Jerome Kerviel
Disusun Oleh:
Penyebab Kecurangan
Bank For International Settlements (BIS), menyebutkan penyebab terjadinya
fraud (kecurangan), kerugian dan permasalahan bank, terutama disebabkan:
Kurang memadainya pengawasan dan akuntabilitas dari pengurus bank serta
kegagalan mengembangkan budaya pengendalian yang kuat
Tidak memadainya identifikasi risiko dan penilaian atas risiko dari kegiatan
bank, baik “on” maupun “off” balance sheet
Tidak ada atau gagalnya fungsi struktur dan kunci pengendalian, serta
pemisahan fungsi, pengesahan/otorsasi, verifikasi dan kaji ulang atas kinerja
bank.
Tidak berjalannya komunikasi/arus informasi kepada pengurus mengenai
permasalahan yang terjadi.
Tidak memadainya atau tidak efektifnya program audit dan kegiatan
pemantauan terutama dalam identifikasi dan pelaporan kelemahan dalam
pengendalian permasalahan bank
Berbagai pihak di bank dapat melakukan kecurangan baik pemegang saham,
pengurus, pegawai, nasabah, auditor intern, auditor ekstern maupun pihak lain seperti,
kontraktor, appraisal dan konsultan. Dia bisa melakukannya sendiri-sendiri, dalam
kelompok yang kecil bahkan mungkin dilakukan dengan kelompok yang besar, luas
serta terorganisir. Mengingat luasnya kemungkinan pihak-pihak yang bisa
melakukannya, maka konsep membangun system pengendalian yang handal dalam
semua kegiatan menjadi satu hal yang teramat penting.
Pencegahan
Pencegahan kecurangan dimulai dari suatu pendapat bahwa tidak semua orang
dapat berlaku jujur dan ini adalah merupakan suatu kenyataan dalam kehidupan ini.
Bahkan seorang yang sebenarnya jujur sekalipun bila dia ada ditengah-tengah
organisasi yang memberinya banyak kesempatan untuk bisa berlaku curang maka ini
akan menyeret dirinya pada suatu kultur tersebut. Apabila seseorang ditempatkan
dalam lingkungan yang rendah integritasnya, lemah kontrolnya, jelek sistem
pertanggungjawabannya, akuntabilitasnya, atau selalu dalam tekanan hal ini akan
menimbulkan dorongan untuk tumbunya ketidak jujuran.
Menciptakan kultur kejujuran, keterbukaan dan saling membantu. Empat
faktor untuk pencegahan kecurangan adalah sangat krusial untuk menciptakan suatu
kultur kejujuran, keterbukaan dan saling menolong dalam kebaikan. Hal ini meliputi:
(1) Menempatkan orang-orang yang jujur dan terpercaya serta melakukan pelatihan
tentang kesadaran bahaya kecurangan; (2) Menciptakan lingkungan kerja yang positif;
(3) Menyebarluaskan pemahaman terhadap kode etik; (4) Melakukan program bantuan
bagi karyawan (Employee Assistance Programs.
Menempatkan Orang-Orang yang Jujur dan Terpercaya serta Melakukan
Pelatihan Tentang Kesadaran Bahaya Kecurangan. Dari hasil studi di Amerika Serikat
(John Kula, Director of Fraud and Service Consulting for Arthur Anderson, as quoted
in Jerrr Thomas, “ Prosecution of White – Collar Crime Rising,” Chicago Tribune,
June 10, 1991, p.B1.) terungkap bahwa 31% dari orang Amerika tidak jujur, 30% jujur
secara situasional saja dan hanya 41% yang benar-benar jujur pada setiap keadaan.
Studi ini juga memperlihatkan 25% dari kecurangan yang terjadi dilakukan oleh
karyawan yang sudah bekerja 3 tahun atau lebih. Orang tersebut pada umumnya suka
berjudi, mempunyai masalah keuangan, suka minum-minum atau mempunyai problem
kriminal.
Sehubungan dengan hal tersebut, organisasi perlu kreatif dalam proses
penyaringan. Sebagai contoh bank-bank saat ini yang sudah melakukan penyaringan
calon nasabah ataupun calon karyawannya misalnya dengan meneliti problem
kreditnya dan kinerjanya, baik melalui sistem informasi nasabah di bank sentral,
maupun melalui sistem informasi credit card. Langkah lain yang bisa dilakukan adalah
menginventarsir sidik jari seluruh karyawan dan nasabah dan menyimpannya dalam
database yang selanjutnya bisa digunakan bila diperlukan dan jika terjadi persoalan
yang berindikasi kriminal. Di Amerika bahkan banyak organisasi yang menyewa
private investigators untuk meneliti latar belakang seseorang. Juga test terhadap tulisan
tangan seseorang kerap kali digunakan sebagai salah satu caranya.
