumlah dasar pertimbangan diperlukan untuk mengevaluasi tingkat materialitas.
Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitatif
berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan
keuangan. Pertimbangan kualitatif berkaitan dengan penyebab salah saji. Suatu salah
saji yang secara kuantitatif tidak material dapat secara kualitatif bersifat material,
karena penyebabnya yang menimbulkan salah saji tersebut.

13
Contoh pertimbangan kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan oleh auditor adalah,

1. Faktor Kuantitatif, misalnya hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu
dalam laporan seperti:
o Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan
o Total aktiva dan ekiutas pemegang saham dalam neraca
2. Faktor kualitatif seperti:
o Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukum dan kecurangan
o Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dari bank yang
mengharuskan klien untuk mempertahankan beberapa ratio keuangan pada
tingkat minimum tertentu.
o Adanya gangguan dalam trend laba.
o Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan.

Karakteristik salah saji dapat dilihat ukuran, sifat, dan situasi yang meliputinya. Salah
saji dinyatakan dalam ukuran uang. Sifat salah saji adalah ukuran kualitatif salah saji
tersebut. Situasi di sekitar salah saji tersebut juga dapat mempengaruhi materialitas
salah saji.

Salah saji yang lazim antara lain


1. Error atau fraud dalam pembuatan laporan keuangan
2. Penyimpangan pada kerangka pelaporan keuangan
3. Kecurangan oleh manajemen atau karyawan
4. Management error
5. Estimasi tidak tepat
6. Penjelasan yang keliru

Materialitas dalam proses audit

Tahapan proses audit Auditor melaksanakan


Risk assesment  Menentukan materialitas untuk laporan
keuangan secara keseluruhan (overall
materiality) dan performance materiality
 Merencanakan prosedur penilaian risiko
yang harus dilaksanakan
 Mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji
material

14
Risk response  menentukan sifat, waktu, dan luas prosedur
audit selanjutnya
 merevisi angka materialitas karena
perubahan situasi selama audit berlangsung
Reporting  mengevaluasi salah saji yang belum dikoreksi
oleh entitas tersebut
 merumuskan pendapat auditor

Contoh Panduan Materialitas

Berikut panduan digambarkan dalam Figur 9-2, yang diterjemahkan dari Auditing and
assurance services: An integrated approach 14th Edition, dalam bentuk panduan
kebijakan dari sebuah KAP. Perhatikan bahwa panduan tersebut merupakan formula
yang menggunakan satu atau lebih dasar dan rentang persentase. Penerapan
panduan, seperti yang digambarkan berikut ini, memerlukan pertimbangan
profesional yang tinggi.

BERGER AND ANTHONY, CPAs


Gary, Indiana 46405
PERNYATAAN KEBIJAKAN
Charles G. Berger
No.321C Joe Anthony

Judul: Panduan Materialitas

Penilaian profesional digunakan sepanjang waktu dalam menetapkan dan


menerapkan panduan materialitas. Sebagai panduan umum, kebijakan berikut akan
diterapkan .

1. Total saji gabungan dalam laporan keuangan yang lebih besar dari 6% biasanya
dianggap material. Total gabungan kurang dari 3% dianggap tidak material jika tidak
ada faktor kualitatif yang mendukung. Salah saji gabungan antara 3-6% memerlukan
penilaian profesional yang paling tinggi dalam menentukan materialitasnya.

2. Ukuran 3-6% harus dihitung dengan menggunakan dasar yang tepat. Seringkali
digunakan lebih dari satu dasar untuk membandingkan salah saji tersebut. Panduan
berikut direkomendasikan dalam memilih dasar yang tepat:

15
a. Laba rugi. Salah saji gabungan dalam laporan laba rugi biasanya harus diukur
sebesar 3 sampai 6 persen dari laba operasi sebelum pajak. Panduan 3 sampai 6
persen tepat digunakan untuk tahun dimana laba yang dihasilkan luar biasa tinggi atau
rendah. Ketika laba operasi disuatu tahun tertentu tidak dianggap representatif untuk
digunakan sebagai dasar ukuran tersebut. Misalnya, rata-rata laba operasi selama
periode 3 tahun dapat digunakan sebagai dasar yang tepat.

