Anda di halaman 1dari 23

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan lengkap praktikum Kimia Fisik II dengan judul “Hasil Kali


Kelarutan” disusun oleh:
Nama : Nur Agustiani Sunusi
NIM : 1513040025
Kelas/Kelompok : Pendidikan Kimia A/III
telah diperiksa dan dikonsultasikan oleh Asisten dan Koordinator Asisten, maka
laporan ini dinyatakan telah diterima.

Makassar, November 2017


Koordinator Asisten Asisten

Yudhi Priyatmo, S.Pd Khairil Afdhal


NIM.1313142014

Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab

Ahmad Fudhail Majid, S.Pd, M.Si


NIP. 198810 2 2015 041002
PERSAMAAN ARRHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bidang kimia yang mengkaji kecepatan, atau laju terjadinya reaksi kimia
dinamakan kinetika kimia (chemical kinetics). Kata “kinetik” menyiratkan
gerakan atau perubahan. Di sini kinetika merujuk pada laju reaksi (reaction rate),
yaitu perubahan konsentrasi reaktan atau produk terhadap waktu (M/s). Kita telah
mengetahui bahwa setiap rekais dapat dinyatakan dengan persamaan:
reaktan produk
A B
∆[𝐴] ∆[𝐵]
laju = - atau laju =
∆𝑡 ∆𝑡

Persamaan ini memberitahukan bahwa setiap reaksi dapat dinyatakan bahwa


selama berlangsungnya suatu reaksi molekul reaktan bereaksi dan molekul
produk terbentuk. Sebagai hasilnya, kita dapat mengamati jalannya reaksi cara
memantau menurunkannya konsentrasi reaktan atau meningkatnya konsentrasi
produk. Laju raksi adalah kuantitas positif, sehingga tanda minus diperlukan di
dalam rumus agar lajunya positif (Chang, 2005: 30).
Tujuan utama mempelajari kinetika kimia adalah memahami tahap-tahap
reaksi yang terjadi. Adapun tahapan-tahapan tersebut disebut sebagai mekanisme
reaksi pemahaman terhadap mekanisme reaksi memungkinkan untuk menentukan
cara memfasilitasi reaksi agar berlangsung cepat dan efisien. Kinetika kimia
memiliki banyak aplikasi. Untuk mempercepat produksi diperlukan pengertahuan
tentang kondisi yang dapat membantu reaksi agar berlansung pada rentang waktu
yang menguntungkan secara komersial (Sunarya, 2012: 188).
Menurut Pratana ( 2003: 56) empat faktor yang mempengaruhi laju reaksi
yaitu 1) Sifat dan keadaan zat, 2) konsentrasi, 3) temperatur dan 4)
katalisator.Yang pertama karena harga energi pengaktifan berbeda-beda untuk
setiap jenis zat. Yang kedua karena makin besar konsentrasi, makin besar pula
kemungkinan terjadinya tumbukan yang efektif. Yang ketiga karena semakin
tinggi temperatur akan semakin besar pula energi kinetik yang dimiliki oleh
molekul-molekul reaktan, dan yang keempat dengan adanya katalis akan
menurunkan besarnya energi pengaktifan, sehingga makn banyak molekul yang
dapat melampaui energi pengaktifan ini dan reaksi akan berlangsung makin cepat.
Dalam berbagai penelitian, dipelajari pengaruh suhu terhadap konversi
suatu reaksi. Dimana suhu reaksi divariasikan pada 55, 60 dan 65°C dan variabel
reaksi lain dijaga tetap. Sebagai contoh konversi asam lemak bebas (FFA) pada
berbagai waktu dan suhu reaksi . Dari hasil penelitian yang dilakukan, terlihat
bahwa konversi FFA relatif meningkat dengan semakin tingginya suhu reaksi. Hal
ini terjadi karena pada suhu yang lebih tinggi maka laju reaksi akan semakin
cepat. Pada suhu yang lebih tinggi, energi kinetik yang dimiliki oleh molekul
pereaksi semakin besar dan menyebabkan peluang terjadinya reaksi semakin
besar (Masduki, dkk, 2013).
Kebergantungan tetapan kesetimbangn standar terhadap temperatur
diberikan oleh hubungan:
𝑑 𝑙𝑛 𝐾𝑐0 𝛥𝑈 0
=
𝑑𝑇 𝑅𝑇 2

Laju reaksi didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi per satuan waktu.


