Anda di halaman 1dari 46

Bab II

2.1 Kemandirian Belajar

2.1.1. Pengertian Belajar

Menurut Thorndike belajar adalah usaha untuk membentuk hubungan

antara perangsang dan reaksi.

Menurut Witheringthon belajar adalah suatu perubahan didalam

kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa

kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.

Menurut Morgan dalam buku Introduction to psychology ( 1978 ) belajar

dalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi

sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.

Menurut Gagne dalam buku The Conditions of Learning ( 1977 ) belajar

terjadi apabila suatu stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa

stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa

sehingga perbuatannya (performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia

mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.

Menurut Hilgard dan Bower dalam buku Theories of Learning ( 1975 )

belajar adalah berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap

sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannyayang berulang-ulang

dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau
dasar kecenderungan respons pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan

sesaat seseorang.

Menurut Lee J. Croubach “ Learning is the process by wich an activity

priginates is changed through responding a situation” belajar adalah suatu proses

yang menghasilkan suatu aktivitas atau yang mengubah suatu aktivitas dengan

perantaraan tanggapan kepada satu situasi.

Menurut Charles E. Skinner “ Learnis is a process of progressive behavior

adaptation” bahwa belajar adalah proses perubaha tingkah laku kearah yang lebih

maju.

Menurut Gooch mengatakan “ Learning is a change in performance as a

result of practise” belajar adalah perubahan pada perbuatan sebagai akibat dari

latihan.

Menurut Jhon B. Watson ( 1878-1958 ) belajar adalah merupakan proses

terjadinya tefleks-refleks atau respons-respons bersyarat melalui stimulus

pengganti.

Menuru Kurt Lewin ( 1892-1947 ) berlangsung sebagai akibat dari

perubahan dalam struktur kognitif.

Menurut E.R. Guhtrie ( 1886-1959 ) belajar adalah suatu kombinasi

stimulus yang telah menyertai suatu gerakan, cenderung akan menimbulkan

gerakan itu apabila kombinasi stimulus itu muncul kembali. Dengan kata lain,
apabila anda mengerjakan sesuatu dalam situasi tertentu, maka nantinya dalam

situasi yang sama anda akan mengerjakan hal yang serupa lagi.

Menurut Bandura ( 1977 ; 11-12 ) belajar merupakan perubahan perilaku

seseorang melalui latihan dan dan pengalaman, motivasi akan memberi hasil yang

lebih baik terhadap perbuatan yang dilakukan seseorang.

https://pengertianbahasa.blogspot.com/2013/02/pengertian-belajar.html

Menurut Slameto (2003: 2) belajar adalah suatu proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya.

Menurut Cronbach dalam Djamarah (2002:13) belajar sebagai usaha

aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari

pengalaman.

Menurut Djamarah (2002:13) ini belajar juga dapat diartikan sebagai suatu

kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga. Gerak

tubuh yang nampak harus sejalan dengan proses jiwa untuk memperoleh

perubahan. Perubahan yang didapatkan itu bukan perubahan fisik saja, tetapi juga

perubahan jiwa dengan sebab masuknya kesan-kesan yang baru. Perubahan

sebagai hasil dari proses belajar adalah perubahan yang berpengaruh terhadap

tingkah laku seseorang


Menurut Hamalik (1993: 27) belajar merupakan suatu proses perubahan

tingkah laku berkat pelatihan dan pengalaman. Belajar merupakan suatu proses

dan bukan semata-mata hasil yang hendak dicapai. Proses itu sendiri berlangsung

melalui serangkaian pengalaman sehingga terjadi modifikasi tingkah laku

seseorang atau terjadi penguatan pada tingkah laku yang dimiliki sebelumnya.

Menuurut Winkel (2005: 59) belajar merupakan suatu aktivitas mental /

psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang

menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan

dan nilai-sikap. Perubahan itu meliputi hal-hal yang bersifat internal seperti

pemahaman dan sikap, serta mencakup hal-hal yang bersifat eksternal seperti

keterampilan motorik dan berbicara dalam bahasa asing.

Menurut Slavin dalam Catharina Tri Anni (2004) belajar merupakan

proses perolehan kemampuan yang berasal dari pengalaman.

Menurut Gagne dalam Catharina Tri Anni (2004) belajar merupakan

sebuah sistem yang didalamnya terdapat berbagai unsur yang saling terkait

sehingga menghasilkan perubahan perilaku.

Menurut Bell-Gredler dalam Udin S. Winataputra (2008) belajar adalah

proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam

competencies, skills, and attitude.


Menurut Moeslichatoen dalam (AbdulHadis,2008:60) belajar adalah

sebagai proses yang memuat terjadinya proses Belajar dan perubahan itu sendiri

dihasilakan dari usaha dalam proses belajar.

Dari beberapa pengertian belajar menurut beberapa ahli diatas, dapat

disimpulkan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku, ilmu pengetahuan yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalaman dan latihan.

2.1.2. Pengertian Kemandirian

https://herrystw.wordpress.com/2013/01/05/kemandirian/

Menurut Bahara (dalam Fatimah, 2006) kemandirian berarti hal atau

keadaan seseorang yang dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain.

(Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, 2001), kata kemandirian berasal

dari kata dasar diri yang mendapat awalan ke dan akhiran an yang kemudian

membentuk arti yang mengacu pada suatu keadaan dimana seseorang dapat

melakukan sesuatu tanpa bantuan orang.

Menurut Parker (dalam Ali, 2005) kemandirian juga dapat diartikan

sebagai suatu kondisi seseorang yang tidak bergantung kepada otoritas dan tidak

membutuhkan arahan secara penuh.

Menurut Setiyawan (dalam Yusuf, 2001), kemandirian adalah keadaan

seseorang yang dapat menentukan diri sendiri dan dapat dinyatakan dalam

tindakan atau perilaku seseorang yang dapat dinilai. Arti ini memberikan
penjelasan bahwa kemandirian menunjuk pada adanya kepercayaan akan

kemampuan diri untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tanpa bantuan khusus

dari orang lain, keengganan untuk dikontrol orang lain, dapat melakukan sendiri

kegiatan-kegiatan dan menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang dihadapi.

Menurut Lamman (dalam Fatimah, 2006) menyatakan bahwa kemandirian

merupakan suatu kemampuan individu untuk mengatur dirinya sendiri dan tidak

tergantung kepada orang lain.

Menurut Brawer (dalam Havinghurts, 1993) bahwa kemandirian

merupakan perilaku yang terdapat pada seseorang yang timbul karena dorongan

dari dalam dirinya sendiri, bukan karena pengaruh orang lain.

Menurut Steinberg (1993) remaja yang memperoleh kemandirian adalah

remaja yang memiliki kemampuan untuk mengatur diri sendiri secara

bertanggung jawab, meskipun tidak ada pengawasan dari orang tua ataupun guru.

Kondisi demikian menyebabkan remaja memiliki peran baru dan mengambil

tanggung jawab baru, sehingga hal ini akan menempatkan remaja untuk menjadi

tidak tergantung pada orang tua untuk memperoleh kemandirian secara penuh

sehingga masalah kemandirian secara spesifik menuntut suatu kesiapan individu

baik secara fisik maupun emosional untuk mengatur, mengurus, dan melakukan

aktivitas atas tanggung jawabnya sendiri tanpa banyak tergantung pada orang lain.