b. Neraca. Salah saji gabungan dalam neraca harus dievaluasi untuk aset lancar,
liabilitas lancar, dan total aset. Untuk aset lancar dan liabilitas lancar, panduannya
adalah sekitar 3 sampai 6 persen, diterapkan dengan cara yang sama seperti di laporan
rugi laba. Untuk total aset, panduannya adalah sebesar 1 sampai 3 persen dan
diterapkan dengan cara yang sama seperti di laporan laba rugi.

3. Faktor-faktor kualitatif harus dievaluasi secara seksama dalam semua pengauditan.


Dalam banyak kasus, faktor kualitatif tersebut lebih penting daripada panduan yang
diterapkan untuk laba rugi dan neraca. Maksud penggunaan laporan keuangan dan
sifat informasi dalam laporan tersebut, termasuk catatan kakinya, harus dievaluasi
secara seksama.

Dengan menggunakan panduan Ilustrasi di atas, marilah kita pelajari pertimbangan


materialitas awal untuk Hillsburg Hardware Co. Panduannya adalah sebagai berikut;

Pertimbangan Materialitas Awal (dibulatkan, dalam ribuan)

Minimal Maksimal ___

Presentasi Jumlah($) Presentase Jumlah($)

Laba operasi 3 $ 221 6 $ 442

Aset Lancar 3 1.531 6 3.062

Total Aset 1 614 3 1.841

Liabilitas lancar 3 396 6 793

Jika auditor Hillsburg Hardware Co. memutuskan bahwa panduan umum diatas
adalah wajar, maka langkah pertama yang dilakukan adalah mengevaluasi apakah ada
faktor kualitatif yang secara signifikan mempengaruhi penilaian materialitas.
Anggaplah tidak ada faktor kualitatif yang mempengaruhi penilaian materialitas, jika

16
auditor menyimpulkan di akhir auditnya bahwa salah saji gabungan atas laba operasi
sebelum pajak kurang dari $ 221,000,- maka laporan tersebut dianggap telah disajikan
secara wajar, Jika salah saji gabungan melebihi $ 442,000,- maka laporan tersebut
dianggap tidak disajikan secara wajar. Jika salah saji diantara $ 221,000,- sampai $
442,000,- maka diperlukan pertimbangan yang lebih hati-hati atas semua fakta yang
ada. Auditor kemudian menerapkan proses yang sama untuk ketiga dasar pengukuran
lainnya.

E.G. RISIKO

Laporan Audit standar menjelaskan bahwa audit dirancang untuk memperoleh


keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah saji yang
material. Karena audit tidak menjamin bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah
saji yang material, maka terdapat beberapa derajat resiko bahwa laporan keuangan
mengandung salah saji yang tidak terditeksi oleh auditor. Dengan demikian dalam
perencanaan pekerjaannya, auditor harus mempertimbangkan risiko audit tersebut.
Semakin pasti auditor dalam menyatakan pendapatnya, semakin rendah risiko audit
yang auditor bersedia untuk menanggungnya

Risiko secara umum diartikan sebagai suatu kejadian/kondisi yang berkaitan dengan
hambatan dalam pencapaian tujuan. Sedangkan Risiko Audit (Audit Risk) adalah risiko
bahwa auditor mungkin tanpa sengaja telah gagal untuk memodifikasi pendapat
secara tepat mengenai laporan keuangan yang mengandung salah saji material.

Risiko Audit dibagi menjadi dua bagian :

1. Risiko Audit keseluruhan yang berkaitan dengan laporan keuangan sebagai


keseluruhan.
Risiko Audit Keseluruhan (Overall Audit Risk) merupakan besarnya risiko yang
dapat ditanggung oleh auditor dalam menyatakan bahwa laporan keuangan
disajikan wajar, padahal kenyataannya, laporan keuangan tersebut berisi salah saji
material.
Misalkan, auditor memperkirakan auditor bersedia menanggung risiko audit 5%
bahwa ia akan menerima laporan keuangan yang berisi salah saji material, hal ini
berarti juga auditor 95% yakin bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar
sebagaimana pendapat wajar tanpa pengecualian yang diberikan oleh auditor.

