I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara bagian di Benua Asia yang memiliki 2
iklim yaitu tropis dan subtropis. Selain itu, Indonesia juga memiliki daratan luas
sehingga cocok untuk pengembangan beberapa jenis ternak guna peningkatan
mutu genetik seperti ternak ruminansia, pseudo ruminansia dan monogastrik.
Peningkatan mutu genetik berhubungan dengan manajemen reproduksi yang baik
sehingga nantinya dapat menghasilkan kemampuan keturunan secara
berkelanjutan.
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang diperoleh dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah
memberikan informasi akan pentingnya serta manfaat pelaksanaan inseminasi
buatan yang merata ke seluruh tempat di Indonesia kepada pembaca sebagai salah
satu upaya peningkatan populasi dan perbaikan mutu genetik ternak sapi perah
dan potong.
Ruang lingkup penulisan karya tulis ilmiah ini adalah Produksi Ternak dalam
bidang Ternak Perah, Ternak Potong dan Teknologi Reproduksi hewan yaitu
mempelajari kemampuan sapi dalam produksi susu dan daging serta
pengembangan teknologi reproduksi untuk perkawinan silang ternak dalam
peningkatan produk tersebut.
3
Kualitas sapi perah dan sapi potong yang unggul akan menaikkan kualitas
sapi-sapi di daerah pedesaan yang umumnya melakukan perkawinan asal, tanpa
memperhatikan kualitas pejantan sehingga tidak ikut meningkatkan mutu genetik
ternak. Semen ternak unggul ditampung dan di uji di Balai Inseminasi Buatan
Lembang serta Singosari yang nantinya dijadikan produk semen beku untuk dapat
disebarkan keseluruh indonesia dalam proses inseminasi buatan sehingga menjadi
salah satu bentuk peningkatan mutu genetik dan populasi ternak di indonesia.
B. Inseminasi Buatan
Menurut Hafez dan Hafez (2000) Inseminasi buatan merupakan teknik yang
berhasil di bidang pemuliaan ternak dengan metoda-metoda praktis yang telah
dilakukan dan pelayanan untuk menaikkan mutu sapi agar menghasilkan
keuntungan bagi para peternak. Tahun 1985 di Amerika Serikat keberhasilan IB
memungkinkan didirikannya organisasi inseminasi buatan komersial yang
menjangkau daerah luas. Peternakan kecil dengan jumlah sapi betina yang sedikit
dapat dikelola bila peternakan ini menggunakan pejantan dengan daya pembuahan
yang tinggi dan mutu genetik yang luar biasa, dengan pertimbangan peternak
tidak keberatan bila membayar biaya lebih tinggi demi menghasilkan keturunan
yang baik produksinya.
dapat diproduksi per tahun, sekali pun dengan transfer embrio. Keuntungan utama
dari inseminasi buatan adalah perbaikan mutu genetik, pengendalian penyakit
kelamin, tersedianya catatan perkawinan (recording) akurat yang penting untuk
pengelolaan peternakan dengan baik, ekonomis dan terjaminnya keamanan
dengan mengeliminasi pejantan yang berbahaya di peternakan.
Menurut Luthan, (2010) semen cair adalah semen segar yang telah di encerkan
dengan bahan pengencer semen dan di simpan pada suhu 3–5oC (dalam lemari
es), dapat digunakan untuk IB dalam waktu 3 sampai dengan 4 hari.
Proses semen cair dapat disimpan untuk waktu yang tidak lama, namun
semen beku dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama dengan cairan N2 cair.
Semen beku adalah semen segar yang telah di encerkan sesuai dosis
dengan bahan pengencer semen yang mengandung krioprotektan (gliserol).
Inseminasi buatan
A. Objek Penulisan
Objek penulisan pada penulisan karya tulis ilmiah ini adalah Peningkatan
Populasi dan Mutu Genetik Ternak Sapi Perah dan Potong di Indonesia
Menggunakan Aplikasi Inseminasi Buatan.