Untuk menentukan konstanta laju reaksi sangat bergantung pada suhu reaksi.
Menurut Arrhenius suhu mempengaruhi konstanta laju reaksi (k), dengan
persamaan sebagai berikut:
KA (T) = A.e-E/RT
Dimana,
A= faktor tumbukan
E=energi aktivasi (J/mol)
R=konstanta gas (8,3147 j/mol.K)
T=suhu reaksi (k)
Energi aktivasi (E) adalah energi minimum yang harus dimiliki oleh suatu reaktan
untuk bereaksi (Purba, 2012: 8)

Menurit Chang (2005: 45). Persamaan diatas menunjukkan bahwa


konstanta laju berbanding lurus dengan A dan dengan begitu berbanding lurus
dengan frekuensi tumbukan. Selain itu karena tanda minus untuk eksponen
Ea/RT, maka konstanta laju menurun dengan meningkatnya suhu. Persamaan ini
dapat dinyatakan dalam bentuk yang lebih baik dengan menghitung logaritma
natural dikedua sisi :
Ln K = ln Ae –Ea/RT
Ada dua teori yang terpenting untuk menjelaskan laju reaksi, yaitu teori
tumbukan dan teori keadaan transisi. Pada teori tumbukan reaksi kimia terjadi
karena adanya molekul-molekul yang saling bertumbukan. Laju suatu tahap reaksi
tergantung pada jumlah tumbukan per satuan waktu, dan fraksi tumbukan yang
efektif. Yang dimaksud dengan tumbukan yang efektif, adalah tumbukan antar
molekul yang orientasinya sesuai dengan kemungkinan untuk menghasilkan
produk. Sedangkan teori keadaan transisi lebih menekankan pada apa yang terjadi
selama tumbukan berlangsung. Menurut teori ini, bila terjadi tumbukan antar
molekul reaktan, akan diperoleh suatu keadaan transisi, yaitu adanya zat antara
yang memiliki energi sangat tinggi sehingga tidak stabil (Partana, 2003: 57).
Menurut (Fatimah, 2015: 183) teori tumbukan menjelaskan beberapa
faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Konsep dasar yang digunakan adalah
bahwa dalam reaksi harus ada perubahan kimia. Ikatan dalam reaktan putus dan
ikatan pada produk terbentuk. Dalam teori tumbukan ditekankan adanya 2 hal
yang menentukan laju raksi yaitu frekuansi tumbukan dan orientasi molekul yang
menyebabkan faktor sterik. Semakin banyak frekuansi tumbukan dan kesesuaian
oriantasi molekul reaktan, laju reaksi semakin tinggi. Dalam reaksi dibutuhkan
energi minimal agar molekul reaktan bertumbukan dan menghasilkan produk.
Energi minimal tersebut dapat dikaitkan dengan pola reaksi kesetimbangan.

Grafik Persamaan Arrhenius


Pendugaan umur simpan dengan metode Arrhenius, hasil analisis dan
pengamatan parameter krisis yang diperoleh selanjutnya diplotkan pada grafik
hubungan antara lama penyimpanan (hari) dan rata-rata penilaian mutu/hari (k), di
mana sumbu x menyatakan lama penyimpanan (hari), sedangkan sumbu y
menyatakan rata-rata penurunan nilai mutu/hari (k). Langkah berikutnya adalah
menentukan regresi liniernya. Setelah diperoleh regresi linier untuk masing-
masing suhu penyimpanan dibuat plot Arrhenius dengan sumbu x menyatakan ln
K. K menunjukkan gradient dari regresi linier yang didapat dari ketiga suhu
penyimpanan, sedangkan T merupakan suhu penyimpanan yang digunakan dan
dinyatakan dalam derajat Kelvin (0K) (Sudibyo, dkk, 2010: 15).
Persamaan tersebut menunjukkan bentuk linear, Persamaan tersebut
menunjukkan bentuk linear, y = b-mx, degan y menyatakan ln k, b menyatakan ln
A, x ,enyatakan 1/T, dengan kemiringan m adalah Ea/R. Jika ln k dialurkan
terhadap 1/T akan menghasilkan garus lurus dengan kemiringan Ea/R dan
perpotongan dengan sumbu y sebesar ln A. Persamaan diatas dapat digunakan
untuk menghitung baik tetapan laju atau energi aktivasi pada kedua keadaan suhu
yang berbeda. Seandainya pada suhu T1 tetapan lajunya k1 dan pada suhu T2
tetapan lajunya k2, maka :
𝐸𝑎 𝐸𝑎
ln 𝑘1 = ln 𝐴 − 𝑅𝑇 dan ln 𝑘2 = ln 𝐴 − 𝑅𝑇
1 2

Dengan menggabungkan kedua persamaan ini melalui pengurangan, kita peroleh :


𝐸𝑎 𝐸𝑎 𝑘 𝐸𝑎 1 1
ln 𝑘2 − ln 𝑘1 = − 𝑅𝑇 + atau ln 𝑘2 = (𝑇 − )
2 𝑅𝑇1 1 𝑅 1 𝑇2

(Sunarya, 2012 : 225).