Menciptakan Lingkungan Kerja yang Positif. Adalah tidak mungkin
menciptakan kultur kejujuran, keterbukaan dan saling membantu tanpa menciptakan
lingkungan kerja yang positif. Lingkungan kerja yang positif tidak terbentuk secara
otomatis, dia harus diolah dan dibangun. Kebijakan pintu terbuka yang positif terhadap
karyawan serta kepatuhan pada sistem dan prosedur merupakan dorongan bagi
organisasi untuk melawan kecurangan.
Membangun Kode Etik. Kultur kejujuran, keterbukaan dan saling membantu
tak mungkin tercipta tanpa adanya kode etik dan kepatuhan pada kode etik tersebut.
Rumusan kode etik menggambarkan apa yang baik dan dapat dilakukan serta yang apa
yang tidak baik dan jangan dilakukan. Para karyawan secara periodik harus membaca
dan menandatangani kode etik perusahaan tidak hanya untuk mendorong kembali
pemahamannya tentang apa makna yang patut dan yang tidak patut, tapi juga
menegaskan bahwa hal ini penting bagi perusahaan. Ekspektasi diklarifikasikan dan
ekspektasi yang sudah clear bisa menekan kecurangan. Misalnya, bila ada pernyataan
karyawan “Saya hanya meminjam uang ini sementara saja”, kalaulah dia memahami
apa keinginan dari perusahaan, maka dia tidak melakukan kecurangan, namun dia akan
mengajukan pinjaman yang memperoleh persetujuan sebagaimana seharusnya.
Sebagai contoh, Institut Bankir Indonesia telah memberikan suatu dasar bagi
para anggotanya dalam “Kode Etik Bankir Indonesia” yang bisa menjadi acuan awal
dari setiap bank untuk membuat aturan tingkah laku bagi banknya yang lebih teknis
dengan penyesuaian sesuai kultur banknya masing-masing.
1. Patuh dan taat pada ketentuan dan perundang-undangan dan peraturan yg
berlaku
2. Melakukan pencatatan yg benar mengenai segala transaksi yang berkaitan
dengan banknya
3. Menghindarkan diri dari persaingan yang tidak sehat
4. Tidak menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi
5. Menghindarkan diri dari keterlibatan dalam pengambilan keputusan dalam hal
terdapat pertentangan kepentingan
6. Menjaga kerahasiaan nasabah dan banknya
Program bantuan bagi karyawan ini utamanya menghadapi masalah seperti;
penyalah gunaannya terhadap minuman keras atau obat-obatan, perjudian, kesulitan
pengaturan keuangan, kesehatan, keluarga dan problem yang bersifat pribadi.
Pertanyaan 2:
Diskusikan peran yang dimainkan dalam kasus SocGen oleh masing-masing
dari tiga unsur berikut: kepribadian, kerangka kelembagaan, dan peluang.
Jawaban:
1. Kepribadian
Jerome Kerviel: dia adalah seorang karyawan yang diberikan kepercayaan
untuk menjalankan tugasnya di Bank Societe Generale karena kinerjanya pada
tahun 2006 yang dianggap baik. Namun pada kenyataannya dia malah
menyalahgunakan wewenang tersebut dengan melakukan sejumlah transaksi
palsu, menyalahgunakan kepercayaan, dan meggunakan sistem secara illegal.
Disini Jerome Kerviel merupakan pelaku utama dalam kasus meruginya Bank
Societe Generale dengan jumlah kurang lebih US$7,1 Miliar.
2. Kerangka Kelembagaan (manajemen)
Disini kerangka kelembagaan (pihak manajemen) mempunyai peran yang
sangat penting. Mereka harus bisa menjaga rahasia-rahasia perusahaan agar
tidak bocor dengan tetap menjaga dan mengawasi pelaksanaan sistem
pengendalian interen mereka sebaik mungkin.
3. Peluang:
Dengan berbekal dari pengalamannya bekerja di departemen kepatuhan
SocGen dan mendapatkan saran mengenai sistem pengendalian interen bank
oleh mantan manajer SocGen, maka tanpa disadari oleh pihak bank Jerome
Kerviel melakukan penyelewengan terhadap kepercayaan selama tahun 2007
sampai 2008. Dan didukung oleh posisinya sebagai analisi saham (trader) dan
kemampuan dalam menggunakan IT maka Jerome Kerviel dapat melakukan
tindakan ini yang merugikan bank Societe Generale.