D. Sumber Data
Data yang dipakai pada karya tulis ini berasal dari jurnal ilmiah, laporan hasil
penelitian, skripsi, internet, proceeding buku teks dan referensi pendukung yang
lainya.
F. Metode Penulisan
Karya tulis ini dibuat dengan menggunakan metode studi kepustakaan,
browsing internet dan konsultasi.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika yang digunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini mengacu
pada Pedoman Pemilihan Mahasiswa Berprestasi Program Sarjana tingkat
Perguruan Tinggi/Wilayah/Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Direktorat Pembelajaran Dan Kemahasiswaan tahun 2012.
9
Kenyataan saat ini mengenai pemenuhan daging sapi dan susu masih kurang
Berdasarkan road map pencapaian swasembada daging sapi tahun 2014,
ditargetkan penyediaan daging sapi produksi lokal sebesar 420,3 ribu ton (90%)
dan dari impor sapi bakalan setara daging dan impor daging sebesar 46,6
ribu ton (10%) (Blue Print P2SDS 2014). Sampai saat ini Indonesia masih
mengimpor sapi bakalan dan daging sapi sekitar 30% dari total kebutuhan.
Data ini menunjukkan bahwa perlu usaha keras untuk meningkatkan produksi
sapi dan daging dalam negeri. Peran IPTEK dalam peningkatan populasi dan
mutu genetik ternak Indonesia untuk memenuhi kebutuhan daging nasional
menjadi sangat strategis. Menurut BPS (2011) pemenuhan kebutuhan susu di
Indonesia pada tahun 2011 tercatat bahwa masih mengimpor 70 % dari luar
negeri, dengan populasi ternak perah 488.000 ekor dan produksi susu 36,460,640
liter. Konsumsi susu di Indonesia hanya sebesar 12,85 liter susu per kapita per
tahun. Jumlah tersebut memang meningkat tipis dibanding tahun sebelumnya
sebesar 11,95 liter susu per kapita per tahun. Jumlah konsumsi susu Indonesia
masih kalah dibanding dengan Malaysia (50,9 liter), India (47,1 liter), Singapura
(44,5 liter), Thailand (33,7 liter), Vietnam (14,3 liter) dan Filipina (13,7 liter).
Menurut penelitian yang dilakukan Liasari, G.H (2007) dengan pejantan hasil
persilangan sapi bangsa PO dengan Limousin dan Simmental berumur 3,5-4 tahun
dilakukan pemeliharaan intensif pemberian pakan mengandung protein dalam
kandungan konsentrat 12 % dan TDN sebesar 72 % dengan bobot kategori 1 (500-
599 kg), kategori 2 (600-699 kg) dan kategori 3 (700-799kg) kemudian
dipuasakan selama 12 jam sebelum pemotongan menunjukkan rataan bobot
potong kategori 1,2 dan 3 secara berurutan adalah 570,83 kg, 653,27 dan 726,00
kg.
Tabel 1. Rataan ukuran tubuh pada berbagai kategori bobot potong dan bangsa
yang berbeda
11
Berdasarkan tinggi badan sapi bangsa Limousin memiliki rataan tinggi 142,5 cm
dan bangsa Simmental 140,6 cm. Baharudin (2005) menyatakan bahwa tinggi
badan sapi hasil IB antara Bos taurus dan Bos indicus adalah 140,21 cm; Panjang
badan sapi bangsa Limousin memiliki rataan panjang 157,07 cm dan bangsa
Simmental 159,47 cm; Lingkar dada sapi bangsa Limousin memiliki rataan
205,28 cm dan bangsa Simmental 210,13 cm kemudian skor kondisi kategori 1
adalah 2,3 (kurus), kategori 2 adalah 3,1 (sedang) serta kategori 3 adalah 3,5
(gemuk) sehingga menunjukkan perdagingan yang baik ketika dibandingkan
ternak Bos indicus. Menurut Hartati, et al (2009) data hasil pengukuran
karakteristik kuantitatif sapi Peranakan Ongole terlihat dalam tabel 2.