Arhenius percaya bahwa agar molekul bereaksi setelah berbenturan
molekul itu harys menjadi teraktivasi dan parameter Ea kemudian dikenal sebagai
energy aktivasi.Gagasannya dikemukakan oleh ilmuwan pengikutnya dan pada
tahun 1915 A. MArcelin menunjukkan bahwa meski molekul banyak membuat
benturan, tidak semua benturannya reaktif. Hanya benturan energy (artinya :
energy kinetic transisi relative dari molekul berbenturan) melebihi energy kristilah
yang menghasilkan reaksi. Jadi, Marcelin memberikan penafsiran dinamik pada
energy aktivasi yang disimpulkan dari laju reaksi.Ketergantungan tetapan laju
yang kuat pada suhu, seperti yang dinyatakan oleh Hukum Arhenius.Dapat
dikaitkan dengan distribusi Maxwell.Bolztman mengenai energy molekul. Jika Ea
merupakan energy benturan relative yang kritis, yaitu harus dimiliki oleh
sepasang molekul agar reaksi dapat terjadi, hanya sebagian kecil molekul saja
yang mempunyai energy tinggi itu (atau melebihi energy itu). Jika suhu cukup
rendah, fraksi ini berkaitan dengan luas dibawah kurva distribusi Maxwell
Bolzman, yaitu anatara Ea dan ∞.Jika suhu ditingkatkan fungsi distribusi bergerak
kearah energy yang lebih tinggi (Oxtoby, dkk, 2008: 435- 436).
Setiap molekul yang bergerak memiliki energi kinetik, semakin cepat
gerakannya, semakin besar energi kinetiknya. Ketika molekul-molekul
bertumbukan, sebagian dari energi kinetiknya diubah diubah menjadi energi
vibrasi. Jika energi kinetic awalnya besar, molekulnya yang bertumbukan akan
bergetar kuat sehingga memutuskan beberapa ikatan kimianya. Putusan
pertama merupakan langkah pertama ke pembentukan produk. Jika energi
kinetic awalnya kecil, molekul hanya akan terpental tetapi masih utuh. Dari segi
energi ada semacam energi tumbukan minimum yang harus tercapai agar reaksi
terjadi (Chang, 2005: 44).
Energy aktivasi menyatakan jumlah energy yang harus diterima oleh
molekul-molekul yang bereaksi untuk dapat bereaksi.Makin tinggi panas aktivasi,
makin besar ketergantungan stabilitas terhadap suhu.Energy aktivasi menyatakan
jumlah energy yang harus diterima oleh molekul-molekul yang bereaksi untuk
dapat bereaksi.Makin tinggi panas aktivasi, makin besar ketergantungan stabilitas
sediaan terhadap suku.Nilai energy aktivasi tersebut dipengaruhi oleh pH.Bahwa
pada suasana yang semakin asam, maka diperoleh energy aktivasi yang semakin
asam, maka diperoleh energy aktivasi yang semakin besar (Minarsih, 2011: 22).
Pada reaksi A supaya menjadi produk, Ea merupakan energi penghalang yang
harus diatasi oleh reaksi A. Molekul A dalam hal ini memperoleh energi dengan
jalan melakukan tumbukan antar molekul. Suatu reaksi dapat terjadi bila energi
yang diperoleh selama tumbukan tersebut berhasil melewati energi aktivasi (Ea).
Tumbukan terjadi antara dua molekul yang berbeda, misalnya A dan B (reaksi
bimolekuler), energi penghalang A terbentuk kompleks aktif.
A+B A ……….. B produk
(Tim Dosen Kimia Fisik II, 2017: 6)
1.2 Tujuan Percobaan
1.2.1 Menjelaskan hubungan laju reaksi dengan temperatu.
1.2.2 Menentukan konstanta laju reaksi.
1.2.3 Menghitung energi aktivasi (Ea) denganmenggunakan persamaan Arrhenius
2. METODE PERCOBAAN
2.1 Alat
2.1.1 Tabung reaksi besar 10 buah
2.1.2 Tabung reaksi kecil 10 buah
2.1.3 Rak tabung reaksi 2 buah
2.1.4 Gelas ukur 10 mL 2 buah
2.1.5 Gelas kimia 400 mL 1 buah
2.1.6 Gelas kimia 1000 mL 1 buah
2.1.7 Pipet volume 5 mL 1 buah
2.1.8 Ball pipet 1 buah
2.1.9 Pipet tetes 4 buah
2.1.10 Termometer 110oC 6 buah
2.1.11 Botol semprot 1 buah
2.1.12 Pembakar spirtus 1 buah
2.1.13 Kaki tiga 1 buah
2.1.14 Kasa asbes 1 buah
2.1.15 Penjepit tabung reaksi 1 buah
2.1.16 Stopwatch 2 buah
2.1.17 Korek api 1 buah
2.1.18 Lap kasar 1 buah
2.1.19 Lap halus 1 buah
2.2 Bahan
2.2.1 Larutan Kalium Iodida0,1 M (KI)(aq)
2.2.2 Larutan Kalium Persulfat 0,04 M (K2S2O8)(aq)
2.2.3 Larutan Natrium Tiosulfat0,01 M (Na2S2O3)(aq)
2.2.4 Larutan Amilum 3 %
2.2.5 Aquadest (H2O)(l)
2.2.6 Es batu (H2O)(s)
2.2.7 Label
2.2.8 Tissue
2.3 Prosedur Kerja
2.3.1 Sebanyak 10 tabung reaksi besar dan 10 tabung reaksi kecil disiapakan