Menurut Maslow (dalam Ali, 2005) bahwa kemandirian merupakan salah

satu dari tingkat kebutuhan manusia yang disebut sebagai kebutuhan

otonomi.Ijuga menambahkan bahwa seorang yang mencapai aktualisasi diri


memiliki sifat-sifat khusus pengaktualisasi yang salah satunya yaitu kebutuhan

akan privasi dan independensi, dimana orang yang mengaktualisasikan diri dalam

memenuhi kebutuhannya tidak membutuhkan orang lain.

Menurut Beller (dalam Ali, 2005), orang yang mempunyai kemandirian

rendah biasanya memiliki ciri khusus antara lain mencari bantuan, mencari

perhatian, mencari pengarahan, dan mencari dukungan pada orang lain.

http://mapande.blogspot.com/2013/09/pengertian-kemandirian-menurut-

para-ahli.html

Menurut Antonius ( 2002:145) kemandirian atau mandiri berarti mampu

bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri

adalah dimana seseorang mau dan mampu mewujudkan kehendak/keinginan

dirinya yang terlihat dalam tindakan/perbuatan nyata guna menghasilkan sesuatu

(barang/jasa) demi pemenuhan kebutuhan hidupnya dan sesamanya.

Menurut Hasan Basri (2000:53) kemandirian secara psikologis dan

mentalis yaitu keadaan seseorang yang dalam kehidupannya mampu memutuskan

dan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan dari orang lain. Kemampuan demikian

hanya mungkin dimiliki jika seseorang berkemampuan memikirkan dengan

seksama tentang sesuatu yang dikerjakannya atau diputuskannya, baik dalam segi-

segi manfaat atau keuntungannya, maupun segi-segi negatif dan kerugian yang

akan dialaminya.

https://specialpengetahuan.blogspot.com/2015/05/pengertian-dan-faktor-

faktor.html
Menurut Siswoyo (Zakiyah, 2000) mendefinisikan kemandirian sebagai

suatu karakteristik individu yang mengaktualisasikan dirinya, menjadi dirinya

seoptimal mungkin, dan ketergantungan pada tingkat yang relatif kecil. Orang-

orang yang demikian relatif bebas dari lingkungan fisik dan sosialnya. Meskipun

mereka tergantung pada lingkungan untuk memuaskan kebutuhan dasar, sekali

kebutuhan terpenuhi mereka bebas untuk melakukan caranya sendiri dan

mengembangkan potensinya.

file:///C:/Users/hp/Downloads/Documents/2013-1-01PS%20Bab2001.pdf

Menurut Steinberg (2002) kemandirian merupakan isu psikososial yang

muncul secara terus menerus dalam seluruh siklus kehidupan indidividu dan juga

merupakan kemampuan untuk melakukan dan mempertanggungjawabkan

tindakan yang dilakukannya serta untuk menjalin hubungan yang suportif dengan

orang lain.

Menurut Shaffer (2002) kemandirian sebagai kemampuan untuk membuat

keputusan dan menjadikan dirinya sumber kekuatan emosi diri sehingga tidak

bergantung kepada orang lain.

file:///C:/Users/hp/Downloads/Documents/T1_272010012_BAB%20II.pdf

Menurut Havighurst (Satmoko, 2008: 34) mengemukakan bahwa

kemandirian adalah tindakan anak untuk mencoba memecahkan masalah yang

dihadapi tanpa bantuan orang lain.

Menurut Hasan Basri (2000:53) kemandirian adalah salah satu aspek

kepribadian manusia yang tidak dapat berdiri sendiri, hal ini berarti bahwa
kemandirian terkait dengan aspek kepribadian yang lain dan harus dilatihkan pada

anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan

anak selanjutnya.

Menurut Bernadib (Yulianti, 2009: 9) kemandirian meliputi perilaku

mampu berinisiatif, mampu menghadapi hamatan atau masalah, mempunyai rasa

percaya diri dan dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain.

Menurut Kartini dan Deli (Irene, 2007: 10) yang mengatakan bahwa

kemandirian adalah hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri.

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kemandirian mengandung pengertian:

1. Suatu keadaan dimana anak yang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi

kemajuan dirinya.

2. Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang

dihadapi.

3. Memiliki kepercayaan diri dengan mengerjakan tugas-tugasnya.

4. Bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya.

Kemandirian merupakan suatu sikap anak yang diperoleh secara kumulatif

selama perkembangan, dimana anak akan terus belajar untuk bersikap mandiri

dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan sehingga anak pada akhirnya

akan mampu berpikir dan bertindak sendiri. Untuk dapat mandiri anak

membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan dari keluarga, teman serta

lingkungan sekitarnya agar dapat mencari otonomi atas diri sendiri.


Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan, penulis

menyimpulkan bahwa kemandirian merupakan suatu tingkah laku yang bersumber

dari dalam anak, sehingga dapat mencari jalan keluar bagi masalah yang sedang

dihadapi, memiliki inisiatif, tanggung jawab, tekun, percaya, diri, mampu

mengerjakan sesuatu tanpa bantuan dari orang lain, mampu berinteraksi dengan

orang lain, merasa puas dengan usahanya, ada kontrol diri, memungkinkan untuk

bertindak bebas, mampu melakukan tindakan secara tepat, mengarahkan tingkah

laku ke arah kesempurnaan dan bersikap eksploratif.

2.1.3. Kemandirian Belajar

Brookfield (1984), Knowles (1975), Kozma, Belle dan Williams (1978)

mendefenisikan kemandirian belajar atau belajar mandiri adalah upaya individu

secara otonomi untuk mencapai kemampuan akademis.

Brookfield dalam Paulina Panen (1997; 5-4) kemandirian belajar adalah

belajar yang dilakukan oleh peserta didik secara bebas menetukan tujuan

belajarnya, menggunakan sumber-sumber belajar yang dipilihnya, membuat

keputusan akademik, dan melakukan kegiatan-kegiatan untuk tercapainya tujuan

belajarnya.

https://ainamulyana.blogspot.com/2016/01/pengertian-kemandirian

belajar-dan.html

Menurut Haris Mujiman (2005:1) kemandirian belajar adalah kegiatan

belajar aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai suatu

kompetensi guna mengatasi suatu masalah


Menurut Stephen Brookfield (2000:130-133) kemandirian belajar

merupakan kesadaran diri, digerakkan oleh diri sendiri, kemampuan belajar untuk

mencapai tujuannya.

Menurut Grieve (2003) kemandirian Belajar adalah atribut personal,

kesiapan psikologis seseorang dalam mengontrol atau bertanggung jawab dalam

proses belajarnya.

Menurut Gibbons (2002) kemandirian belajar yaitu berhubungan dengan

metacognition. Metacognition adalah pemikiran seorang individu tentang

pikirannya, memikirkan apa yang diketahui, apa yang dilakukan dan apa yang

dipikirkan.

Menurut Desi Susilawati (2009:7-8) kemandirian belajar yaitu ditandai

dengan:

1. Siswa berusaha untuk meningkatkan tanggung jawab dalam mengambil

berbagai keputusan.

2. Kemandirian dipandang sebagai suatu sifat yang sudah ada pada setiap

orang dan situasi pembelajaran.

3. Kemandirian bukan berarti memisahkan diri dari orang lain.

4. Pembelajaran mandiri dapat mentransfer hasil belajarnya yang berupa

pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai situasi.