Pertanyaan 3:
Bagaimana bisa SocGen tidak menyadari tindakan pialang dan kondisi yang
dibuatnya?
Jawaban:
1. Lemahnya sistem pengendalian intern
Kurangnya proteksi terhadap sistem informasi perusahaan dibuktikan dengan
mudahnya kerviel memasukkan dan menghapus kembali transaksi ilegal yang
ia rencanakan. Proteksi password yang buruk memungkinkan karyawan atau
pihak lain dapat menjalankan sistem diluar wewenangnya
2. Lemahnya sistem pengawasan manajemen
Kurangnya tindak lanjut yang tepat pada pelaporan dari pihak lain. Hal ini bisa
terlihat ketika SocGen menerima peringatan email dari petugas pengawasan di
Eurex yang menyatakan bahwa Kerviel telah terlibat dalam beberapa transaksi
palsu, namun SocGen mengabaikannya.
Kurangnya kontrol atas trading/perdagangan yang dibatalkan, dimodifikasi
atau yang tidak wajar. Kurangnya analisis terhadap kegiatan dan pola trading.
3. Kepercayaan yang besar kepada kerviel
Jerome Kerviel pernah menerima predikat sebagai pegawai terbaik di bank
SocGen, oleh karena itulah ia mendapat kepercayaan yang sangat besar oleh
CEO SocGEn. Disisi lain jerome mempunyai penampilan dan sifat yang ramah
dan memiliki sisi kemanusiaan yang tinggi karena ia merupakan anggota di
sebuah organisasi amal, karena sifat yang ramah dan humanistik ini, orang
akan lebih mudah percaya kepadanya.
4. Kerviel memanipulasi data untuk menghindari deteksi
Modus Kerviel melakukanpembobolan itu sangat sederhana, yakni dengan
mengambil posisi pada saham yang sedang naik. Namun, teknik yang
digunakan cukup licik dan bervariasi,Dalam interogasi, didapatkan informasi
bahwa Kerviel dibantu oleh mantan karyawan SocGen di tingkat manajer.
Aktor pembantu diduga memiliki pengetahuan mendalam atas prosedur
kontrol di internal bank. Atas sarannya, Kerviel mengatur dan
menyembunyikan posisi tersebut melalui skema transaksi fiktif/palsu.
Pertanyaan 4:
Apakah menurutmu tindakan dari “rogue trader” tersebut dapat diprediksi
dengan teori tertentu (misalkan seperti teori keagenan)?
Jawaban:
Menurut kelompok kami tindakan “rogue trader” tersebut dapat dideteksi
sebelumnya. Tujuan utama dari deteksi ini adalah mengidentifikasikan kerugian atau
mencoba untuk mengetahui penyebab kemungkinan kesempatan kerugian lebih dini
dan sehingga dapat menekan jumlah kerugian. Hal ini termasuk:
1. Penggunaan alat atau teknik untuk secara pro-aktif mengidentifikasikan
kecurangan seperti:
Menyaring dan meneliti data akuntansi dan data lainnya
Melakukan review terhadap kecurangan dengan fokus pada area yang
spesifik.
Melakukan pemetaan risiko dan melakukan penilaiannya.
Membangun sistem baik berdasarkan “inttilegent or knowledge based
system”.
2. Adanya hot-line dari karyawan yang terjaga kerahasiaannya dalam
pelaporannya.
3. Adanya personnel security (Ternasuk skrining untuk pegawai baru dan re-
skrining dari pagawai bank yang ada, terutama yang duduk pada posisi yang
sensitif)
BAB 3. KESIMPULAN
Suatu teori ada karena adanya suatu permasalahan. Dari teori yang muncul
tersebut nantinya dapat digunakan sebagai upaya preventif maupun kuratif. Misalnya
saja dalam teori akuntansi positif bertujuan untuk menjelaskan dan memprediksi
akuntansi praktik. Kejahatan dalam hal apapun pada akhirnya pasti akan terdeteksi
oleh sistem dan pasti pelanggarnya akan mendapatkan sebuah sanksi atas
perbuatannya.
DAFTAR PUSTAKA
Jayne M, Godfrey, et al. 2010. Accounting Theory 7th Edition. Australia: John
Wiley & Sons Australia, Ltd.
(internet) http://www.bbc.com
(internet) http://www.dw.com
(internet) http://www.prezi.com
(internet) http://www.wikipediabahasaindonesia.com
Statement of Authorship
Nama :
NIM :
Tandatangan :
Mata Kuliah :
Judul Makalah/Tugas :
Tanggal :
Dosen :