dan disisi dengan larutan sesuai dengan pembagian 2 sistem berikut:
Tabung 1 Tabung 2
Sistem Volume Volume Volume Volume Volume Volume
K2S2O8 H2O KI H2O Na2S2O3 kanji
1 2,5 mL 2,5 mL 5 mL - 0,5 mL 0,5 mL
2 3,5 mL 1,5 mL 4 mL 1 mL 0,5 mL 0,5 mL
2.3.2 Tabung reaksi 1 dan tabung reaksi 2 pada kedua sistem diatur suhunya
menjadi sama 20oC dengan cara pendinginan dalam air es.
2.3.3 Larutan dalam tabung reaksi 1 dituangkan dengan cepat ke dalam larutan
dalam tabung reaksi 2, kemudian ditungkan lagi kedalam tabung reaksi 1.
Stopwatch dinyalakan saat larutan pertama kali dicampurkan dan
dimatikan saat terjadi perubahan warna.
2.3.4 Waktu perubahan warna dan suhu akhir campuran dicatat.
2.3.5 Prosedur diatas diulangi untuk suhu 300C, 400C, 500C, dan 600C, tetapi
dalam pengaturan suhunya dilakukan proses pemanasan.
3. HASIL DAN PENGAMATAN
3.1 Hasil Pengamatan
No Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Sistem 1
a. Suhu 200C pada tabung 1
2,5 ml larutan K2S2O8 + 2,5 ml H2O Larutan tidak berwarna
Suhu 200C pada tabung 2
5 ml larutan KI + 0, 5 ml Larutan Larutan tidak berwarna
Na2S2O3 + 0,5 ml larutan kanji
Suhu 200C pada campuran tabung 1 Larutan berwarna merah
dan 2 kecoklatan.
Suhu: 220C, waktu: 18 detik
0
b. Suhu 30 C pada tabung 1
2,5 ml larutan K2S2O8 + 2,5 ml H2O Larutan tidak berwarna
Suhu 300C pada tabung 2
5 ml larutan KI + 0, 5 ml Larutan Larutan tidak berwarna
Na2S2O3 + 0,5 ml larutan kanji
Suhu 300C pada campuran tabung 1 Larutan berwarna merah
dan 2 kecoklatan.
Suhu: 300C, waktu: 16 detik
c. Suhu 400C pada tabung 1
2,5 ml larutan K2S2O8 + 2,5 ml H2O Larutan tidak berwarna
Suhu 400C pada tabung 2
5 ml larutan KI + 0, 5 ml Larutan Larutan tidak berwarna
Na2S2O3 + 0,5 ml larutan kanji
Suhu 400C pada campuran tabung 1 Larutan berwarna merah
dan 2 kecoklatan.
Suhu: 390C, waktu: 14 detik
d. Suhu 500C pada tabung 1
2,5 ml larutan K2S2O8 + 2,5 ml H2O Larutan tidak berwarna
Suhu 500C pada tabung 2
5 ml larutan KI + 0, 5 ml Larutan Larutan tidak berwarna
Na2S2O3 + 0,5 ml larutan kanji
Suhu 500C pada campuran tabung 1 Larutan berwarna merah
dan 2 kecoklatan.
Suhu: 450C, waktu: 10 detik
e. Suhu 600C pada tabung 1
2,5 ml larutan K2S2O8 + 2,5 ml H2O Larutan tidak berwarna
Suhu 600C pada tabung 2
5 ml larutan KI + 0, 5 ml Larutan Larutan tidak berwarna
Na2S2O3 + 0,5 ml larutan kanji
Suhu 600C pada campuran tabung 1 Larutan berwarna merah
dan 2 kecoklatan.
Suhu: 510C, waktu: 4 detik
2. Sistem 1
a. Suhu 200C pada tabung 1
3,5 ml larutan K2S2O8 + 1,5 ml H2O Larutan tidak berwarna
Suhu 200C pada tabung 2
4 ml larutan KI + 1 ml H2O + 0,5 ml Larutan tidak berwarna
Larutan Na2S2O3 + 0,5 ml larutan
kanji
Suhu 200C pada campuran tabung 1 Larutan berwarna merah
dan 2 kecoklatan.
Suhu: 270C, waktu: 22 detik
b. Suhu 300C pada tabung 1
3,5 ml larutan K2S2O8 + 1,5 ml H2O Larutan tidak berwarna
Suhu 300C pada tabung 2
4 ml larutan KI + 1 ml H2O + 0,5 ml Larutan tidak berwarna
Larutan Na2S2O3 + 0,5 ml larutan
kanji
Suhu 300C pada campuran tabung 1 Larutan berwarna merah
dan 2 kecoklatan.
Suhu: 320C, waktu: 17 detik
0
c. Suhu 40 C pada tabung 1
3,5 ml larutan K2S2O8 + 1,5 ml H2O Larutan tidak berwarna
Suhu 400C pada tabung 2
4 ml larutan KI + 1 ml H2O + 0,5 ml Larutan tidak berwarna
Larutan Na2S2O3 + 0,5 ml larutan
kanji
Suhu 400C pada campuran tabung 1 Larutan berwarna merah
dan 2 kecoklatan.
Suhu: 390C, waktu: 12 detik
0
d. Suhu 50 C pada tabung 1
3,5 ml larutan K2S2O8 + 1,5 ml H2O Larutan tidak berwarna
Suhu 500C pada tabung 2
4 ml larutan KI + 1 ml H2O + 0,5 ml Larutan tidak berwarna
Larutan Na2S2O3 + 0,5 ml larutan
kanji
Suhu 500C pada campuran tabung 1 Larutan berwarna merah
dan 2 kecoklatan.
Suhu: 480C, waktu: 10,53 detik
0
e. Suhu 60 C pada tabung 1
3,5 ml larutan K2S2O8 + 1,5 ml H2O Larutan tidak berwarna
Suhu 600C pada tabung 2
4 ml larutan KI + 1 ml H2O + 0,5 ml Larutan tidak berwarna
Larutan Na2S2O3 + 0,5 ml larutan
kanji
Suhu 600C pada campuran tabung 1 Larutan berwarna merah
dan 2 kecoklatan.
Suhu: 560C, waktu: 5,28 detik
3.2 Analisis Data
3.2.1 Sistem 1
Suhu Waktu Reaksi 1 1
T (K) (K-1) ln T
Campuran(oC) (detik) T

