Anda di halaman 1dari 6

DESA DINAS DAN DESA PAKRAMAN DI BALI

OLEH :
SAMUEL CIBRO
1392461026

PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
1
DESA DINAS DAN DESA PAKRAMAN DI BALI
Secara umum, kata “desa” mengandung beberapa pengertian. “Desa” dapat berarti
suatu wilayah pemukiman penduduk yang beragama Hindu.1 Desa juga dapat berarti “situasi”
dalam kaitannya dengan tempat, waktu dan keadaan, seperti dalam ungkapan “desa, kala,
patra”.2 Tetapi dalam ungkapan jelema desa atau desa sajan, bukan berarti “orang berasal dari
desa”, melainkan menunjuk kepada suatu keadaan atau perilaku yang sangat terkebelakang
atau lebih dikenal dengan sebutan “kampungan”.3
Di Provinsi Bali dikenal ada dua bentuk (pemerintahan) desa yang masing-masing
mempunyai fungsi, system atau struktur organisasi berbeda. Dua bentuk desa yang lazim
disebut dualism desa di Bali itu adalah :
1. Desa Dinas (desa dan kelurahan), dan
2. Desa pakraman atau desa adat

1. Desa Dinas (desa dan kelurahan)


Yang dimaksudkan dengan istilah “pemerintahan desa dinas” disini adalah apa yang
pada masa pemerintahan kolonial Belanda dahulu oleh Hunger disebut ”Gouvernementsdesa”
yang artinya desa pemerintahan.4
Yang dikenal sekarang sebagai desa dinas adalah organisasi pemerintahan di desa
yang menyelenggarakan fungsi administrative, seperti mengurus kartu tanda penduduk, dan
lain-lain persoalan kedinasan (pemerintahan). Desa dinas dibentuk dengan jalan
menggabungkan beberapa desa pakraman kecil menjadi satu, sedangkan desa pakraman yang
relatif besar besar, langsung ''dibaliknama'' menjadi desa dinas.
Dewasa ini, undang-undang yang mengatur desa dinas adalah Undang-undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (LNRI Tahun 2004 Nomor 125; TLNRI No
4437) sebabagaimana sudah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Nomor
3 Tahun 2005 yang telah ditetapkan dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 (LNRI
Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4548).

1 Wayan P. Windia dan Ketut Sudantra, Pengantar Hukum Adat Bali, Lembaga Dokumentasi dan Publikasi
Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2006, h.39

2 Ibid

3 Ibid

4 I Ketut Sudantra, 2007, “Pelaksanaan Fungsi Hakim Perdamaian Desa dalam Kondisi Dualisme Pemerintahan
Desa di Bali” Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Udayana, Denpasar, hlm.69-86
2
Pengertian pemerintahan desa kemudian dirumuskan secara tegas dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, yang dalam Pasal 1 angka 6 menyatakan sebagai berikut:
Pemerintahan desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan
Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam
sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Beberapa desa dinas yang berlokasi di daerah perkotaan, disebabkan antara lain
karena heterogenitas penduduknya, kemudian diubah menjadi kelurahan. Walaupun sama-
sama desa dinas, keberadaan kelurahan agak berbeda dengan desa atau keperbekelan. Salah
satu perbedaannya, soal otonomi. Desa atau keperbekelan memiliki hak otonomi (hak untuk
mengatur rumah tangganya sendiri, walaupun tidak asli, karena diberikan oleh pemerintah
berdasarkan undang-undang yang berlaku), sedangkan kelurahan tidak memiliki hak
otonomi. Perangkat pimpinannya juga berbeda. Perangkat desa (kepala desa dan kepala
urusan di kantor desa), bukan pegawai negeri, sedangkan perangkat kelurahan (lurah dan
kepala urusan di kantor kelurahan) adalah pegawai negeri.

2. Desa pakraman atau desa adat


Perda Provinsi Bali Nornor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman menentukan
sebagai berikut: Desa pakraman adalah “kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Bali
yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat
Hindu secara turun-temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga atau Kahyangan Desa yang
mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah
tangganya sendiri” (pasal 1 no urut 4).
Banjar pakraman adalah kelompok masyarakat yang merupakan bagian desa
pakrarnan (Pasal 1 nomor urut 4).
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa desa pakraman merupakan organisasi
masyarakat Hindu Bali yang berdasarkan kesatuan wilayah tempat tinggal bersama dan
spiritual keagamaan yang paling mendasar bagi pola hubungan dan pola interaksi sosial
masyarakat Bali.
Sebuah desa pakraman, terdiri dan tiga unsur, yaitu:
(1) unsur parahyangan (berupa pura atau tempat suci agama Hindu);
(2) unsur pawongan (warga desa yang beragama Hindu);
(3) unsur palemahan (wilayah desa yang berupa karang ayahan desa dan karang guna kaya).

