Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia.

Keberhasilan sumber daya manusia tergantung pada mutu pendidikan. Mutu pendidikan

setiap perkembangan zaman mengalami pembaharuan agar dapat bersaing dan dapat

berkembang sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Indonesia terus mengupayakan

berbagai cara agar mutu pendidikan meningkat. Penyebab rendahnya mutu pendidikan di

Indonesia adalah masalah efektivitas, efisiensi dan metode pengajaran. Hal tersebut, perlu

peran pendidik untuk memanfaatkan ilmu dan teknologi yang disesuaikan dengan

kurikulum dan perangkat pembelajaran yang inovatif (Latifa, 2017).

Ilmu kimia adalah cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari kajian

tentang struktur, komposisi, sifat dan perubahan materi serta energi yang menyertai

perubahan tersebut. Ilmu kimia memiliki beberapa karakteristik yang membedakan dengan

ilmu lain (Winarni, 2018). Kimia merupakan pelajaran yang banyak memiliki konsep yang

bersifat abstrak. Konsep tertentu tidak bisa dijelaskan tanpa menggunakan analogi atau

model sehingga dibutuhkan daya nalar yang tinggi dalam mempelajari ilmu kimia.

Pembelajaran kimia merupakan salah satu cabang IPA yang terkesan sulit. Salah satu

faktor penyebab pembelajaran kimia terkesan sulit adalah bahwa beberapa konsep dalam

kimia bersifat abstrak serta dikarenakan kimia memiliki perbendaharaan kata yang khusus,

dimana mempelajari kimia seperti mempelajari bahasa yang baru. Selain itu, dalam

pembelajaran kimia terdapat pemahaman konsep, perhitungan dan hafalan. Sehingga kimia

merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit oleh peserta didik, sehingga

peserta didik kurang tertarik untuk mempelajarinya.


Ilmu kimia adalah salah satu rumpun IPA yang membahas kajian mengenai materi

dan energi dan interaksi antara keduanya (Goldberg, 2007 dalam Annafi, 2015:21).

Hakikat pendidikan kimia di sekolah diarahkan untuk berinkuiri yaitu dengan

menggunakan suatu strategi yang berpusat pada peserta didik di mana kelompok peserta

didik inkuiri ke dalam suatu isu atau mencari jawaban – jawaban terhadap isi pertanyaan

melalui suatu prosedur yang digariskan secara jelas dan struktural kelompok, sehingga

dapat membantu peserta didik untuk menjelajahi dan memahami konsep kimia secara

sistematis melalui pengalaman belajar yang lebih mendalam. Belajar tanpa minat dan

motivasi yang tinggi, maka konsep-konsep kimia sulit untuk dipahami oleh peserta didik

dengan baik sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai.

Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya

proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, peserta didik kurang didorong untuk

mengembangkan kemampuan berpikir. Kegiatan pembelajaran di dalam kelas diarahkan

kepada kemampuan peserta didik untuk menghafal informasi, otak speserta didikdipaksa

mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi

dan menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya ketika peserta didik kita

lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, tetapi mereka miskin aplikasi.

Kimia merupakan salah satu bagian dari sains yang mempelajari secara khusus

materi, sifat, perubahan dan energi yang menyertai perubahannya untuk menjawab

keingintahuan tentang susunan, sifat dan perubahan zat serta energi yang mengikuti

perubahannya (Budimansyah, 2003:). Berdasarkan observasi di sekolah menggambarkan

pembelajaran di kelas dalam penyampaian materi asam basa, digunakan buku paket

sebagai sumber belajar peserta didik yang kurang mendukung peserta didik untuk aktif

mengembangkan keterampilan berupa proses ilmiah. Bahan ajar tersebut kurang

mendorong peserta didik untuk mengajukan pertanyaan, mengajukan hipotesis,


menafsirkan data, menggali informasi dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-

hari untuk membangun pengetahuan secara mendiri yang bersifat konstruktivisme.

Wawancara yang dilakukan dapat memperkuat dengan pendidik di SMA N 2 Tanah

Jawa pada kegiatan belajar melakukan proses ilmiah penyampaian materi asam basa hanya

diberikan ceramah dan menerangkan praktikum menggunakan media power point karena

adanya keterbatasan waktu dan penyampaian pendidik. Hal tersebut menyebabkan

kurangnya pengalaman langsung dalam kegiatan belajar peserta didik untuk mengkaitkan

materi dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu, peserta didik kurang bertanya dan kurang

mengemukakan pendapat dan kurang saling berbagi informasi dengan teman sebaya. Hal

tersebut berkaitan dengan model pembelajaran yang diterapkan di kelas belum efektif dan

menyebabkan kurangnya keaktifan peserta didik.

Berdasarkan wawancara dan observasi, menunjukkan dalam proses pembelajaran

materi yang disampaikan belum optimal dari segi pengajaran, media yang digunakan dan

metode pembelajaran. Sumber belajar tersebut belum mendukung perkembangan

menyongsong abad 21 yang menuntun untuk mengembangkan pengetahuan dan

melakukan proses ilmiah dengan menekankan pada pemberian pengalaman langsung

dalam kehidupan sehari- hari peserta didik dan berperan aktif. Penyampaian materi

tersebut diperlukan media yang inovatif berupa modul yang perlu didukung oleh suatu

model dan pendekatan pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk aktif dan

berproses kedalam dunia nyata.

Modul merupakan salah satu jenis bahan ajar cetak yang dibutuhkan oleh peserta

didik, karena dalam modul terdapat acuan materi yang akan dipelajari peserta didik sesuai

dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Dengan kata lain sebuah modul

merupakan bahan ajar yang dapat mengasah peserta didik untuk belajar secara mandiri.

Karena di dalam modul berisi materi dan beberapa latihan soal yang dapat melatih
kemandirian peserta didik dalam belajar. Namun demikian beberapa modul yang tersedia

di lingkungan sekolah seringkali tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Badan

Standar Nasional Pendidikan (Wahyuni, 2017). Penggunaan modul berbasis inkuiri

terbimbing adalah salah satu bentuk pembelajaran yang cocok diterapkan dalam melatih

peserta didik untuk bekerja secara ilmiah dan menentukan konsep secara mandiri.

Berdasarkan permasalahan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

“Pengembangan Modul Pembelajaran Kimia SMA Kelas XI pada Materi Konsep dan

Reaksi-reaksi dalam Larutan Asam Basa”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, selanjutnya peneliti merumuskan permasalahan

yang akan diteliti. Hal ini dilakukan agar penelitian lebih terarah dan lebih mudah menuju

sasaran yang diharapkan. Masalah yang dirumuskan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana mengembangkan modul kimia SMA kelas XI pada materi konsep dan

reaksi-reaksi dalam larutan asam basa?

2. Bagaimana respon peserta didik terhadap modul kimia SMA kelas XI pada materi

konsep dan reaksi-reaksi dalam larutan asam basa?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui prosedur modul kimia SMA kelas XI pada materi konsep dan reaksi-

reaksi dalam larutan asam basa?

2. Mengetahui respon peserta didik terhadap modul kimia SMA kelas XI pada materi

konsep dan reaksi-reaksi dalam larutan asam basa?


1.4 Manfaat Penelitian

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam memperkaya

ilmu pengetahuan dan pendidikan, kegiatan pengembangan modul terhadap

pembelajaran.

2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber referensi dan bahan pertimbangan bagi

peneliti selanjutnya.

3) Bagi Pendidik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pendidik dalam

menggunakan perangkat pembelajaran sub materi asam basa untuk kelas XI SMA.

4) Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan melatih keterampilan bagi

peneliti dalam mengembangkan modul.


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Modul

2.2.1 Pengertian Modul

Modul adalah bahan ajar yang dirancang secara sistematis berdasarkan kurikulum

tertentu dan dikemas dalam bentuk satuan pembelajaran terkecil dan memungkinkan

dipelajari secara mandiri dalam satuan waktu tertentu agar peserta didik mampu menguasai

kompetensi yang diajarkan (Prastowo dalam Andriani, 2019: 27). Modul dalam

pembelajaran kimia digunakan sebagai suplemen sumber belajar bagi peserta didik dalam

mempelajari materi. Selain itu, dengan menggunakan modul peserta didik dapat belajar

secara mandiri. Selain itu modul dapat menunjang peran pendidik dalam proses

pembelajaran karena peran pendidik dalam pembelajaran menggunakan modul dapat

diminimalkan, sehingga pembelajaran lebih berpusat pada peserta didik dan pendidik

berperan sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran kimia bukan lagi yang

mendominasi dalam pembelajaran.

Modul merupakan bahan ajar yang dapat dijadikan sebagai sarana belajar mandiri

bagi peserta didik, karena didalam modul telah dilengkapi dengan petunjuk untuk belajar

mandiri.10 Selain itu, peran pendidik dalam pembelajaran dengan menggunakan modul

dapat diminimalkan, sehingga pembelajaran lebih berpusat pada peserta didik. Peran

pendidik dalam pembelajaran menggunakan modul yaitu sebagai fasilitator bukan lagi

yang mendominasi dalam pembelajaran (Prastowo, 2012).


