Anda di halaman 1dari 3

REACTION PAPER SEMINAR AKUNTANSI MANAJEMEN

 HAJRAL SOFI 1310532037


 SISCA VITRI 1310531041

FORMULA FOR SUCCESS: TARGET COSTING FOR COST-PLUS PRICING


COMPANIES

Semakin banyak kini perusahaan barat yang mengimplementasikan target-costing


yang dipelopori oleh perusahaan-perusahaan Jepang. Di satu sisi, kami sedikit pesimis akan
kesuksesan implementasi target-costing oleh perusahaan-perusahaan yang menetapkan harga
jual (sales price) dengan cost-plus pricing method. Memang tidak bisa ditampik bahwa
target-costing menghasilkan biaya yang lebih rendah yang pada akhirnya dalam jangka
panjang mampu menciptakan sustainable competitive advantage bagi perusahaan. Akan
tetapi, masalah muncul ketika target-costing mampu menurunkan biaya, namun di sisi lain
akan mengubah mark-up dalam metode cost-plus pricing. Hal ini pada gilirannya akan
mengubah target profit dan sales price. Dalam salah satu metode target-costing, yakni
metode deductive, harga jual (sales price) merupakan variabel penting dalam menentukan
target cost yang akan dicapai. Sementara menemukan sales price merupakan fokus utama
dari cost-plus pricing method. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa terdapat
ketidakselarasan antara target-costing (khususnya untuk metode deductive) dengan
perusahaan-perusahaan yang menggunakan cost-plus pricing method di mana sales price
merupakan determinan penting dalam menentukan target cost dalam target-costing, namun
justru menemukan sales price-lah merupakan tujuan utama dalam cost-plus pricing method.

Karena “plus” di dalam metode cost-plus biasanya adalah persentase tertentu dari
biaya, maka ketika biaya ini diturunkan melalui implementasi target-costing, “plus”, sales
price, dan total profit juga berubah sehingga menyimpang dari target yang dikehendaki oleh
manajemen puncak. Fakta ini merupakan masalah yang muncul ketika target-costing dan
cost-plus pricing method dikombinasikan, yang mana kombinasi dari keduanya memicu
beberapa komplikasi yang kurang diperhatikan dalam literatur akuntansi manajemen
tradisional.

Ada dua metode yang dikenal dalam target-costing, yakni metode additive dan
metode deductive. Di dalam metode additive, kita menemukan target cost (TC) dengan
menjumlahkan biaya komponen 1, biaya komponen 2, dan seterusnya untuk produk i,
sehingga didapatkan target cost (TC). Dengan kata lain, metode additive fokus kepada
komponen individual dari sebuah produk. Dengan menurunkan sebagian biaya komponen
produk, dan menaikkan biaya komponen lain, perusahaan dapat menurunkan biaya produk
secara keseluruhan sembari meningkatkan desain produk.

Target-costing dengan metode additive:

TCi = Ci1 + Ci2 + … + Cin

Sementara untuk metode deductive, target cost (TC) didapatkan dengan


mengurangkan unit profit produk i dari unit sale price produk i.

Target-costing dengan metode deductive:

TCi = Pi – mi

Pi dalam equation di atas dalam cost-plus pricing method ditentukan melalui equation
berikut:

Pi= Ci + rCi

Di mana dalam equation di atas, Ci merupakan biaya. Biaya ini dapat berupa full
manufacturing cost, prime costs, atau variable manufacturing costs. Full manufacturing cost
merupakan biaya yang populer digunakan dalam metode cost-plus. Namun kami pribadi,
lebih prefer jika Ci merupakan prime costs atau variable manufacturing costs, sebab
penggunaan kedua biaya tersebut dalam pengaplikasian target-costing lebih kondusif.
Perusahaan seperti Toyota memilih untuk menggunakan prime costs yang terdiri dari direct
material dan direct labor costs sebagai alternatif basis untuk product pricing dan
pengaplikasian dari target-costing, yang mana dengan cara demikian, dapat mencegah
kesulitan dalam mengalokasikan indirect variable dan indirect fixed costs. Penggunaan
prime-costs dalam pengaplikasian target-costing dikenal dengan istilah engineering target-
costing. Sementara penggunaan variable manufacturing costs, yang terdiri dari direct
materials, direct labor, dan varible manufacturing overhead oleh banyak perusahaan Jepang
dikenal dengan istilah the variable manufacturing target-costing system. Dalam penggunaan
variable manufacturing cost, sudah tentu kita mengeluarkan fixed manufacturing costs dari
pengaplikasian target-costing, sebab fixed manufacturing costs mencerminkan dana yang
signifikan yang dikomitmenkan untuk jangka panjang, yang meng-cover kapasitas produksi
keseluruhan sebuah plant atau division. Di samping itu, Fixed-manufacturing costs bukan
merupakan subjek dari value-engineering.

Kita dapat mengintegrasikan target-costing dan cost-plus pricing method, sehingga


target cost dapat ditentukan melalui equation berikut yang merupakan equation akhir atas
pengintegrasian target-costing dan cost-plus pricing method. Equation berikut dapat
digunakan untuk menghasilkan berbagai alternatif dan trade-offs yang dapat dipertimbangkan
oleh perusahaan melalui sensitivity analysis sebelum product design engineers dan
production managers melakukan value engineering pada tahap desain produk dan kaizen
activities pada downstream activities, yakni administrative dan marketing. Equation berikut
menunjukkan bahwa target sales price (P) bergantung pada target total variable
manufacturing costs (TC), other costs (C), dan target profit (M).

𝑪+𝑴
𝑷 = 𝑻𝑪 (𝟏 + )
𝑻𝑪(𝑸)

Markup r terdiri dari dua komponen utama, yakni: (1) biaya-biaya selain variable
manufacturing costs, termasuk fixed manufacturing costs dan downstream (administrative
dan marketing) expenses dan (2) target profit.

Equation di atas menunjukkan bahwa tidak terdapat dikotomi antara variabel


dependen dan variabel independen, melainkan variabel-variabel yang ada yakni the unit price
(Pi), the target cost (TCi), the product’s quantity (Qi), dan the target profit of the product (Mi)
berhubungan secara timbal-balik (reciprocal).

Pada akhirnya, jika harus dihadapkan pada pilihan apakah akan menggunakan metode
additive dan deductive, kami akan memilih metode deductive. Meskipun metode deductive
tampak sulit untuk diaplikasikan pada cost-plus pricing companies, karena dalam metode
cost-plus, penentuan price merupakan tujuan utama, sementara metode deductive
membutuhkan price untuk menentukan biaya target. Akan tetapi, metode ini secara overall
lebih baik dari metode additive karena dua alasan (1) menghubungkan biaya target dengan
target profit yang ditentukan manajemen puncak, dan (2) lebih sesuai dengan mekanisme
value engineering, yang mana berhubungan dengan koneksi antara biaya dengan profit yang
sudah ditentukan terlebih dahulu. Interdependency variables dan masalah-masalah lain yang
tampak sukar diatasi dalam metode ini pada akhirnya dapat diatasi melalu sensitivity analysis.

Anda mungkin juga menyukai