Tugas KMB Ii
Tugas KMB Ii
Hemodialisis Kronik
1Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit dr.
Cipto Mangunkusumo,
Jakarta,
Mangunkusumo, Jakarta
ABSTRAK
Pendahuluan. Endokarditis infektif (EI) pada pasien hemodialisis (HD) merupakan salah satu
contoh EI yang terkait dengan perawatan kesehatan dan menjadi penyebab kematian kedua
pada pasien HD setelah penyakit kardiovaskuler. Penggunaan kateter intravaskuler sebagai
akses HD meningkatkan risiko kejadian bakteremia sebesar sepuluh kali lipat serta infeksi
“metastatik” seperti EI dan emboli septik pulmoner sebesar 10-40%.
Ilustrasi Kasus. Seorang laki-laki berusia 35 tahun datang dengan keluhan dyspnea d’effort,
orthopnea, dan post- nocturnal dyspnea, disertai batuk dengan bercak darah dan demam tinggi
sejak lima hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien menjalani HD kronik selama 15 bulan
dengan menggunakan catheter double-lumen (CDL). Dari pemeriksaan fisik didapatkan ronki
basah kasar bilateral, murmur pansistolik grade 3/6 pada sela iga keempat linea sternalis
sinistra, dan gallop S3. Pada ekokardiografi ditemukan vegetasi di katup trikuspid dan
pemeriksaan CT-scan toraks memberikan gambaran emboli septik pulmoner. Didapatkan satu
dari tiga kultur darah yang positif untuk infeksi methicillin-resistant Staphylococcus aureus
(MRSA). Pengobatan dengan vankomisin yang adekuat selama enam minggu memberikan
kemajuan klinis signifikan, meskipun pada ekokardiografi evaluasi masih didapatkan adanya
vegetasi. Pasien kemudian menjalani operasi pengangkatan vegetasi, perbaikan katup jantung,
dan penggantian CDL, dimana kondisinya semakin membaik dan masih menjalani HD secara
rutin hingga saat ini.
Simpulan. Pengenalan dini EI dan emboli septik pulmoner pada pasien yang menjalani HD
kronik dengan akses kateter intravaskuler sangat penting agar tatalaksana awal yang adekuat
dan komprehensif dapat dilakukan. Hal ini dapat memperbaiki kondisi klinis serta
memperpanjang kesintasan hidup pasien.
populasi 8
umum.
Komplikasi emboli septik pulmoner yang terjadi juga merupakan komplikasi infektif
yang dapat ditemui pada pasien-pasien EI yang menjalankan HD kronis, dimana
Meskipun Kriteria Duke selalu dipakai dalam mendiagnosis EI, presentasi klinis
EI pada populasi HD seringkali sulit untuk dibedakan dari yang infeksi akses HD yang
sederhana. Selain itu, diagnosis EI pada pasien HD dengan menggunakan Kriteria Duke
dapat menimbulkan pertanyaan karena terdapatnya beberapa keterbatasan. Salah satunya
adalah kehadiran bakteremia untuk mendiagnosis EI karena fokus infeksi mungkin saja
berasal dari akses intravaskuler. Kedua, demam yang menjadi komponen lain kriteria
Duke seringkali tidak ditemukan pada pasien HD (45-70%) dibandingkan pada populasi
umum (80-90%), kemungkinan terjadi karena gangguan pertahanan seluler yang terkait
dengan uremia. Selain itu, tanda-tanda lain yang biasa menyertai penyakit menular pada
populasi umum seringkali tidak dapat dipakai untuk membantu dalam diagnosis seperti
peningkatan sedimentasi eritrosit dan anemia yang sudah hadir pada pasien ESRD serta
petanda infeksi seperti prokalsitonin
120 kali per menit reguler, kuat angkat, suhu tubuh 38,5°C,
99% dengan O2
sel/mm3
dengan neutrofil
basil tahan asam (BTA) sputum tiga kali, kultur sputum dan
O2
24 jam, n-asetil sistein 200 mg/8 jam per oral (PO), inhalasi
mcg/8 jam.
HEMODIALISIS.
Hemodialisa adalah metode pencucian darah dengan membuang cairan berlebih dan zat-zat
yang berbahaya bagi tubuh melalui alat dialysis untuk menggantikan fungsi ginjal yang
rusak. Kapan saya harus melakukan hemodialisa? Hemodialisa dilakukan bila ginjal anda
sudah tidak mampu melaksanakan fungsinya atau biasa disebut dengan gagal ginjal.
Gagal ginjal dapat dibagi dua yaitu gagal ginjal akut dimana fungsi ginjal terganggu untuk
sementara waktu sehingga hemodialisa dilakukan hanya hingga fungsi ginjal membaik dan
gagal ginjal kronis dimana fungsi ginjal rusak secara permanen akibatnya hemodialisa harus
dilakukan seumur hidupnya.