17
2. Risiko Audit Individual yang berkaitan dengan setiap saldo akun individual yang
dicantumkan dalam laporan keuangan. Risiko ini perlu ditentukan karena akun
tertentu seringkali sangat penting karena besar saldonya dan /atau frekuensi
transaksi perubahannya.

Auditor membuat penilaian mengenai berbagai komponen risiko audit untuk


mengarahkan keputusan tentang sifat, waktu, dan luasnya prosedur audit dan juga
keputusan mengenai penetapan staf audit.

SAS NO. 47 (AU 312.20) menyatakan bahwa risiko audit terdiri dari 3 komponen:

1. Risiko bawaan (Inherent risk)

Risiko bawaan merupakan kerentanan asersi terhadap salah saji (misstatement)


yang material, dengan mengasumsikan bahwa tidak ada pengendalian yang
berhubungan. Risiko salah saji (misstatement) seperti itu lebih besar dalam
beberapa asersi laporan keuangan dan saldo-saldo atau pengelompokan yang
berhubungan daripada yang lainnya. Risiko ini dipertimbangkan pada tahap
perencanaan audit. Sebagai contoh, perhitungan yang rumit lebih mungkin
disajikan salah jika dibandingkan dengan perhitungan yang sederhana. Akun yang
terdiri dari jumlah yang berasal estimasi akuntansi cenderung mengandung risiko
lebih besar dibandingkan dengan akun yang sifatnya relatif rutin dan berisi data
berupa fakta.

2. Risiko Pengendalian (Control Risk)

Risiko Pengendalian merupakan risiko bahwa suatu salah saji yang material yang
akan terjadi dalam asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu
oleh pengendalian perusahaan. Risiko ini merupakan fungsi keefektifan
perancangan dan operasi pengendalian internal dalam mencapai tujuan entitas
yang relevan untuk menyusun laporan keuangan entitas. Beberapa risiko
pengendalian akan selalu ada karena keterbatasan yang melekat pada
pengendalian internal. Sebagai contoh, pengendalian intern mungkin menjadi
tidak efektif karena kelalaian manusia akibat ceroboh atau bosan atau karena
adanya kolusi di antara pesonel pelaksanaannya.

18
3. Risiko Deteksi (Detection Risk)

Risiko Deteksi merupakan risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji
material yang terdapat dalam suatu perusahaan. Risiko ini merupakan fungsi
keefektifan prosedur audit dan aplikasinya oleh auditor. Hal ini sebagian muncul
dari ketidakpastian yang ada ketika auditor tidak memeriksa semua saldo akun
atau kelompok transaksi untuk mengumpulkan bukti tentang asersi lainnya. Hal ini
dapat dikurangi hingga pada tingkat yang dapat diabaikan melalui perencanaan
dan supervisi dan pelaksanaan praktik audit yang sesuai dengan standar
pengendalian mutu.

Model Risiko Audit

Auditor tidak dapat memeriksa semua bukti yang berkaitan dengan setiap
asersi untuk setiap saldo akun dan golongan transaksi. Model risiko audit menjadi
pedoman para auditor dalam pengumpulan bukti audit, sehingga auditor dapat
mencapai tingkat keyakinan yang memadai yang diinginkan. Model Risiko audit (audit
risk model) dapat dinyatakan secara kuantitatif sebagai berikut:

AR = IR X CR X DR

Dimana :

AR = Risiko Audit (Audit Risk)


IR = Risiko bawaan (Inherent Risk)
CR = Risiko Pengendalian (Control Risk)
DR = Risiko Deteksi (Detection Risk)
Sebagai contoh, dalam menaksir risiko deteksi dalam audit atas persediaan, auditor
melakukan pertimbangan berikut :

1. Berdasarkan pertimbangan auditor, ditentukan risiko audit individual untuk akun


Persediaan pada tingkat 5%.
2. Kemudian ditentukan risiko bawaan pada tingkat 60%, karena akun Persediaan
bersaldo besar, beberapa perhitungannya rumit, dan frekuensi transaksinya tinggi.
3. Ditentukan pengendalian sebesar 30% karena pengendalian klien dianggap efektif
berdasarkan audit tahun lalu.
4. asumsikan auditor telah membuat penilaian risiko berikut untuk suatu asersi
tertentu seperti aserti kelengkapan untuk persediaan.