Saat ini jenis sapi perah yang ada di Indonesia kebanyakan adalah sapi dari jenis
Bos taurus (sapi yang berasal dari daerah subtropis) yaitu sapi Fries Holland atau
Friesien Holstein disingkat FH. Sapi jenis ini mempunyai kemampuan
menghasilkan susu sebanyak 4500 sampai 5500 liter per masa laktasi di daerah
asalnya (Budi, 2006). Namun, pada daerah tropis seperti Indonesia sifat tersebut
tidak tereksplor secara maksimal karena kondisi lingkungan di indonesia kurang
menunjang ternak FH untuk berproduksi maksimal seperti cuaca Indonesia yang
ekstrim, meskipun daya adaptasi ternak ini relatif tinggi Sebenarnya di Indonesia
sudah ada jenis ternak perah yang cocok untuk daerah tropis. Namun produksi
susu ternak dari daerah tropis (Bos indicus) tersebut masih kalah banyak dengan
sapi dari jenis Bos taurus yaitu hanya sekitar 2000-3000 liter per laktasi (Budi,
2006). Persilangan dari sapi Bos indicus (Sahiwal) dengan sapi Bos taurus (FH)
diharapkan mampu menghasilkan Australian Friesian Sahiwal (AFS) menurut
Alexander, G.I (1990) hasil persilangan sapi FH dengan Sahiwal memiliki Gen
masing-masing 50 % dengan sifat yang muncul pada daerah tropis adalah
produksi susu yang tinggi sekitar 3750 liter per laktasi, susu mudah keluar dan
tahan terhadap parasit internal maupun eksternal serta kutu.
13
Data tersebut memperlihatkan bahwa hasil persilangan dari sapi Bos taurus
dan Bos indicus menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dari segi kuantitatif
dan produktifitas susu. Harapannya, ketika proses inseminasi buatan dilaksanakan
maka akan terbentuk ternak lokal atau silangan dengan genetik yang lebih baik.
Selain itu, ternak sapi di seluruh daerah Indonesia dapat ditingkatkan mutu
genetiknya dengan inseminasi buatan karena dalam proses kawin alam, induk
lokal Indonesia tergolong dalam kelompok induk yang memiliki postur yang lebih
kecil dibandingkan dengan ternak impor sehingga tidak efektif ketika dilakukan
proses kawin alam.
setiap straw dosisnya ditentukan sebanyak 0. 5 ml, maka didapat 0.5 ml straw x
230 unit = 115 ml semen yang diperkaya. 115 ml semen yang diperkaya – 6 ml
semen = 109 diluter. Diluter adalah pengencer semen, komposisi diluter untuk
mengencerkan 6 ml semen adalah dengan melihat pedoman komposisi diluter
yaitu kuning telur 20 %, sodium sitrat 80 %, penisilin 500 i. u per ml semen dan
streptomisin 1 mg per ml semen. Volume diluter sebanyak 109 ml terdiri atas
kuning telur 22 ml (20 % x 434 ml diluter), sodium sitrat 87 ml (80 % x 434 ml
diluter) sehingga menghasilkan diluter kuning telur sitrat (KTS) 109 ml. Volume
akhir KTS + semen (S) = 115 ml, disebut kuning telur sitrat semen (KTSS), maka
15
sebagaimana yang dilakukan pada penelitian ini memberikan dampak yang nyata
terhadap peningkatan pendapatan peternak, namun dalam implementasinya di
lapangan harus ditunjang dengan sarana pelaksanaan IB yang memadai. Sarana
tersebut adalah berupa penyediaan semen yang berkualitas baik, inseminator yang
handal dan fasilitas pelaksanaan IB yang lengkap.