2.2.2 Karakteristik Modul

Dalam mengembangkan modul, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan salah

satunya yaitu karakteristik modul. Karakteristik modul menurut Daryanto dalam (Wahyuni

dan Puspitasari, 2017: 60) sebagai berikut:

1. Self instruction merupakan karakteristik penting dalam modul, dengan karakter

tersebut memungkinkan seseorang untuk dapat belajar secara mandiri dan tidak

tergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self instruction, maka modul

harus:

a. Memuat tujuan pembelajaran yang jelas, dan dapat menggambarkan pencapaian

sesuai Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar;

b. Memuat materi pembelajaran yang dikemas dalam unit-unit kegiatan yang

kecil/spesifik, sehingga memudahkan untuk dipelajari secara tuntas.

c. Tersedia contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan dalam pemaparan materi

pembelajaran.

d. Terdapat soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan untuk

mengukur kemampuan penguasaan peserta didik.

e. Kontekstual, yaitu materi yang disajikan terkait dengan suasana, tugas atau

konteks kegiatan dan lingkungan peserta didik.

f. Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif

g. Terdapat rangkuman materi pembelajaran

h. Terdapat instrumen penilaian, yang memungkinkan peserta didik melakukan

penilaian mandiri (self assessment)

i. Terdapat umpan balik atas penilaian peserta didik, sehingga peserta didik

mengetahui tingkat penguasaan materi.


j. Terdapat informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang mendukung materi

pembelajaran dimaksud.

2. Sel contained modul dikatakan self contained apabila seluruh materi pembelajaran

yang dibutuhkan termuat dalam modul tersebut. Tujuan dari konsep ini adalah

memberikan kesempatan agar peserta didik mempelajari materi pembelajaran secara

tuntas, karena materi belajar dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus

dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari standar kompetensi/kompetensi

dasar, harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan standar

kompetensi/kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik.

3. Berdiri sendiri (stand alone) merupakan karakteristik modul yang tidak tergantung

pada bahan ajar/media lain, atau tidak harus digunakan secara bersama-sama dengan

bahan ajar/media lain. Dengan menggunakan modul, peserta didik tidak perlu bahan

ajar yang lain untuk mempelajari dan tau mengerjakan tugas pada modul tersebut.

Apabila peserta didik masih menggunakan dan bergantung pada bahan ajar lain

selain modul yang digunakan, maka bahan ajar tersebut tidak dikategorikan sebagai

modul yang berdiri sendiri.

4. Adaptif modul hendaknya memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap

perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat

menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta

fleksibel/luwes digunakan di berbagai perangkat keras (hardware).

5. Bersahabat/akrab (user friendly) modul hendaknya juga memenuhi kaidah user

friendly atau bersahabat/akrab dengan pemakainya. Setiap instruksi atau pemaparan

informasi yang tampil dalam modul bersifat membantu dan bersahabat dengan

pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon dan mengakses sesuai

dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, serta


menggunakan istilah yang umum digunakan, merupakan salah satu bentuk user

friendly.

2.2.3 Prosedur Pengembangan Modul

Menurut Risky (2018) mengembangkan modul memerlukan persiapan yang matang

untuk mendapatkan modul yang efektif dalam mengkomunikasikan pesan yang

disampaikan. Tujuannya adalah agar modul yang disusun memenuhi beberapa sifat yang

telah dijelaskan sebelumnya di atas. Langkah-langkah dalam penyusunan modul adalah

sebagai berikut:

a. Perumusan Tujuan-tujuan

Tujuan pada suatu modul merupakan spesifikasi kualifikasi yang seharusnya telah

dimiliki oleh peserta didik setelah dia berhasil menyelesaikan modul pembelajaran. Dalam

suatu modul perlu dijelaskan tujuan pembelajaran.

b. Penyusunan Criterion Item.

Pengajaran di sekolah bertujuan memberikan pengetahuan, menanamkan sikap dan

memberikan ketrampilan kepada peserta didik. Hasil pengajaran itu terlihat pada tingkah

laku peserta didik, tujuan pengajaran (tujuan intruksional khusus) dalam modul itu

dirumuskan dalam bentuk tingkah laku peserta didik. Untuk mengetahui secara objektif

apakah peserta didik telah berhasil menguasai tujuan pengajaran atau tidak, maka harus

digunakan test valid untuk mengukur prestasi peserta didik dalam hal tingkah laku yang

dipersyaratkan sebagai tujuan yang harus dicapai oleh peserta didik.

c. Analisa Sifat-sifat Peserta didik dan Spesifikasi Entry Behavior.

Biasanya peserta didik memulai mengerjakan tes dalam modul setelah memiliki

pengetahuan dan ketrampilan yang ada hubungannya dengan apa yang telah dimiliki

sebelumnya yang dibawanya dalam situasi belajar yang baru itu disebut entry behavior.

d. Urutan Pengajaran dan Pemilihan Media.


Pemilihan dan urutan media sangat penting untuk menyusun dan menyajikan bahan

dan sumber-sumber pengajaran secara optimal. Media itu meliputi: buku pelajaran, foto,

film, perlengkapan belajar dan sumber-sumber lainnya. Dengan media yang tepat

pembelajaran modul akan dapat berjalan lebih efektif.

e. Tryout Modul.

Kriteria yang terbaik untuk mengevaluasi efektifitas modul adalah sejauh mana

peserta didik telah menguasai tujuan-tujuan yang tercantum dalam modul yang

bersangkutan. Jadi evaluasi terhadap perbuatan peserta didik itu dapat menilai sejauh mana

sistem penyampaian modul itu meningkatkan prestasi peserta didik. Hasil criterion test

yang dicapai oleh peserta didik pada akhir pengajaran merupakan informasi yang

diperlukan untuk memperbaiki penilaian apa yang dicapai oleh peserta didik dengan apa

yang seharusnya dicapai, dan sangat berguna bagi peserta didik maupun bagi penyusun

modul.

f. Evaluasi Modul.

Tujuan evaluasi modul ialah untuk mengetahui efektifitas modul. Untuk itu

sekelompok peserta didik diminta mempelajari materi modul dan tingkah lakunya dalam

proses belajar. Meskipun modul itu setelah di test secara luas memperlihatkan kemantapan,

namun penyusun modul tetap harus menguji keefektifan modul. Tujuannya adalah agar

diadakan revisi apabila tujuan-tujuan modul tersebut tidak dapat dicapai oleh peserta didik

dengan memuaskan.

2.1 Asam Basa

Asam dan basa sudah dikenal sejak dahulu. Istilah asam (acid) berasal dari bahasa

Latin acetum yang berarti cuka. Seperti diketahui, zat utama dalam cuka adalah asam

asetat. Istilah basa (alkali) berasal dari bahasa Arab yang berarti abu. Juga sudah lama

diketahui bahwa asam dan basa saling menetralkan.


Sejak berabad-abad yang lalu, para pakar mendefinisikan asam dan basa berdasarkan

sifat larutan airnya. Larutan asam mempunyai rasa asam dan bersifat korosif (merusak

logam, marmer, dan berbagai bahan lain). Sedangkan larutan basa berasa agak pahit dan

bersifat kaustik (licin, seperti bersabun). Namun demikian, tidak dianjurkan mengenali

asam dan basa dengan cara mencicipi karena berbahaya. Asam dan basa dapat dikenali

menggunakan indikator asam basa, misalnya lakmus merah dan lakmus biru. Larutan asam

mengubah lakmus biru menjadi merah, sebaliknya larutan basa mengubah lakmus merah

menjadi biru. Larutan yang tidak mengubah warna lakmus, baik lakmus merah maupun

lakmus biru, disebut bersifat netral (tidak asam dan tidak basa). Air murni bersifat netral.

Tabel 2.1. Warna kertas lakmus merah dan biru dalam larutan yang bersifat asam, basa,
dan netral
Dalam Larutan Yang Bersifat
Jenis Kertas Lakmus
Asam Basa Netral
Lakmus merah Merah Biru Merah
Lakmus biru Merah Biru Biru

Larutan yang bersifat asam dan dalam larutan yang bersifat netral. Oleh karena itu,

untuk menunjukkan larutan asam harus menggunakan lakmus biru. Larutan yang bersifat

asam mengubah lakmus biru menjadi merah. Sebaliknya, untuk menunjukkan larutan

bersifat basa, harus menggunakan lakmus merah.

Beberapa contoh larutan terlihat di bawah ini:

 Larutan bersifat asam : larutan cuka, air jeruk, air aki

 Larutan bersifat basa : air kapur, air abu, larutan sabun

 Larutan amonia, larutan soda Larutan bersifat netral : larutan natrium klorida, larutan

urea, alkohol, larutan gula.


