Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bidang kimia yang mengkaji kecepatan, atau laju terjadinya reaksi kimia
dinamakan kinetika kimia (chemical kinetics). Kata “kinetik” menyiratkan
gerakan atau perubahan. Di sini kinetika merujuk pada laju reaksi (reaction rate),
yaitu perubahan konsentrasi reaktan atau produk terhadap waktu (M/s). Kita telah
mengetahui bahwa setiap rekais dapat dinyatakan dengan persamaan:
reaktan produk
A B
∆[𝐴] ∆[𝐵]
laju = - atau laju =
∆𝑡 ∆𝑡
-5.6
R² = 0.9992
-5.7
-5.75
-5.8
-5.85
1/T (K-1)
Ea = − R (m)
3.2.1.1.1 Nilai Energi Aktivasi (Ea)
y = mx + b
y = 286,81x − 6,6632
Diketahui : m = 286,81
R = 8,314 J/mol
Ditanyakan :Ea . ... . ?
Penyelesaian:
Ea
− =m
R
Ea = −R (m)
J
Ea = −8,314 ⁄moL (286,81)
Ea = −2384,53834 J/mol
NilaiFaktorFrekuensi
y = mx + b
y = 286,81x − 6,6632
Diketahui : b = -6,6632
Ditanyakan :A.....?
Penyelesaian :
−Ea 1
ln k = + ln A
R T
ln A = b
A = eb
A = e-6,6632 = 1,277 x 10-3
3.2.1.2.Nilai Konstanta Laju Reaksi (K)
3.2.1.2.1. Untuk T = 295 K
Diketahui :Ea = -2384,538 J/mol
T = 295 K
A = 1,277 x 10-3
R = 8,314 J/mol.K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
Ea
k = A e−RT
J
(−2384,538 ⁄moL)
− J⁄
8,314 mol .K .295 K
k = 1,277 x 10-3 .e
k = 1, 277 x 10-3. e0,972
k = 1, 277 x 10-3 (2,643)
k =3,375 x 10-3
3.2.1.2.2. Untuk T = 303 K
Diketahui : Ea = -2384,538 J/mol
T = 303 K
A = 1,277 x 10-3
R = 8,314 J/mol.K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
Ea
k = A e−RT
J
(−2384,538 ⁄moL)
− J
8,314 ⁄mol .K .303 K
k = 1,277 x 10-3 .e
k = 1,277 x 10-3. e0,948
k = 1,277 x 10-3 (2,580)
k =3,295 x 10-4
3.2.1.2.3. Untuk T = 312 K
Diketahui : Ea = -2384,538 J/mol
T = 312 K
A = 1,277 x 10-3
R = 8,314 J/mol.K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
Ea
k = A e−RT
J
(−2384,538 ⁄moL)
− J⁄
8,314 mol .K .312 K
k = 1,277 x 10-3 .e
k = 1,277 x 10-3. e0,919
k = 1,277 x 10-3 (0,251)
k =3,201 x 10-4
3.2.1.2.4. Untuk T = 318 K
Diketahui : Ea = -2384,538 J/mol
T = 303 K
A = 1,277 x 10-3
R = 8,314 J/mol.K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
Ea
k = A e−RT
J
(−2384,538 ⁄moL)
− J⁄
8,314 mol .K .318 K
k = 1,277 x 10-3 .e
k = 1,277 x 10-3. e0,901
k = 1,277 x 10-3 (2,462)
k =3,144 x 10-4
3.2.1.2.5. Untuk T = 328 K
Diketahui Ea = -2384,538 J/mol
T = 328 K
A = 1,277 x 10-3
R = 8,314 J/mol.K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
Ea
k = A e−RT
J
(−2384,538 ⁄moL)
− J
8,314 ⁄mol .K .328 K
k = 1,277 x 10-3 .e
k = 1,277 x 10-3. e0,874
k = 1,277 x 10-3 (2,396)
k = 3,059 x 10-4
3.2.2. Sistem II
SuhuCampura WaktuReaksi 1 1
T (K) (K-1) lnT
n(oC) (detik) T
Ea = − R (m)
3.2.2.1.1. Nilai Energi Aktivasi (Ea)
y = mx + b
y = 310,91x - 6,7358
Diketahui : m = 310,91
R = 8,314 J/mol
Ditanyakan :Ea . ... . ?
