Anda di halaman 1dari 10

0

TUGAS OBSTETRI

MASTITIS

Disusun Oleh :

SITI IRCHAMNI
NIM : P. 1337424519211

PROGRAM STUDI D IV KEBIDANAN JURUSAN KEBIDANAN


MAGELANG POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN
KESEHATAN SEMARANG
TAHUN 2019
1

A. PENGERTIAN
Mastitis adalah infeksi pada payudara dengan tanda radang lengkap,
bahkan dapat berkembang menjadi abses (Mansjoer, 2005). Mastitis adalah
radang pada payudara. Penyebabnya adalah payudara bengkak yang tidak
disusu secara adekuat yang akhirnya menjadi mastitis. Puting lecet
memudahkan masuknya kuman dan terjadinya payudara bengkak. Bra/ BH
yang terlalu ketat mengakibatkan engorgement segmental. Bila tidak disusu
dengan adekuat, dapat terjadi mastitis. Ibu yang dietnya buruk, kurang
istirahat, atau anemia akan mudah terkena infeksi (Bahiyatun, 2008). Mastitis
adalah peradangan payudara yang disebabkan oleh kuman, terutama
staphylococos aureus melalui luka pada puting susu dan peradangan darah.

Gambar 1. Mastitis
Penyakit ini biasanya menyertai laktasi sehingga disebut “Mastitis
Laktasional/Mastitis Puerperalis”. Kadang keadaan ini dapat menjadi fatal
bila tidak diberi tindakan yang adekuat. Mastitis adalah reaksi systemic
(seperti demam) yang terjadi 1 – 3 minggu setelah melahirkan sebagai
komplikasi sumbatan saluran air susu, dan putting susu lecet atau luka.
Mastitis adalah infeksi dan peradangan pada mamma (tertutama pada
primpara) dan terjadi luka pada putting susu, mungkin juga peredaran darah.
Mastitis adalah infeksi bacterial yang sering terjadi pada pasca partum
semasa awal laktasi jika organisme berhasil masuk dan mencapai jaringan
payudara melalui sisura pada putting.
Mastitis dibedakan berdasarkan tempatnya meliputi:
1) Mastitis yang menyebabkan abses dibawah areola mammae.
2) Mastitis ditengah-tengah mammae yang menyebabkan abses di
2

tempat itu.
3) Mastitis pada jaringan dibawah dorsal dari kelenjar-kelenjar yang
menyebabkan abses antara mamma dan otot-otot dibawahnya.
B. PENYEBAB
Dua penyebab utama mastitis adalah Stasis ASI dan infeksi. Stasis
ASI biasanya merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau
berkembang menuju infeksi. Gunther pada tahun 1958, menyimpulkan dari
pengamatan klinis bahwa mastitis diakibatkan stagnasi ASI di dalam
payudara dan bahwa pengeluaran ASI yang efisien dapat mencegah
keadaan tersebut. Ia mengatakan bahwa infeksi bila terjadi bukan primer,
tetapi diakibatkan oleh stagnasi ASI sebagai media pertumbuhan bakteri.
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak
ditemukan pada kulit normal (staphylococos aureus). Bakteri sering sekali
berasal dari mulut bayi dan masuk kedalam saluran air susu melalui
retakan atau robekan dari kulit (biasanya pada puting susu) perubahan
hormonal didalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan saluran air
susu oleh sel-sel mati. Saluran yang terlambat menyebabkan payudara lebih
mudah mengalami infeksi.
1. Statis ASI
Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari
payudara. Hal ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah
melahirkan, atau setiap saat jika bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi
yang buruk pada payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan
frekuensi/durasi menyusui, sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang
sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar dua/lebih.
a. Bendungan ASI
Pada bendungan, payudara terisi sangat penuh dengan ASI dan
cairan jaringan. Aliran vena dan limpatik tersumbat, aliran susu
menjadi terhambat, dan tekanan pada tekanan ASI dan alveoli
meningkat. Payudara menjadi bengkak dan edema.
3