19
AR = 5%; IR = 60%; CR = 30%

Risiko deteksi dapat ditentukan sebagai berikut :

𝐴𝑅 0,05
DR = = = 28%
𝐼𝑅 𝑥 𝐶𝑅 0,60 𝑋 0,30

Risiko deteksi sebesar 28% dapat digunakan oleh auditor dalam memutuskan jumlah
bukti audit yang dikumpulkan oleh auditor dalam audit atas akun Persediaan.

Hubungan Antara Risiko Audit dengan Bukti Audit

Semakin rendah risiko audit, auditor bersedia untuk menanggung risiko rendah
sehingga tingkat kepastian yang diinginkan oleh auditor adalah tinggi, auditor perlu
mengumpulkan bukti audit kompeten dalam jumlah banyak. Sebaliknya, semkain
tinggi risiko audit, auditor bersedia untuk menanggung risiko audit tinggi sehingga
tingkat kepastian yang diinginkan oleh auditor rendah, auditor perlu mengumpulkan
bukti audit kompeten dalam jumlah kecil saja.

F.H.STRATEGI AUDIT AWAL

Tujuan utama auditor dalam perencanaan dan pelaksanaan audit adalah untuk
mengurangi resiko audit hingga tingkat rendah yang sesuai untuk mendukung suatu
pendapat apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar dalam segala hal yang
material.

Dalam mengembangkan strategi audit awal untuk asersi-asersi auditor


menspesifikasikan 4 komponen sebagai berikut :

1. Tingkat risiko bawaan yang dinilai


2. Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan untuk dinilai dengan
mempertimbangkan luas pemahaman pengendalian intern dan pelaksanaan
pengujian pengendalian.
3. Tingkat risiko prosedur analitis yang direncanakan dengan petimbangan
pemahaman tentang bisnis & industri yang diperoleh dan pelaksanaan prosedur
analitis mengenai penyajian suatu asersi.
4. Tingkat pengujian rincian yang direncanakan ,apabila dikombinasikan dengan
prosedur lain mengurangi risiko audit hingga tingkat rendah yang sesuai

Ada dua strategi audit awal yang dapat dipilih oleh auditor:

20
1. Primarily substantive approach

2. Lower assessed level of control risk approach

Dalam memilih alternatif strategi audit tersebut, auditor mempertimbangkan faktor-


faktor sebagai berikut:

1. Planned assessed level of control risk. Luas pemahaman auditor terhadp struktur
pengendalian intern yang dihimpun
2. Test of control yang dilaksanakan dalam menentukan risiko pengendalian
3. Planned assessed level of substantive test yang dilaksanakan auditor untuk
mengurangi risiko audit pada tingkat serendah mungkin.

Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan (Planned assessed level of control risk)
yang tinggi, berarti auditor mengangap bahwa struktur pengendalian intern klien
adalah sangat efektif dan dapat mengurangi kemungkinan salah saji. Oleh karena itu,
auditor harus menguji kebenaran anggapannya tersebut. Auditor lebih banyak
melakukan pengujian pengendalian.

Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan (Planned assessed level of control risk)
yang rendah, berarti auditor menganggap bahwa struktur pengendalian intern klien
sangat tidak efektif dan tidak akan dapat mencegah terjadinya salah saji. Oleh karena
itu, auditor kemudian menguji apakah salah saji yang tak terdeteksi oleh struktur
pengendalian intern klien tersebut, dapat dideteksi oleh prosedur audit. Oleh karena
itu, auditor melakukan pengujian substantif.