Penyelesaian:
Ea
- =m
R
Ea= -R (m)
Ea= -8,314 J⁄moL (310,91)
ln A = b
A = eb
A = e-6,7358
A = 1,187 x 10-3
3.2.2.2.Nilai Konstanta Laju Reaksi (K)
3.2.2.2.1. Untuk T = 300 K
Diketahui :Ea = -2584,906 J/mol
T = 300 K
A = 1,187 x 10-3
R = 8,314 J/mol.K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
Ea
k = A e−RT
(-2584, 906)J⁄moL)
-
-3 8,314J⁄mol . K . 300 K
k = 1,187 x 10 .e
k = 1,187 x 10-3. e1,036
k = 1,187 x 10-3 (2,818)
k = 3,345 x 10-3
3.2.2.2.2. Untuk T = 305 K
Diketahui : Ea = -2584,906J/mol
T = 305 K
A = 1,187 x 10-3
R = 8,314 J/mol.K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
Ea
k = A e−RT
(-2584, 906J⁄moL)
-
8,314J⁄mol . K . 305 K
k = 1,187 x 10-3 .e
k = 1,187 x 10-3. e1,019
k = 1,187 x 10-3 (2,770)
k = 3,288 x 10-3
3.2.2.2.3. Untuk T = 312 K
Diketahui : Ea = -2584,906J/mol
T = 312 K
A = 1,187 x 10-3
R = 8,314 J/mol.K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
Ea
k = A e−RT
(-2584,906J⁄moL)
-
8,314J⁄mol . K . 312 K
k = 1,187 x 10-3 .e
k = 1,187 x 10-3. e0,996
k = 1,187 x 10-3 (2,707)
k = 3,214 x 10-3
3.2.2.2.4. Untuk T = 321 K
Diketahui : Ea = -2584,906J/mol
T = 321 K
A = 1,187 x 10-3
R = 8,314 J/mol.K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
Ea
k = A e−RT
(-2584,906 J⁄moL)
-
-3 8,314J⁄mol . K . 321 K
k = 1,187 x 10 .e
k = 1,187 x 10-3. e0,968
k = 1,187 x 10-3 (2,632)
k = 3,125 x 10-3
3.2.2.2.5. Untuk T = 329 K
Diketahui : Ea = -2584,906J/mol
T = 329 K
A = 1,187 x 10-3
R = 8,314 J/mol.K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
Ea
k = A e−RT
(-2584,906J⁄moL)
-
-3 8,314J⁄mol . K . 329 K
k = 1,187 x 10 .e
k = 1,187 x 10-3. e0,945
k = 1,187 x 10-3 (2,573)
k = 3,054 x 10-3
3.3 Pembahasan
Laju reaksi merupakan perubahan konsentrasi reaktan atau produk terhadap
waktu (M/s). Sedangkan energi aktivasi (Ea) adalah jumlah minimum energi yang
diperlukan untuk mengawali reaksi kimia (Chang, 2004: 30-34). Percobaan
persamaan arrhenius dan energi aktivasi bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara laju reaksi dengan temperatur atau suhu, serta menghitung energi aktivasi
(Ea) dengan menggunakan persamaan Arrhenius. Percobaan ini dilakukan dengan
cara suhu larutan dibuat bervariasi dengan tujuan untuk mengetahui hubungan laju
reaksi dengan temperatur serta agar dapat menjelaskan tentang teori Arrhenius
yang menjelaskan bahwa energi kinetik partikel mengalami perubahan karena
variasi kenaikkan temperatur reaksi. Adapun suhu yang digunakan yaitu 200C,
300C, 400C, 500C, dan 600C.
Percobaan ini dilakukan dalam sistem yang berbeda yaitu sistem 1 dan
sistem 2 yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh volume terhadap laju reaksi.
Pada sistem 1, larutan K2S2O8 direaksikan dengan H2O pada tabung 1 dan pada
tabung 2 larutan KI direaksikan dengan larutan amilum dan Na2S2O3. Larutan
yang digunakan pada sistem I dan sistem II hampir sama tapi yang memebedakan
adalah pada tabung 2 selain KI, amilum dan Na2S2O3 juga ditambahkan H2O.