Baik kepenuhan fisiologis maupun bendungan, kedua payudara


biasanya terkena. Namun, terdapat beberapa perbedaan penting,
yaitu:
Payudara yang penuh terasa panas berat dan keras. Tidak terlihat
mengkilat, edema atau merah. ASI biasanya mengalir dengan lancar,
dan kadang-kadang menetes keluar sacara spontan. Bayi mudah
menghisap dan mengeluarkan ASI.
Payudara yang terbendung membesar, membengkak dan sangat
nyeri. Payudara dapat terlihat mengkilat dan edema. Putting susu
teregang menjadi rata. ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi
sulit mengenyut untuk mengisap ASI sampai pembengkakan
berkurang. Wanita kadang-kadang menjadi demam. Walaupun
demikian, demam biasanya hilang dalam 24 jam.
b. Frekuensi menyusui
Bendungan payudara dapat dikurangi apabila bayi disusui tanpa
batas. Wanita yang menderita mastitis biasanya karena tidak
menyusui atau bayi mereka tidak mau menyusu seperti biasanya.
c. Kenyutan pada payudara
Nyeri puting dan putting peceh-pecah sering ditemukan pada
penderita mastitis. Nyeri putting biasa disebabkan karena kenyutan
bayi yang buruk sehingga pengeluaran ASI pun tidak efektif.
2. Infeksi
Organisme yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses
payudara adalah organisme koagulase-positif Staphylococcus aureus dan
Staphylococcus albus. Escherichia coli dan Streptococcus kadang-kadang
juga ditemukan. Mastitis jarang ditemukan sebagai komplikasi demam
tifoid.
C. TANDA DAN GEJALA
1. Payudara bengkak, terlihat membesar
2. Teraba keras dan benjol-benjol
3. Nyeri pada payudara
4. Merasa lesu
4

5. Suhu badan meningkat, suhu lebih dari 38oC


6. Biasanya hanya pada satu payudara.
D. PATOFISIOLOGI
Stasis ASI–>peningkatan tekanan duktus–>jika ASI tidak segera
dikeluarkan–>peningkatan tegangan alveoli yang berlebihan–>sel epitel yang
memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan–>permeabilitas jaringan ikat
meningkatàbeberapa komponen(terutama protein dan kekebalan tubuh dan
natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan jaringan sekitar sel–>memicu
rrespon imun–>respon inflmasi dan kerusakan jaringan yang mempermudah
terjadinya infeksi (Staohylococcus aureus dan Sterptococcus) –> dari port d’
entry yaitu: duktus laktiferus ke lobus sekresi dan putting yang retak ke
kelenjar limfe sekitar duktus/ periduktal dan secara hematogen.
Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam
duktus (saluran ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan
maka terjadi tegangan alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel
yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan, sehingga permeabilitas
jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama protein kekebalan
tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke
jaringan sekitar sel sehingga memicu respons imun. Stasis ASI, adanya
respons inflamasi, dan kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi.
Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus
laktiferus ke lobus sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar
duktus (periduktal) atau melalui penyebaran hematogen pembuluh darah).
Organisme yang paling sering adalah Staphylococcus aureus, Escherecia coli
dan Streptococcus. Kadangkadang ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang
menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada daerah endemis
tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%.
E. PENATALAKSANAAN DAN TERAPI
1. Tata laksana suportif
Tata laksana mastitis dimulai dengan memperbaiki teknik menyusui ibu.
Aliran ASI yang baik merupakan hal penting dalam tata laksana mastitis
karena stasis ASI merupakan masalah yang biasanya mengawali
5

terjadinya mastitis. Ibu dianjurkan agar lebih sering menyusui dimulai


dari payudara yang bermasalah. Tetapi bila ibu merasa sangat nyeri, ibu
dapat mulai menyusui dari sisi payudara yang sehat, kemudian sesegera
mungkin dipindahkan ke payudara bermasalah, bila sebagian ASI telah
menetes (let down) dan nyeri sudah berkurang. Posisikan bayi pada
payudara sedemikian rupa sehingga dagu atau ujung hidung berada pada
tempat yang mengalami sumbatan. Hal ini akan membantu mengalirkan
ASI dari daerah tersebut.
Ibu dan bayi biasanya mempunyai jenis pola kuman yang sama, demikian
pula pada saat terjadi mastitis sehingga proses menyusui dapat terus
dilanjutkan dan ibu tidak perlu khawatir terjadi transmisi bakteri ke
bayinya. Tidak ada bukti terjadi gangguan kesehatan pada bayi yang terus
menyusu dari payudara yang mengalami mastitis. Ibu yang tidak mampu
melanjutkan menyusui harus memerah ASI dari payudara dengan tangan
atau pompa. Penghentian menyusui dengan segera memicu risiko yang
lebih besar terhadap terjadinya abses dibandingkan yang melanjutkan
menyusui. Pijatan payudara yang dilakukan dengan jari-jari yang
dilumuri minyak atau krim selama proses menyusui dari daerah sumbatan
ke arah puting juga dapat membantu melancarkan aliran ASI.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah ibu harus beristirahat,
mengkonsumsi cairan yang adekuat dan nutrisi berimbang. Anggota
keluarga yang lain perlu membantu ibu di rumah agar ibu dapat
beristirahat. Kompres hangat terutama saat menyusu akan sangat
membantu mengalirkan ASI. Setelah menyusui atau memerah ASI,
kompres dingin dapat dipakai untuk mengurangi nyeri dan bengkak. Pada
payudara yang sangat bengkak kompres panas kadang membuat rasa
nyeri bertambah. Pada kondisi ini kompres dingin justru membuat ibu
lebih nyaman. Keputusan untuk memilih kompres panas atau dingin lebih
tergantung pada kenyamanan ibu.
Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan bila ibu sakit berat atau tidak
ada yang dapat membantunya di rumah. Selama di rumah sakit
6