22 18 295 0,00390 -5,546


30 16 303 0,00330 -5,713
39 14 312 0,00320 -5,744
45 10 318 0,00314 -5,763
55 4 328 0,00305 -5,792
Hubungan antara 1/T dan ln 1/T
-5.5
0 0.0005 0.001 0.0015 0.002 0.0025 0.003 0.0035 0.004 0.0045
-5.55

-5.6

-5.65 y = 286.81x - 6.6632


ln 1/T

R² = 0.9992
-5.7

-5.75

-5.8

-5.85
1/T (K-1)

3.2.1.1.Menentukan Nilai Ea dan A secaragrafik


Persamaangrafik :
y = mx + b
Ea
m=− R

Ea = − R (m)
3.2.1.1.1 Nilai Energi Aktivasi (Ea)
y = mx + b
y = 286,81x − 6,6632
Diketahui : m = 286,81
R = 8,314 J/mol
Ditanyakan :Ea . ... . ?
Penyelesaian:
Ea
− =m
R
Ea = −R (m)
J
Ea = −8,314 ⁄moL (286,81)
Ea = −2384,53834 J/mol
NilaiFaktorFrekuensi
y = mx + b
y = 286,81x − 6,6632
Diketahui : b = -6,6632
Ditanyakan :A.....?
Penyelesaian :
−Ea 1
ln k = + ln A
R T

ln A = b
A = eb
A = e-6,6632 = 1,277 x 10-3
3.2.1.2.Nilai Konstanta Laju Reaksi (K)
3.2.1.2.1. Untuk T = 295 K
Diketahui :Ea = -2384,538 J/mol
T = 295 K
A = 1,277 x 10-3
R = 8,314 J/mol.K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
Ea
k = A e−RT
J
(−2384,538 ⁄moL)
− J⁄
8,314 mol .K .295 K
k = 1,277 x 10-3 .e
k = 1, 277 x 10-3. e0,972
k = 1, 277 x 10-3 (2,643)
k =3,375 x 10-3
3.2.1.2.2. Untuk T = 303 K
Diketahui : Ea = -2384,538 J/mol
T = 303 K
A = 1,277 x 10-3
R = 8,314 J/mol.K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
Ea
k = A e−RT
J
(−2384,538 ⁄moL)
− J
8,314 ⁄mol .K .303 K
k = 1,277 x 10-3 .e
k = 1,277 x 10-3. e0,948
k = 1,277 x 10-3 (2,580)
k =3,295 x 10-4
3.2.1.2.3. Untuk T = 312 K
Diketahui : Ea = -2384,538 J/mol
T = 312 K
A = 1,277 x 10-3
R = 8,314 J/mol.K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
Ea
k = A e−RT
J
(−2384,538 ⁄moL)
− J⁄
8,314 mol .K .312 K
k = 1,277 x 10-3 .e
k = 1,277 x 10-3. e0,919
k = 1,277 x 10-3 (0,251)
k =3,201 x 10-4
3.2.1.2.4. Untuk T = 318 K
Diketahui : Ea = -2384,538 J/mol
T = 303 K
A = 1,277 x 10-3
R = 8,314 J/mol.K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
Ea
k = A e−RT
J
(−2384,538 ⁄moL)
− J⁄
8,314 mol .K .318 K
k = 1,277 x 10-3 .e
k = 1,277 x 10-3. e0,901
k = 1,277 x 10-3 (2,462)
k =3,144 x 10-4
3.2.1.2.5. Untuk T = 328 K
Diketahui Ea = -2384,538 J/mol
T = 328 K
A = 1,277 x 10-3
R = 8,314 J/mol.K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
Ea
k = A e−RT
J
(−2384,538 ⁄moL)
− J
8,314 ⁄mol .K .328 K
k = 1,277 x 10-3 .e
k = 1,277 x 10-3. e0,874
k = 1,277 x 10-3 (2,396)
k = 3,059 x 10-4
3.2.2. Sistem II
SuhuCampura WaktuReaksi 1 1
T (K) (K-1) lnT
n(oC) (detik) T