Menurut Tagama, (2005) teknik inseminasi buatan pada sapi dengan teknik
yang populer karena pelaksanaannya yaitu teknik yang menggunakan tangan kiri
inseminator dimasukkan ke dalam rektum untuk mencari posisi serviks,
sedangkan tangan kanan memasukkan alat inseminasi (Gun Inseminator) untuk
mendeposisikan semen dengan tepat. Pelaksanaan inseminasi buatan ada beberapa
tahap yaitu :
1. Perlengkapan inseminasi
a. Kontainer yang terbuat dari baja tahan karat yang diisi cairan nitrogen cair
dengan suhu -196oC. Semen beku yang telah dikemas saat prosesing
dalam Straw (Jerami Plastik), diletakkan dalam suatu wadah yang disebut
goblet kemudian goblet tersebut dimasukkan ke dalam wadah yang lebih
besar yaitu canister yang bertangkai terbuat dari baja untuk memudahkan
pengambilan straw, semen beku harus terendam dengan nitrogen cair
untuk memperpanjang daya simpan.
b. Gun Inseminasi yang terbuat dari baja tahan karat berfungsi
mendeposisikan semen ke dalam serviks, di Indonesia umumnya
menggunakan straw yang berisi semen 0,25 ml.
c. Termos pencair semen digunakan untuk mencairkan semen sebelum
pelaksanaan IB, menurut beberapa peneliti menyebutkan, bahwa pencairan
semen beku (thawing) untuk mendapatkan hasil yang optimum adalah
kisaran suhu 35-37oC selama 10 sampai 30 detik (Aamdal dan Anderson,
1968).
d. Gunting straw digunakan untuk menggunting ujung straw.
e. Sarung tangan plastik panjang digunakan untuk keperluan palpasi rektum.
17
f. Ember, air dan sabun diperlukan untuk digunakan sebagai pelicin agar
mempermudah palpasi rektum.
g. Handuk digunakan untuk membersihkan vulva.
h. Buku catatan, buku tersebut biasannya disebut dengan kartu inseminasi
digunakan untuk mencatat tentang aktifitas inseminasi buatan yang di
dalamnya termuat informasi tentang data reproduksi dari individu betina
yang di inseminasi dan juga data tentang pejantan dari semen yang
digunakan, tentang data individu ternak, mulai aktivitas estrus, waktu
inseminasi, partus, jenis kelamin anak dan bobot lahir anak.
2. Cara pengambilan semen
Tangan kiri inseminator ditutup dengan sarung tangan plastik hingga batas
lengan yang berfungsi sebagai pelindung. Bagian luar sarung tangan diberi sabun
lunak dan air sebagai pelicin agar mudah masuk ke dalam rektum. Selanjutnya
tangan kiri tersebut dimasukkan ke dalam rektum dengan teknik eksplorasi untuk
mencari posisi serviks. Setelah serviks terpegang, maka Gun Inseminasi
dimasukkan dimasukkan melalui vagina dengan tangan kanan sampai menuju
serviks. Setelah posisi yang tepat ditemukan (terbaik adalah pada cincin serviks
18
2. Keterampilan inseminator
Taswin, (2005) menyatakan bahwa 2 cc air mani encer dan 0,25 cc semen
beku cukup untuk membuahi satu indung telur. Data dari Olds dan Seath (1954)
dari penelitiannya menggunakan 9558 sapi mengatakan tidak ada perbedaan
fertilitas yang nyata bila diinseminasi dengan jumlah air mani encer yang berkisar
antara 0.25 sampai 2.0 cc dengan syarat jumlah spermatozoa cukup untuk
membuahi indung telur. Penggunaan semen beku dalam inseminasi buatan
menggunakan semen yang sudah di campur dengan bahan pengencer yaitu sebesar
20
0,25 cc dengan kandungan spermatozoa yang hidup 2,5 juta yang sudah diuji di
laboratorium baik makroskopik dan mikroskopik terbukti cukup untuk membuahi
satu indung telur sapi.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
1. Perlu kerjasama antara pihak pemerintah, akademisi dan peternak untuk
dapat mewujudkan pengembangan aplikasi inseminasi buatan.
2. Pemerintah memberikan alat inseminator di setiap desa peternakan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Aamdal, J dan K, Anderson. 1968. Fast Thawingof Bull Semen Frozen in Straws.
Proc. 6 th. Int. Congr. On Anim, Reprod. And A. I. 973-976.