Larutan K2S2O8 berfungsi sebagai zat pengoksidasi ion iodida menjadi I2, adapun
larutan H2O berfungsi untuk mengencerkan larutan K2S2O8. Sedangkan pada
tabung 2 digunakan larutan Na2S2O3 yang berfungsi untuk mereduksi I2 menjadi I-
sebelum direaksikan dengan tabung 1. Adapun KI berfungsi sebagai penyedia ion
iodida. Sedangkan larutan amilum berfungsi sebagai indikator untuk
mengidentifikasi adanya ion iodida bebas dalam larutan.
Reaksi reduksi I2 menjadi I- oleh S2O32-, dapat diidentifikasi dengan adanya
warna biru yang dihasilkan oleh larutan amilum. Warna biru akan muncul karena
I- telah teroksidasi oleh peroksodisulfat menjadi I2, sehingga I- akan bereaksi
dengan amilum membentuk kompleks. Sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa iod bisa diidentifikasi dari sifatnya yang mewarnai pasta kanji menjadi
warna biru (Svehla, 1985:352).
Pertama-tama Suhu tabung 1 dan tabung 2 harus disamakan, dengan tujuan
agar kedua larutan bercampur dengan baik dan reaksi dapat berlangsung dengan
maksimal. Dengan cara, pada suhu 200C-30oC tabung berisi larutan didinginkan
didalam air es; sedangkan untuk percobaan 3-5 yang dilakukan dari suhu 40-600C
dilakukan dengan cara pemanasan tabung yang berisi larutan diatas penengas air.
Pada saat suhu tabung 1 dan tabung 2 sama, maka kedua larutan dicampur dari
tabung 1 ke tabung 2 kemudian larutan campuran dimasukkan kembali kedalam
tabung 1. Pencampuran dilakukan dengan cepat agar pada saat pencampuran
suhunya tidak turun drastis. Pada saat awal pencampuran, stopwatch dijalankan
sampai warna biru muncul. Penyebab terbentuknya warna biru yaitu, di mana
penambahan K2S2O8 pada percobaan ini bertujuan untuk mengoksidasi I- menjadi
I2, lalu I2 ini akan diikatoleh S2O3-2, pada pengikatan ini warna larutan belum biru,
namun setelah S2O3-2 ini habis bereaksi, maka I2 akan lepas dan akan berikatan
dengan I- yang akan membentuk I3-. Warna biru mulai terbentuk saat I3- berikatan
dengan amilum. Adapun reaksi yang terjadi yaitu :
K2S2O8 + 2I- → 2K+ + 2S2O82-+ I2+ 2e
Reduksi : I2 + 2e- 2I-
Oksidasi : 2S2O3 2- S4O62- + 2e-
Rx : I2 + 2S2O3 S4O62- + 2I-
I2+ I-→ I3-
I3-+ amilum → warna biru
Hasil percobaan yang dilakukan pada sistem 1 tidak terbentuk larutan biru
tetapi berwarna merah kecokelatan. Hal ini dapat dikarenakan kesalahan pada saat
pencampuran reaksi yang memungkinkan terjadinya penurunan suhu pada larutan
sehingga suhu kedua larutan berbeda atau karena kerusakan pada bahan . Hasil
yang diperoleh tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin tinggi
suhu maka energi kinetik suatu partikel akan meningkat sehingga pergerakan
partikel untuk menimbulkan tumbukan efektif yang semakin besar pula, begitu
pula sebaliknya. Setiap molekul yang bergerak memiliki energi kinetik; semakin
cepat gerakanya semakin besar energi kinetiknya sehingga larutan yang akan
dihasilkan adalah larutan berwarna biru. Begitupun pada sistem 2 terbentuk tidak
warna biru pada larutan. Hal ini menandakan bahwa larutan bereaksi secara tidak
sempurna, sehingga I- tidak teroksidasi oleh peroksodisulfat menjadi I2, sehingga
I- saat direaksikani dengan kanji tidak membentuk kompleks. Adapun hubungan
antara konstanta laju, Ea, A dan suhu yaitu dapat dilihat melalui persamaan
Arrhenius yaitu :
k = Ae-E/RT
Persamaan diatas menunjukkan bahwa nilai konstanta laju berbanding
lurus dengan nilai A dan dengan demikian berbanding lurus dengan frekuensi