5. Siswa yang belajar mandiri dapat melibatkan berbagai sumber daya dan

aktivitas seperti membaca sendiri, belajar kelompok, latihan dan kegiatan

korespondensi.
6. Peran efektif guru dalam belajar mandiri masih dimungkinkan seperti

berdialog dengan siswa, mencari sumber, mengevaluasi hasil dan

mengembangkan berfikir kritis.

7. Beberapa institusi pendidikan menemukan cara untuk mengembangkan

belajar mandiri melalui program pembelajaran terbuka

8. Pengertian Kemandirian Belajar menurut Gibbons (2002) merupakan

peningkatan dalam pengetahuan, kemampuan, atau perkembangan

individu dimana individu memilih dan menentukan sendiri tujuan dalam

pembelajaran, serta berusaha menggunakan metode-metode yang

mendukung kegiatannya.

2.1.4. Manfaat Belajar Mandiri

Menurut Martinis Yamin (2013:108) mengemukakan bahwa kemandirian

belajar memiliki manfaat yang banyakterhadap kemampuan, kognisi, afeksi, dan

psikomotorik oeserta didik. Manfaat tersebut antara lain:

1. Mengasah multiple intelligences

2. Mempertajam analisis

3. Memupik tanggung jawab

4. Mengembangkan daya tahan mental

5. Meningkatkan keterampilan

6. Memecahkan masalah

7. Mengambil keputusan

8. Berfikir kreatif
9. Berfikir analisis

10. Percaya diri yang kuat

11. Menjadi pembelajar bagi dirinya sendiri

2.1.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Belajar

http://coretanpenasihijau.blogspot.com/2013/09/tugas-kuliah-makalah-

kemandirian-dalam.html

Menurut Sumadi Suryabrata faktor-faktor yang mempengaruhi

kemandirian belajar di bagi menjadi dua yaitu faktor eksternal dan faktor internal.

1. Faktor Eksternal

Faktor yang berasal dari luar diri pelajar. Faktor ini dibedakan menjadi 2

(dua) golongan, yaitu :

a) Faktor-faktor non sosial

Yang termasuk faktor ini sangat banyak jumlahnya yakni meliputi faktor-

faktor yang berasal dari luar selain manusia, misalnya : keadaan udara, suhu

udara, cuaca, waktu (pagi/siang/ malam), tempat (letak, gedung), alat-alat yang

dipakai untuk belajar (alat tulis, buku-buku, alat peraga).

b) Faktor-faktor sosial

Yang dimaksud faktor-faktor sosial disini adalah faktor manusia (sesama

manusia) baik manusia itu hadir (ada) maupun kehadirannya itu dapat

disimpulkan, jadi tidak langsung hadir. Kehadiran orang lain pada waktu

seseorang sedang belajar, banyak sekali mengganggu belajar. Misalnya kalau satu
kelas muridnya sedang mengerjakan ujian, lalu terdengar banyak anak-anak lain

bercakap-cakap di samping kelas, atau seseorang sedang belajar di kamar, satu

atau dua orang hilir mudik keluar masuk kamar belajar itu, dan sebagainya.

2. Faktor Internal

Yaitu faktor yang berasal dari dalam diri pelajar. Faktor ini di golongkan

menjadi dua, yaitu :

1) Faktor Fisiologis

Faktor ini dibedakan dalam dua macam, yaitu :

a. Keadaan tonus jasmani pada umumnya. Keadaan tonus akan dapat

mempengaruhi kegiatan belajar, seperti kekerungan gizi dapat menyebabkan

seseorang itu kurang bersemangat dalam belajar.

b. Keadaan fungsi jasmani tertentu, yang dimaksud di sini adalah kurang

berfungsinya indra seseorang yang indranya atau salah satunya akan berpengaruh

dalam kegiatan belajar.

2) Faktor psikologis

Yang dimaksud faktor ini diantaranya adalah motif, sikap, perhatian,

bakat, tanggapan, pengamatan, minat dan intelegensi. Selain itu menurut N.

Frandien sebagaimana yang dikutip oleh Sumadi Suryabrata sebagai berikut :

a) Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas.
b) Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk

selalu maju.

c) Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan

teman-teman.

d) Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha

yang baru, baik dengan kooperasi maupun dengan kompetisi.

e) Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai

pelajaran.

f) Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari belajar.

Menurut Bimo Walgito (1997: 46) faktor-faktor yang mempengaruhi

kemandirian adalah:

1. Faktor Eksogen

Adalah faktor yang berasal dari luar seperti keluarga, sekolah, dan

masyarakat. Faktor yang berasal dari keluarga misalnya keadaan orang tua,

banyak anak dalam keluarga, keadaan sosial ekonomi dan sebagainya. Faktor

yang berasal dari sekolah misalnya, pendidikan serta bimbingan yang diperoleh

dari sekolah, sedangkan faktor dari masyarakat yaitu kondisi dan sikap

masyarakat yang kurang memperhatikan masalah pendidikan.

2. Faktor Endogen

Adalah faktor yang berasal dari siswa sendiri, yaitu faktor fisiologis dan

faktor psikologis. Faktor fisiologis mencakup kondisi fisik siswa, sehat atau
kurang sehat, sedangkan faktor psikologis yaitu bakat, minat, sikap mandiri,

motivasi, kecerdasan dan lain-lain.

2.1.6. Ciri-ciri Kemandirian Belajar

https://www.gudangteori.com/2017/05/ciri-ciri-kemandirian-belajar-

menurut-para-ahli.html

Adapun ciri-ciri kemandirian belajar menurut Laird (dalam Haris

Mujiman, 2011: 9-10) di antaranya terdiri dari:

1. Kegiatan belajar mengarahkan diri sendiri atau tidak tergantung pada

orang lain

2. Mampu menjawab pertanyaan saat pembelajaran bukan karena bantuan

guru atau lainnya

3. Lebih suka aktif daripada pasif

4. Memiliki kesadaran apa yang harus dilakukan

5. Evaluasi belajar dilaksanakan bersama-sama

6. Belajar dengan mengaplikasikan (action)

7. Pembelajaran yang berkolaborasi artinya memanfaatkan pengalaman dan

bertukar pengalaman

8. Pembelajaran yang berbasis masalah, dan

9. Selalu mengharapkan manfaat yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan.

Selain itu, menurut Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari (2009: 18)

menyebutkan bahwa, belajar mandiri dalam proses pembelajarannya perlu

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan semangat


berkompetensi sehat untuk memperoleh penghargaan, bekerjasama, dan

solidaritas. Belajar mandiri juga bisa diartikan belajar yang tidak bergantung pada

orang lain, percaya diri dan tanggung jawab. Selain dari pada itu, disebutkan juga

bahwa dalam belajar mandiri perlu adanya tugas-tugas yang memungkinkan siswa

bekerja secara mandiri. Belajar mandiri dapat diperoleh melalui sumber-sumber,

tempat, sarana, dan lingkungan lainnya.