3
Pasal 5 Perda Provinsi Bali No 3 Tahun 2001 Desa Pakraman mempunyai tugas
sebagai berikut:
- membuat awig-awig;
- mengatur krama desa;
- mengatur pengelolaan harta kekayaan desa;
- bersama-sama pemerintah melaksanakan pembangunan di segala bidang terutama di bidang
keagamaan, kebudayaan, dan kemasyarakatan;
- membina dan mengembangkan nilai-nilai budaya Bali dalam rangka memperkaya,
melestarikan, dan rnengembangkan kebudayaan nasional pada umumnya dan kebudayaan
daerah pada k.hususnya berdasarkan “paras-paros”, sagilik-sagu-luk, salunglung-
sabayantaka” (musyawarah-mufakat);
- mengayomi krama desa.
Pasal 6 Perda Provinsi Bali No 3 Tahun 2001 Desa pakraman mempunyai wewenang
sebagai berikut:
- menyelesaikan sengketa adat dan agama dalam lingkungan wilayahnya dengan tetap
membina kerukunan dan toleransi antar-krama desa sesuai dengan awig-awig dan adat
kebiasaan setempat;
- turut serta menentukan setiap keputusan dalam pelaksanaan pembangunan yang ada di
wilayahnya, terutama yang berkaitan dengan tri hita karana;
- melakukan perbuatan hukum di dalam dan di luar desa pakraman.
Sementara tugas dan wewenang ekstern desa pakraman di antaranya membantu
pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di segala bidang, terutama di bidang
keagamaan, kebudayaan dan kemasyarakatan. Dalam konteks eksternal, desa pakraman
berkewajiban membina kerukunan dan toleransi antar-krama desa sesuai dengan awig-awig
dan adat kebiasaan setempat. Desa pakraman juga turut serta menentukan setiap keputusan
dalam pelaksanaan pembangunan yang ada di wilayahnya, terutama yang berkaitan dengan
Tri Hita Karana.
Pemerintahan desa pakraman dilakukan oeh pengurus desa pakraman yang lazim
disebut prajuru atau hulu (paduluan). Sistem pemerintahan desa pakraman juga sangat variatif
sangat dipengaruhi oleh tipe desa yang bersangkutan. Tipe desa pakraman yang ada di Bali
dikelompokkan dalam tiga kelompok :5

5 Wayan P. Windia dan Ketut Sudantra, op.cit, hal. 51


4
1. Desa Baliaga, yaitu desa tua di Bali yang masih kuat mempertahankan system
kemasyarakatan asli yang dalam jaman kerajaan dulu tidak dipengaruhi oleh system
kemasyarakatan Majapahit.
2. Desa Apanage, yaitu desa-desa yang pada jaman kerajaan dahulu sangat intensif
mendapat pengaruh dari system kemasyarakatan Majapahit
3. Desa Anyar, yaitu desa yang timbul karena akibat dari perpindahan penduduk yang
didorong oleh keinginan mencari lapangan kehidupan.
Sebagai suatu masyarakat hukum adat, desa adat atau desa pakraman memiliki tata
hukum sendiri yang bersendikan pada adat-istiadat (dresta) setempat. Tatanan hukum yang
lazim berlaku di desa adat atau desa pakraman disebut awig-awig. Selain di tingkat desa adat
atau desa pakraman, di tingkat banjar juga dikenal istilah awig-awig banjar pakraman.

Semua desa adat atau desa pakraman di Bali memiliki awig-awig. Sebelum disahkan,
awig-awig itu disusun dan dirembukkan dalam suatu rapat krama desa yang disebut paruman
desa. Di masa lalu, awig-awig desa adat belum tertulis. Setelah para prajuru (pengurus) desa
mengenal budaya baca tulis, awig-awig yang diputuskan dalam paruman desa pun dicatat.
Sejak tahun 1969, desa-desa adat di Bali memiliki kecenderungan menuliskan awig-awig-nya
dalam format dan sistematika yang seragam. Ini tak terlepas dari pembinaan yang dilakukan
Pemda Bali yang mendorong desa-desa adat di Bali menuliskan awig-awig-nya. Hal ini
dimaksudkan memberikan kepastian hukum adat di desa adat.
Desa dinas maupun desa pakraman merupakan masyarakat hukum teritorial
(teritoriale rechtgemeenschap). Artinya, masyarakat hukum yang terbentuk berdasarkan
wilayah atau teritorial, dan tentu harus jelas batas teritorialnya. Batas desa ini perlu dibuat
untuk kepentingan kompetensi (absolut maupun relatif), dalam kaitan dengan pelaksanaan
tupoksi masing-masing. Kalau teritorialnya tidak jelas, sulit untuk mengetahui sampai di
mana tupoksi masing-masing harus dijalankan.

5
DAFTAR PUSTAKA

I Gede Pitana, 1993, Subak Sistem Irigasi Tradisional di Bali Sebuah Canangsari,
Upada Sastra, Denpasar.

Wayan P. Windia dan KetutSudantra, 2006, PengantarHukumAdat Bali, Lembaga


Dokumentasi dan Publikasi Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar.

I Ketut Sudantra, 2007, “Pelaksanaan Fungsi Hakim Perdamaian Desa dalam Kondisi
Dualisme Pemerintahan Desa di Bali” Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Udayana,
Denpasar.

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Daerah

Perda Provinsi Bali Nornor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman

Anda mungkin juga menyukai