Luas pemahaman auditor terhadap struktur pengendalian intern juga mempengaruhi


pemilihan strategi audit. Apabila auditor sangat memahami struktur pengendalian
intern klien, maka auditor dapat memilih strategi audit Primarily substantive
approach. Apabila auditor kurang memahami struktur pengendalian intern klien,
maka auditor dapat memilih strategi audit Lower assessed level of control risk
approach.

Strategi audit pendahuluan bukanlah merupakan spesifikasi rinci (detail) prosedur


auditing. Strategi audit pendahuluan merupakan suatu judgement pendahuluan
mengenai endekatan yang akan dipakai dalam melaksanakan audit.

Primarily substantive approach

21
Pada strategi ini, auditor lebih mengutamakan pengujian substantif daripada
pengujian pengendalian. Auditor relatif lebih sedikit melakukan prosedur untuk
memperoleh pemahaman struktur pengedalian intern klien. Strategi ini lebih banyak
dipakai dalam audit yang pertama kali daripada atas klien lama. Strategi ini digunakan
apabila auditor, atas dasar pengalaman maupun tahap perencanaan sebelumnya,
menemukan kondisi sebagai berikut:

1. Pengendalian yang terkait dengan suatu asersi, tidak efektif. Oleh karena itu,
salah saji tidak akan dpat dicegah atau dideteksi oleh struktur pengendalian
intern klien. Auditor kemudian menguji apakah salah saji yang tak terdeteksi oleh
struktur pengendalian intern klien tersebut, dapat dideteksi oleh prosedur audit.
Dengan demikian, auditor akan lebih banyak melakukan pengujian substantive.
2. Biaya untuk melaksanakan:
a. Prosedur tambahan untuk menghimpun pemahaman struktur pengendalian
intern
b. Test of control untuk mendukung lower assessed level of control risk
melebihi biaya untuk melaksanakan test substantif yang lebih ekstensif.

Kedua kondisi ini biasanya terkait dengan asersi akun:

1. Yang dipengaruhi terutama oleh transaksi tidak rutin atau jarang terjadi seperti
aktiva tetap, utang obligasi, dan modal saham
2. Yang sangat memerlukan jurnal penyesuaian seperti akumulasi depresiasi.

Lower assessed level of control risk approach

Auditor lebih mengutamakan pengujian pengendalian daripada pengujian


substantive pada strategi ini. Hal ini bukan berarti auditor sama sekali tidak melakukan
pengujian substantif. Auditor tetap melakukan pengujian substantif meskipun tidak
se-ekstensif pada Primarily substantive approach. Auditor lebih banyak melakukan
prosedur untuk memperoleh pemahaman mengenai struktur pengendalian intern
klien. Strategi ini lebih banyak dipakai dalam audit atas klien lama daripada audit yang
pertama kali atas klien baru. Strategi ini digunakan apabila auditor, atas dasar
pengalaman maupun tahap perencanaan sebelumnya, menemukan kondisi sebagai
berikut:

1. Pengendalian yang terkait dengan suatu asersi dirancang dengan baik, dan sangat
efektif. Struktur pengendalian intern klien sangat efektif tersebut akan dapat

22
mengurangi kemungkinan salah saji. Oleh karena itu, auditor harus menguji
apakah struktur pengendalian intern klien benar-benar efektif dalam mendeteksi
salah saji. Auditor lebih banyak melakukan pengujian pengendalian.
2. Biaya untuk melaksanakan:
a. prosedur tambahan untuk menghimpun pemahaman struktur pengendalian
intern.
b. Test of control untuk mendukung lower assessed level of control risk lebih
rendah dari pada biaya untuk melaksanakan tes substantif yang lebih
ekstensif. Akun yang diperiksa adalah akun yang dipengaruhi transaksi rutin,
dan volumenya tinggi. Contoh akun seperti itu adalah: penjualan, piutang
dagang, persediaan, biaya upah dan gaji.