2.2.1 Teori asam basa Arrhenius

Dalam air, asam melepas ion H+ sedangkan basa melepas ion OH-

Untuk menjelaskan penyebab sifat asam dan basa, sejarah perkembangan ilmu

kimia mencatat berbagai teori. Pada tahun 1777, Lavoisier mengemukakan bahwa asam

mengandung oksigen. Unsur itu yang dianggap bertanggung jawab atas sifat-sifat asam

(nama oksigen diberikan oleh Lavoisier yang berarti pembentuk asam). Namun pada tahun

1810, Humphrey Davy menemukan bahwa asam hidrogen klorida tidak mengandung

oksigen. Davy kemudian menyimpulkan bahwa hidrogenlah dan bukan oksigen yang

merupakan unsur dasar dari setiap asam. Kemudian pada tahun 1814, Gay Lussac

menyimpulkan bahwa asam adalah zat yang dapat menetralkan alkali dan kedua golongan

senyawa itu hanya dapat didefinisikan dalam kaitan satu dengan yang lain. Konsep yang

cukup memuaskan tentang asam dan basa, dan yang tetap diterima hingga sekarang,

dikemukakan oleh Arrhenius pada tahun 1884. Menurut Arrhenius, asam adalah zat yang

dalam air melepaskan ion H+ sedangkan basa melepaskan ion OH-. Jadi, pembawa sifat

asam adalah ion H+ sedangkan pembawa sifat basa adalah OH-. Asam Arrhenius

dirumuskan sebagai HxZ yang dalam air mengalami ionisasi sebagai berikut :

HxZ (aq) → x H+ (aq) + ZX- (aq)


Contoh : Asam klorida (HCl) dan asam sulfat (H2SO4) dalam air akan terionisasi sebagai
berikut:
HCl (aq) H+ (aq) + Cl- (aq)
H2SO4 (aq) 2H+ (aq) + SO42- (aq)
Jumlah ion H+ yang dapat dihasilkan oleh 1 molekul asam disebut valensi asam.

Sedangkan ion negatif yang terbentuk dari asam setelah melepas ion H+ disebut ion sisa

asam. Nama asam sama dengan nama ion sisa asam dengan didahului kata asam. Beberapa

contoh asam dan reaksi ionisasinya diberikan pada Tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2 Berbagai jenis asam
Valensi
Rumus Nama Asam Reaksi Ionisasi Sisa Asam
Asam
Asam Ionisasi
HF Asam fluoride HF → H+ +F 1 F-
HCl Asam klorida HCl → H+ + Cl- 1 Cl-
HBr Asam bromide HBr → H+ + Br- 1 Br-

Asam Oksi
Asam Nitrat
HNO2 HNO2 → H+ + NO2- 1 NO2-
Asam Nitrat
HNO3 HNO3 → H+ + NO3- 1 NO3-
Asam Sulfit
H2SO3 H2SO3 → 2H+ + SO3- 2 SO3-
Asam Organik
HCOOH Asam format HCOOH → H+ + HCOO- 1 HCOO-
CH3COOH (asam semut) CH3COOH → H+ + CH3COO- 1 CH3COO-
C6H5COOH Asam asetat C6H5COOH → H+ + C6H5COO- 1 C6H5COO-
(asam cuka)
Asam benzoat

Asam hipotetis, asam yang tidak stabil, segera terurai menjadi zat lain. Asam

hipotetis di atas terurai menurut persamaan:

2HNO3(aq) → H2O(l) + NO(g) + NO2(g)

H2SO3(aq) → H2O(l) + SO2(g)

H2CO3(aq) → H2O(l) + CO2(g)

Asam nonoksi adalah asam yang tidak mempunyai oksida asam. Asam oksi adalah

asam yang mempunyai oksida asam. Asam organik adalah asam yang tergolong senyawa

organik. Asam organik tidak mempunyai oksida asam.

Basa Arrhenius adalah hidroksida logam, M(OH)x, yang dalam air terurai sebagai

berikut:

M(OH)x (aq) → Mx + (aq) + xOH- (aq)

Jumlah ion OH- yang dapat dilepaskan oleh satu molekul basa disebut valensi basa.

Beberapa contoh basa diberikan pada Tabel 2.3


Tabel 2.3 Beberapa basa dan reaksi ionisasinya
Rumus Basa Nama Basa Reaksi Ionisasi Valensi
NaOH Natrium hidroksida NaOH → Na+ + OH- 1
KOH Kalium hidroksida KOH → K+ + OH- 1
Mg(OH)2 Magnesium hidroksida Mg(OH) → + 2OHMg2+ -
2
Ca(OH)2 Kalsium hidroksida Ca(OH)2 → Ca + 2OH- 2+
2
Ca(OH)2 Kalsium hidroksida Ca(OH)2 → Ca2+ + 2OH- 2
Ba(OH)2 Barium hidroksida Ba(OH)2 → Ba2+ + 2OH- 2
Al(OH)3 Aluminium hidroksida Al(OH)3 → Al3+ + 3OH- 3
Fe(OH)2 Besi(II) hidroksida Fe(OH)2 → Fe2+ + 2OH- 2

2.2.2 Tetapan Kesetimbangan Air (Kw)


Air merupakan elektrolit sangat lemah yang dapat terionisasi
menjadi ion H+ dan ion OH-
Air merupakan elektrolit yang sangat lemah. Air dapat menghantarkan listrik

karena terionisasi menjadi ion H+ dan ion OH- menurut reaksi kesetimbangan:

H2O(i) ⇔H+(aq) + OH-(aq) ……………………..(1)

[𝐻 + ][𝑂𝐻 − ]
Kc = [𝐻2 𝑂]

Oleh karena [H2O] dapat dianggap konstan, maka hasil perkalian Kc x [H2O]

adalah merupakan suatu konstanta yang disebut tetapan kesetimbangan air (Kw).

Kw = [H+].[OH-] ……..………………(2)
Harga Kw pada berbagai suhu dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut
Tabel 2.4 Harga Kw pada berbagai suhu
Suhu (oC) Kw
0 0,114 x 10-14
10 0,295 x 10-14
20 0,676 x 10-14
25 1,00 x 10-14
60 9,55 x 10-14
100 55,0 x 10-14

Dari Tabel 2.4 dapat disimpulkan bahwa harga tetapan kesetimbangan air

bertambah besar dengan bertambahnya suhu. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi ionisasi

air merupakan reaksi endoterm. Dalam air murni sesuai dengan Persamaan (1), konsentrasi

ion H+ sama besar dengan konsentrasi OH-.

Dalam air murni : [H+] = [OH-] = √ Kw


Pada suhu kamar (sekitar 25oC) Kw = 1 x 10-14, maka:

[H+] = [OH-] = √1,00 x 10-14 = 10-7 mol/liter

2.2.3 Indikator Asam Basa

Indikator asam-basa adalah zat warna yang mempunyai warna berbeda dalam

larutan yang bersifat asam dan dalam larutan yang bersifat basa. Oleh karena itu, indicator

asam-basa dapat digunakan untuk membedakan larutan asam dan larutan basa. Contohnya

adalah kertas lakmus. Lakmus berwarna merah pada larutan asam dan berwarna biru pada

larutan basa. Di dalam laboratorium, indikator yang sering digunakan selain kertas lakmus

adalah fenoltalein, metil merah, dan metil jingga.

Table 2.5 Beberapa Indikator Asam Basa


Indikator Larutan Asam Larutan Basa Larutan Netral
Fenolftalein Tidak berwarna Merah dadu Tidak berwarna
Metil merah Merah Kuning Kuning
Metil jingga Merah Kuning Kuning
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian dan

pengembangan (research & development) menyatakan bahwa secara umum model

penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data secara umum. Rancangan yang

dilakukan peneliti adalah penelitian menggunakan model ADDIE yang terdiri dari 5

langkah, yaitu: analysis, design, development, implementation dan evaluation.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan peneliti adalah peserta didik SMA Negeri 2 Tanah Jawa

dan sampel pada penelitian ini kelas XI SMA Negeri 2 Tanah Jawa dengan total berjumlah

9 peserta didik yang terdiri dari 3 peserta didik pada kelompok rendah, 3 peserta didik pada

kelompok sedang dan 3 peserta didik pada kelompok tinggi. peserta didik. Pengambilan

sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling.

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 2 Tanah Jawa, peneliti memilih lokal

tersebut sebagai tempat penelitian dengan pertimbangan bahwa sarana dan prasarana

sekolah tersebut kurang memadai jadi sesuai dengan judul untuk mendesain suatu produk

modul dan terbukanya untuk melakukan penelitian pengembangan modul.


3.4 Instrumen Pengumpulan Data

Hasil penelitian ini diperoleh dari data-data yang telah dikumpulkan, sehingga untuk

mempermudah pengumpulan dan analisis data, maka dalam penelitian ini penulis

menggunakan instrumen penelitian. Adapun instrumen penelitian sebagai berikut:

1. Lembar Validasi

Lembar validasi merupakan sejumlah pernyataan yang dituju kepada ahli untuk

memberikan penilaian, lembar validasi diberikan kepada validator yang terdiri dari dosen

ahli materi, dosen ahli media.

2. Angket

Angket adalah sebuah pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan

tertulis. Angket diberikan kepada peserta didik dengan tujuan untuk mengetahui

pengembangan terhadap modul yang telah dikembangkan.

