Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah suatu inflamasi kronis di

lapisan mukoperiosteal pada rongga telinga tengah. Prevalensi OMSK tergantung

pada usia, kondisi sosioekonomi, lingkungan, dan akses ke fasilitas kesehatan.

OMSK diklasifikasikan menjadi dua kategori utama, yaitu penyakit tubotimpanik

dan atikoantral. Penyakit tubotimpanik dianggap sebagai OMSK yang lebih aman,

sedangkan penyakit atikoantral dianggap sebagai OMSK yang lebih berbahaya.

Hal ini dilihat dari komplikasi yang terjadi pada kedua tipe OMSK tersebut.

Perforasi sentral pada pars tensa dengan bermacam ukuran dan posisi sering

terlihat pada penyakit ini. Pada kondisi ini resiko pada komplikasi yang mungkin

terjadi seperti abses otak sangat jarang, tetapi beberapa komplikasi minor dapat

berkembang seperti otitis eksterna, jaringan granulasi, dan polip mukosa.D Commented [T1]: Ini pakai system apa penulisan
kepustakaannya?

Penyakit atikoantral sering mengenai epitimpanum. Tanda dari penyakit

atikoantral adalah munculnya kolesteatoma. Patofisiologi dari kolesteatoma Commented [T2]: Pembentukan kolesteatoma salah satunya
adalah ….

adalah tekanan telinga tengah yang negatif, invasi dari epitel skuamosa dan

metaplasi dari mukosa telinga tengah. Perforasi atik dan marginal seringkali

ditemukan pada penyakit dimana struktur anatomi dari atik, antrum, dan sistem

aerasi sel mastoid terekspos. Pada penyakit atikoantral beberapa komplikasi

ekstrakranial seperti mastoiditis, abses subperiosteal, paralisis nervus fascialis,

labirintitis dan petrositis dengan destruksi tulang dapat terjadi. Beberapa


komplikasi intrakranial antara lain abses ekstradural, abses subdural, meningitis,

ensefalitis, abses otak, trombosis sinus lateralis, dan hidrosefalus otitis.D

Bakteri patogen yang sering menjadi penyebab OMSK adalah

Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenza, dan Moraxella catarrhalis.

Patogen lain yang dapat juga berperan dalam terjadinya OMSK adalah

Staphylococcus aureus, Eschercia coli, Klebsiella species, Pseudomonas

aeruginosa, dan Proteus species. Patogen tipe campuran (aerobik dan anaerobik)

seringkali juga dapat ditemukan pada OMSK.D

Beberapa rute penyebaran infeksi ke cavitas kranial adalah erosi pada

tulang secara langsung, hematologi, melalui jalur anatomi, dan trauma

sebelumnya baik bedah maupun non bedah. Setelah ditemukannya agen

antimikrobial pada tahun 1930, terdapat penguranan insidensi komplikasi

otogenik dari 2,3% menjadi 0,04%. Komplikasi dari OMSK dapat diterapi secara

medis kemudian diikuti dengan terapi bedah.D


BAB II

PEMBAHASAN

Otitis media supuratif, baik yang akut maupun kronis mempunyai potensi Commented [T3]: hapus

untuk menjadi serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan

dapat menyebabkan kematian. Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelainan

patologik yang menyebabkan otorea. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien

OMSK tipe maligna, tetapi OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan suatu Commented [T4]: konsistensi penggunaan istilah, pada istilah
sebelumnya mengguanakan istilah berbahaya dan aman

komplikasi, bila terinfeksi kuman yang virulen. Dengan tersedianya antibiotika

mutakhir komplikasi otogenik menjadi semakin jarang. Pemberian obat-obat itu

sering menyebabkan gejala dan tanda klinis komplikasi OMSK mennjadi kabur.

Hal tersebut menyebabkan pentingnya mengenal pola penyakit yang berhubungan

dengan komplikasi ini.A

II.1. Penyebaran Penyakit

Berbagai faktor mempengaruhi terjadinya komplikasi pada OMSK. Sangat

penting sekali untuk mengetahui anatomi dimana terjadinya infeksi, rute

penyebaran dan karakteristik dari penyakit itu sendiri. Patogenesis primer

terjadinya komplikasi adalah interaksi antara mikroorganisme penyebab dengan

host. Host akan berespon dengan membentuk edema jaringan dan jaringan

granulasi. Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan

telinga tengah yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke

struktur di sekitarnya (Gambar A). Pertahanan pertama ini ialah mukosa kavum
timpani yang juga seperti mukosa saluran napas, mampu melokalisasi infeksi. Bila

sawar ini runtuh, masih ada sawar kedua yaitu dinding tulang kavum timpani dan

sel mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak di sekitarnya akan terkena.

Runtuhnya periostium akan menyebabkan terjadinya abses subperiosteal, suatu

komplikasi yang relatif tidak berbahaya. Tetapi bila infeksi mengarah ke dalam,

ke tulang temporal, maka akan menyebabkan paresis n.fasialis atau labirinitis.

Bila ke arah kranial, akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus

lateralis, meningitis dan abses otak.A,E

Gambar A. Skematik penyebaran infeksi otitis media.


Bila sawar tulang terlampaui, suatu dinding pertahanan ketiga yaitu

jaringan granulasi akan terbentuk. Pada otitis media supuratif akut atau suatu

eksaserbasi akut penyebaran biasanya melalui osteotromboflebitis (hematogen).

Sedangkan pada kasus, yang kronis, penyebaran melalui erosi tulang. Cara

penyebaran lainnya ialah melalui jalan yang sudah ada, misalnya melalui fenestra

rotundum, meatus akustikus internus, duktus perilimfatik dan duktus endolimfatik.

Dari gejala dan tanda yang ditemukan, dapat diperkirakan jalan penyebaran suatu

infeksi telinga tengah ke intrakranial.A

Variasi anatomi juga penting dalam perkembangan komplikasi. Tuba

eustachius tidak hanya berperan penting dalam patogenesis penyakit namun juga

berpengaruh terhadap komplikasi. Edema mukosa tuba merusak fungsi tuba dan

menghambat resolusi infeksi. Faktor-faktor lain seperti integritas tulang di atas

nervus fasialis atau dura mempengaruhi akses infeksi ke struktur nervus dan ruang

intrakranial. Keberadaan kolesteatom sering berkaitan dengan destruksi tulang

yang mengekspos dura atau nervus fasialis.E

II. 1. A. Penyebaran Hematogen

Penyebaran melalui osteotromboflebitis dapat diketahui dengan adanya (1)

komplikasi terjadi pada awal suatu infeksi atau eksaserbasi akut, dapat terjadi

pada hari pertama atau kedua sampai hari kesepuluh (2) gejala prodromal tidak

jelas seperti didapatkan pada gejala meningitis lokal. (3) pada operasi, didapatkan