Menurut Mohammad Ali dan Mohammad Asrori (2005: 117) membagi

kemandirian dalam perkembangannya menjadi 4 tingkatan yaitu:

1. Tingkat sadar diri

2. Tingkat saksama

3. Individualitas, dan

4. Mandiri.

2.1.7. Syarat-syara Belajar Mandiri

Menurut Prawiradilaga (2004: 194) beberapa syarat yang dipenuhi untuk

belajar mandiri bagi peserta didik yaitu:

1. Kejelasan rumusan tujuan belajar (umum dan khusus)

2. Materi ajar dikembangkan setahap demi setahap, dikemas mengikuti alur

desain pesan, seperti keseimbangan pesan verbal dan visual

3. Materi ajar merupakan sistem pembelajaran lengkap, yaitu ada rumusan

tujuan belajar, materia ajar, contoh/ bukan contoh, evaluasi pengusaan

materi, petunjuk belajar dan rujukan belajar.


4. Materi ajar dapat disampaikan kepada peserta didik melalui media cetak,

atau komputerisasi seperti CBT, CD-ROM, atau program video-audio.

5. Materi ajar itu dikirim dengan jasa pos, atau menggunakan teknologi

canggih dengan internet (situs tertentu) dan e-mail, atau dengan cara lain

yang dianggap mudah dan terjangkau oleh peserta didik.

6. Penyampaian materi ajar pula dapat disertai progtam tutorial, yang

diselenggarakan berdasarkan jadwal dan lokasi tertentu atau sesuai dengan

kesepakatan bersama.

2.1.8. Proses Belajar Mandiri

Dalam menciptakan belajar mandiri menurut Paulina Panen (1997; 6-7),

proses belajar mandiri perlu diperhatikan beberapa hal yaitu:

1. Pembelajar harus mampu merencanakan kegiatan pembelajaran dengan

baik dan teliti, termasuk beraneka ragam tugas yang dapat dipilih untuk

dikerjakan oleh peserta didik. Perencanaan kegiatan pembelajaran dan

tugas-tugasnya harus dilakukan sebelum proses pembelajaran dimulai

(bukan pada saat kegiatan pembelajaran dan perkuliahan).

2. Perencanaan kegiatan pembelajaran dan tugas-tugasnya harus juga

dilakukan berdasarkan kemampuan dan karakteristik awal peserta didik.

Pembelajar juga perlu memperhatikan bahwa untuk belajar mandiri peserta

didik diharap mempunyai keterampilan dan memanfaatkan sumber belajar

yang tersedia.
3. Pembelajar, dalam rangka penerapan belajar mandiri perlu memperkaya

dirinya terus menerus dengan pengetahuan dan keterampilan pengetahuan

yang belum dimiliki dan dikuasainya dan juga dengan pengetahuan dan

keterampilan baru dalam bidang ilmunya. Tugas-tugas yang direncanakan

pembelajar untuk dikerjakan peserta didik harus dapat dikerjakan oleh

pembelajar.

4. Selain keterampilan pembelajar dalam hal penguasaan ilmu dan

perencanaan pembelajaran, belajar mandiri juga menuntut adanya sarana

dan sumber belajar yang memadai, seperti perpustakaan, laboratorium,

studio dan lain sebagainya.

2.2. Pengertian Interaksi Sosial

Interaksi sosial adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang

menjadi stimulus bagi tindakan individu lain yang menjadi pasangannya.

Menurut Astrid Susanto (1985) mendefenisikan interaksi sosial adalah

sebagai hubungan antarmanusia yang menghasilkan hubungn tetap yang

memungkinkan pembentukan sturktur sosial.

Soerjono Sukanto memandang interaksi interaksi sosial merupakan dasar

proses sosial yang terjadi karena adanya hububgan sosial yang dinamis mencakup

hubungan antar individidu, antar kelompok, atau antara indivi dan kelompok.

Murdiyatmoko dan Handayani (2004) mendefinisikan bahwa interaksi

sosial adalah hubungan antar manusia uyang menghasilkan proses saling


memengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya

memungkinkan pembentukan struktur sosial.

Interaksi sosial adalah kontak atau hubungan timbal balik atau

interstimulasi dan respons antarindividu, antar kelompok atau antara individu

dengan kelompok.

http://www.infodanpengertian.com/2018/11/pengertian-interaksi-sosial-

menurut.html

Homans ( dalam Ali, 2004: 87) mendefinisikan interaksi sosial sebagai

suatu kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap

individu lain diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu tindakan

oleh individu lain yang menjadi pasangannya. Konsep yang dikemukakan oleh

Homans ini mengandung pengertian bahwa interaksi adalah suatu tindakan yang

dilakukan oleh seseorang dalam interaksi merupakan suatu stimulus bagi tindakan

individu lain yang menjadi pasangannya.

Menurut Bonner ( dalam Ali, 2004) interaksi sosial merupakan suatu

hubungan antara dua orang atau lebih individu, dimana kelakuan individu

mempengaruhi, mengubah atau mempengaruhi individu lain atau sebaliknya.

Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan antara

individu satu dengan individu lain, individu satu dapat mempengaruhi individu

yang lain atau sebaliknya, sehingga terdapat hubungan yang saling timbal balik.

Hubungan tersebut dapat terjadi antara individu dengan individu, individu dengan

kelompok atau kelompok dengan kelompok.


Basrowi (20015) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan dinamis

yang mempertemukan orang dengan orang, kelompok dengan kelompok, maupun

orang dengan kelompok manusia. Bentuknya tidak hanya bersifat kerjasama,

tetapi juga berbentuk tindakan, persaingan, pertikaian dan sejenisnya.

Menurut Partowisastro (2003) interaksi sosial ialah relasi sosial yang

berfungsi menjalin berbagai jenis relasi sosial yang dinamis, baik relasi itu

berbentuk antar individu, kelompok dengan kelompok, atau individu dengan

kelompok.

Menurut Soekanto (2002) mengemukakan bahwa interaksi sosial

merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang meliputi hubungan

antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara

perorangan dengan kelompok manusia.

Menurut Sarwono dan Meinarno (2009) interaksi sosial adalah hubungan

timbal balik yang saling mempengaruhi antara individu dengan individu lain,

individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok lain.

Menurut Gerungan (2006) secara lebih mendalam menyatakan interaksi

sosial adalah proses individu satu dapat menyesuaikan diri secara autoplastis

kepada individu yang lain, dimana dirinya dipengaruhi oleh diri yang lain.

Individu yang satu dapat juga menyesuaikan diri secara aloplastis dengan individu

lain, dimana individu yang lain itulah yang dipengaruhi oleh dirinya yang

pertama.
Menurut Abu Ahmadi mengatakan bahwa interaksi sosial adalah pengaruh

timbal balik antara individu dengan golongan dalam usaha mereka untuk

memecahkan persoalan yang dihadapinya dan didalam usaha mereka untuk

mencapai tujuannya. Atau dengan kata lain proses dua arah dimana setiap

individu/group menstimulir yang lain dan mengubah tingkah laku dari pada

partisipan.

Menurut Setiadi &Usman Kolip (2011: 64) interaksi sosial dapat diartikan

sebagai hubungan yang dinamis antarindividu, individu dengan kelompok, dan

antarkelompok sosial dalam bentuk kerja sama, persaingan atau pertikaian.

Bentuk dari interaksi dapat bersifat positif dan negatif. Bentuk interaksi positif

didasarkan pada tindakan yang sesuai dengan nilai dan norma dalam masyarakat.