3.5 Prosedur Penelitian

Analyze Design Develop Implementation

Evaluation
Gambar 3.1 Rancangan Penelitian R&D Model ADDIE

1. Analisis (Analyze)

Tahap analisis merupakan suatu proses needs assessment (analisis kebutuhan),

mengidentifikasi masalah (kebutuhan) dan melakukan analisis tugas (task analyze). Out

put yang dihasilkan berupa karakteristik atau profil calon peserta didik, identifikasi

kebutuhan dan analisis tugas yang rinci didasarkan kebutuhan.


2. Desain (Design)

Tahap ini dikenal dengan istilah membuat rancangan (blue print), fase desain

dilakukan secara sistematis dan spesifik.

3. Pengembangan (Development)

Pengembangan merupakan proses mewujudkan blue print atau desain tadi menjadi

kenyataan. Artinya pada tahap ini segala sesuatu yang dibutuhkan atau yang akan

mendukung proses pembelajaran semuanya harus disiapkan.

4. Implementasi (Implementation)

Implementasi adalah langkah nyata untuk menerapkan sistem pembelajaran yang

sedang kita buat. Pada tahap ini semua yang telah dikembangkan diinstal atau diset

sedemikian rupa sesuai dengan peran atau fungsinya agar bias diimplementasikan.

5. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi adalah proses untuk melihat apakah sistem pembelajaran yang sedang

dibangun berhasil, sesuai dengan harapan awal atau tidak.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.6.1 Observasi

Observasi merupakan pengamatan (pengambilan data) untuk mengetahui bagaimana

pendapat pendidik dan peserta didik terhadap pembelajaran kimia terutama pada materi

asam basa, serta seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran melalui angket yang

diberikan setelah penggunaan modul. Lembar observasi ini untuk mengetahui data setelah

menggunakan modul berdasarkan keterangan (data) yang sesuai dengan pengamatan yang

telah dilakukan oleh peneliti di SMA Negeri 2 Tanah Jawa.


3.6.2 Lembar Angket

Lembar angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk

dijawabnya. Lembar angket ini untuk memperoleh informasi dari responden dan untuk

mengumpulkan data tentang ketepatan komponen modul, ketepatan materi dan kelayakan

dari modul ini.

1) Lembar penilaian dari ahli materi

2) Lembar penilaian dari ahli media

3) Lembar respon dari peserta didik kimia SMAN 2 Tanah Jawa

Angket adalah teknik pengumpulan data dengan menyerahkan atau mengirimkan

daftar pertanyaan untuk diisi oleh responden. Angket validasi materi dan validasi media

bertujuan mengetahui tanggapan dan membantu untuk memperbaiki modul menjadi lebih

baik dan lebih menarik. Angket respon peserta didikdan pendidikdalam penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui tanggapan peserta didik dan pendidik terhadap pembelajaran

yang dilakukan menggunakan modul berbasis inkuiri terbimbing pada sub materi asam

basa. Model angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket skala likert.

Responden diminta untuk membaca setiap pernyataan dengan seksama lalu menjawab

pernyataan tersebut dengan pilihan yang telah disediakan.

3.7 Teknik Analisis Data

Setelah dikumpulkan data, maka tahap selanjutnya adalah tahap analisis data.

Analisis data dalam penelitian ini yaitu:

1. Analisis lembar validasi

Setelah modul diberikan kepada para validator yang terdiri dari ahli media, ahli

materi dan menilai sesuai kewenangan masing-masing menggunakan instrumen yang

sebelumnya telah divalidasi akan tertera pilihan penilaian yakni:


85,01% - 100% = Layak digunakan tanpa revisi
70,01 % - 85% = Layak digunakan dengan revisi kecil
50,01% - 70% = Layak digunakan dengan revisi besar
1% - 50% = Tidak layak digunakan
(Sumber: Arikunto, 2013:89)

Selanjutnya juga akan dihitung ke dalam rumus, dan diinterpretasikan

dengan tabel untuk menarik kesimpulan:


𝑛
Persentase Nilai (%) = 𝑁 x 100%

Keterangan:
n = jumlah yang diperoleh
N = jumlah nilai ideal (nilai tertinggi)
% = tingkat keberhasilan yang dicapai

Adapun untuk mengetahui kelayakan modul yang telah dikembangkan, peneliti

menggunakan skala penilaian validasi sebagai acuan penilaian data yang dihasilkan dari

pakar ahli. Adapun skala penilaian validasi tersebut seperti pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Skala Penilaian Validasi Katagori Skor


Kategori Skor
Layak digunakan tanpa revisi 4
Layak digunakan dengan revisi 3
Layak digunakan dengan revisi besar 2
Tidak layak digunakan 1
(Sumber : Arikunto, 2013:89)

2. Analisis Angket

Untuk menganalisis data angket peserta didik dilakukan langkah-langkah yang sama

seperti analisis data validasi oleh ahli materi dan media. Instrumen yang sebelumnya telah

divalidasi akan tertera pilihan penilaian yakni:

85,01% - 100% = Sangat praktis untuk digunakan


70,01 % - 85% = Praktis untuk digunakan
50,01% - 70 = Tidak praktis untuk digunakan
1% - 50% = Sangat tidak praktis untuk digunakan
(Sumber: Arikunto, 2013:89)

Selanjutnya juga akan dihitung ke dalam rumus, dan diinterpretasikan dengan tabel

untuk menarik kesimpulan.


𝑛
Persentase Nilai (%) = 𝑁 x 100%

Keterangan:

n = Jumlah yang diperoleh


N = Jumlah nilai ideal (nilai tertinggi)
% = Tingkat keberhasilan yang dicapai
Adapun skala persentase penilaian tersebut seperti tabel 3.2

Table 3.2 Skala Penilaian Angket


Kategori Skor
Sangat praktis untuk digunakan 4
Praktis untuk digunakan 3
Tidak praktis untuk digunakan 2
Sangat tidak praktis untuk digunakan 1
(Sumber: Arikunto, 2013)
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Data Tahap Pengembangan Produk

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian dan

pengembangan (research & development) menyatakan bahwa secara umum model

penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data secara umum. Rancangan yang

dilakukan peneliti adalah penelitian menggunakan model ADDIE yang terdiri dari 5 tahap,

yaitu: analysis, design, development, implementation dan evaluation.

1. Tahap Analisis (analysis)

Pada tahap analisis kegiatan yang dilakukan antara lain (1) menganalisis kompetensi

yang harus dikuasai oleh peserta didik, secara riil dalam modul ini diwujudkan dengan

penentuan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Tujuan Pembelajaran, (2)

menganalisis karakteristik peserta didik berkenaan dengan pengetahuan, sikap, dan

keterampilan yang telah dimiliki oleh peserta didik, dan (3) menganalisis materi yang

relevan untuk pencapaian kompetensi yang diinginkan dimiliki oleh para peserta didik.

Hasil analisis pada tahap ini dievaluasi sendiri dan dilanjutkan evaluasi bersama dengan

teman sejawat untuk penyempurnaan hasil analisis.

Tahap analisis, peneliti mencermati yang berkaitan dengan masalah bahan ajar yang

mempengaruhi hasil belajar yang ada di SMA Negeri 2 Tanah Jawa yang berkaitan dengan

bidang kimia, bahan ajar sangat diperlukan oleh peserta didik agar peserta didik mudah

dalam belajar. Berdasarkan hasil observasi awal pada latar belakang yang telah dipaparkan

sebelumnya maka diperoleh hasil bahwa bahan ajar yang ada selama ini masih terbatas

apalagi yang berkaitan dengan modul pembelajaran khususnya pada bidang kimia yang
hanya menggunakan Lembar Kerja Peserta Didik serta buku paket yang tersedia. Dalam

hal ini peneliti mencoba melihat dari sisi modul..

2. Tahap Perancangan (Design)

Tahap perancangan difokuskan pada tiga kegiatan, yaitu pemilihan materi sesuai

dengan karakteristik peserta didik dan tuntutan kompetensi yang ingin dicapai, strategi

pembelajaran, bentuk dan metode asesmen serta evaluasi. Dalam tahap ini dirancang

struktur buku ajar dan kerangka isi buku ajar. Hasil yang diperoleh pada tahap ini

dievaluasi sendiri dan teman sejawat untuk penyempurnaan hasil perancangan. Rancangan

modul dimulai dengan penentuan cover modul yang menarik perhatian utama peserta didik

untuk membaca modul tersebut. Cover modul dirancang dengan ukuran book fold, yang

berisikan judul modul, jenjang kelas, nama perancang serta nama pembimbing yang

membuat modul tersebut layak untuk digunakan. Untuk desain yang lebih menarik

digunakan gambar animasi yang berhubungan dengan kimia yang pewarnaan cover yang

kuat.