Alexander, G.I. 1990. Selection Methods Used in The Develompment of The AFS
Breed of Tropical Dairy Cattle. http://afstropicaldairybreeds/. Diakses
pada tanggal 5 april 2013 pukul 19.00.
Baharudin. 2004. Produktivitas Sapi Potong Hasil Inseminasi Buatan di
Kabupaten Malang. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Bestari, J., A. R. Siregar, Y. Sani dan P. Sitomorang. 1998. Produktivitas Empat
Bangsa Pedet Sapi Potong Hasil Inseminasi Buatan di Kabupaten
Agam Propinsi Sumatera Barat : Perubahan pada Bobot badan
samapai umur 120 hari. Proc. Seminar Nasional Peternakan dan
Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
BIB Lembang. 2011. Koleksi Pejantan Unggul Tahun 2011. BIB Lembang.
Bandung.
Blue Print Program Percepatan Swasembada Daging Sapi 2014. Direktorat
Jenderal Petrnakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian
RI.
BPS. 2011. Produksi Susu Perusahaan Sapi Perah di Indonesia tahun 2011. BPS
Pusat Jakarta.
Budi, U. 2006. Dasar Ternak Perah. http://e-
course.usu.ac.id/content/peternakan/dasar/textbook.pdf. Diakses pada
tanggal 5 april 2013 pukul 19.00.
Elliott, F. I. 1994. Studies on Some problems Related to The Succesful Artifical
Insemination of Dairy Cattle. Ph. D. Thesis, Cornell Univ.
Hartati, Sumadi, T. Hartatik. 2009. Identifikasi Karakteristik Genetik Sapi
Peranakan Ongole di Peternakan Rakyat. Buletin Peternakan Vol.
33(2), 64-73.
Hafez, B. dan E.S.E. Hafez. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7th Lippincott
Williams and Wilkins. A Wolters Kluwer Company
Johansson, I dan J. Rendel.1972. Genetics and Animal Breeding. Oliver dan
Boyd, Edinburg.
Liasari, G. H. 2007. Ukuran Tubuh dan Karakteristik Karkas Sapi Hasil
Inseminasi Buatan yang Dipelihara Secara Intensif pada Berbagai
Kategori Bobot Potong. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
23
Luthan, F. 2010. Peoman Teknis Alat Mesin dan ULIB Budidaya Ternak
Ruminansia. Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia, Jakarta.
Olds, D., D. M. Seath, M. C. Carpenter dan H,L. Lucas. 1953. Interelationships
Between Site of Deposition, Dosage and Number of Spermatozoa in
Diluted Semen and Fertility of Dairy Cow Inseminated Sartificially, J.
Dairy Science., 36, 1031.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Partodihardjo, 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya, Jakarta.
Piper, A. 1974. Development and Experience With the U. S Straw. Proc. 5 th.
Tech. Conf. On A. I. and Reprod. Pp. 88-90.
Salisbury, G.W. dan N.L. VanDemark, 1985. Fisiologi Reproduksi Dan
Inseminasi Buatan Pada Sapi. Gadjah Mada Universitas Press,
Yogyakarta.
Siregar , S. B. dan P. S. Sitorus . 1977. Pertumbuhan dan produksi susu dari F1
"grading-up" sapi perah Friesien dengan semen beku impor. Lembaran
LPP 3:1-9.
Sugiarti, T dan S. B. Siregar . 1999. Effect of artificial insemination practices on
the improvement of income of dairy cattle farmers in West Java.
Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 4(1): 1-6.
Tagama, T.R. 2005.Inseminasi Buatan. BritZ Publisher, Jakarta.
Toelihere, M. R. 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Angkasa, Bandung.
Toelihere, M. R. 1993. Fisiologi Reproduksi pada Ternak Sapi. Angkasa,
Bandung.
24
“Inseminasi Buatan (IB) Sebagai Sarana Peningkatan Populasi dan Mutu Genetik
Ternak Sapi Perah dan Sapi Potong di Indonesia “
Pengalaman Organisasi