23
III. PENUTUP
Dalam melakukan audit, auditor harus melakukan satu tahapan penting yaitu
Perencanaan Audit. Dalam makalah ini telah disajikan beberapa poin penting dalam
prencanaan audit, antara lain:

1. Proses perencanaan awal yaitu berupa keputusan menerima atau menolak klien
baru maupun klien lama, mengidentifikasi alasan klien untuk diaudit, menentukan
staf untuk penugasan dan membuat surat perikatan.
2. Materialitas yang digunakan dalam membuat dan mengaudit laporan keuangan
dengan mempertimbangkan dampak terhadap pengambil keputusan ekonomis,
situasi yang ada (yang dipengaruhi ukuran dan sifat salah saji), dan kebutuhan
pemakai laporan secara umum.
3. Risiko audit yang dimaknai sebagai adanya kemungkinan auditor tanpa sengaja telah
gagal untuk memodifikasi pendapat secara tepat mengenai laporan keuangan yang
mengandung salah saji material.
4. Strategi awal audit merupakan tindakan yang dilakukan untuk mengurangi resiko
audit hingga tingkat rendah yang sesuai untuk mendukung suatu pendapat apakah
laporan keuangan telah disajikan secara wajar dalam segala hal yang material.

24
IV. Studi Kasus

Contoh kasus skandal yang cukup menggemparkan di Indonesia yaitu kasus penggelembungan
laba oleh PT Kimia Farma (PT KF) yang notabene adalah perusahaan public yang telah melantai di
bursa saham. Skandal ini terjadi pada pelaporan keuangan 31 Desember 2001 dimana manajemen
melaporkan laba bersih sebesar Rp132 miliar. Laporan keuangan tersebut diaudit oleh Hans
Tuanakotta & Mustofa (HTM) tetapi Kementerian BUMN menemukan adanya indikasi kecurangan dan
melalui pemeriksaan Bapepam LK ditemukan adanya salah saji dalam laporan keuangan PT KF yang
menyebabkan lebih saji (overstatement) laba bersih sebesar Rp 32,7 miliar. Salah saji ini terjadi
dengan cara melebihsajikan penjualan dan persediaan pada 3 unit usaha, dan dilakukan dengan
menggelembungkan harga persediaan yang telah diotorisasi oleh Direktur Produksi untuk
menentukan nilai persediaan pada unit distribusi PT KF per 31 Desember 2001. Selain itu manajemen
PT KF melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada 2 unit usaha. Pencatatan ganda itu dilakukan
pada unit-unit yang tidak disampling oleh auditor eksternal. Terhadap auditor eksternal yang
mengaudit laporan keuangan PT KF per 31 Desember 2001, Bapepam menyimpulkan auditor eksternal
telah melakukan prosedur audit sampling yang telah diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik,
dan tidak ditemukan adanya unsur kesengajaan membantu manajemen PT KF menggelembungkan
keuntungan. Bapepam mengemukakan proses audit tersebut tidak berhasil mendeteksi adanya
penggelembungan laba yang dilakukan PT KF. Atas temuan ini, kepada PT KF Bapepam memberikan
sanksi administratif sebesar Rp 500 juta, Rp 1 milyar terhadap direksi lama PT KF dan Rp 100 juta
kepada auditor eksternal (Bapepam 2002).
Kasus diatas merupakan contoh dari kasus kecurangan/ fraud dimana manajemen melakukan
pelaporan yang tidak sesuai fakta dengan melakukan overstated laba bersihnya. Albrecht W. Steve
dalam bukunya Fraud Examination menyebut tindakan tersebut sebagai tindakan “manajemen fraud”
dimana pelakunya yaitu para manajemen puncak yang melakukan misrepresentasi dari informasi
keuangan.
G.Jack Bologna, Robert J.Lindquist dan Joseph T.Wells mendifinisikan kecurangan “ Fraud is
criminal deception intended to financially benefit the deceiver ( 1993,hal 3 )” yaitu suatu kegiatan
penipuan yang dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan bagi pihak penipu.
Lalu, pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah, mengapa auditor gagal dalam menemukan
kecurangan tersebut? Seperti kita ketahui, auditor mendasarkan kegiatannya dengan menggunakan
sampling, bukan berdasarkan populasi. Hal tersebut benar tapi tidak serta merta dapat dijadikan
pembenaran atas ketidakcermatan dari auditor yang memeriksa.
Terdapat beberapa penyebab, mengapa kegiatan audit yang dilakukan gagal dalam
menemukan/mendeteksi adanya kecurangan, yaitu sebagai berikut :