Rancangan isi dalam modul juga didesain menarik dengan memasukkan beragam

gambar animasi peserta didik SMA. Pada isi modul juga dirancang dengan ukuran margin

book fold. Pada isi modul didalamnya dimasukkan beberapa praktikum yang dilakukan

sederhana mungkin dengan bahan yang mudah didapatkan dalam kehidupan sehari-hari.

Tujuan dilakukannya praktikum adalah untuk membantu peserta didik belajar secara aktif

dengan petunjuk dari modul yang diarahkan oleh pendidik sehingga peserta didik mampu

belajar dengan sendirinya sesuai konsep. Pada tahap ini dilakukan beberapa kegiatan

seperti pencarian dan pengumpulan data berbagai sumber yang relevan untuk memperkaya

bahan materi.
3. Tahap Pengembangan (Development)

Pada tahap pengembangan dilakukan beberapa kegiatan seperti: pencarian dan

pengumpulan berbagai sumber yang relevan untuk memperkaya bahan materi, pembuatan

gambar ilustrasi, bagan, dan grafik yang dibutuhkan, pengetikan, pengeditan, serta

pengaturan layout modul. Kegiatan berikut dalam tahap pengembangan adalah kegiatan

memvalidasi draft produk pengembangan dan revisi seusai masukan para ahli. Pada tahap

ini hasil pengembangan diterapkan dalam pembelajaran untuk mengetahui kelayakan dan

kepraktisan modul. Penerapan dilakukan pada dua validator yakni ahli media dan ahli

materi yang memvalidasi modul pada tanggal 28 Juni 2018 dengan tempo waktu satu hari.

Validasi ini dilakukan dengan memaparkan 11 pertanyaan yang berkaitan dengan modul.

Hasil dari validasi ini kemudian direvisi oleh peneliti untuk menghasilkan modul

yang lebih baik. Kemudian untuk memperkuat hasil penelitian yang dilakukan pada

tanggal 28 Juni 2018 dengan tempo waktu satu hari, peneliti juga membagikan angket

dalam penelitian yang terdiri dari lima pertanyaan pada penilaian aspek kebahasaan, tiga

pada penilaian aspek penyajian, dan tiga pada penilaian aspek tampilan menyeluruh.

Penelitian ini dibagi tiga kelompok yakni tiga peserta didik pada kelompok rendah, tiga

peserta didik pada kelompok sedang dan tiga peserta didik pada kelompok tinggi.

4. Tahap Implementasi (Implementation)

Pada tahap ini hasil pengembangan diterapkan dalam pembelajaran untuk

mengetahui pengaruhnya terhadap kualitas pembelajaran yang meliputi kemenarikan, dan

efisiensi pembelajaran. Penerapan dilakukan pada kelompok kecil untuk mendapat

masukan dari peserta didik dan dosen sebagai bahan perbaikan draft produk. Pada tahap

implementasi ini dilkakukan pada sekolah yang ditunjuk sebagai tempat penelitian. Peneliti

membagikan modul yang telah direvisi oleh para ahli media dan materi. Peneliti juga

merespon peserta didik tentang materi larutan asam basa yang telah dipelajari. Setelah
pembagian modul peneliti memberikan angket yang akan diisi oleh 9 peserta didik dengan

tujuan dapat melihat hasil pengembangan modul. Setelah dilakukan penyebaran angket,

peneliti melakukan analisis data berdasarkan angket peserta didik. Hal tersebut dilakukan

untuk melihat kepraktisan penggunaan modul yang dikembangkan.

5. Tahap Evaluasi (Evaluation)

Tahap terakhir adalah melakukan evalusi yang meliputi penyempurnaan hasil modul

yang didapatkan dari hasil revisi dari validator untuk melihat kelayakan dari modul.

Evaluasi juga dilihat dari hasil kepraktisan dari angket peserta didik yang diperoleh dengan

beragam perbedaan pendapat tentang hasil modul. Evaluasi dalam model ADDIE telah

dilakukan dari tahap analisis, desain, pengembangan dan implementasi serta pada tahap

evalusi yang membuat hasil modul layak untuk digunakan dan juga praktis untuk

digunakan.

4.1.2 Penyajian Data

Pada tahapan ini modul yang dikembangkan oleh peneliti dinilai rancangannya oleh

para ahli atau pakar, yakni untuk melihat apakah media pembelajaran ini layak atau tidak

untuk digunakan. Para validator selanjutnya adalah Laida S.Pd., M.Pd yang merupakan

ahli bagian materi, dan Riswan, S.Pd., M.Pd yang merupakan ahli bagian media. Validasi

penelitian ini dilakukan pada tanggal 28 juli 2018 oleh ahli bagian media dan ahli bagian

materi dalam pengembangan media yang semuanya merupakan dosen Pendidikan Kimia

Universitas Syah Kuala. Hasil dari validasi media modul telah dinilai oleh para validator.

Validasi merupakan hasil koreksi oleh ahli terhadap suatu produk yang

dikembangkan yaitu modul berbasisi PAIKEM. Modul berbasis PAIKEM tersebut di

validasi oleh 2 orang ahli, yaitu ahli bagian materi yang menilai setiap materi asam bassa

kimia yang terdapat pada modul berbasis PAIKEM dan ahli bagian media yang menilai

tiga aspek yang terdiri dari aspek media, aspek kebahasaan dan aspek isi.
1. Ahli Materi

Validator pertama yaitu Laida, S.Pd., M.Pd sebagai ahli materi yang dilakukan oleh

tim ahli pada tanggal 28 Juni 2018 yang memberi masukan modul yang penulis

kembangkan sudah baik tetapi ada sedikit yang harus direvisi ulang yaitu cover modul

yang harus lebih menarik, konsep dan defenisi yang disajikan kurang sesuai dengan konsep

dan defenisi yang berlaku dalam bidang kimia dan topik yang dibahas kurang dapat di

mengerti dengan jelas.

Sebelum Revisi Sesudah Revisi

Cover pada modul harus menarik Cover pada modul yang telah ditambahkan

Gambar 4.1 Revisi Berdasarkan Saran dari Validator Ahli Materi

Berdasarkan gambar 4.1 saran dari validator ahli materi tentang cover modul yang

harus lebih menarik dapat di revisi dengan warna modul yang lebih kuat dengan tujuan

dapat menarik perhatian peserta didik sebelum membaca isi modul dan gambar pada cover

modul dipilih dengan bahan dasar kimia yang membuat peserta didik mengetahui

bahwasannya modul yang diberikan adalah modul kimia.

2. Ahli Media

Validator kedua yaitu Riswan, S.Pd., M.Pd sebagai ahli media pada tanggal 28 Juni

2018 yang menyarankan, agar warna latar biru diganti dengan warna lain yang lebih terang
tulisan sehingga tulisanya mudah dibaca tidak terkesan gelap, warna latar pada tabel dibuat

selang seling dan hindari kesan modul ini seperti untuk anak-anak, jangan ada kesan bahwa

ini buku cerita.

Sebelum Revisi Sesudah Revisi

Warna latar diganti dengan warna lain yang Sesudah revisi warna
lebih terang

Gambar 4.2 Berdasarkan Saran Validator Ahli Media

Berdasarkan gambar 4.2 saran validator ahli media pada latar warna sebaiknya

digunakan warna yang kuat dengan tujuan agar warna tulisan didalamnya mudah dibaca

oleh peserta didik. Selanjutnya pada validasi ahli materi ada masukan lain untuk di revisi

kembali yaitu sebagai berikut:

Sebelum Revisi Sesudah Revisi

Warna tabel kurang terang. Warna tabel digantimenjadi warna yang leebih
terang

Gambar 4.3 Berdasarkan saran dari ahli materi untuk penggantian warna table
4.1.3 Pengelolaan Data

a) Hasil validasi para ahli terhadap modul

Berdasarkan hasil validasi para ahli terhadap modul (lampiran 1) maka diperoleh

persentase nilai oleh ahli media 91,30 % dengan kriteria layak digunakan tanpa revisi,

sedangkan persentase nilai oleh ahli materi 86,25% dengan kriteria layak digunakan tanpa

revisi. Setelah didapatkan persentase nilai dari kedua ahli maka diperoleh rata-rata skor

total nilai 88,77%.

92
91
90
89
88
87
86
85
84
83
Ahli Media
Ahli Materi

Gambar 4.4 Hasil Validasi Ahli Media dan Ahli Materi


b) Respon peserta didik terhadap modul

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan angket peserta didik terhadap modul

(lampiran 2) didapatkan pada kelompok rendah yang berjumlah 3 orang peserta didik

dengan menjawab 11 item pertanyaan dengan 4 skala jawaban yaitu : 1. Sangat tidak

praktis untuk digunakan, 2. Tidak praktis untuk digunakan, 3. Praktis untuk digunakan, 4.