tumbukan. Selain itu karena tanda minusuntuk eksponen Ea/RT maka konstanta
laju menurun dengan meningkatnya Ea dan meningkat dengan meningkatnya
suhu (Chang, 2004: 43-45).Jadi, Ea berbanding lurus dengan besarnya laju reaksi,
yaitu semakin besar energi aktivasi maka semakin tinggi pula suhunya, begitupun
sebalikanya semakin rendah suhu yang digunakan maka semakin kecil pula energi
aktivasinya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dan energi
aktivasi, yaitu suhu/temperatur, volume, luas permukaan, serta konsentrasi suatu
larutan.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, pada sistem 1 diperoleh harga
konstanta laju pada suhu 20, 30,40, 50 dan 600C,y aitu secara berturut-turut K
=3,375 x 10-3; K =3,295 x 10-4; K =3,201 x 10-4; K = 3,144 x 10-4 dan K =3,059 x
10-4. Adapun nilai konstanta laju reaksi pada sistem 2 yang diperoleh berdasarkan
analisis data yaitu pada suhu 20, 30,40, 50 dan 600C juga cenderung tetap yaitu
secara berturut-turut K = 3,345 x 10-3; K =3,288 x 10-3;K =3,214 x 10-3;K = 3,125
x 10-3 dan K = 3,054 x 10-3.Adapun nilai Ea pada sistem 1 yaitu −2384,53834
J/mol dan nilai Ea pada sistem 2 yaitu -2584,996 J/mol. Artinya pada sistem 1
dibutuhkan energi sebesar yaitu −2384,53834 J/mo luntuk memulai reaksi,
sedangkan pada sistem 2 dibutuhkan energi sebesar -2584,996 J/mol untuk
memulai reaksi. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diketahui bahwa
sistem II lebih cepat bereaksi dibandingkan dengan sistem I. Hal ini dikarenakan
pada sistem II energi yang dibutuhkan untuk bereaksi lebih
kecil dibandingkan dengan sistem I, sehingga pada sistem II lebih cepat bereaksi.
Hal ini dikarenakan pada sistem II volume dalam tiap tabuang bervariasi
sedangkan pada sisstem I disamakan, sehingga pada sistem II tumbukan
antar molekul yang bereaksi semakin cepat dan tidak membutuhkan energi yang
begitu besar untuk bereaksi.
4. Kesimpulan Dan Saran
4.1 Kesimpulan
4.1.1 Suhu berbanding lurus dengan suhu, yaitu semakin tinggi suhu maka laju
reaksi akan semakin cepat, begitupun sebaliknya semakin rendah suhunya
maka laju reaksinya semakin lambat.
4.1.2 Nilai Ea pada sistem 1 yaitu −2384,53834 J/mol dan nilai Ea pada sistem
2 yaitu -2584,996 J/mol. Artinya pada sistem 1 dibutuhkan energi sebesar
yaitu −2384,53834 J/mo luntuk memulai reaksi, sedangkan pada sistem 2
dibutuhkan energi sebesar -2584,996 J/mol untuk memulai reaksi.
4.2 Saran
Sebaiknya praktikan harus menggunakan larutan yang tepat dan kocok
larutan hingga berubah warna serta lebih teliti dalam melakukan percobaan
utamanya dalam proses pemanasan dan pengukuran suhu sehinggga diperoleh
hasil yang sesuai dengan teori.
DAFTAR PUSTAKA
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2.
Jakarta: Penerbit Erlangga
Masduki, Sutijan dan Budiman. 2013. Kinetika Reaksi Esterifikasi Palm Fatty
Acid Distilate (PFAD) menjadi Biodiesel dengan Katalis Zeolit-Zirkonia
Tersulfatasi. Jurnal Rekayasa Proses. Vol.7, No. 2.
Minarsih, Tri. 2011. Penentuan Energi Aktivasi Amlodipin Besilat pada pH 1,6
dan 10 dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Pharmacy.
Vol.06. No.01. ISSN 1693-3591.
Mulyani, Sri dan Hendrawan. 2003. Kimia Fisika II. Bandung: JICA.
Purba, Elinda, dan Ade Citra Khairunisa. 2012. Kajian Awal Alju Reaksi untu
Penyerapan Gas CO2 Menggunakan Mikroalga Tetraselmis Chuii. Jurnal
Rekayasa Proses. Vol.6. No.1.