Pertama kita harus mempersiapkan pembuluh darah sebagai akses masuknya selang dari alat
dialysis. Pembuluh darah yang digunakan ada dua yaitu arteri sebagai akses keluarnya darah
kotor ke dalam mesin dan vena sebagai jalan masuknya darah bersih dari mesin ke dalam
tubuh. Melalui jarum maka selang dimasukkan ke dalam pembuluh darah. Biasanya anda
akan diberikan bius local untuk mengurangi nyerinya. Pembuluh darah yang digunakan
biasanya yang berukuran besar misalnya di daerah pangkal paha, daerah lengan dll.
Pembuluh darah ini akan digunakan secara bergantian untuk mencegah mengerasnya
pembuluh darah yang akhirnya nanti tidak bisa digunakan kembali.
Tentu anda akan bertanya •bagaimana dengan orang yang harus melakukan hemodialisa
seumur hidupnya, apakah tidak ada cara yang lebih praktis?
Anda tidak perlu khawatir, karena ada cara baru untuk membuat akses yang permanen bagi
pembuluh darah yaitu dengan membuat anatomosis antara arteri dan vena yang biasa disebut
dengan Cimino-Breschia fistula atau dengan menghubungkan arteri dengan vena lewat
pembuluh darah tambahan (graft).
Daerah yang dipilih biasanya pembuluh darah di lengan bawah. Dengan cimino, anda hanya
perlu menggunakan satu akses setiap kali melakukan hemodialisa hanya saja anda perlu
menunggu 2-6 minggu hingga luka operasi sembuh dan cimino bisa digunakan. Cimino ini
bisa bertahan selama 3 tahun untuk kemudian harus dicari pembuluh darah yang lain. Setelah
akses didapatkan, maka proses hemodialisa akan dilakukan. Hemodialisa dilakukan dengan
alat yang disebut dialyzer. Mesin akan memompa darah kita keluar dari tubuh secara sedikit
demi sedikit untuk kemudian dicuci dalam dialyzer ini.
Dialyzer merupakan alat seperti filter dengan ribuan serat halus yang akan menyaring semua
zat berbahaya, cairan dan elektrolit berlebih. Di dalam dialyzer terdapat cairan khusus yang
disebut dialysate yang mengandung cairan dan formula khusus yang berfungsi menyerap zat
yang tidak perlu dan menambahkan zat atau mineral atau elektrolit yang kurang. Komposisi
dialysate dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan cairan dan darah anda saat melakukan
hemodialisa. Karena itulah setiap kali akan melakukan hemodialisa anda akan melalui
pemeriksaan darah terlebih dahulu dulu untuk melihat komposisi elektrolit dan berbagai
komponen kimia darah dalam tubuh saat itu.
Setelah selesai disaring, maka darah yang sudah bersih akan dipompa kembali ke dalam
tubuh. Proses ini akan diulang berkali-kali hingga seluruh darah berhasil disaring. Proses
hemodialisa ini dapat dilihat dalam video berikut ini
http://www.youtube.com/watch?v=x_ra9YUX9fk Berapa lama proses hemodialisa
berlangsung? Rata-rata tiap orang memerlukan waktu 9 – 12 jam dalam seminggu untuk
mencuci seluruh darah yang ada, tetapi karena ini waktu yang cukup panjang, maka biasanya
akan dibagi menjadi tiga kali pertemuan dalam seminggu selama 3-5 jam setiap kali
hemodialisa.
Tentu saja ini tidak sama untuk tiap orang, lamanya waktu yang dibutuhkan dan berapa kali
dalam seminggu harus dilakukan hemodialisa sangat tergantung pada derajat kerusakan
ginjal, diet sehari-hari, penyakit lain yang menyertai, ukuran tubuh dll. Karena itu penting
untuk konsultasi secara teratur pada dokter yang menangani anda mengenai jadwal
hemodialisa anda.
Apa komplikasi yang dapat muncul selama hemodialisa?
- Hipotensi : ini paling sering pada pasien gagal ginjal dengan diabetes mellitus atau kencing
manis tapi seiring dengan kemajuan teknologi, resiko ini semakin berkurang. - Kram otot.
Dulu hal ini sering terjadi tetapi dengan mesin dialysis sekarang angka kejadiannya
berkurang.
- Reaksi anafilaktik atau alergi terhadap cairan dialysate. Biasanya ini terjadi pada
hemodialisa pertama kalinya tapi akan berkurang seirirng seringnya hemodialisa dilakukan.
- Selain itu anda dapat merasa mual, mengantuk, lelah, pusing, dan dingin selama proses
hemodialisa dilakukan. Beritahukanlah pada staf yang bertugas agar mereka dapat membantu
anda merasa lebih baik.