Sangat praktis untuk digunakan. Pada pertayaan petunjuk penggunaan modul yang

disampaikan dengan jelas 7 peserta didik dari tiga kelompok menjawab skala 4, bahasa

yang digunakan sesuai dengan tingkat kemampuan berfikir peserta didik SMA kelas XI, 6

peserta didik menjawab skala 4, bahasa yang digunakan mendorong rasa ingin tahu 5
peserta didik yang menjawab skala 4, bahasa yang digunakan santun dan tidak mengurangi

nilai-nilai pendidikan 5 menjawab pada skala 4, bahasa yang digunakan mendukung

peserta didik dalam memahami petunjuk modul praktikum 5 peserta didik yang menjawab

skala 4, penyajian materi mendorong peserta didik untuk terlibat aktif dalam

pembelajaran/praktikum 5 peserta didik yang menjawab pada skala 4, penyajian gambar

sampul yang digunakan menarik 9 peserta didik yang menjawab pada skala 4, petunjuk

yang disajikan mendukung kemudahan peserta didik untuk melakukan praktikum 6 peserta

didik yang menjawab skala 4, desain dan gambar sampul memberikan kesan positif

sehingga mampu menarik minat peserta didik dalam belajar materi asam basa 7 peserta

didik yang menjawab pada skala 4, teks dan tulisan pada modul mudah dibaca oleh

pendidik 8 peserta didik yang menjawab pada skala 4, dan cetakan dan penyajian modul

dilakukan dengan rapi 7 peserta didik yang menjawab pada skala 4.

Diperoleh persentase 4 adalah 57,5%, persentase 3 adalah 39,3% , persentase 2

adalah 0% dan persentase 1 adalah 0% dengan total keselurahan adalah 100%. Pada

kelompok sedang yang berjumlah 3 orang peserta didik dengan menjawab 11 item

pertanyaan dengan 4 skala jawaban seperti diatas diperoleh persentase 4 adalah 69,7%,

persentase 3 adalah 30,3%, persentase 2 adalah 0% dan persentase 1 adalah 0% dengan

total keselurahan adalah 100%. Sedangkan pada kelompok tinggi yang berjumlah 3 orang

peserta didik dengan menjawab 11 item pertanyaan dengan 4 skala jawaban diperoleh

persentase 4 adalah 90,9%, persentase 3 adalah 9,0%, persentase 2 adalah 0% dan

persentase 1 adalah 0% dengan total keselurahan adalah 100%

4.1.4 Interprestasi Data

a) Hasil Presentase Revisi Produk Modul

Hasil ini didapatkan dari tahap validasi produk, pada tahap validasi produk terdapat

kritikan dan saran dari para ahli untuk menyempurnakan modul. Hasil validasi yang dapat
diperoleh dari hasil penyajian dan pengolahan data. Berdasarkan nilai rata-rata hasil

validasi tersebut yaitu 88,77 %, hasil tersebut diinterprestasikan ke Tabel 3.1 sehingga

diperoleh data dengan kategori layak digunakan tanpa revisi, maka dapat disimpulkan

bahwa pengembangan modul pada materi assam basa di kelas XI dapat digunakan untuk di

uji coba di SMA Negeri 2 Tanah Jawa.

b) Hasil angket peserta didik terhadap modul

Berdasarkan pengolahan data angket peserta didik bahwa dari sebelas pertanyaan

angket rata-rata peserta didik menjawab pada kelompok rendah adalah 96,97%, rata-rata

peserta didik menjawab pada kelompok sedang adalah 100%, sedangkan rata-rata peserta

didik menjawab pada kelompok tinggi adalah 100%. Rata rata hasil keseluruhan dari

ketiga kelompok adalah 98,99%. Dari hasil tersebut dapat dikonsultasikan ke Tabel 3.2

sehingga diperoleh data dengan kriteria sangat praktis untuk digunakan, sehingga dapat

dikatakan bahwa tanggapan peserta didik SMA Negeri 2 Tanah Jaawa baik sekali dan

tertarik terhadap pengembangan modul berbasis pada materi asam basa kelas XI di SMA

Negeri 2 Tanah Jawa.

100

99

98
Kelompok Rendah
97 Kelompok Sedang
96 Kelompok Tinggi

95
Kelompok
Rendah Kelompok
Sedang Kelompok
Tinggi

Gambar 4.5 Perbandingan Hasil Respon Peserta Didik


4.2 Pembahasan

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan, tujuannya adalah untuk

menghasilkan suatu produk yang dikembangkan dalam penelitian ini berupa

pengembangan modul dalam materi asam basa di kelas XI SMA Negeri 2 Tanah Jawa.

Berdasarkan hasil validasi dari kedua validator tersebut, didapatkan bahwa pengembangan

modul dalam materi asam basa di kelas XI SMA Negeri 2 Tanah Jawa seluruh aspek baik

kelayakan dalam aspek materi dan juga media sudah baik. Berdasarkan dari hasil

presentase rata-rata dari validator pengembangan modul dalam materi assam basa di kelas

XI SMA Negeri 2 Tanah Jawa dari dua aspek diperoleh sebesar 88,77 % dengan kategori

layak digunakan tanpa revisi di SMA Negeri 2 Tanah Jawa. Berdasarkan penjelasan diatas

telah dijelaskan bahwa dengan adanya modul menyadari bahwa penggunaan modul

pembelajaran membuat peserta didik aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran.

Peserta didik terlibat aktif bekerja sama dengan teman satu kelompok untuk

memecahkan masalah, menganalisis data dan membuat kesimpulan. Aktivitas peserta didik

menjadi terarah dan aktivitas yang dilakukan peserta didik selama proses pembelajaran

tidak lagi mencatat ceramah yang diberikan oleh pendidik, tetapi aktif berinteraksi dengan

modul. Oleh karena itu dari hasil presentase dua orang ahli yang telah didapatkan maka

dapat dikategori layak digunakan tanpa revisi di SMA Negeri 2 Tanah Jawa. Dengan

adanya modul dalam materi asam basa di SMA Negeri 2 Tanah Jawa maka peserta didik

lebih mudah mempelajari materi asam basa dengan menghubungkan dalam kehidupan

sehari-hari. Dengan adanya modul tersebut peserta didik terlihat lebih aktif dan termotifasi

dalam melakukan proses kegiatan belajar. Berdasarkan hasil persentase angket peserta

didik (lampiran 2) rata-rata peserta didik menjawab pada kelompok rendah adalah 96,97%,

rata-rata peserta didik menjawab pada kelompok sedang adalah 100%, sedangkan rata-rata

peserta didik menjawab pada kelompok tinggi adalah 100%. Hasil rata-rata dari ketiga
kelompok adalah 98,99%. Hal ini menunjukan bahwa tanggapan peserta didik SMA

Negeri 2 Tanah Jawa sangat baik dan tertarik terhadap modul dalam materi asam basa

dalam proses pembelajaran. Dari hasil uji coba produk dengan alat pengumpul data berupa

angket peserta didik dapat diambil kesimpulan bahwa produk modul dalam materi Asam

basa pada kelas XI sangat praktis dan dapat dikembangkan di SMA Negeri 2 Tanah Jawa

dalam proses pembelajaran kimia. Pembelajaran modul sangat potensial untuk

memunculkan suatu inovasi dengan baharuan, membantu peserta didik mengembangkan

kemampuan berpikir tahap tinggi, berpikir kritis dan berpikir kreatif (critical dan creative

thinking). Berpikir kritis adalah kecakapan sistematis dalam menilai, memecahkan masalah

menarik keputusan, memberi keyakinan, menganalisis asumsi dan pencarian ilmiah.

Berpikir kreatif adalah suatu kegiatan mental untuk meningkatkan kemurnian dan

ketajaman pemahaman dalam pengembangan.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dari Pengembangan Modul

Pembelajaran Kimia SMA Kelas XI pada Materi Konsep dan Reaksi-reaksi dalam Larutan

sam Basa dapat disimpulkan bahwa modul yang dikembangkan menggunakan model

desain ADDIE layak digunakan dan didapatkan persentase yaitu:

1. Persentase dari validator adalah 88,77 %, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

modul yang dikembangkan layak digunakan tanpa revisi di SMA Negeri 2 Tanah

Jawa.

2. Persentase rata-rata angket peserta didik terhadap modul diperoleh sebesar 98,99%

dengan demikian dapat disimpulkan respon dari peserta didik SMA Negeri 2 Tanah

Jawa terhadap pengembangan modul pada materi asam basa sangat praktis untuk

digunakan.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah disimpulkan di atas, dalam upaya

peningkatan mutu pendidikan maka perlu peneliti kemukakan beberapa saran, yaitu

sebagai berikut :

1. Mengingat pengembangan modul pada materi asam basa mendapat respon positif dari

peserta didik, pengembangan media-media lainnya agar dapat diperbanyak terutama

pada mata pelajaran kimia.

2. Diharapkan kepada para peneliti lainnya agar dapat melakukan penelitian lebih lanjut

terhadap pengembangan modul pada pembelajaran lainnya.


DAFTAR PUSTAKA

Dikmenjur. 2004. “Kerangka Penulisan Modul. Jakarta: Dikmenjur, Depdiknas.

Dikmenjur. 2004. “Pedoman Penulisan Modul. Jakarta: Dikmenjur, Depdiknas.