Kesesuaian tindakan interaksi yang sesuai dengan nilai dan norma akan

memberikan efek interaksi yang positif bagi setiap individu. Salah satu bentuk

interaksi yang erat terjadi dalam masyarakat adalah hubungan antara teman

sebaya.

Berdasarkan beberapa pengertian beberapa ahli diatas penulis

menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan interaksi sosial adalah suatu

hubungan antara dua orang atau lebih individu, dimana individu yang satu

mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu lainnya.

https://mcdens13.wordpress.com/2013/03/26/pengertian-teman-sebaya/

Adapun yang dimaksudkan dengan teman sebaya dalam Kamus besar

Bahasa Indonesia teman berarti sebagai kawan, sahabat, atau orang yang sama-

sama bekerja atau berbuat (Sugono, dkk., 2008: 1429). Kesamaan dalam
melakukan kegiatan rutin atau sering dilakukan menjadi ciri khas dalam interaksi

teman sebaya. Anggota dalam kelompok teman sebaya atau peer group relatif

mempunyai usia yang seumuran. Seumuran berarti tidak ada jenjang usia yang

mencolok antaranggota teman sebaya.

Menurut Santrock (2007:55) teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau

remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama.

Teman sebaya termasuk ke dalam lingkungan sosial primer dalam hubungannya

di lingkungan masyarakat. Lingkungan sosial primer mempunyai tingkat interaksi

yang erat antaranggota (Walgito, 2010: 55). Antaranggota kelompok primer saling

mengenal dengan baik. Dengan interaksi yang erat antaranggota menjadikan

kelompok primer akan berpengaruh lebih dalam ke masing-masing individu.

Penelitian yang dilakukan Buhrmester (Santrock, 2004 : 414)

menunjukkan bahwa pada masa remaja kedekatan hubungan dengan teman sebaya

meningkat secara drastis, dan pada saat yang bersamaan kedekatan hubungan

remaja dengan orang tua menurun secara drastis. Hasil penelitian Buhrmester

dikuatkan oleh temuan Nickerson & Nagle (2005 : 240) bahwa pada masa remaja

komunikasi dan kepercayaan terhadap orang tua berkurang, dan beralih kepada

teman sebaya untuk memenuhi kebutuhan akan kelekatan (attachment). Penelitian

lain menemukan remaja yang memiliki hubungan dekat dan berinteraksi dengan

pemuda yang lebih tua akan terdorong untuk terlibat dalam kenakalan, termasuk

juga melakukan hubungan seksual secara dini (Billy, Rodgers, & Udry, dalam

Santrock, 2004 : 414).


Sementara itu, remaja alkoholik tidak memiliki hubungan yang baik

dengan teman sebayanya dan memiliki kesulitan dalam membangun kepercayaan

pada orang lain (Muro & Kottman, 1995 : 229). Remaja membutuhkan afeksi dari

remaja lainnya, dan membutuhkan kontak fisik yang penuh rasa hormat. Remaja

juga membutuhkan perhatian dan rasa nyaman ketika mereka menghadapi

masalah, butuh orang yang mau mendengarkan dengan penuh simpati, serius, dan

memberikan kesempatan untuk berbagi kesulitan dan perasaan seperti rasa marah,

takut, cemas, dan keraguan (Cowie and Wallace, 2000 : 5).

Cowie and Wellace (2000 : 8) juga menemukan bahwa dukungan teman

sebaya banyak membantu atau memberikan keuntungan kepada anak-anak yang

memiliki problem sosial dan problem keluarga, dapat membantu memperbaiki

iklim sekolah, serta memberikan pelatihan keterampilan sosial. Berndt (1999)

mengakui bahwa tidak semua teman dapat memberikan keuntungan bagi

perkembangan. Perkembangan individu akan terbantu apabila anak memiliki

teman yang secara sosial terampil dan bersifat suportif. Sedangkan teman-teman

yang suka memaksakan kehendak dan banyak menimbulkan konflik akan

menghambat perkembangan (Santrock, 2004 : 352).

Teman sebaya juga memiliki peran yang sangat penting bagi pencegahan

penyalahgunaan Napsa dikalangan remaja. Hubungan yang positif antara remaja

dengan orang tua dan juga dengan teman sebayanya merupakan hal yang sangat

penting dalam mengurangi penyalahgunaan Napsa (Santrock, 2004 : 283).


Memperhatikan pentingnya peran teman sebaya, pengembangan

lingkungan teman sebaya yang positif merupakan cara efektif yang dapat

ditempuh untuk mendukung perkembangan remaja. Dalam kaitannya dengan

keuntungan remaja memiliki kelompok teman sebaya yang positif, Laursen (2005

: 138) menyatakan bahwa kelompok teman sebaya yang positif memungkinkan

remaja merasa diterima, memungkinkan remaja melakukan katarsis, serta

memungkinkan remaja menguji nilai-nilai baru dan pandangan-pandangan baru.

Lebih lanjut Laursen menegaskan bahwa kelompok teman sebaya yang positif

memberikan kesempatan kepada remaja untuk membantu orang lain, dan

mendorong remaja untuk mengembangkan jaringan kerja untuk saling

memberikan dorongan positif. Interaksi di antara teman sebaya dapat digunakan

untuk membentuk makna dan persepsi serta solusi-solusi baru. Budaya teman

sebaya yang positif memberikan kesempatan kepada remaja untuk menguji

keefektivan komunikasi, tingkah laku, persepsi, dan nilai-nilai yang mereka

miliki.

Budaya teman sebaya yang positif sangat membantu remaja untuk

memahami bahwa dia tidak sendirian dalam menghadapi berbagai tantangan.

Budaya teman sebaya yang positif dapat digunakan untuk membantu mengubah

tingkah laku dan nilai-nilai remaja (Laursen, 2005 : 138). Salah satu upaya yang

dapat dilakukan untuk membangun budaya teman sebaya yang positif adalah

dengan mengembangkan konseling teman sebaya dalam komunitas remaja.


Laursen (2005 : 137) menandaskan bahwa teman sebaya merupakan faktor

yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan pada masa-masa remaja. Penegasan

Laursen dapat dipahami karena pada kenyataannya remaja dalam masyarakat

moderen seperti sekarang ini menghabiskan sebagian besar waktunya bersama

dengan teman sebaya mereka (Steinberg, 1993 : 154)..

Berdasarkan pengertian interaksi sosial dan teman sebaya di atas, dapat

disimpulkan bahwa interaksi sosial teman sebaya merupakan suatu hubungan

social antar individu yang mempunyai tingkatan usia yang hampir sama, serta

didalamnya terdapat keterbukaan, tujuan yang sama, kerjasama serta frekuensi

hubungan dan individu yang bersangkutan akan saling mempengaruhi satu sama

lainnya.

2.2.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Interaksi Sosial

Dalam sosiologi, interaksi sosial sebagai proses tidak terlepas dari faktor

internal dan faktor eksternal.

a. Faktor internal adalah faktor yang menjadi dorongan dari dalam diri

seseorang untuk berinteraksi sosial. Faktor internal meliputi hal-hal

berikut:

1. Dorongan untuk meneruskan keturunan

2. Dorongan untuk memenuhi kebutuhan

3. Dorongan untuk mempertahankan kehidupan

4. Dorongan untuk berkomunikasi


b. Faktor eksternal menurut Soerjono Sukanto interaksi sosial sebagai proses.