27 22,00 300 0,00333 -5,70


32 17,00 305 0,00327 -5,72
39 12,00 312 0,00320 -5,74
48 10,53 321 0,00311 -5,77
56 5,28 329 0,00304 -5,79
Grafik Hubungan 1/T terhadap ln 1/T pada Sistem II
-5.69
-5.70.003 0.00305 0.0031 0.00315 0.0032 0.00325 0.0033 0.00335
-5.71
-5.72
-5.73
ln 1/T

-5.74 y = 310.91x - 6.7358


-5.75 R² = 0.9994
-5.76
-5.77
-5.78
-5.79
-5.8
1/T (K-1)

3.2.2.1.Menentukan Nilai Ea dan A secara grafik


Persamaangrafik :
y = mx + b
Ea
m=− R

Ea = − R (m)
3.2.2.1.1. Nilai Energi Aktivasi (Ea)
y = mx + b
y = 310,91x - 6,7358
Diketahui : m = 310,91
R = 8,314 J/mol
Ditanyakan :Ea . ... . ?
Penyelesaian:
Ea
- =m
R
Ea= -R (m)
Ea= -8,314 J⁄moL (310,91)

Ea= -2584, 906 J⁄moL


3.2.2.1.2. Nilai Faktor Frekuensi
y = mx + b
y = 310,91x - 6,7358
Diketahui : b = -6,7358
Ditanyakan :A.....?
Penyelesaian :
−Ea 1
ln k = + ln A
R T