Imanda, R., Ibnu, K., dan Azhar. “Peengembangan Modul Pembelajaran Kimia SMA
Kleas XI pada Materi Konsep dan reaksi-reaksi dalam Larutan Asam Basa. Jurnal
Pendidikan Sains Indonesia. Volume 5, No. 2

Latifa, I., N. 2017. “Pengembangan Modul Kimia Asam Basa Berbasis Learning Cycle 5E
Berwawasan Lingkungan Hidup Untuk SMA/MA Kelas XI. Skripsi. Yogyakarta:
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Nugroho, A. 2015. “Pengembangan Modul Pembelajaran Kimia Berbasis Probloem Based


Learning (PBL) dengan Orientasi Chemo-Entrepreneurship (CEP) pada Materi
Koloid SMA/MA Kelas XI. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga

Rahdiyanta, D. 2019. “Teknik Penyusunan Modul”. Jakarta

Risky, T., M. 2018. “Pengembangan Modul Berbasis PAIKEM pada Materi Koloid di
Kelas XI SMA Negeri 7 Banda Aceh. Skripsi. Banda Aceh: Universitas Islam
Negeri Ar-Raaniry

Setiyadi, M., W., Ismail., dan Hamsu, A., G. 2017. “Pengembangan Modul Pembelajaran
Biologi Berbasis Pendekatan Saintifik untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa”.
Journal of Education Science and Technology. Volume 2 Nomor 2

Tengeh, M., I., Jampel, N. I., dan Ketut, P. 2015. “Pengembangan Buku Ajar Model
Penelitian Pengembangan dengan Model Addie. Seminar Nasional Riset Inovatif.

Ulya, H. 2017. “Pengembangan Modul Kimia Berbasis Probloem Solving pada Materi
Asam Basa Arhenius”. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Wahyuni, H., I., dan Durinta, P. 2017. “Pengembangan Modul Pembelajaran Berbasis
Kurikulum 2013 Kompetensi Dasar Mengemukakan Daftar Urut Kepangkatan
dan Mengemukakan Peraturan Cuti”. Jurnal Pendidikan Ekonomi. Vol. 1, No. 1

Winarni, Rizmahardian, A., K., dan Raudhatul, F. 2018. “Pengembangan Modul


Pembelajaran Kimia Berbasis Multipel Representasi Pada Materi Laju Reaksi di
SMA Panca Bhakti Pontianak. Jurnal Pendidikan. Volume 7, No. 1.

. 2008. “Bahan Ajar Kimia Dasar. Yogyakarta: Universitas Negeri


Yogyakarta.
PERCOBAAN I
SIFAT ASAM BASA

I. Tujuan Percobaan
Untuk mengidentifikasi larutan asam, basa, dan garam dengan menggunakan kertas
lakmus.

II. Teori
Dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti sering menjumpai larutan yang bersifat asam,
basa, maupun garam (netral). Tahukah kamu bagaimana cara menentukan sifat asam dan
basa larutan secara cepat? Yaitu dengan menggunakan indikator asam basa. Indikator
adalah zat-zat yang menunjukkan indikasi berbeda dalam larutan asam, basa, dan garam.
Cara menentukan senyawa bersifat asam, basa, atau netral dapat menggunakan kertas
lakmus. Warna kertas lakmus dalam larutan asam, larutan basa dan larutan bersifat netral
berbeda. Ada dua macam kertas lakmus, yaitu lakmus merah dan lakmus biru. Sifat dari
masing-masing kertas tersebut adalah sebagai berikut:
1. Lakmus merah dalam larutan asam berwarna merah dan dalam larutan basa
berwarna biru
2. Lakmus biru dalam larutan asam berwarna merah dan dalam larutan basa berwarna
biru
3. Lakmus merah maupun biru dalam larutan netral (garam) tidak berubah warna.
Bagian-bagian kertas lakmus dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 1. Larutan basa dan larutan asam


(Sumber: https://pt.slideshare.net)
Asam

Asam menurut Arrhenius


adalah zat yang jika
dilarutkan didalam air akan
a b
menghasilkan ion hidrogen
(H+). Asam memiliki ciri
khas yaitu rasanya yang
masam jika dicicipi namun,
jangan menguji asam kuat
dengan cara mencicipinya,
derajat keasaman lebih kecil
c d
dari 7 (pH < 7)
Gambar 1. a. Semut b. Aki mobil c.Cuka
d. Jeruk merupakan contoh-contoh asam
(Sumber: Google.com)

Basa

Basa menurut Arrhenius


a b
merupakan suatu zat yang jika
dilarutkan dalam air akan
menghasilkan ion hidroksida
(OH-). Basa memiliki ciri khas
yaitu rasanya yang pahit, licin
seperti sabun, nilai pH lebih
c d dari 7 pH >

Gambar 1. a. Deterjen b. Pupuk NPK c. Obat


nyeri d. Sabun merupakan contoh-contoh basa
(Sumber: Google.com)
III. Alat dan Bahan
1. Alat
Gelas kimia 2 mL 1 buah
Pelat tetes 1 buah
Pipet tetes 2 buah
Kertas lakmus merah
Kertas lakmus biru
2. Bahan
Larutan cuka dapur
Air sabun
Air kapur
Air sumur
Garam
Air jeruk

IV. Prosedur kerja


1. Letakkan potongan kecil kertas lakmus merah pada salah satu lekukan pelat tetes
dan kertas lakmus biru pada lekukan yang lain. Kemudian, teteskan air kapur pada
kedua kertas lakmus tersebut dengan menggunakan pipet tetes. Amati yang terjadi.
2. Ulangi langkah di atas, menggunakan larutan lain yang sudah disediakan. Amati
yang terjadi
3. Catat hasil pengamatan dalam tabel dan klasifikasikan bahan-bahan tersebut
berdasarkan sifatnya
4. Buatlah kesimpulan dari hasil kegiatan dan susunlah laporannya seperti tabel
dibawah ini.
V. Tabel hasil pengamatan
No Bahan – bahan Asam Basa
1. Larutan cuka

2. Larutan garam dapur

3. Larutan gula

4. Larutan sabun

5. Larutan kapur

6. Air jeruk

7. Air aki

8. Air sumur

9. Air teh

VI. Tugas

1. Apa yang terjadi pada kertas lakmus


jika ditetesi dengan larutan asam,
basa ataupun larutan netral?
2. Mengapa larutan netral tidak dapat
menunjukkan perubahan warna pada
kertas lakmus?
PERCOBAAN II
INDIKATOR ASAM BASA

I. Tujuan Percobaan
Mengidentifikasi larutan asam, basa, dan garam Gambar 2.1 a. Kunyit b.
dengan menggunakan indikator alami Bunga kembang sepatu c.
Kubis ungu
II. Teori (Sumber: Google.com)
Dalam mengetahui apakah larutan tersebut
merupakan larutan asam, basa, dan netral tidak a
hanya menggunakan kertas lakmus tetapi ada cara
lain untuk mengetahuinya yaitu dengan
menggunakan indikator alami yang bisa dilakukan
sendiri di rumah. Berbagai bunga yang berwarna
atautumbuhan seperti daun, mahkota bunga, kunyit,
b
kulitmanggis, dan kubis ungu yang dapat digunakan
sebagai indikator asam basa. Ekstrak atau sari dari
bahan-bahan ini dapat menunjukkan warna yang
berbeda dalam larutan asam basa.

 Sebagai contoh, ambillah kulit manggis,


c
tumbuklah sampai halus dan campur dengan sedikit
air.Warna kulit manggis adalah ungu (dalam
keadaan netral). Jika ekstrak kulit manggis dibagi
Gambar 1.2 a. cuka b.
duamasing-masing diteteskan larutan asam dan
jeruk c. semut
basa,maka dalam larutan asam terjadi
merupakan contoh-
perubahanwarna dari ungu menjadi contoh asam
cokelatkemerahan. Larutan basa yang diteteskan
akan mengubah warna dari ungu menjadi biru
kehitaman. Untuk lebih memahami bagaimana
caranya menentukan sifat larutan asam, basa dan
garam dengan indikator alami, lakukan percobaan
berikut ini.
Gambar 2.2 Manggis
(Sumber:
http://wikipedia.org)
III. Alat dan bahan
1. Alat
Lumpang dan alu 1 buah
Corong 1 buah
Tabung reaksi 4 buah
Pipet tetes 2 buah
Pelat tetes 1 buah

2. Bahan
Bunga berwarna atau bahan alam
Air kapur
Air suling
Larutan NaOH
Larutan HCI
Larutan garam dapur (NaCI)
Larutan cuka

IV. Prosedur kerja


1. Tumbuklah bunga kembang sepatu (warna merah) sampai halus, kemudian
tambahkan beberapa tetes air. Kemudian ambil ekstraknya.
2. Ekstrak bunga kembang sepatu tersebut masukkan ke dalam dua lekukan pada pelat
tetes. kemudian teteskan air kapur pada lekukan pertama dan larutan cuka pada
lekukan kedua. Amati yang terjadi.
3. Lakukan langkah (1) dan (2) dengan menggunakan bahan lain yang disediakan
(kunyit, kubis ungu, kulit manggis).
4. Catat perubahan warna indikator alami tersebut ke dalam tabel.
5. Buatlah kesimpulan dari hasil kegiatan, kemudian diskusikan dengan teman satu
kelompok.
V. Tabel hasil pengamatan
No Indikator alami Perubahan Warna Indikator
Bunga kembang
1.
sepatu
2. Kunyit

3. Kubis ungu

VI. Tugas:

1. Perubahan warna apa yang terjadi pada


ekstrak yang ditetesi dengan larutan asam,
basa, atau larutan netral?
2. Mengapa larutan yang netral tidak dapat
menunjukkan perubahan warna pada
ekstrak?
PERCOBAAN III
PENENTUAN KADAR
CUKA MAKAN

I. Tujuan Percobaan
Menentukan kadar berbagai asam cuka yang beredr dipasaran secara titrasi asam basa
dengan indikator PP (rhoeo discolor).