dinding tulang telinga tengah utuh, dan tulang serta lapisan mukoperiosteal

meradang dan mudah berdarah, sehingga disebut juga mastoiditis hemoragika.A


II. 1. B. Penyebaran Melalui Erosi Tulang

Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui, bila (1) komplikasi

terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit, (2) gejala prodromal

infeksi lokal biasanya mendahului gejala infeksi yang lebih luas, misalnya paresis

n.fasialis ringan yang total, atau gejala meningitis lokal mendahului meningitis

purulen, (3) pada operasi dapat ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara

fokus supurasi dengan struktur sekitarnya. Struktur jaringan lunak yang terbuka

biasanya dilapisi oleh jaringan granulasi.A

II. 1. C. Penyebaran Melalui Jalan Yang Sudah Ada

Penyebaran cara ini dapat diketahui bila (1) komplikasi terjadi pada awal

penyakit, (2) ada serangan labirinitis atau meningitis berulang, mungkin dapat Commented [T5]: bukan istilah baku

ditemukan fraktur tengkorak, riwayat operasi tulang atau riwayat otitis media

yang sudah sembuh. Komplikasi intrakranial mengikuti komplikasi labirinitis Commented [T6]: bukan istilah baku

supuratif. (3) Pada operasi dapat ditemukan jalan penjalaran melalui sawar tulang

yang bukan oleh karena erosi.A

II. 2. Diagnosis Komplikasi Yang Mengancam

Pengenalan yang baik terhadap perkembangan suatu penyakit telinga

merupakan prasyarat untuk mengetahui timbulnya komplikasi. Bila dengan

pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi gejala klinik dengan tidak

berhentinya otorea dan pada pemeriksaan otoskopik tidak menunjukkan

berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan maka harus diwaspadai


kemungkinan terjadinya komplikasi. Pada stadium akut, naiknya suhu tubuh,

nyeri kepala atau adanya tanda toksisitas seperti malaise, perasaan mengantuk

(drowsiness), somnolen atau gelisah yang menetap dapat merupakan tanda

bahaya. Timbulnya nyeri kepala di daerah parietal atau oksipital dan adanya

keluhan mual, muntah yang proyektil serta kenaikan suhu badan yang menetap

selama terapi diberikan merupakan tanda komplikasi intrakranial.A

Pada OMSK, tanda-tanda penyebaran penyakit dapat terjadi setelah sekret

berhenti keluar hal ini menandakan adanya sekret purulen yang terbendung.A

Pemeriksaan radiologik dapat membantu memperlihatkan kemungkinan

rusaknya dinding mastoid, tetapi untuk yang lebih akurat diperlukan pemeriksan

CT Scan. Terdapatnya erosi tulang merupakan tanda nyata komplikasi dan

memerlukan tindakan operasi segera. CT Scan berfaedah untuk menentukan letak

anatomi lesi. Walaupun mahal, pemeriksaan ini bermanfaat untuk menegakkan Commented [T7]: hilangkan

diagnosis sehingga terapi dapat diberikan lebih cepat dan efektif.A

II. 3. Klasifikasi Komplikasi OMSK

Beberapa penulis mengemukakan klasifikasi komplikasi otitis media yang

berlainan, tetapi dasarnya tetap sama.A

Adams et al (1989) mengemukakan klasifikasi sebagai berikut:A

A. Komplikasi di telinga tengah:

1. Perforasi membran timpani persisten

2. Erosi tulang pendengaran

3. Paralisis nervus fascialis


B. Komplikasi di telinga dalam:

1. Fistula labirin

2. Labirinitis supuratif Commented [T8]: ganti dg istilah baku

3. Tuli saraf (sensorineural)

C. Komplikasi di ekstradural

1. Abses ekstradural

2. Trombosis sinus lateralis

3. Petrositis

D. Komplikasi ke susunan saraf pusat:

1. Meningitis

2. Abses otak

3. Hidrosefalus otitis

Paparella dan Shumrick (1980) membaginya dalam:

A. Komplikasi otologik:

1. Mastoiditis koalesen

2. Petrositis

3. Paresis fasialis

4. Labirinitis

B. Komplikasi intrakranial:

1. Abses ekstradural

2. Trombosis sinus lateralis

3. Abses subdural

4. Meningitis
5. Abses otak

6. Hidrosefalus otitis

Shambough (1980) membaginya atas komplikasi meningeal dan non-

meningeal:A

A. Komplikasi meningeal:

1. Abses ekstradural dan abses perisinus

2. Meningitis

3. Tromboflebitis sinus lateral

4. Hidrosefalus otitis

5. Otore likuor serebrospinal

B. Komplikasi non-meningeal:

1. Abses otak

2. Labirinitis

3. Petrositis

4. Paresis n.fasialis

II. 3. A. Komplikasi Di Telinga Tengah

Akibat infeksi telinga tengah hampir selalu berupa tuli konduktif. Pada

membran timpani yang masih utuh, tetapi rangkaian tulang pendengaran terputus,

akan menyebabkan tuli konduktif yang berat. Biasanya derajat tuli konduktif tidak

selalu berhubungan dengan penyakitnya, sebab jaringan patologis yang terdapat di

kavum timpani pun dapat menghantar suara ke telinga dalam.A


Paresis Fasialis

Paresis nervus fasialis sering menjadi komplikasi dari otitis media akut,

akibat infeksi dan inflamasi jaringan yang terlibat. Pada kasus OMSK, paresis

nervus fasialis sering disebabkan oleh OMSK dengan kolesteatom. Pada kasus ini

terjadi penekanan akibat kolesteatom baik disertai inflamasi lokal ataupun tidak.

Bakteri dapat mencapai nervus karena dehisen kongenital pada kanal fallopi atau

karena erosi kanal oleh jaringan granulasi atau kolesteatom. Paresis yang

disebabkan oleh kolesteatom, letak lesinya berbeda-beda. Sebagian besar

penekanan nervus terjadi pada segmen timpani. Letak lesi lainnya dapat terjadi

pada regio ganglion genikulatum, segmen mastoid atau pada kanal auditori

interna.A,B

Paresis nervus fasialis merupakan paresis otot-otot wajah. Pasien tidak

dapat atau kurang dapat menggerakkan otot wajah sehingga wajah tampak tidak

simetris. Paresis nervus fasialis dapat mempengaruhi kehidupan sosial dan

berdampak terhadap psikologis . Paresis nervus fasialis yang disebabkan oleh

kolesteatom merupakan kasus yang jarang terjadi, sekitar 1-3%.12,14

Kejadiannya bisa tiba-tiba atau bertahap, namun lebih sering terjadi secara tiba-

tiba. Hal ini disebabkan oleh devaskularisasi, fibrosis atau gangguan pada nervus

fasialis.E

Mekanisme terjadinya paresis nervus fasialis akibat OMSK belum

diketahui secara jelas. Namun proses inflamasi langsung yang melibatkan kanal

falopi dan kompresi akibat edema dipercaya sebagai patofisiologi terjadinya

paresis. Kolesteatom sendiri dapat menyebabkan gangguan langsung pada nervus


fasialis. Derajat paresis nervus fasialis ditetapkan berdasarkan pemeriksaan fungsi

motorik yang dihitung dalam persen (%). Pemeriksaan penurunan fungsi nervus

fasialis juga dapat dilakukan dengan metode pemeriksaan menurut House-

Brackmann.E

Paresis nervus fasialis akibat komplikasi OMSK dengan atau tanpa

kolesteatom ditatalaksana dengan kombinasi antibiotik dan tindakan bedah,

termasuk mastoidektomi dengan atau tanpa dekompresi nervus. Keberhasilan

dekompresi nervus fasialis tergantung kepada kondisi awal nervus tersebut

sebelum tindakan operasi, apakah nervus sudah mengalami degenerasi atau

belum.E

Menurut penelitian Kumar dan Thakar paresis pada nervus fasialis yang

tidak komplit mempunyai prognosis yang baik. Selain itu prognosis juga

dipengaruhi oleh onset terjadinya paresis dan ada atau tidaknya kolesteatom.E

II. 3. B. Komplikasi Di Telinga Dalam

Apabila terdapat peninggian tekanan di telinga tengah oleh produk infeksi,

ada kemungkinan produk infeksi itu akan menyebar ke telinga dalam melaui

tingkap bulat (fenestra rotundum). Selama kerusakan hanya sampai bagian

basalnya saja biasnaya tidak menimbulkan keluhan pada pasien. Akan tetapi

apabila kerusakan telah menyebar ke koklea akan menjadi masalah. Hal ini sering

dipakai sebagai indikasi untuk melakukan miringotomi segera pada pasien otitis

media akut yang tidak membaik dalam empat puluh delapan jam dengan

pengobatan medikamentosa saja.A


Penyebaran oleh proses destruksi, seperti oleh kolesteatoma atau infeksi

langsung ke labirin akan menyebabkan vertigo, mual, dan muntah, serta tuli saraf. Commented [T9]: apa maksudnya tuli saraf?

Fistula Labirin Dan Labirinitis Commented [T10]: Pake istilah baku

Otitis media supuratif kronis terutama yang dengan kolesteatom, dapat

menyebabkan terjadinya kerusakan pada bagian vestibuler labirin, sehingga

terbentuk fistula. Pada keadaan ini infeksi dapat masuk, sehingga terjadi labirinitis

dan akhirnya akan terjadi komplikasi tuli total atau meningitis.A,B

Adanya fistula di labirin dapat diketahui dengan tes fistula, yaitu dengan

memberikan tekanan udara positif ataupun negatif ke liang telinga melalui

otoskop Siegel dengan corong telinga yang kedap atau balon karet dengan bentuk

elips pada ujungnya yang dimasukkan ke dalam liang telinga. Balon karet

dipencet dan udara di dalamnya akan menyebabkan perubahan tekanan udara di

liang telinga. Bila fistula yang terjadi masih paten maka akan terjadi kompresi dan

ekspansi labirin membran. Tes fistula positif akan menimbulkan nistagmus atau

vertigo. Tes fistula bisa negatif, bila fistulanya sudah tertutup oleh jaringan

granulasi atau bila labirin sudah mati.A,B

Pemeriksaan radiologik tomografi atau CT scan yang baik kadang-kadang

dapat memperlihatkan adanya fistula labirin, yang biasanya ditemukan di kanalis

semisirkularis horisontal.A

Pada fistula labirin atau labirinitis, operasi harus segera dilakukan untuk

menghilangkan infeksi dan menutup fistula, sehingga fungsi telinga dalam dapat

pulih kembali. Tindakan bedah harus adekuat, untuk mengontrol penyakit primer.
Matriks kolesteatom dan jaringan granulasi harus diangkat dari fistula sampai

bersih dan daerah tersebut harus segera ditutup dengan jaringan ikat atau sekeping

tulang/ tulang rawan.A

Labirinitis Commented [T11]: Pakai istilah baku

Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin, disebut labirinitis umum

(general), dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf berat, sedangkan labirinitis

yang terbatas (labirinitis sirkumskripta) menyebabkan vertigo saja atau tuli saraf

saja.A

Labirinitis terjadi oleh karena penyebaran infeksi ke ruang perilimfa.

Terdapat dua bentuk labirinitis, yaitu labirinitis serosa dan labirinitis supuratif.

Labirinitis serosa dapat berbentuk labirinitis serosa difus dan labirinitis serosa

sirkumpskripta. Labirinitis supuratif dibagi dalam bentuk labirinitis supuratif akut

difus dan labirinitis supuratif kronis difus.A,C

Pada labirinitis serosa toksin menyebabkan disfungsi labirin tanpa invasi

sel radang, sedangkan pada labirinitis supuratif, sel radang menginvasi labirin,

sehingga terjadi kerusakan yang ireversibel, seperti fibrosis dan osifikasi.A

Pada kedua bentuk labirintis itu operasi harus segera dilakukan untuk

menghilangkan infeksi dari telinga tengah. Kadang-kadang diperlukan juga

drainase nanah dari labirin untuk mencegah terjadinya meningitis. Pemberian

antibiotika yang adekuat terutama ditujukan kepada pengobatan otitis media

kronik dengan/ tanpa kolesteatoma.A


Labirinitis Serosa Difus

Labirinitis serosa difus seringkali terjadi sekunder dari labirinitis

sirkumskripta atau dapat terjadi primer pada otitis media akut. Masuknya toksin

atau bakteri melalui tingkap bulat, tingkap lonjong, atau melalui erosi tulang

labirin. Infeksi tersebut mencapai end osteum melalui saluran darah. Diperkirakan

penyebab labirinitis serosa yang paling sering adalah absorbsi produk bakteri di

telinga dan mastoid ke dalam labirin.A

Bentuk ringan labirinitis serosa selalu terjadi pada operasi telinga dalam,

misalnya pada operasi fenestrasi, terjadi singkat, dan biasanya tidak menyebabkan

gangguan pendengaran.A

Kelainan patologiknya seperti inflamasi non purulen labirin. Pemeriksaan

histologik pada potongan labirin menunjukkan infiltrasi seluler awal dengan

eksudat serosa atau serofibrin.A

Gejala dan tanda serangan akut labirinitis serosa difus adalah vertigo

spontan dan nistagmus rotatoar, biasanya ke arah telinga yang sakit. Kadang-

kadang disertai mual dan muntah, ataksia dan tuli saraf.A Commented [T12]: ??

Labirinitis serosa difusa yang terjadi sekunder dari labirinitis

sirkumskripta mempunyai gejala yang serupa tetapi lebih ringan, akibat telah

terjadi kompensasi. Tes fistula akan positif kecuali bila fistulanya tertutup

jaringan. Ada riwayat gejala labirinitis sebelumnya, suhu badan normal atau

mendekati normal.A

Pada labirinitis serosa ketulian bersifat temporer, biasanya tidak berat,

sedangkan pada labirinitis supuratif terjadi tuli saraf total yang permanen. Bila
pada labirinitis serosa ketulian menjadi berat atau total, maka mungkin telah

terjadi perubahan menjadi labirinitis supuratif. Bila pendengaran masih tersisa

sedikit di sisi yang sakit, berarti tidak terjadi labirinitis supuratif difus. Ketulian

pada labirinitis serosa difus harus dibedakan dengan ketulian pada penyakit

noninflamasi labirin dan saraf ke VIII.A

Prognosis labirinitis serosa baik, dalam arti menyangkut kehidupan dan

kembalinya fungsi labirin secara lengkap. Tetapi tuli saraf temporer yang berat

dapat menjadi tuli saraf yang permanen bila tidak diobati dengan baik.A

Pengobatan pada stadium akut yaitu pasien harus tirah baring (bed rest)

total, diberikan sedatif ringan. Pemberian antibiotika yang tepat dan dosis yang

adekuat. Drainase telinga tengah harus dipertahankan. Pembedahan merupakan

indikasi kontra. Pada stadium lanjut dari OMA, mungkin diperlukan

mastoidektomi sederhana (simpel) untuk mencegah labirinitis serosa.

Timpanomastoidektomi diperlukan bila terdapat kolesteatom dengan fistula.A Commented [T13]: Kalau terlalu banyak mengutib satu
referensi itu berarti plagiat

Labirinitis Supuratif Akut Difus

Labirinitis supuratif akut difus, ditandai dengan tuli total pada telinga yang

sakit diikuti dengan vertigo berat, mual, muntah, ataksia dan nistagmus spontan ke

arah telinga yang sehat.A

Labirinitis supuratif akut difus dapat merupakan kelanjutan dari labirinitis

serosa yang infeksinya masuk melalui tingkap jorong atau tingkap bulat. Pada

banyak kejadian, labirinitis ini terjadi sekunder dari otitis media akut maupun

kronik dan mastoiditis. Pada beberapa kasus abses subdural atau meningitis,
infeksi dapat menyebar ke dalam labirin dengan atau tanpa terkenanya telinga

tengah, sehingga terjadi labirinitis supuratif.A

Kelainan patologik terdiri dari infiltrasi labirin oleh sel-sel leukosit

polimorfonuklear dan destruksi struktur jaringan lunak. Sebagian dari tulang

labirin nekrosis, dan terbentuk jaringan granulasi yang dapat menutup bagian

tulang yang nekrotik tersebut. Keadaan ini akan menyebabkan terbentuknya

sekuestrum, paresis fasialis, dan penyebab infeksi ke intrakranial.A

Mual, muntah, vertigo dan ataksia dapat berat sekali bila awal dari

perjalanan labirinitis supuratif tersebut cepat. Pada bentuk yang perkembangannya

lebih lambat, gejala akan lebih ringan oleh karena kompensasi labirin yang sehat.

Terdapat nistagmus horisontal rotatoar yang komponen cepatnya mengarah ke

telinga yang sehat. Dalam beberapa jam pertama penyakit, sebelum seluruh fungsi

labirin rusak, nistagmus dapat mengarah ke telinga yang sakit. Jika fungsi koklea

hancur, akan mengakibatkan tuli saraf total permanen. Suhu badan normal atau

mendekati normal, bila terdapat kenaikan, mungkin disebabkan oleh otitis media

atau mastoiditis. Tidak terdapat rasa nyeri. Bila terdapat, mungkin disebabkan

oleh lesi lain, bukan oleh labirinitis.A

Selama fase akut, posisi pasien sangat khas. Pasien akan berbaring pada

sisi yang sehat dan matanya mengarah ke sisi yang sakit, jadi ke arah komponen

lambat nistagmus. Posisi ini akan mengurangi perasaan vertigo.A

Tes kalori maupun tes rotaasi tidak boleh dilakukan selama fase akut,

sebab vertigo akan diperhebat.A


Diagnosis ditegakkan dari riwayat penyakit, tanda dan gejala labirinitis

dengan hilangnya secara total dan permanen fungsi labirin. Pemeriksaan Rontgen

telinga tengah, os mastoid dan os petrosus mungkin menggambarkan sejumlah

kelainan yang tidak berhubungan dengan labirin. Bila dicurigai terdapat iritasi

meningeal, maka harus dilakukan pemeriksaan cairan spinal.A

Labirinitis supuratif akut difus tanpa komplikasi, prognosis ad vitam baik.

Dengan antibiotika mutakhir komplikasi meningitis dapat sukses diobati, sehingga

harus dicoba terapi medikamentosa dahulu sebelum tindakan operasi. Bila terjadi

gejala dan tanda komplikasi intrakranial yang menetap, walaupun telah diberikan

teapi adekuat dengan antibiotika, drainase labirin akan memberi prognosis lebih

baik daripada bila dilakukan tindakan operasi radikal.A

Diperlukan tirah baring total selama fase akut, yang dapat berlangsung

sampai 6 minggu. Perbaikan terjadi bertahap, mulai dari hari pertama. Sedatif

ringan mungkin diperlukan pada periode awal. Fenobarbital 32 mg (1/2 grain)

yang diberikan 3 kali sehari, biasanya cukup memuaskan.A

Dosis antibiotika yang adekuat harus diberikan selama suatu periode baik

untuk mencegah komplikasi intrakranial, maupun untuk mengobati labirinitisnya.

Harus dilakukan kultur untuk identifikasi kuman dan untuk tes sensitifitas kuman.

Antibiotika penisilin harus segera diberikan sebelum hasil tes resistensi didapat,

jika alergi terhadap penisilin dapat diberikan tetrasiklin, dengan dosis tinggi

secara parenteral. Respons klinik lebih utama daripada hasil tes sensitivitas kuman

dalam menentukan jenis antibiotika. Dengan adanya sisa pendengaran walaupun

sedikit, menandakan masih berfungsinya labirin, dan menjadi indikasi kontra


operasi. Drainase, atau membuang sebagian labirin yang rusak, dilakukan bila

terdapat komplikasi intrakranial dan tidak memberi respons terhadap pengobatan

dengan antibiotika.A

Labirinitis Kronik (Laten) Difus

Labirinitis supuratif stadium kronik atau laten dimulai, segera sesudah

gejala vestibular akut berkurang. Hal ini mulai dari 2-6 minggu sesudah awal

periode akut.A

Patologi. Kira-kira akhir minggu ke X setelah serangan akut telinga dalam

hampir seluruhnya terisi oleh jaringan granulasi. Beberapa area infeksi tetap ada.

Jaringan granulasi secara bertahap berubah menjadi jaringan ikat dengan

permulaan kalsifikasi. Pembentukan tulang baru dapat mengisi penuh ruangan-

ruangan labirin dalam 6 bulan sampai beberapa tahun pada 50% kasus.A

Gejala. Terjadi tuli total di sisi yang sakit. Vertigo ringan dan nistagmus

spontan biasanya ke arah telinga yang sehat dapat menetap sampai beberapa bulan

atau sampai sisa labirin yang berfungsi dapat mengkompensasiskan. Tes kalori

tidak menimbulkan respons di sisi yang sakit dan tes fistula pun negatif, walaupun

terdapat fistula.A

Pengobatan. Terapi lokal harus ditujukan ke setiap infeksi yang mungkin

ada.A

Drainase bedah atau eksenterasi labirin tidak diindikasikan, kecuali suatu

fokus di labirin atau daerah perilabirin telah menjalar atau dicurigai menyebar ke

struktur intrakranial dan tidak memberi respons terhadap terapi antibiotika.A


Bila ada indikasi dapat dilakukan mastoidektomi. Bila dicurigai ada fokus

infeksi dilabirin atau di os petrosus, dapat dilakukan drainase labirin dengan salah

satu operasi labirin. Setiap sekuestrum yang lepas harus dibuang, harus dihindari

terjadinya trauma N. VII. Bila saraf fasial lumpuh, maka harus dilakukan

dekompresi saraf tersebut.A

Bila dilakukan operasi tulang temporal maka harus diberikan antibiotika

sebelum dan sesudah operasi.A

Sekuestrum Labirin

Etiologi. Setiap tahap sekuestrasi tulang labirin dapat berhubungan dengan

atau mengikuti: (1) labirinitis supuratik akut atau kronik, (2) trauma pada labirin

tulang, terutama pada operasi tulang temporal, (3) setiap penyakit granulomatosa

yang mengenai telinga, seperti tuberkulosis, sifilis, (4) petrositis dengan

penyebaran nekrosis ke labirin tulang dengan sekuestrasi labirin, (5) infeksi yang

tidur di sel petrosis yang tiba-tiba aktif dan menyebabkan nekrosis tulang labirin.A

Sekuestrasi lebih sering terjadi pada anak-anak, tetapi dapat terjadi pada

setiap umur. Tuberkulosis tulang temporal pada bayi dan anak lebih cenderung

untuk menyebabkan nekrosis dengan skuestra pada labirin. Labirinitis sirkumskrip

dengan fistula akibat kolesteatom atau granuloma dapat menimbulkan skuester di

labirin dengan ukuran yang berbeda-beda.A

Patologi. Sedikitnya vaskularisasi pada lapisan tengah atau endokondral

pada kapsul tulang labirin menyebabkan sangat berkurangnya tendensi

menyembuh setelah mengalami trauma atau infeksi. Hal ini tidak terjadi pada
lapisan endosteum yang tipis dan kompak pada lapisan luar atau periosteum yang

mempunyai lamela Haversian dengan banyak pembuluh darah. Bila infeksi

mencapai lapisan endokondral melalui erosi atau trauma, baik melalui lapisan

periosteoum atau pun endosteum, memungkinkan timbulnya fistula labirin atau

terbentuknya skuestrum endokondral. Sembuhnya kerusakan endosteal atau

endokondral berlangsung dari lapisan periosteal dengan pembentukan tulang

lamelar.A

Tendesi penyebaran ke arah pneumatisasi prosessus piramidalis petrosa

(petrous pyramid) yang relatif lebih besar di sebelah atas belakang labirin dan di

medial eminensia arkuata, dibarengi dengan sempitnya lubang ke luar dari sel-sel

udara di situ, merupakan predisposisi terjadinya nekrosis, dengan skuestrasi

sebagian atau seluruh bagian labirin. Dengan demikian kemungkinan untuk

penyebaran ke intrakranial meningkat.A

Diagnosis. Suatu skuestrum di labirin, walaupun yang sulit didiagnosis

preoperasi, dapat diduga bila otalgia yang persisten, otorea yang deras, granulasi

yang subur, dan hilangnya sebagian besar atau seluruh fungsi labirin, di sisi yang

sakit timbul mengikuti labirinitis atau perilabirinitis.A

Meraba telinga yang nekrotik secara hati-hati sekali dengan sonde,

walaupun tidak selalu dianjurkan, dapat mendeteksi skuestrum.A

Pemeriksaan rontgen dapat menduga adanya erosi, bahkan dapat

menunjukkan skuester labirin tulang.A

Prognosis. Skuestrum pada sejumlah kasus mungkin diabsorbsi atau dapat

dikeluarkan secara spontan dengan atau tanpa perubahan pada labirin tulang.
Drainase dan tindakan operasi, serta pengangkatan skuester dan seluruh daerah

infeksi, akan memberi prognosis yang baik. Bila drainase atau pengangkatan

daerah yang terkena tidak efektif, akan mengancam kemungkinan perluasan ke

intrakranial atau ke arteri karotis.A

Paresis fasialis terjadi pada kasus demikian, tetapi penyembuhan yang

lengkap akan terjadi sesudah surutnya infeksi, terutama bila paralisis hanya

sebagian. Bila saraf tersebut rusak, mungkin diperlukan transplantasi saraf.A

Pengobatan. Bila dicurigai terjadinya skuestrasi labiri, harus diberikan

antibiotika dosis tinggi dan adekuat sampai didapat tanda-tanda bahwa pemberian

obat ini kelihatan sia-sia sebelum dilakukan pembedahan.A

Tidak ada ketetapan yang memberi indikasi kuat dan cepat bagia

dilakukannya drainase bedah dan pengangkatan skuestrum. Harus nilai tiap kasus.

Tetapi dapat dikatakan bahwa bila telah ada dugaan kuat terjadinya skuester, serta

telah terdapat hilangnya fungsi labirin secara total, harus dilakukan beberapa

macam bedah drainase, dan pengangkatan bagian yang nekrosis. Bila skuester

melekat erat, maka pengobatannya dapat ditunda sampai pemisahannya menjadi

lebih lengkap.A

Terapi Bedah Pada Labirinitis Supuratif

Kemajuan dan efektivitas terapi antibiotika, ditambah dengan diagnosis

dini dan pengobatan bedah terhadap penyakit penyebab telah membuat drainase

labirin menjadi tindakan yang jarang dilakukan. Tetapi labirinitis supuratif diikuti

oleh tanda-tanda rangsangan meningeal memerlukan tindakan drainase labirin


dnegan segera. Banyak penulis telah mengemukakan berbagai tehnik membuka

bagian labirin dari berbagai segmen (Hinsberg, Jansen, Neumonn, Bourget,

Richard), tetapi variasi-variasi pada operasi-operasi itu tidak bermakna.A

Teknik sebelum membuka labirin harus dilakukan lebih dulu

mastoidektomi radikal, perhatian harus ditujukan untuk membuang seluruh bagian

yang terinfeksi untuk mencegahnya menjadi infeksi fokal.A

II. 3. C. Komplikasi Ke Ekstradural

Petrositis

Kira-kira sepertiga dari populasi manusia, dari populasi manusia, tulang

temporalnya mempunyai sel-sel udara sampai ke apeks os petrosum. Terdapat

beberapa cara penyebaran infeksi dari telinga tengah ke os petrosum. Yang sering

ialah penyebaran langsung ke sel-sel udara tersebut.A,B

Adanya petrositis sudah harus dicurigai, apabila pada pasien otitis media

terdapat keluhan diplopia, karena kelemahan N.VI. Seringkali disertai dengan rasa

nyeri di daerah parietal, temporal atau oksipital, oleh karena terkenanya N.V,

ditambah dengan terdapatnya otorea yang persisten, terbentuklah suatu sindrom

yang disebut sindrom Gradenigo.A

Kecurigaan terhadap petrositis terutama bila terdapat nanah yang keluar

terus-menerus dan rasa nyeri yang menetap pasca mastoidektomi.A

Pengobatan petrosititis ialah operasi. Pada waktu melakukan operasi

telinga tengah dilakukan juga eksplorasi sel-sel udara tulang petrosum serta

mengeluarkan jaringan patogen.A


Tromboflebitis Sinus Lateralis

Invasi infeksi ke sinus sigmoid ketika melewati tulang mastoid akan

menyebabkan terjadinya trombosis sinus lateralis. Komplikasi ini sering

ditemukan pada zaman pra-antibiotik, tetapi kini sudah jarang terjadi.A

Demam yang tidak dapat diterangkan penyebabnya merupakan tanda

pertama dari infeksi pembuluh darah. Pada mulanya suhu tubuh turun naik, tetapi

setelah penyakit menjadi berat didapatkan kurve suhu yang naik turun dengan

sangat curam disertai dengan menggigil. Kurve suhu demikian menandakan

adanya sepsis.A

Rasa nyeri biasanya tidak jelas, kecuali bila sudah terdapat abses perisinus.

Kultur darah biasanya positif, terutama bila darah diambil ketika demam.A

Pengobatan haruslah dengan jalan bedah, membuang sumber infeksi di

sel-sel mastoid, membuang tulang yang berbatasan dengan sinus (sinus plate)

yang nekrotik, atau membuang dinding sinus yang terinfeksi atau nekrotik. Jika

sudah terbentuk trombus harus juga dilakukan drainase sinus yang terinfeksi atau

nekrotik. Jika sudah terbentuk trombus harus juga dilakukan drainase sinus dan

mengeluarkan trombus. Sebelum itu dilakukan dulu ligasi vena jugulare interna

untuk mencegah trombus terlepas ke paru dan ke dalam tubuh lain.A

Abses Ekstradural

Abses ekstradural ialah terkumpulnya nanah di antara durameter dan

tulang. Pada otitis media supuratif kronis keadaan ini berhubungan dengan
jaringan granulasi dan kolesteatom yang menyebabkan erosi tegmen timpani atau

mastoid.A

Gejalanya terutama berupa nyeri telinga hebat dan nyeri kepala. Dengan

foto Rontgen mastoid yang baik, terutama posisi Schuller, dapat dilihat kerusakan

di lempeng tegmen (tegmen plate) yang menandakan tertembusnya tegmen. Pada

umumnya abses ini baru dikeathui pada waktu operasi mastoidektomi.A

Abses Subdural

Abses subdural jarang terjadi sebagai perluasan langsung dari abses

ekstradural biasanya sebagai perluasan tromboflebitis melalui pembuluh vena.A

Gejalanya dapat berupa demam, nyeri kepala dan penurunan kesadaran

sampai koma pada pasien OMSK. Gejala kelainan susunan saraf pusat bisa berupa

kejang, hemiplegia dan pada pemeriksaan terdapat tanda kernig positif.A

Pungsi lumbal perlu untuk membedakan abses subdural dengan

meningitis. Pada abses subdural pada pemeriksaan likuor serebrospinal kadar

protein biasanya normal dan tidak ditemukan bakteri. Kalau pada abses

ekstradural nanah keluar pada waktu operasi mastoidektomi, pada abses subdural

nanah harus dikeluarkan secara bedah saraf (neuro surgical), sebelum dilakukan

operasi mastoidektomi.A
II. 3. D. Komplikasi Ke Susunan Saraf Pusat

Meningitis

Meningitis merupakan komplikasi intrakranial yang paling banyak terjadi

pada pasien OMSK. Angka kematian akibat meningitis bakterialis cukup tinggi,

antara 5-18,75% terutama pada pasien usia tua dengan meningitis pneumokokus.

Keadaan ini dapat terjadi oleh otitis media akut, maupun kronis, serta dapat

terlokalisasi, atau umum (general). Walau secara klinik kedua bentuk ini mirip,

pada pemeriksaan likuor serebrospinal terdapat bakteri pada bentuk yang umum

(general), sedangkan pada bentuk yang terlokalisasi tidak ditemukan bakteri.

Meningitis dapat terjadi melalui ekstensi langsung melewati tulang yang erosi,

saluran yang sudah terbentuk sebelumnya atau melalui darah (hematogen).A, E

Gambaran klinik meningitis biasanya berupa kaku kuduk, kenaikan suhu

tubuh, mual, muntah yang kadang-kadang muntahnya muncrat (proyektif), serta

nyeri kepala hebat. Pada kasus yang berat biasanya kesadaran menurun (delir

sampai koma). Pada pemeriksaan klinik terdapat kaku kuduk waktu difleksikan

dan terdapat tanda kernig positif.A,E

Pungsi lumbal merupakan modalitas utama untuk pemeriksaan cairan

serebrospinal pada pasien meningitis. Sebelum pemeriksaan pungsi lumbal,

dilakukan pemeriksaan tomografi komputer, untuk melihat adanya abses otak,

serebritis atau empiema subdural. Pungsi lumbal menjadi kontraindikasi pada

keadaan di atas. Analisis cairan serebrospinal pada pasien meningitis

menunjukkan kadar gula menurun dan protein yang tinggi.E


Pemberian antibiotik spektrum luas dengan dosis maksimal merupakan

modalitas utama dalam penatalaksanaan meningitis. Antibiotik diberikan selama

7-15 hari. Antibiotik ditujukan untuk kuman gram negative atau positif dan

kuman anerob.13 Kortikosteroid intravena juga dapat membuat prognosis jadi

lebih baik terutama bila diberikan segera dengan dosis optimal. Mastoidektomi

emergensi dalam 24 jam tidak dianjurkan lagi. Operasi emergensi dilakukan pada

pasien dengan mastoiditis atau dengan infeksi berat, gejala neurologis yang tidak

membaik dalam 48 jam setelah terapi inisial dan terapi antibiotik dosis tinggi.6,12

Operasi mastoidektomi untuk mengangkat kolesteatom dilakukan apabila kondisi

neurologis telah stabil.A,E

Abses Otak

Abses otak sebagai komplikasi otitis media dan mastoiditis dapat

ditemukan di serebelum, fossa kranial media. Keadaan ini sering berhubungan

dengan tromboflebitis sinus lateralis, petrositis, atau meningitis. Abses otak

biasanya merupakan perluasan langsung dari infeksi telinga dan mastoid ayau

tromboflebitis. Umumnya didahului oleh suatu abses ekstradural.A

Gejala abses serebelum biasanya lebih jelas daripada abses lobus temporal.

Abses serebelum dapat ditandai dengan ataksia, disdiadokokinesis, tremor

intensif, dan tidak tepat menunjuk suatu objek.A

Afasia dapat terjadi pada abses lobus temporal. Gejala lain yang

menunjukkan adanya toksisitas, berupa nyeri kepala, demam, muntah serta

keadaan letargik. Selain itu sebagai tanda yang nyata suatu abses otak ialah nadi
yang lambat serta serangan kejang. Pemeriksaan likuor serebrospinal

memperlihatkan kadar protein yang meninggi serta kenaikan tekanan likuor.

Mungkin terdapat juga edema papil. Lokasi abses dapat ditentukan dengan

pemeriksaan angiografi, ventrikulografi atau dengan Tomgorafi Komputer.A

Pengobatan abses otak ialah dengan jalan operasi, dengan melakukan

drainase dari lesi. Selain itu pengobatan dengan antibiotika harus intensif.

Mastoidektomi dilakukan untuk membuang sumber infeksi, pada waktu keadaan

umum lebih baik.A

Hidrosefalus Otitis

Hidrosefalus otitis ditandai dengan peninggian tekanan likuor

serebrospinal yang hebat tanpa adanya kelainan kimiawi dari likuor itu. Pada

pemeriksaan terdapat edema papil. Keadaan ini dapat menyertai otitis media akut

atau kronis.A

Gejala berupa nyeri kepala yang menetap, diplopia, pandangan yang

kabur, mual dan muntah. Keadaan ini diperkirakan disebabkan oleh tertekannya

sinus lateralis yang mengakibatkan kegagalan absorpsi likuor serebrospinal oleh

lapisan araknoid.A

Penatalaksanaan Komplikasi Intrakranial

Secara umum, pengobatan komplikasi penyakit telinga harus mencakup

dua hal. Tidak hanya penanganan yang efektif terhadap komplikasinya yang harus

diperhatikan tetapi juga usaha untuk penyembuhan infeksi primernya. Seringkali


beratnya komplikasi mengharuskan kita menunda mastoidektomi sampai keadaan

umum pasien mengizinkan. Di samping itu bila ada ancaman terhadap terjadinya

komplikasi atau bila ditemukan komplikasi pada stadium dini dapat dikontrol

dengan cara pengobatan seperti pengobatan untuk penyakit primernya.

Singkatnya, pengobatan terdiri dari pemberian antibiotika dosis tinggi secepatnya, Commented [T14]: hapus

penatalaksanaan operasi infeksi primer dimastoid pada saat yang optimum, dan

bedah syaraf bila diperlukan. Karena kerjasama bedah syaraf dan otologi telah

dijalin pada saat pemeriksaan pasien, maka hal tersebut harus dipertahankan untuk

mendapatkan hasil yang maksimum.A

Pengobatan antibiotika pada komplikasi intrakranial sulit, karena adanya

sawar darah otak (blood-brain barrier) yang menghalangi banyak jenis antibiotika

untuk mencapai konsentrasi yang tinggi di cairan serebrospinal. Dulu sering

dipakai cara pemberian penisillin intratekal untuk mempertinggi konsentrasi

penisillin, tetapi ternyata terlalu mengiritasi, sehingga sekarang biasanya

diberikan derivat penisillin dosis tinggi secara intravena. Di Bagian THT

FKUI/RSCM telah dibuat protokol penatalaksanaan pasien dengan komplikasi

intrakranial. Pasien harus dirawat dan diberikan antibiotika dosis secara intravena.

Pemberian antibiotika dimulai dengan ampisilin 4 x 200-400 mg/kgBB.hari,

kloramfenikol 4 x 1/2-1 g/hari untuk orang dewasa atau 60-100 mg/kgBB/hari

untuk anak. Dapat dipertimbangkan untuk juga memberikan metronidazol 3 x

400-600 mg/hari. Antibiotika kemudian disesuaikan dengan kemajuan klinis dan

hasil biakan dari sekret telinga ataupun likuor serebrospinal. Selanjutnya

dilakukan pemeriksaan laboratorium, foto mastoid. Tomografi Komputer kepala


yang terutama untuk melihat kemungkinan adanya abses otak, serta konsultasi ke

Bagian Saraf atau Saraf Anak. Bila pada Tomografi Komputer terlihat adanya

tanda-tanda ensefalitis atau abses intrakranial, maka pasien dikonsulkan ke Bagian

Bedah Saraf untuk melakukan tindakan bedah otak untuk drainase segera.

Mastoidektomi dapat dilakukan bersama-sama atau kemudian. Bila bagian Bedah

Saraf tidak melakukan bedah segera, maka pengobatan medikamentosa

dilanjutkan sampai 2 minggu, kemudian dikonsulkan lagi ke Bagian Bedah Saraf.

Mastoidektmo dilakukan sebelum atau sesudah bedah saraf melakukan operasi

otak. Bila pada saat itu keadaan umum pasien buruk atau suhu tinggi, maka

mastoidektomi dilakukan dengan analgesia lokal.A

Bila pada Tomografi Komputer tidak terlihat adanya abses otak dan

keadaan umum pasien baik maka segera dilakukan mastoidektomi dengan

anastesia umum atau analgesia local, tetapi bila keadaan umum pasien buruk atau

suhu tetap tinggi, maka pengobatan medikamentosa dilakukan sampai 2 minggu,

kemudian segera dilanjutkan dengan mastoidektomi yang dilakukan dalam

analgesia lokal.A

Bila karena berbagai sebab Tomografi Komputer tidak dapat dibuat,

pengobatan medikamentosa juga diteruskan sampai 2 minggu untuk kemudian

dilakukan mastoidektomi. Bila keadaan umum tetap buruk atau suhu tetap tinggi

maka mastoidektomi dilakukan dengan analgesia lokal.A

Terapi bedah idelanya dilakukan pada stadium dini dari komplikasi.