Dengan demikian, berlangsungnya proses interaksi didasarkan pada

berbagai faktor berikut:

1) Sugesti

Sugesti adalah pemberian pengaruh pandangan seseorang kepada

orang lain dengan cara tertentu, sehingga orang tersebut mengikuti

pandangan/ pengaruh tersebut tanpa berpikir panjang. Sugesti

biasanya dilakukan oleh orang yang berwibawa, mempunyai pengaruh

besar, atau terkenal dalam masyarakat.

2) Imitasi

Imitasi adalah tindakan seseorang atau proses sosial untuk meniru

orang lain, baik sikap, penampilan, gaya hidup maupun yang

dimilikinya.

3) Identifikasi

Identifikasi adalah kecenderungan atau keinginan dalam diri

seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain. Identifikasi

mengakibatkan terjadinya pengaruh yang lebih dalam dari sugesti dan

imitasi karena identifikasi dilakukan oleh seseorang secara sadar.

4) Simpati

Simpati adalah suatu proses seseorang yang merasa tertarik pada

seseorang atau kelompok karena sikap, penampilan, wibawa, atau

perbuatannya sedemikian rupa.


5) Empati

Empati adalah kemampuan mengambil atau memainkan peranan

secara efektif dan seseorang atau orang lain dalam kondisi yang

sebenar-benarnya, seolah-olah ikut merasakan apa yang dirasakan

oleh orang lain tersebut seperti rasa senang, sakit, susah, dan bahagia.

Empati hampir mirip dengan sikap simpati. Perbedaannya, sikap

empati lebih menjiwai atau lebih terlihat secara emosional.

6) Motivasi

Motivasi adalah dorongan, rangsangan, pengaruh, atau stimulus yang

diberikan seorang individu kepada individu yang lain sedemikian rupa

sehingga orang yang diberi motivasi tersebut menuruti atau

melaksanakan apa yang dimotivasikan secara kritis, rasional, dan

penuh tanggung jawab.

2.2.2 Ciri-ciri Interaksi Sosial

Menurut Charles P. Loomis, suatu hubungan dapat dikatakan interaksi

sosial jika memiliki ciri-ciri hubungan berikut:

1. Jumlah pelakunya dua orang atau lebih

2. Komunikasi antarpelaku dengan menggunakan simbol atau lambang-

lambang

3. Dimensi waktu meliputi masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang

4. Tujuan yang hendak dicapai


Menurut Tim Sosiologi (2002), ada empat ciri - ciri interaksi sosiologi

antara lain:

1. Jumlah pelakunya lebih dari satu orang

2. Terjadinya komunikasi di antara pelaku melalui kontak sosial

3. Mempunyai maksud atau tujuan yang jelas

4. Dilaksanakan melalui suatu pola sistem sosial tertentu

2.2.3. Syarat-Syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Terjadinya interaksi sosial dikarenakan saling mengerti tentang maksud

dan tujuan masing-masing pihak dalam hubungan sosial. Dalam proses sosial

dapat dikatakan terjadi interaksi sosial, apabila memenuhi persyaratan sebagai

aspek kehidupan bersama, yaitu sebagai berikut:

a. Kontak sosial (Sosial Contact)

Kontak sosial merupakan tahap pertama ketika seseorang hendak

melakukan interaksi. Dalam konsep kontak sosial terdapat dua jenis kontak sosial,

yaitu kontak sosial primer dan kontak sosial sekunder. Kontak primer yaitu kontak

sosial yang dikembangkan secara intimdan mendalam yang berupa pergaulan

tatap muka ketika hubungan secara visual dan perasaan yang berkaitan dengan

pendengaran senantiasa diperdengarkan. Adapun kontak sekunder adalah kontak

yang ditandai oleh pengaruh keadaan luar dan jarak yang lebih besar. Kontek

sekunder merupakan kontak sosial yang memerlukan pihak perantara, misalnya

pihak ketiga. Hubungan sekunder dapat dilakukan melalui alat-alat, misalnya

telepon, telegraf, radio, internet dan selanjutnya.


Kontak sosial pada prinsipnya adalah hubungan antara satu orang atau

lebih, melalui percakapan dengan saling mengerti tentang maksud dan tujuan

masing-masing dalam kehidupan masyarakat.Kontak sosial dapat terjadi secara

langsung ataupun tidak langsung, anatar pihak satu dengan pihak lainnya.

b. Komunikasi

Syarat-syarat terjadinya interaksi juga melibatkan komunikasi, bahwa

seseorang memberikan tafsiran kepada perilaku orang lain (yang berwujud

pembicaraan, gerak bada, atau sikap), perasaan yang disampaikan kepada orang

tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap persaan

yang ingin disampaikan oleh orang lain.

Komunikasi sosial juga memiliki cara dalam penyampainnya. Dalam

sosiologi dikenal dua cara dalam menyampaikan komunikasi, yaitu sebagai

berikut:

1) Komunikasi secara langsung yaitu pihak komunikator menyampaikan

pesannya secara langsung kepada pihak komunikan.

2) Komunikasi tidak langsung (simbolis) yaitu komunikator menyampaikan

pesannya kepada pihak komunikan melalui oihak perantara pihak

ketiga.Interaksi ini dilakukan dengan menggunakan media bantu untuk

memperlancar dalam berinteraksi, misalnya internet, telepon dan

sebagainya.
2.2.4. Jenis-jenis Interaksi Sosial

Menurut Mariyati dan Suryawati (2003) interaksi sosial dibagi menjadi

tiga macam yaitu:

1. Interaksi antara individu dan individu. Dalam hubungan ini bisa terjadi

interaksi positif ataupun negatif. Interaksi positif, jika hubungan yang

terjadi saling menguntungkan. Interaksi negatif , jika hubungan timbal

balik merugikan satu pihak atau keduanya (bermusuhan).

2. Interaksi antara individu dengan kelompok. Interaksi inipun dapat

berlangsung secara positif maupun negatif. Bentuk interaksi sosial

individu dan kelompok bermacam-macam sesuai situasi dan kondisinya.

3. Interaksi sosial antara kelompok dan kelompok interaksi sosial kelompok

terjadi sebagai satu kesatuan bukan kehendak pribadi. Misalnya, kerja

sama antara dua perusahaan untuk membicarakan suatu proyek.

2.2.5. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

a. Kerja Sama (Cooperation)

Kerja sama adalah bentuk proses sosial yang didalamnya terdaptat

aktivitas tertentu, yang ditujukan untuk mencapai tujuan bersama dengan saling

membantu dan saling memahami terhadap aktivitas masing-masing.

b. Persaingan

Persaingan terjadi karena adanya proses interaksi, yaitu penafsiran makna

perilaku tidak sesuai dengan maksud dari pihak yang melakukan aksi sehingga

tidak dapat keserasian atar-kepentingan para pihak yang melakukan interaksi.


Karena terjadi suatu situasi yang tidak serasi untuk mencapai tujuan yang

dikehendaki, pihak yang melakukan aksi berusaha menghilangkan pihak yang

menjadi penghalangnya itu.

c. Pertentangan atau Pertikaian

Pertentangan sosial merupakan konflik yang timbul akibat faktor-faktor

sosial, contohnya salah paham. Pertentangan sosial ini merupakan salah satu

akibat dari adanya perbedaan-perbedaan dari norma yang menyimpang

dikehidupan masyarakat

d. Akomodasi

Akomodasi adalah keadaan hubungan antara kedua belah pihak yang

menunjukkan keseimbangan yang berkaitan dengan nilai dan norma-norma sosial

yang berlaku dalam masyarakat. Menurut Soerjono akomodasi adalah cara untuk

menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan, sehingga lawan

tidak kehilangan kepribadiaannya


Bab III

Metode Penelitian

3.1 Desain Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian korasional dengan

menggunakan penelitian kuantitatif, yaitu pengaruh antara variabel X (interaksi

sosial teman sebaya) dengan variabel Y (kemandirian belajar).

Metode kuantitatif yaitu sebagai metode positivistik berlandaskan pada

filsafat positivisme, dan penelitian berupa angka-angka dan analisis serta

menggunakan statistik (Sugiono,2008:13).

Interaksi sosial teman sebaya Kemandirian belajar

X Y

3.2 Tempat Penelitian Dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di lakukan pada bulan ..........., alasan waktu

tersebut dipilih karena peneliti ingin mendapatkan data selama satu semester

ditempat penelitian.

Tabel I

WAKTU PENELITIAN SMA SWASTA ERIA MEDAN


3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Menurut Sugiyono dalam Gerrytri (2013) populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang dinilai mempunyai kuantitas

dan karakteristik tertentu sehingga penting untuk ditetapkan oleh peneliti dalam

mempelajari kemudian dan menyimpulkannya.

Menurut Arikunto (2013) populasi adalah keseluruhan objek dalam

penelitian. Oleh karena itu apabila ditemukan seseorang ingin meneliti semua

elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitian yang dilakukan

merupakan penelitian populasi.

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA

SWASTA ERIA MEDAN Tahun Ajaran 2018/2019 yang berjumlah...orang

siswa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel II

Populasi Siswa Kelas X Sma Swasta Eria Medan

3.3.2 Sampel

Menurut Nursalam (2003 : 97) Sampling adalah suatu proses menyeleksi

porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi. Menurut Soekidjo Soekidjo
(2005 : 79) sampel adalah sebagian untuk diambil dari keseluruhan obyek yang

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi,

3.3.3 Tekhnik Pengambilan Sampel

Melihat jumlah populasi penelitian ini besar maka peneliti dalam

menetapkan jumlah sampel mengacu pada pendapat Arikunto (2006) yang

menyatakan bahwa: “ Untuk sekedar ancang-ancang maka apabila subjeknya

kurang 100, lebih diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian

populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15%

atau 20-25% atau lebih, tergantung dari kemampuan peneliti dilihat dari segi

waktu, tenaga dan dana serta sempit luasny wilayah, pengamatan dari setiap

subjek dan besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peniliti”.

Karena jumlah populasi lebih dari 100 maka penulis menggunakan

random sampilng atau random acak yaitu diambil 25% dari total populasi, 25%

dari 134 siswa adalah 30 siswa yang menjadi sampel dalam penelitian ini.

25 / 100 x 134 = 30

3.4 Deskriptif operasional

Variabel merupakan suatu yang sangat penting dalam penelitian, karena

dengan variabel kita dapat lebih fokus pada yang apa menjadi objek penelitian

kita sehingga akan lebih mempermudah cara kerja.

Menurut Kerlinger (2006 : 49) variabel penelitian adalah konstruk atau

sifat yang akan dipelajari yang memiliki nilai yang bervariasi. Variabel juga
sebuah lambang atau nilai yang padanya kita letakkan sembarang nilai atau

bilangan.

Menurut Sugiyono (2009 : 60) variabel penelitian adalah sesuatu yang

berbentuk apasaja yang ditetapkan oleh seorang peneliti untuk dipelajari sehingga

diperoleh informasi mengenai hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.

Dalam penelitian ini terdapat dua (2) variabel yang terdiri dari:

3.4.1 Vriabel Bebas X

Variabel bebas atau X adalah variabel yang memiliki peran untuk

memberikan pengaruh terhadap lainnya. Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah interaksi sosial teman sebaya.

Adapun indikator dari interaksi sosial teman sebaya yaitu:


3.4.1 Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat atau Y adalah variabel yang memiliki peran untuk

menerima pengaruh dari variabel lainnya. Variabel terikat dalam penelitian ini

adalah kemandirian belajar.

Adapun yang menjadi indikator dari kemandirian belajar yaitu:

10. Kegiatan belajar mengarahkan diri sendiri atau tidak tergantung pada

orang lain

11. Mampu menjawab pertanyaan saat pembelajaran bukan karena bantuan

guru atau lainnya

12. Lebih suka aktif daripada pasif

13. Memiliki kesadaran apa yang harus dilakukan

14. Evaluasi belajar dilaksanakan bersama-sama

15. Belajar dengan mengaplikasikan (action)

16. Pembelajaran yang berkolaborasi artinya memanfaatkan pengalaman dan

bertukar pengalaman

17. Pembelajaran yang berbasis masalah, dan

18. Selalu mengharapkan manfaat yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan.

3.5. Tekhnik Pengumpulan Data

Adapaun pengertian teknik pengumpulan data menurut Sugiyono (2013),

yang mengungkapkan bahwa teknik pengambilan data merupakan prioritas utama

yang memiliki nilai strategis dalam penelitian, hal ini diungkapkan lantaran tujuan

penelitian ialah mendapatkan data-data, baik primer, ataupun data skunder.


Tekhnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yakni angket atu

kuisioner. Uraian lengkapnya sebagai berikut:

3.5.1 Angket atau Kuisioner

Menurut Suroyo Anwar (2009:168) angket atau kuisioner merupakan

sejumlah pertanyaan atau pernyataan tertulis tentang data faktual atau opini yang

berkaitan dengan diri responden, yang dianggap fakta atau kebenaran yang

diketahui dan perlu dijawab oleh responden. Angket yang digunakan dalam

penelitian ini berbentuk skala likert. Skala Likert menurut Djaali (2008:28) ialah

skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi

seseorang atau sekelompok orang tentang suatu gejala atau fenomena pendidikan.

Skala Likert adalah suatu skala psikometrik yang umum digunakan dalam

kuesioner, dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset berupa

survei.

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi

seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Untuk mengetahui

interaksi sosial siswa, responden diminta untuk memilih kategori jawaban yang

diatur oleh peneliti dengan memberikan tanda chek list (√) pada kolom yang

tersedia. Angket ini digunakan untuk mengetahui interaksi sosial siswa. Sukardi

(2009:147) mengemukakan bahwa berdasarkan pada pengalamn di masyarakat

Indonesia, ada kecenderungan seseorang atau responden memberikan pilihan

jawaban pada kategori tengah karena alasan kemanusiaan. Tetapi jika semua

responden memilih pada kategori tengah, maka peneliti tidak memperoleh


informasi pasti. Untuk mengatasi hal ini, peneliti dianjurkan membuat tes skala

likert dengan kategori pilihan genap. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti

menggunakan skala likert dengan empat (4) alternatif pilihan jawaban yaitu

setuju, sangat setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju.

3.6 Instrumen Penelitian

Pengumpulan data dilakukan melalui angket yang dibagikan kepada siswa.

menurut Arikunto (2006:151) angket adalah pernyataan tertulis yang digunakan

untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadi

atau hal-hal yang ia ketahui. Sedangkan menurut Sugiyono (2008:199) angket

atau kuesioner merupakan tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk

dijawab.