25
No Tahap Perencanaan Audit Uraian Formatted: Font: Bold
Formatted: Centered

1 Perencanaan awal Dalam melakukan perencanaan awal, kantor akuntan public Formatted Table
Formatted: Normal
kurang cermat dalam mengidentifikasi auditee dan
menentukan staf untuk penugasan. Kemungkinan auditor/
kantor akuntan public memilih auditor yang kurang
berpengalaman dalam melakukan audit.

Surat perikatan audit Formatted: Normal, Space Before: 0 pt, After: 0 pt


2 Dalam membuat surat perikatan audit, kemungkinan kantor
akuntan public menentukan jangka waktu audit yang cukup
singkat, sehingga auditor yang ditugaskan untuk melakukan
pemeriksaan terburu-buru sehingga mengurangi kecermatan
auditor dalam mengidentifikasi kesalahan.

Mendapatkan pemahaman Auditor yang ditugaskan kurang cermat dalam melakukan Formatted: Font: Not Bold
3
tentang sifat bisnis dan Formatted: Space Before: 0 pt, After: 0 pt, Line spacing:
identifikasi dan penilaian risiko bisnis auditee, sehingga tidak Multiple 1.15 li
industry auditee dan
mengetahui bahwa auditee melakukan pencatatan ganda 2
melakukan penilaian risiko Formatted: Font: Not Bold
bisnis auditee dengan unit usaha nya. Sehingga auditor tidak melakukan sampling
prosedur analitis. atas kedua unit usaha tersebut.

Penentuan materialitas dan Karena auditor kurang cermat dalam menentukan risiko bisnis
4
risiko audit auditee sehingga penilaian atas materialitas dan risiko audit
nya pun tidak sesuai, sehingga dua unit usaha yang melakukan
penggelembungan nilai persediaan tidak termasuk dalam uji
sampling auditor.

Lalu, apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah diatas? Beberapa hal ini dapat
dijadikan pertimbangan untuk meredam kejadian tersebut agar tidak terulang kembali, yaitu:
1. Auditor/ kantor akuntan public harus mempu membuat perencanaan audit yang tepat,
sehingga audit yang dilaksanakan dapat mendeteksi salah saji material dan ketidakwajaran
dalam pelaporan keuangan auditee.
2. Bagi otoritas berwenang dapat mentapkan peraturan yang dapat memaksa kantor akuntan
public/ auditor untuk melakukan audit dengan tetap mempertahankan integritas,
profesionalitas, independensinya.
3. Auditor/ kantor akuntan public dapat menetapkan metode/ strategi yang up to date, agar
dapat mendeteksi berbagai kecurangan yang semakin canggih.

26
IV.V. Daftar Pustaka

AA Arens, RJ Elder, 2012, Auditing and assurance services: An integrated approach 14th Edition,
Prentice Hall, New Jersey

Arens, Alvin A dan Loebbecke, James K. Auditing Suatu Pendekatan Terpadu, diterjemahkan oleh Amir
Abadi Yusuf. Penerbit Salemba Empat, Jakarta 1999

Mulyadi, 2002. Auditing, Buku Dua, Edisi Ke Enam, Salemba Empat, Jakarta.

Tuanakotta,Theodorus M., 2013. Auditing Berbasis ISA (International Standards on Auditing) , Salemba
Empat, Jakarta

KOROY, Tri Ramaraya. Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan oleh Auditor
Eksternal. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 2009, 10.1: PP. 22-23.
(http://jurnalakuntansi.petra.ac.id/index.php/aku/article/view/17000/16979, diakses tanggal 20 Juni
2016)

27

Anda mungkin juga menyukai