Dalam prakteknya hal tersebut merupakan masalah untuk menentukan saat yang

optimum. Hal yang ikut menentukan keputusan diambilnya tindakan bedah atau Commented [T15]: hapus
tidak adalah diagnosis, kondisi pasien, dan respons pasien terhadap pengobatan

antibiotika. Rangsangan yang kontinyu dari kolestatom di mastoid dapat

menyebabkan meningitis berulang atau progresvitas abses otak. Karena itu kontrol

terhadap penyakit primernya merupakan keharusan untuk penyembuhan yang

lengkap. Seringkali drainase empiema subdura atau abses otak harus didahulukan,

tetapi mastoidektomi harus segera dilakukan setelah kondisi pasien mengizinkan.A Commented [T16]: terlalu banyak menggunakan reerensi A

Pendekatan bedah mastoidektomi harus dapat menjamin eradikasi seluruh

jaringan patologik di mastoid. Maka sering diperlukan mastoidektomi modifikasi

radikal, walaupun kadang-kadang mastoidektomi simpel yang baik dapat dipakai.

Tujuan operasi ini adalah memaparkan dan mengeksplorasi seluruh jalan yang

mungkin digunakan oleh invasi infeksi. Tulang yang melapisi sinus sigmoid harus

ditipiskan dan dibuang. Lempeng dura (dural plate) posterior pada segi tiga

Trautman harus ditipiskan dan tegmen mastoid harus dikupas pada setiap kasus.A

Kecurigaan terhadap penyakit dasar harus timbul dengan adanya jaringan

tulang yang nekrotik atau jaringan granulasi yang kadang-kadang diseliputi oleh

eksudat purulen. Dura biasanya tampak kuat dan biru atau kemerah-merahan,

sinus biasanya lebih biru. Permukaan dura yang tampak meradang dan berdarah

menandakan adanya infeksi. Seringkali dengan membuang lapisan tulang yang

nekrotik akan mengalirkan pus dari dalam abses ekstra dura atau perisinus.A

Tromboflebitis sinus diobati dengan membuka sinus tersebut setelah

memaparkan sinus tersebut dari sudut sinodural sampai ke bulbus jugularis.

Seluruh jaringan nekrotik dan trombus harus dihisap dan sinus tersebut ditampon.

Tampon surgicel, merupakan bahan yang baik untuk keperluan ini sebab bahan
tersebut diabsorbsi perlahan-lahan, sehingga tak perlu diangkat lagi. Spongostan

dapat dipakai sebagai pengganti. Bekuan darah yang telah mengalami fibrosis

padat tidak perlu diangkat, sebab dapat mencegah perluasan infeksi.A

Dulu penggunaan antikoagulansia dan pengikatan sinus sering dilakukan

untuk mencegah pembentukan trombus kembali. Telah terbukti bahwa prosedur

tersebut tidak jelas gunanya sebagai tindakan rutin dan tidak diindikasikan pada

kebanyakan kasus. Antikoagulan dapat digunakan bila terdapat pembentukan

trombus yang luas dan mengenai sinus petrosus dan sinus kavernosus. Kini ligasi

vena jugularis jarang dilakukan, oleh karena dapat digunakan banyak macam

antibiotika yang mengontrol emboli sepsis. Malahan, sepsis yang bekepanjangan

menyebabkan perlunya reeksplorasi sinus melalui mastoid untuk lebih

membersihkan secara sempurna trombus yang terinfeksi. Pada keadaan ini

serebelum harus ditusuk dengan jarum untuk melihat kemungkinan adanya abses,

sebab kedua kelainan tersebut sering bersamaan terjadinya serta kemungkinan

sebagai penyebab sepsis.A Commented [T17]: statement dibuat berdasarkan hasil


kesimpulan dari bbrp referat bukan copy paste dari satu referensi

Ligasi v.jugularis jika diperlukan, dilakukan dengan insisi 2-3 inci pada

tepi anterior m.sternokleidomastoid, persis di bawah ujung tulang mastoid. Vena

tersebut diikat dobel dan diinsisi di antara kedua ikatan tersebut.A

Terjadinya hidrosefalus otitik memerlukan aspirasi berulang cairan atrofi

optik. Biasanya tindakan operasi trombosis sinus menyebabkan terjadinya

penurunan tekanan serebrospinal secara bertahap.A

Meningitis diobati terutama dengan pemberian antibiotik. Kemungkinan

adanya komplikasi lain seperti abses atau tromboflebitis harus selalu dipikirkan
dan harus dilakukan operasi bila hasil pengobatan tidak seperti yang diharapkan.

Meningitis otogenik yang berulang sering terjadi dan pada keadaan begini harus

dilakukan mastoidektomi dengan tidak mengindahkan tipe penyakit telinganya.

Pada kasus begini biasanya terdapat suatu daerah nekrosis tulang kadang-kadang

ditemukan suatu abses ekstradura.A

Abses subdural merupakan komplikasi berat dan mengancam jiwa yang

pengobatannya merupakan tindakan gawat darurat bedah saraf. Dibuat lubang

dengan bor di atas dan di bawah tempat yang terkena, dan pus yang terkumpul

dihisap. Kemudian dilakukan irigasi dengan cairan fisiologik serta dengan larutan

antibiotika, dan diapsang salir karet agar dapat dilakukan reirigasi berkali-kali.

Seringkali tindakan mastoidektomi ditunda sampai pus tersebut habis.A

Abses otak juga merupakan masalah bedah saraf walaupun diagnosisnua

kebetulan ditegakkan ketika melakukan mastoidektomi. Drainase abses melalui

tegmen mastoid dulu sering dilakukan, tetapi tindakan demikian merupakan

prosedur berisiko tinggi terhadap terjadinya herniasi otak melalui tempat drainase

tersebut ke rongga mastoid.A

Akan menolong sekali bila dilakukan operasi mastoid dan bedah saraf

dalam waktu yang berdekatan. Kontaminasi infeksi yang terus-menerus dari

mastoid ke jaringan otak akan menyebabkan respons pengobatan menjadi buruk.

Idealnya ke dua operasi tersebut dilakukan bersama-sama. Pada kasus-kasus berat

tentu saja hal tersebut tidak mungkin dilakukan. Pada kasus berat diberikan

pengobatan antibiotika dosis tinggi dulu. Bila pengobatan infeksi telah berhasil

mengurangi edema jaringan otak, maka operasi mastoid harus dilaksanaan.a Commented [T18]: tolong dibuat narasi setelah membaca bbrp
referensi bukan copy paste saja

Anda mungkin juga menyukai