Pada prinsipnya, meneliti adalah melakukan pengukuran sehingga

diperlukan alat ukuryang baik. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini

adalah skala interaksi sosial teman sebaya dan kemandirian belajar. Dalam

pembuata sklal perlu melihat kisi-kisi skala tersebut terlebih dahulu. Oleh karena

itu disajikan kisi-kisi interaksi sosialteman sebaya dan skala kemandirian belajar

dalam bentuk tabel. Dalam memberikan jawaban siswa hanya memberikan tanda

chek list (√) pada kolom atau tempat yang sudah disediakan. Untuk menilai

jawaban siswa digunakan skala likert dengan menggunakan empat (4) alternatif

yaitu Setuju (S), Sangat Setuju (SS), Tidak Setuju (TS), dan Sangan Tidak Setuju
(STS) dikarenakan responden akan cenderung untuk memilih alternatif tersebut

dan tidak akan menjawab setuju pernyataan dalam skala :

a. Instumen Penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto, instrumen penelitian merupakan alat bantu

yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam melakukan kegiatannya untuk

mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah

olehnya. Dimana skala yang disusun berdasarkan yang terdiri dari peniruan,

penyesuaian diri, kepercayaan, kesepakan dan ketaatan.

Tabel III

b. Penetapan Skor

Interaksi sosial teman sebaya secara operasional terdiri dari pernyataan

aspek interaksi sosial teman sebaya secara positif dan pernyataan aspek interaksi

sosial secara negatif yang terbagi menjadi empat (4) alternatif jawaban tentang

kesesuaian kemampuan yang dimiliki subjek. Skala interaksi sosial teman sebaya

memiliki empat (4) jawaban yaitu, Sangat Setuju (SS) dengan skor 4 untuk

pernyataan positif dan 1 untuk pernyataan negatif , Setuju (S) dengan skor 3 untuk

pernyataan positif dan 2 untuk pernyataan negatif , Tidak Setuju (TS) dengan skor

2 untuk pernyataan positif dan skor 3 untuk pernyataan negatif , dan Sangat Tidak
Setuju (STS) dengan skor 1 untuk pernyataan positif dan skor 4 untuk pernyataan

negatif.

Berdasarkan uraian diatas, maka pemberian skor pada masing-masing

alternatif jawaban pada skala interaksi sosial teman sebaya sebagai berikut:

Tabel IV

Skor Alternatif Jawaban Interaksi Sosial Teman Sebaya

Alternatif Jawaban skor

Positif negatif

Sangat setuju 4 1

Setuju 3 2

Tidak setuju 2 3

Sngat tidak setuju 1 4

2.Kemandirian Belajar

a. Instrumen Penelitian

Skala ini digunakan untuk mengetahui tingkat kemandirian belajar siswa.

Skala ini disusun berdasarkan ciri-ciri kemandirian belajar yang dikemukakan

Chabib Thoha (1996: 123-124) yang terdiri dari: berfikir kritis, tidak mudah terpengaruh,

disiplin, dan bertanggung jawab.

Tabel V
Kisi-kisi kemandirian belajar Chabib Thoha (1996: 123-124)

Variabel indikator deskriptor Nomor item jumlah


Positif negatif
Kemandirian belajar berfikir kritis

Tidak mudah terpengaruh

Disiplin

Bertanggung jawab

b. Penetapan Skor

Kemandirian belajar secara operasional terdiri dari pernyataan ciri-ciri

kemandirian belajar tinggi dinyatakan dalam pernyataan positif dan ciri-ciri

kemandirian belajar yang rendah dinyatakan dalam pernyataan negatif yang

terbagi menjadi empat (4) alternatif yaitu: Sangat Setuju (SS) dengan skor 4

untuk pernyataan positif dan 1 untuk pernyataan negatif , Setuju (S) dengan skor 3

untuk pernyataan positif dan 2 untuk pernyataan negatif , Tidak Setuju (TS)

dengan skor 2 untuk pernyataan positif dan skor 3 untuk pernyataan negatif , dan

Sangat Tidak Setuju (STS) dengan skor 1 untuk pernyataan positif dan skor 4

untuk pernyataan negatif.

Berdasarkan uraian diatas, maka pemberian skor pada masing-masing alternatif

jawaban pada skala kemandirian belajar sebagai berikut:

Tabel IV

Skor Alternatif Jawaban Interaksi Sosial Teman Sebaya

Alternatif Jawaban skor

Positif negatif

Sangat setuju 4 1

Setuju 3 2

Tidak setuju 2 3

Sngat tidak setuju 1 4

3.7 Teknik analisis data


3.7.1 Uji Validitas Instrumen

Keterangan : rxy = Koefisien korelasi antara variable X dan Y

N = Jumlah subyek

X = Skor dari tiap-tiap item

Y = Jumlah dari skor item

3. 7.2 Reliabilitas Instrumen

Menurut Sugiono (2005), reliabilitas instrumen adalah serangkaian

pengukuran atau serangkaian alat ukur yang memiliki konsistensi bila pengukuran

yang dilakukan dengan alat ukur itu dilakukan secara berulang.

Menurut Sukadji (2000), uji reliabilitas adalah seberapa besar derajat tes

mengukur secara konsisten sasaran yang diukur. Reliabilitas dinyatakan dalam

bentuk angka, biasanya sebagai koefesien. Koefisien yang tinggi berarti

reliabilitas yang tinggi. Pengujian reliabilitas skala interaksi sosial teman sebaya

dan skala kemandirian belajar dalam penelitian ini menggunakan rumus alpha

cronbach (Saifuddin Azwar, 2007:87). Adapun keseluruhan instrumen skala


penelitian interaksi sosial teman sebaya dan kemandirian belajar menggunakan

rumus Alpha Cronbach karena instrumen penelitian ini berbentuk angket dan

skala bertingkat. Rumus Alpha Cronbach sebagai berikut :

Keterangan :

Kriteria uji reliabilitas dengan rumus alpha adalah apabila rhitung > rtabel,

maka alat ukur tersebut reliabel dan juga sebaliknya, jika rhitung < rtabel maka

alat ukur tidak reliabel.

3.7.3 Uji Korelasi

Rumus uji korelasi yang digunakan untuk menguji anatara dua variabel

adalah dengan menggunakan rumus korelasi product moment. Adapun rumus

yang digunakan menurut Sudjana (2005: 72) adalah sebagai berikut:


Keterangan : rxy = Koefisien korelasi antara variable X dan Y

N = Jumlah subyek

X = Skor dari tiap-tiap item

Y = Jumlah dari skor item

Dengan kriteria pengujian apabila r hitung > r tabel maka alat ukur

tersebut dinyatakan valid, dan sebaliknya apabila r hitung < r tabel maka alat ukur

tersebut adalah tidak valid

3.7.4 Uji Hipotesis

Menurut Sugiyono (2008,p244) untuk uji hipotesis (uji t ) pada dasarnya

menunjukkan seberapa jauh pengaruh suatu variabel penjelas secara individual

dalam menerangkan variasi variabel terikat. Rumusnya adalah :

r = √ n-2 t / √ 1-r 2

Keterangan : t = t hitung yang selanjutnya dikonsultasikan dengan t tabel

r = korelasi parsial yang ditemukan

n = jumlah sampel

Anda mungkin juga menyukai