ln A = b
A = eb
A = e-6,7358
A = 1,187 x 10-3
3.2.2.2.Nilai Konstanta Laju Reaksi (K)
3.2.2.2.1. Untuk T = 300 K
Diketahui :Ea = -2584,906 J/mol
T = 300 K
A = 1,187 x 10-3
R = 8,314 J/mol.K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
Ea
k = A e−RT
(-2584, 906)J⁄moL)
-
-3 8,314J⁄mol . K . 300 K
k = 1,187 x 10 .e
k = 1,187 x 10-3. e1,036
k = 1,187 x 10-3 (2,818)
k = 3,345 x 10-3
3.2.2.2.2. Untuk T = 305 K
Diketahui : Ea = -2584,906J/mol
T = 305 K
A = 1,187 x 10-3
R = 8,314 J/mol.K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
Ea
k = A e−RT
(-2584, 906J⁄moL)
-
8,314J⁄mol . K . 305 K
k = 1,187 x 10-3 .e
k = 1,187 x 10-3. e1,019
k = 1,187 x 10-3 (2,770)
k = 3,288 x 10-3
3.2.2.2.3. Untuk T = 312 K
Diketahui : Ea = -2584,906J/mol
T = 312 K
A = 1,187 x 10-3
R = 8,314 J/mol.K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
Ea
k = A e−RT
(-2584,906J⁄moL)
-
8,314J⁄mol . K . 312 K
k = 1,187 x 10-3 .e
k = 1,187 x 10-3. e0,996
k = 1,187 x 10-3 (2,707)
k = 3,214 x 10-3
3.2.2.2.4. Untuk T = 321 K
Diketahui : Ea = -2584,906J/mol
T = 321 K
A = 1,187 x 10-3
R = 8,314 J/mol.K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
Ea
k = A e−RT
(-2584,906 J⁄moL)
-
-3 8,314J⁄mol . K . 321 K
k = 1,187 x 10 .e
k = 1,187 x 10-3. e0,968
k = 1,187 x 10-3 (2,632)
k = 3,125 x 10-3
3.2.2.2.5. Untuk T = 329 K
Diketahui : Ea = -2584,906J/mol
T = 329 K
A = 1,187 x 10-3
R = 8,314 J/mol.K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
Ea
k = A e−RT
(-2584,906J⁄moL)
-
-3 8,314J⁄mol . K . 329 K
k = 1,187 x 10 .e
k = 1,187 x 10-3. e0,945
k = 1,187 x 10-3 (2,573)
k = 3,054 x 10-3
3.3 Pembahasan
Laju reaksi merupakan perubahan konsentrasi reaktan atau produk terhadap
waktu (M/s). Sedangkan energi aktivasi (Ea) adalah jumlah minimum energi yang
diperlukan untuk mengawali reaksi kimia (Chang, 2004: 30-34). Percobaan
persamaan arrhenius dan energi aktivasi bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara laju reaksi dengan temperatur atau suhu, serta menghitung energi aktivasi
(Ea) dengan menggunakan persamaan Arrhenius. Percobaan ini dilakukan dengan
cara suhu larutan dibuat bervariasi dengan tujuan untuk mengetahui hubungan laju
reaksi dengan temperatur serta agar dapat menjelaskan tentang teori Arrhenius
yang menjelaskan bahwa energi kinetik partikel mengalami perubahan karena
variasi kenaikkan temperatur reaksi. Adapun suhu yang digunakan yaitu 200C,
300C, 400C, 500C, dan 600C.
Percobaan ini dilakukan dalam sistem yang berbeda yaitu sistem 1 dan
sistem 2 yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh volume terhadap laju reaksi.
Pada sistem 1, larutan K2S2O8 direaksikan dengan H2O pada tabung 1 dan pada
tabung 2 larutan KI direaksikan dengan larutan amilum dan Na2S2O3. Larutan
yang digunakan pada sistem I dan sistem II hampir sama tapi yang memebedakan
adalah pada tabung 2 selain KI, amilum dan Na2S2O3 juga ditambahkan H2O.
Larutan K2S2O8 berfungsi sebagai zat pengoksidasi ion iodida menjadi I2, adapun
larutan H2O berfungsi untuk mengencerkan larutan K2S2O8. Sedangkan pada
tabung 2 digunakan larutan Na2S2O3 yang berfungsi untuk mereduksi I2 menjadi I-
sebelum direaksikan dengan tabung 1. Adapun KI berfungsi sebagai penyedia ion
iodida. Sedangkan larutan amilum berfungsi sebagai indikator untuk
mengidentifikasi adanya ion iodida bebas dalam larutan.
Reaksi reduksi I2 menjadi I- oleh S2O32-, dapat diidentifikasi dengan adanya
warna biru yang dihasilkan oleh larutan amilum. Warna biru akan muncul karena
I- telah teroksidasi oleh peroksodisulfat menjadi I2, sehingga I- akan bereaksi
dengan amilum membentuk kompleks. Sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa iod bisa diidentifikasi dari sifatnya yang mewarnai pasta kanji menjadi
warna biru (Svehla, 1985:352).
Pertama-tama Suhu tabung 1 dan tabung 2 harus disamakan, dengan tujuan
agar kedua larutan bercampur dengan baik dan reaksi dapat berlangsung dengan
maksimal. Dengan cara, pada suhu 200C-30oC tabung berisi larutan didinginkan
didalam air es; sedangkan untuk percobaan 3-5 yang dilakukan dari suhu 40-600C
dilakukan dengan cara pemanasan tabung yang berisi larutan diatas penengas air.
Pada saat suhu tabung 1 dan tabung 2 sama, maka kedua larutan dicampur dari
tabung 1 ke tabung 2 kemudian larutan campuran dimasukkan kembali kedalam
tabung 1. Pencampuran dilakukan dengan cepat agar pada saat pencampuran
suhunya tidak turun drastis. Pada saat awal pencampuran, stopwatch dijalankan
sampai warna biru muncul. Penyebab terbentuknya warna biru yaitu, di mana
penambahan K2S2O8 pada percobaan ini bertujuan untuk mengoksidasi I- menjadi
I2, lalu I2 ini akan diikatoleh S2O3-2, pada pengikatan ini warna larutan belum biru,
namun setelah S2O3-2 ini habis bereaksi, maka I2 akan lepas dan akan berikatan
dengan I- yang akan membentuk I3-. Warna biru mulai terbentuk saat I3- berikatan
dengan amilum. Adapun reaksi yang terjadi yaitu :
K2S2O8 + 2I- → 2K+ + 2S2O82-+ I2+ 2e
Reduksi : I2 + 2e-  2I-
Oksidasi : 2S2O3 2-  S4O62- + 2e-
Rx : I2 + 2S2O3  S4O62- + 2I-
I2+ I-→ I3-
I3-+ amilum → warna biru
Hasil percobaan yang dilakukan pada sistem 1 tidak terbentuk larutan biru
tetapi berwarna merah kecokelatan. Hal ini dapat dikarenakan kesalahan pada saat
pencampuran reaksi yang memungkinkan terjadinya penurunan suhu pada larutan
sehingga suhu kedua larutan berbeda atau karena kerusakan pada bahan . Hasil
yang diperoleh tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin tinggi
suhu maka energi kinetik suatu partikel akan meningkat sehingga pergerakan
partikel untuk menimbulkan tumbukan efektif yang semakin besar pula, begitu
pula sebaliknya. Setiap molekul yang bergerak memiliki energi kinetik; semakin
cepat gerakanya semakin besar energi kinetiknya sehingga larutan yang akan
dihasilkan adalah larutan berwarna biru. Begitupun pada sistem 2 terbentuk tidak
warna biru pada larutan. Hal ini menandakan bahwa larutan bereaksi secara tidak
sempurna, sehingga I- tidak teroksidasi oleh peroksodisulfat menjadi I2, sehingga
I- saat direaksikani dengan kanji tidak membentuk kompleks. Adapun hubungan
antara konstanta laju, Ea, A dan suhu yaitu dapat dilihat melalui persamaan
Arrhenius yaitu :
k = Ae-E/RT
Persamaan diatas menunjukkan bahwa nilai konstanta laju berbanding
lurus dengan nilai A dan dengan demikian berbanding lurus dengan frekuensi
tumbukan. Selain itu karena tanda minusuntuk eksponen Ea/RT maka konstanta
laju menurun dengan meningkatnya Ea dan meningkat dengan meningkatnya
suhu (Chang, 2004: 43-45).Jadi, Ea berbanding lurus dengan besarnya laju reaksi,
yaitu semakin besar energi aktivasi maka semakin tinggi pula suhunya, begitupun
sebalikanya semakin rendah suhu yang digunakan maka semakin kecil pula energi
aktivasinya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dan energi
aktivasi, yaitu suhu/temperatur, volume, luas permukaan, serta konsentrasi suatu
larutan.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, pada sistem 1 diperoleh harga
konstanta laju pada suhu 20, 30,40, 50 dan 600C,y aitu secara berturut-turut K
=3,375 x 10-3; K =3,295 x 10-4; K =3,201 x 10-4; K = 3,144 x 10-4 dan K =3,059 x
10-4. Adapun nilai konstanta laju reaksi pada sistem 2 yang diperoleh berdasarkan
analisis data yaitu pada suhu 20, 30,40, 50 dan 600C juga cenderung tetap yaitu
secara berturut-turut K = 3,345 x 10-3; K =3,288 x 10-3;K =3,214 x 10-3;K = 3,125
x 10-3 dan K = 3,054 x 10-3.Adapun nilai Ea pada sistem 1 yaitu −2384,53834
J/mol dan nilai Ea pada sistem 2 yaitu -2584,996 J/mol. Artinya pada sistem 1
dibutuhkan energi sebesar yaitu −2384,53834 J/mo luntuk memulai reaksi,
sedangkan pada sistem 2 dibutuhkan energi sebesar -2584,996 J/mol untuk
memulai reaksi. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diketahui bahwa
sistem II lebih cepat bereaksi dibandingkan dengan sistem I. Hal ini dikarenakan
pada sistem II energi yang dibutuhkan untuk bereaksi lebih
kecil dibandingkan dengan sistem I, sehingga pada sistem II lebih cepat bereaksi.
Hal ini dikarenakan pada sistem II volume dalam tiap tabuang bervariasi
sedangkan pada sisstem I disamakan, sehingga pada sistem II tumbukan
antar molekul yang bereaksi semakin cepat dan tidak membutuhkan energi yang
begitu besar untuk bereaksi.
4. Kesimpulan Dan Saran
4.1 Kesimpulan
4.1.1 Suhu berbanding lurus dengan suhu, yaitu semakin tinggi suhu maka laju
reaksi akan semakin cepat, begitupun sebaliknya semakin rendah suhunya
maka laju reaksinya semakin lambat.
4.1.2 Nilai Ea pada sistem 1 yaitu −2384,53834 J/mol dan nilai Ea pada sistem
2 yaitu -2584,996 J/mol. Artinya pada sistem 1 dibutuhkan energi sebesar
yaitu −2384,53834 J/mo luntuk memulai reaksi, sedangkan pada sistem 2
dibutuhkan energi sebesar -2584,996 J/mol untuk memulai reaksi.
4.2 Saran
Sebaiknya praktikan harus menggunakan larutan yang tepat dan kocok
larutan hingga berubah warna serta lebih teliti dalam melakukan percobaan
utamanya dalam proses pemanasan dan pengukuran suhu sehinggga diperoleh
hasil yang sesuai dengan teori.
DAFTAR PUSTAKA

Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2.
Jakarta: Penerbit Erlangga

Fatimah, Is. 2015. Kimia Fisika. Yogyakarta: Penerbit Deepublish.

Masduki, Sutijan dan Budiman. 2013. Kinetika Reaksi Esterifikasi Palm Fatty
Acid Distilate (PFAD) menjadi Biodiesel dengan Katalis Zeolit-Zirkonia
Tersulfatasi. Jurnal Rekayasa Proses. Vol.7, No. 2.

Minarsih, Tri. 2011. Penentuan Energi Aktivasi Amlodipin Besilat pada pH 1,6
dan 10 dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Pharmacy.
Vol.06. No.01. ISSN 1693-3591.

Mulyani, Sri dan Hendrawan. 2003. Kimia Fisika II. Bandung: JICA.

Oxtoby, Gills, Nachtrieb, dkk. 2008. Prinsip-Prinsip Kimia Modern Edisi


Keempat Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga

Partana, Crys Fajar, dkk. 2003. Kimia Dasar 2. Yogyakarta: JICA

Purba, Elinda, dan Ade Citra Khairunisa. 2012. Kajian Awal Alju Reaksi untu
Penyerapan Gas CO2 Menggunakan Mikroalga Tetraselmis Chuii. Jurnal
Rekayasa Proses. Vol.6. No.1.

Sudibyo, Agus, Tiurlan F. Hutajulu, dan Setyadjit. 2010. Pendugaan MAsa


Simpan Produk Kopi Instan Menggunakan Studi Penyimpanan yang
diakselarasi dengan Model Kinetika Arrhenius. Journal of Agro-Based
Industry. Vol.27. No.1.

Sunarya, Yayan. 2013. Kimia Dasar 2. Bandung : Yramawidya

Anda mungkin juga menyukai