dianjurkan rawat gabung ibu dan bayi agar proses menyusui terus
berlangsung.
2. Penggunaan obat-obatan
Meskipun ibu menyusui sering enggan untuk mengkonsumsi obat, ibu
dengan mastitis dianjurkan untuk mengkonsumsi beberapa obat sesuai
indikasi.
3. Analgesik
Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi hormon oksitosin
yang berguna dalam proses pengeluaran ASI. Analgesik diberikan untuk
mengurangi rasa nyeri pada mastitis. Analgesik yang dianjurkan adalah
obat anti inflamasi seperti ibuprofen. Ibuprofen lebih efektif dalam
menurunkan gejala yang berhubungan dengan peradangan dibandingkan
parasetamol atau asetaminofen. Ibuprofen sampai dosis 1,6 gram per hari
tidak terdeteksi pada ASI sehingga direkomendasikan untuk ibu
menyusui yang mengalami mastitis.
4. Antibiotik
Jika gejala mastitis masih ringan dan berlangsung kurang dari 24 jam,
maka perawatan konservatif (mengalirkan ASI dan perawatan suportif)
sudah cukup membantu. Jika tidak terlihat perbaikan gejala dalam 12 -
24 jam atau jika ibu tampak sakit berat, antibiotik harus segera diberikan.
Jenis antibiotik yang biasa digunakan adalah dikloksasilin atau
flukloksasilin 500 mg setiap 6 jam secara oral. Dikloksasilin mempunyai
waktu paruh yang lebih singkat dalam darah dan lebih banyak efek
sampingnya ke hati dibandingkan flukloksasilin. Pemberian per oral lebih
dianjurkan karena pemberian secara intravena sering menyebabkan
peradangan pembuluh darah. Sefaleksin biasanya aman untuk ibu hamil
yang alergi terhadap penisillin tetapi untuk kasus hipersensitif penisillin
yang berat lebih dianjurkan klindamisin.
Antibiotik diberikan paling sedikit selama 10 - 14 hari. Biasanya ibu
menghentikan antibiotik sebelum waktunya karena merasa telah
membaik. Hal ini meningkatkan risiko terjadinya mastitis berulang.
Tetapi perlu pula diingat bahwa pemberian antibiotik yang cukup lama
7

dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi jamur pada payudara dan


vagina.
Pada penelitian yang dilakukan Jahanfar diperlihatkan bahwa pemberian
antibiotik disertai dengan pengosongan payudara pada mastitis
mempercepat penyembuhan bila dibandingkan dengan pengosongan
payudara saja. Sedangkan penelitian Jimenez dkk. memperlihatkan
bahwa pemberian Lactobacillus salivarius dan Lactobacillus gasseri
mempercepat perbaikan kondisi klinik pada kasus mastitis yang
sementara mendapat antibiotic
5. Pemantauan
Respon klinik terhadap penatalaksanaan di atas dibagi atas respon klinik
cepat dan respon klinik dramatis. Jika gejalanya tidak berkurang dalam
beberapa hari dengan terapi yang adekuat termasuk antibiotik, harus
dipertimbangkan diagnosis banding. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin
diperlukan untuk mengidentifikasi kuman-kuman yang resisten, adanya
abses atau massa padat yang mendasari terjadinya mastitis seperti
karsinoma duktal atau limfoma non Hodgkin. Berulangnya kejadian
mastitis lebih dari dua kali pada tempat yang sama juga menjadi alasan
dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya massa tumor, kista atau galaktokel.
8

Manuaba (2007) menjabarkan penatalaksanaan mastitis ke dalam skema


berikut ini:

Skema Penatalaksanaan Mastitis

Mastitis:
Badan panas
Terdapat gejala lokal
Alur infeksi:
Putting susu
Limfogen/ hematogen

Mastitis tanpa abses: Mastitis dengan abses:


Antibiotika/ antipretika AB- antipretika
Prolactin atau linoral Prolaktin – linoral
Kompres air panas Insisi - drainase
9

DAFTAR PUSTAKA

Alasiry. (2013). Mastitis : Pencegahan dan Penanganan.


http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/mastitis-pencegahan-dan-
penanganan
Bahiyatun.2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta : EGC.
Cusack L, Brennan M. Lactational Mastitis and Breast Abscess. Aust Fam Phys,
2011. 40(12): 976-979
Mansjoer, 2005. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jakarta: Medica
Aesculpalus FKUI.
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2007. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin
ObstetriGinekologi dan KB. Jakarta: EGC
Saryono, dkk. 2009. Perawatan Payudara. Yogyakarta: Nuha Medika

Saifuddin, Abdul Bari, dkk. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal Dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo

Saifuddin, Abdul Bari, dkk. 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo

Anda mungkin juga menyukai