II. Teori
Titrasi adalah penentuan konsentrasi suatu larutan. Misalnya larutan A berdasarkan
reaksinya dengan larutan lain yang telah diketahui konsentrasinya misalnya larutan B.
Untuk mengetahui banyaknya volum larutan B yang tepat dapat bereaksi dengan larutan A
yang disebut titik ekivalen, maka digunakan indikator tertentu untuk menandai titik akhir
titrasi ketika larutan berubah warna menjadi pink atau sebaliknya. Dengan menggunakan
titrasi dapat ditentukan konsentrasi dalam larutan analit yang dicari. Biasanya kesalahan
titrasi adalah selisih antara titik ekivalen dengan titik akhir titrasi.
Titrasi yang melibatkan reaksi antara asam dengan basa dikenal dengan istilah titrasi
asam basa atau asidi alkalimetri yaitu penentuan konsentrasi / kadar suatu larutan asam
dengan standar yang digunakan basa. Adanya asam dan basa yang bersifat kuat dan lemah
menyebabkan garam yang dihasilkan dari reaksi netralisasitidak selalu bersifat netral (pH =
7), tetapi tergantung pada sifat asal dari asam dan basa yang membentuk garam. Hanya
garam yang berasal dari asam dan basa kuat yang dapat menghasilkan garam yang bersifat
netral.
Indikator alami dapat dibuat dari bagian tanaman yang berwarna, misalnya kelopak
bunga sepatu, daun kubis ungu, daun bayam merah, Rhoeo discolor (nanas), dan kunyit.
Sebenarnya hampir semua tumbuhan berwarna dapat dipakai sebagai indikator hanya saja
perubahan warnanya terkadang tidak jelas. Oleh karena itu pada percobaan ini hanya akan
menggunakan indikator daun rhoeo discolor (nanas) yang memberikan warna pink dan
hijau kekuningan.
III. Alat dan Bahan
1. Alat
Buret 1 buah
Statif & klem 1 buah
Pipet tetes 1 buah
Gelas kimia 1 buah
Labu takar 1 buah
Corong gelas 1 buah
Labu erlenmyer 1 buah
Pipet volum 1 buah
2. Bahan
Asam cuka beberapa merk
Larutan NaOH 0,100 M
Indikator PP
Rhoeo discolor
IV. Prosedur Kerja
a. Pembuatan indikator daun rhoeo discolor
1. Mencuci daun rhoeo discolor dari kotoran. Kemudian irislah kecil-kecil dengan
pisau lalu, timbanglah hingga 10 gram
2. Masukkan dalam botol gelas dan menuangkan 100 mL alkohol 70% ke
dalamnya. Tutup botol rapat-rapat
3. Biarkan beberapa saat agar terjadi pelarutan warna pada daun tersebut. Saring
dan mendapatkan filtratnya. Filtrat siap digunakan sebagai indikator
b. Titrasi berbagai asam cuka yang beredar dipasaran dengan tirtrasi NaOH
1. Ambillah 5 mL salah satu merek larutan asam cuka dengan menggunakan pipet
volumetri
2. Masukkan kedalam labu erlenmeyer 50 mL dan tambahkan 5 tetes indikator
rhoeo discolor.
3. Titrasi larutan ini dengan larutan NaOH 0,100 M. Hentikan titrasi apabila
larutan sudah berubah warna menjadi hijau kekuningan.
4. Lakukan titrasi sebanyak 3 kali sampai didapatkan 2 hasil yang elatif tetap
(sama)
5. Ulangi percobaan 1- 4 dengan menggunakan asam cuka dengan merek lainnya
6. Ulangi percobaan 1-4, tetapi menggunakan indikator pp untuk salah satu merek
asam cuka saja (hanya untuk mengecek keakuratan indikator rhoeo discolor.

V. Tabel hasil pengamatan


No Merek asam VNaOH
cuka Perc 1 Perc 2 Perc 3

1.

2.

3.

VI. Tugas:

1. Buatlah kurva titrasi dengan


titrasi NaOH?
2. Jelaskan mengapa larutan cuka
bersifat asam?
PERCOBAAN IV
SISTEM KOLOID

I. Tujuan Percobaan
Untuk mengamati dan membedakan asam basa dari tampilan fisik serta beberapa
sifatnya secara umum.

II. Teori
Asam basa adalah sistem dispersi dengan ukuran partikel yang lebih besar daripada
larutan, tetapi lebih kecil daripada suspensi. Umumnya asam basa mempunyai ukuran
parikel antara 1nm sampai 100 nm. Lihatlah lingkungan di sekitarmu. Ada awan, asap,
sabun, santan, mutiara dan dll. Dimana zat tersebut merupakan contoh sistem asam basa
dalam kehidupan sehari-hari. Sistem dispersi berdasarkan ukuran partikelnya, sistem
dispersi dibedakan menjadi 3 yaitu:
1) Suspensi
Adalah sistem dispersi di mana
partikel yang ukuraannya relatif besar
tersebar merata di dalam medium
pendispersinya. Contohnya endapan
hasilreaksi, pasir yang dicampur air atau Gambar 4.1 Air kopi
kopiyang ditambahkan air. (Sumber: https://bolasport.com)

2) Larutan
Larutan adalah sistem dispersi yang larutan partikel-
partikelnya sangat kecil sehingga tidak dapat
dibedakan (diamati) antara partikel pendispersinya
dengan partikel terdispersi, walaupun menggunakan
mikroskop dengan tingkat pembesaran yang tinggi.
Contohnya air yang ditambahkan garam dapur atau
Gambar 4.2 Air sirup
(Sumber: https://cookpad.com) air yang ditambahkan sirup.
3) Asam basa
Dispersi asam basa atau sistem asam basa adalah sistem dispersi dengan ukuran
partikel yang lebih besar dari larutan, tetapi lebih kecil dari suspensi. Contohnya
santan, susu, dan lem.

Gambar 4.3 Susu cair


(Sumber:https://wikipedia org)
Amati gambar dibawah ini:

Gambar 4.4 berbagai contoh dalam kehidupan sehari- hari


(Sumber: Google.com)

III. Alat dan bahan


1. Alat
Gelas kimia 100 cm3 4 buah
Lampu senter 1 buah
Corong 1 buah
Erlenmeyer 1 buah
Kertas saring secukupnya
2. Bahan
Gula pasir 250 gram
Susu bubuk 250 gram
Pasir 250 gram
IV. Prosedur Kerja
1. Sediakan 3 gelas kimia dan isilah dengan air kira-kira setengahnya
2. Larutkan satu spatula gula pasir ke dalam gelas kimia 1, satu spatula susu bubuk ke
dalam gelas kimia 2, dan satu spatula pasir ke dalam gelas kimia 3
3. Sorotlah setiap larutan dengan senter. Amati jalannya sinar pada setiap larutan.
Catat hasil pengamatannya
4. Saringlah ketiga larutan dengan larutan dengan kertas saring dan tampung hasil
saringannya di dalam erlenmeyer. Amati apakah ada residu yang tertinggal pada
kertas saring dan filtrat hasil saringan dalam Erlenmeyer..
V. Hasil pengamatan
Kestabilan
Sebelum disaring Sesudah Penyaringan (mudah
(kekeruhan, disaring (ada tidaknya mengendap
Sistem dispersi
kestabilan, (kekeruhan dan residu, kondisi atau tidak)
jalannya sinar jalannya sinar) filtrat)

Larutan
(air + gula pasir)

Asam basa
(air + susu bubuk

Suspensi
(air + pasir)

VI. Tugas
1. Sebutkan contoh-contoh sistem koloid yang ada
dikehidupan sehari-hari selain yang telah disebutkan?
2. Sistem dispersi apakah pasir yang ditambahkan air?
3. Jelaskan mengapa pada siang hari langit berwarna biru?
DAFTAR PUSTAKA

Sudarmo Unggul. 2013. KIMIA untuk SMA/MA Kelas XI Kelompok Peminatan


Mmatematika dan Ilmu Alam. Jakarta: Erlangga.

Retno Ajeng. 2014. Laporan Praktikum Kimia Analitik Kadar Cuka Makan. Laporan
Praktikum. Universitas Surya.
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai