Anda di halaman 1dari 12

PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN DI MAGRIB

Orang-orang Arab menyebarkan Alquran al-karim yang


merupakan unsur pembangun agama Islam dan undang-undang
politiknya. Mereka membangun ekspansinya dengan memberikan
kebudayaan bagi wilayah yang ditaklukkan. Sementara itu, bahasa
yang digunakan oleh Alquran adalah bahasa Arab yang sebelumnya
tidak berkembang di kalangan bangsa Barbar. Bersama dengan itu
pula, para tentara yang melakukan ekspansi membawa para
orator, penyair dan guru-guru bersama mereka. Kemudian
dibangunlah universitas al-Ansar di Qairawan pertama pada tahun
31 H, dan diletakkanlah dasar-dasar pelajarannya. Universitas ini
merupakan institusi pendidikan Arab pertama di wilayah Magrib.
Selain itu, para penguasa dan pemimpin pasukan ekspansi juga
membawa bersama mereka para pujangga untuk menulis surat
resmi dan untuk mengajar anak-anak mereka, anak-anak
berkebangsaan Arab dan putra-putra bangsa Barbar. Dengan
begitu, Islam menyebar dan Arabisme mengokoh. Keadaan
pengajaran di wilayah Magrib pada tahun 27 H hingga 51 H
bersandar pada kuttab khaimiy dan pengajaran di masjid Ansar,
pendidikan khusus dilaksankan di Kuttab dan di rumah-rumah para
pembesar dan penguasa.
Pada tahun 51 H sendiri, Uqbah bin Nafi’ membangun
Qairawan Afrika yang disebut dengan al-ma’askar al-imamiy ar-
raisi. Di dalamnya dibangun aula besar. Ia menjadikan aula tersebut
sebagai barak, sekolah dan juga sebagai aula. Fungsi aula ini lebih
besar sebagai barak dan sekolah ketimbang sebagai aula
pertemuan. Pondokan ini terus konsisten dengan fungsinya
memberi pendidikan sebagai pusat utama di wilayah Magrib dan

1
Andalusia. Sedangkan sejak tahun 51 H hingga 555 H, pusat
aktifitas pengajaran resmi berpindah ke aula Zaitunah di ibukota
Tunis.
Pembangunan-pembangunan tersebut diikuti dengan
pembangunan mesjid yang juga berfungsi sebagai sekolah di
berbagai tempat di wilayah Magrib, sementara itu Musa bin Nusair
membangun aula tilmisan di perbatasan antara Magrib Tengah
dengan Magrib bagi luar yang menyaingi aula Qairawan.
Pada tahun sekitar tahun 187 H, berakhirlah masa pertama
masa permulaan sistimatisasi pengajaran yang kemudian
dilanjutkan dengan masa kedua yang mempunyai tiga karakteristik
yakni:
Karakteristik pertama adalah kemunculan mesjid-mesjid
bangsa Barbar di jantung wilayah Barbar yang bertujuab untuk
melatih bangsa Barbar menggunakan bahasa Arab dan
mengajarkan agama Islam yang pada awalnya bahasa
pengantarnya adalah bahasa Barbar yang kemudian meningkat
menjadi bahasa Arab.
Karakteristik kedua adalahh pengiriman ekspedisi ilmiyah
yang dikirimkan oleh dinasi umayyah untuk mengajar bangsa
Barbar tentang bahasa Arab dan agama Islam.
Karakteristik ketiga adalah kemunculan mesjid-mesjid
khusus yang memang dibangun agar berfungsi sebagai sekolah-
sekolah dimana para murid mendapatkan pelajaran dengan niat
beribadah kepada Allah swt. jumlah mesjid-mesjid yang
dikhususkan sebagai sekolah tersebut cukup banyak terdapat di
setiap tempat di wilayah Magrib. Mesjid-mesjid tersebutlah yang
berpengaruh besar dalam menyebarkan kebudayaan Arab dan

2
ajaran Islam di seluruh lapisan suku, di gunung-gunung maupun di
lembah di pusat-pusat wilayah Barbar dan Magrib. Salah satu
mesjid yang paling terkenal dari sekian banyak mesjid adalah
mesjid yang terdapat di Qairawan yang disebut dengan mesjid al-
Hubuli, mesjid Abu Masirah dan Mesjid Muhammad bin Khairun al-
Andalusi.
Dari tahun 132 H, yakni setelah hancurnya daulat bani
Umayyah di Masyriq dan muncul daulat Bani Abbasiyah, para
pembesar di Qairawan merasakan bahwasanya mereka menikmati
kebebasan disebabkan bertambah jauhnya jarak pusat
pemerintahan dari Magrib, yakni dari Damasqus berpindah ke
Bagdad, dan juga disebabkan oleh kesibukan Bani Abbasiyah dalam
peperangan dan pemberontakan, juga disebabkan banyak tokoh-
tokoh pemerintahan yang pindah ke Qairawan baik itu dari Bani
Hasyim dan Umayyah. Karena itulah para pembesar di Magrib
menerima peletakan dasar-dasar institusi pendidikan dan membawa
tokoh-tokoh terkenal dalam bidang bahasa Arab, ilmu tata bahasa,
sastra dan fikih dari wilayah Masyriq.
Fenomena ini terlihat di berbagai wilayah Magrib dan
Andalusia, usaha tersebut bertujuan untuk mengembangkan
perlengkapan keilmuan yang otonom, dan sedikit demi sedikit
Qairawan menjadi pusat ilmu di wilayah Magrib dan aula Uqbah
menjadi universitas yang besar.
Kemudian berkembanglah mesjid-mesjid baru di Qairawan,
sebagiannya merupakan mesjid golongan Khawarij as-Sufriyah dan
sebagainya, sebagian lain merupakan mesjid kelompok Syi’ah
Ibadiyah yang berfungsi sebagai penyebaran propaganda dan

3
pengajaran dasar-dasar mazhab. Setelah itu berdirilah majelis
perdebatan antar mazhab yang berbeda.
seorang tokoh bernama al-Wali Hartsamah bin A’yan
mengetahui bahwa kebebasan berfikir tersebut telah mengurangi
dinamika politik, karena itu ia membangun ribat (semacam ruangan
yang meiliki berbagai fungsi) di Tarbales dan Mustir, akan tetapi
bersama dengan itu, ketika ia mendirikan ribat tersebut, pengajaran
di Afrika telah bersifat otonom baik para tokoh-tokoh ilmu tata
bahasanya, sastrawan, para penulis, pujangga dan ahli-hali fikih
sesuai dengan perbedaan mazhab yang mreka anut. Bahkan para
ahli kaligarafi dan struktur bahasa pemerintahannyapun telah
berbeda. Selanjutnya, dikarenakan pengaruh pendirian ribat
tersebut pada tahun 181, terjadi perubahan lain dalam dunia
pengajaran. Ribat sendiri merupakan barak yang terdiri dari
beberapa ruangdan puluhan kamar yang terpisah, bebarapa
ruangan yang dinding sampingnya tinggi, dan terakhir menara bulat
yang digunakan untuk adzan dan fungsi khususnya untuk
memantau pantai dari serangan lain. Ribat ini juga berfungsi
sebagai rumah sakit bagi orang-orang sakit yang diobati oleh
penghuni ribat dengan gratis. Ribat ini juga berfungsi sebagai
tempat persinggahan bagi musafir dalam perjalanan.
Ribat juga berfungsi sebagai sekolah yang didalamnya
tinggal beberapa murabit yang mencari ilmu. Ribat (dalam
fungsinya sebagai sekolah) merupakan tempat atau pusat aktifitas
pengandaan buku-buku dan pengumpulan hadis dan buku-buku
fikih. Para penulis menulis buku mereka dengan tulisan tangan di
ribat tersebut sebagai salinan utama yang menjadi standar
penulisan penggandaan buku tersebut. Para murabit ini bertugas

4
untuk menggandakan, membagi atau menyebarkan buku salinan
tersebut dengan tujuan ilmu. Di dalam setiap ribat terdapat sebuah
perpustakaan yang terpisah di dalamnyalah diadakan penulisan
kitab induk (menggunakan tulisan tangan) utama dan buku-buku
yang ditulis tentang nya. Hal ini kemudian mendorong pertumbuhan
jumlah buku-buku yang ditulis pad abad kedua dan ketiga dan itu
terdapat di Magrib.
Di dalam ribat diajarkan ilmu tafsir Alquran al-karim, hadis,
kitab-kitab fikih, syair-syair didaktis yang disebut dengan raqaiq,
untuk tujuan ini di dalam ribat tersebut diadakan majelis khusus
pada hari sabtu dan kamis setiap minggu.
Salah satu dari sekolah ribat yang paling terkenal adalah
ribat mustir Sahnun bin Sa’id at-Tanaukhi, di dalamnya diajarkan
kitab-kitab fikih pada bulan Ramadhan setiap tahunnya; ribat
Ahmad bin Jazzar al-Qairuni yang di dalamnya diajarkan ilmu
kedokteran, juga menjadi tempat perobatan pada bulan-bulan
tertentu setiap tahunnya.
Pada waktu tersebut yakni pada saat dibangunnya ribat
pertama yakni pada akhir abad kedua Hijrah, muncul fenomena lain
dalam bidang pengajaran, yakni adanya perjalanan (rihalah) yang
bertujuan untuk mencari ilmu, dari satu sisi, dari Andalusia dan
Magrib ke Qairawan, di sisi lain dari Qairawan ke Fustat, Madinah,
Damasqus dan Bagdad.
Para pencari ilmu apabila ia telah menyelesaikan tingkatan-
tingkatan pelajaran di Qairawan, maka akan semakin kuat
keinginannya untuk melakukan perjalanan ilmiah ke Masyriq
dengan niat berhaji dalam agama maupun dalam ilmu. Para pencari
ilmu berpindah dari satu kota ke kota lain, tidak terbur-buru, dan

5
setiap kali ia mendengar bahwa terdapat seorang guru yang
terkenal, maka ia akan mengunjunginya dan akan mendengarkan
pengajarannya, atau ia menyalin sebagian dari buku-bukunya
setelah ia mendapat riwayat dan dirayah. Dengan begitu, halaqah-
halaqah menjadi rangakaian riwayat perjalanan ilmiah sanga
pencari ilmu.
Sedangkang pean daulah Arabiyah yang otonomo dimulai
dari pertengahan abad ke 2 H. Di Andalusia didirikan pemerintahan
bani Umayyah yang baru. Pemerintahan ini kemudian
menghidupkan dunia kelimuan di Tualitulah dan Qordoba. Dengan
begitu, jadilah institusi pendidikan di Tulaitulah isntitusi pendidikan
terbesar yang di dalamnya belajar siswa-siswa muslim maupun non-
muslim yang mempelajari ilmu-ilmu arab. Pada kurun masa
pertama pemrintahan daulah Umayyah di Andalusia, diadakan
aktifitas penerjemahan bahasa-bahasa kuno ke bahasa Arab,
kemudian dari bahasa Arab ke bahasa Latin. Hal tersebutlah yang
menjadi faktor utama kemunculan perkembangan pengetahuan,
sastra dan ilmu pengetahuan di Eropa. Aula Qordoba termasuk
perpustakaan dan institusi pendidikannya berhasil menyaingi aula
Qairawan, Fustat, Damasqus, Bagdad dan beberapa aula di pusat-
pusat wilayah Islam.
Pada waktu tersebut juga, kaum Adarisah mendirikan daulat
yang otonom di Magrib bagian luar. Mereka menjadikan Fas sebagai
ibu kota. Mereka juga mendirikan aula yang disebut dengan bintu
Fatimah di Qairawan dengan kembalinya orang-orang Qairawan dari
sungai Fas.
Aula Qairawan ini menjadi uiversitas yang mengajarkan ilmu
kedokteran, berhitung, falak, ilmu ukuran jarak, di universitas ini

6
juga disalin kitab-kitab fikih bermazhab Maliki oleh Isma’il bin
Darras. Dengan begitu universitas inipun melepaskan diri terpisah
dari aula qairawan.
Pada waktu itu juga, kaum Rustamiyun mendirikan daulat
Ibadiyah Barbariyah di kota Tahirat. Kota Tahirat sendiri merupakan
kota terbesar hingga tergabung ke dalamnya Tarbalistan. Aulat
Tahirat merupakan sekolah bermazhab Ibadiyah yang terkenal luas
di wilayah Islam. Sekolah ini memainkan peran utama dalam
mengembangkan fikih Mazhab Ibadiyah, baik itu dengan usaha
penerbitan buku-buku berbahasa Barabar seperti kitab
Mudawwanah karya Ibnu Ganim, atau penerbitan buku-buku
berbahasa Arab yang dita’liq dengan bahasa Arab seperti kitab
Bahru ad-Dumu’. Di universitas ini juga diterbitkan kamus-kamus
bahasa Barbab-Arab dan sebaliknya, juga buku-buku tabaqat al-
Ibadaiyah dan sebagainya. Sementara itu, pusat ilmu bermazhab
Maliki pada masa ini adalah al-Jazair, kemudian Tubnah, Hirran,
Bunah, Tilmisan dan lain sebagainya.
Pada waktu ini juga, Ibrahim bin al-Aglab mendirikan daulah
al-Aglabiyah di Qairawan dan Afrika. Aula Qairawan pun menjadi
pusat ilmu di wilayah Magrib, Andalusia, Sicilia, Surdaniyah, Matalah
dan Qausurah.
Kita dapat membatasi fenomena besar dalam dunia
keilmuan pada masa ini sebagai berikut:
1. Berdirinya Daulat keilnuan di aula Qairawan yang mempunyai
dua cabang yakni satu cabang untuk laki-laki dan yang lain
untuk perempuan.
2. Munculnya keiinganan terhadap ilmu, Anadalusia, Magrib, al-
Jaza’ir, Tarbalistan, Burqah dan Secilia berpaling kepada aula

7
Qairawan, tidak ada ekspedisi ilmiah yang terjadi sebanyak
demikian sebelumnya.
3. Otonomnya pengajaran dengan menggunakan buku-buku
berbahasa Afrika tanpa menggunakan buku-buku berbahasa
Arab. Para siswa mempelajari buku tafisr Muhammad bin as-
Salam al-Qairaniy, buku Mudawwanah Ibnu Sahnun, buku
pengobatan Ibnu Jazzar al-Qairani dan lain sebagainya.
4. Kemunculan buku-buku pendidikan yang berdiri sendiri,
setelah sebelumnya buku-buku pendidikan/pengajaran hanya
merupakan bagian bab dari kitab-kitab fikih. Kemudian oleh
kitab yang ditulis Ibnu Sahnun yakni Adab al-Muallimin, buku-
buku pendidikanpun terpisah dan berdiri sendiri.
5. Otonomnya Afrika dengan ilmu fikihnya seperti al-
Mudawwanah karya Ibnu Sahnun, ilmu Sejarah, Georgrapi,
kedokteran seperti karya Ibnu Jazzar.
6. Munculnya pendidikan tinggi di berbagai wilayah seperti aula
Belrome di Secilia, atau Aula Matalah, dan berbagai ribat.-
riba.
7. Pengembangan institusi pendidikan untuk pengajaran ilmu
kedokteran, berhitung, matematika, tata bahasa, falak..
kemunculan aktifitas penerjemahan bahasa Barbar, Yunani,
Latin dan Arab di sekolah-sekolah, juga aktifitas penyalinan
kitab-kitab induk berbahasa Arab ke bahasa Latin yang
menjadi bahasa ilmu pengetahuan pada masa tersebut di
Eropa. Pendirian universitas oleh orang-ornag Arab di Secilia
di kota Selron, yang para pengajarnya dan buku-buku yang
dipakai adalah orang-orang Arab dan buku-buku berbahasa
Arab.

8
8. Pemisahan ilmu dan otonimasisi dari bidang ilmu lainnya.
Ibnu Jazzar memisahkan ilmu farmasi dari ilmu kedokteran,
sedangkan Ibnu Sahnun memisahkan ilmu hasbah
(semamcam ilmu berhitung) dari ilmu fikih.
9. Semain siginifikannya peran buku-buku di rabitah, aula,
mesjid yang menghasilkan perustakaan-perpustakaan besar
di Qairawan.
10. Semakin memadainya peralatan keilmuan seperti
pendirinan riqaq di Qairawan dan berpindahnya pabrik alat
tulis dan tinta dari Bagdad, Manbakh, Fustat.
Kemudian muncullah golongan al-Fatimiyyun pada tahun 296
H yang kemudian menyebarkan propaganda-propaganda mereka di
Magrib sebelum mereka meletakkan dasar-dasar kedaulatan Daulah
Fatimiyah. Merekapun berhasil mengalahkan kelompok al-Agalibah
di Tunis, kelompok ar-Rustamiyah di al-Jazair dan kelompok al-
Adarisah di Magrib bagian luar. Kebanyakan dari tokoh-tokoh Bani
Fatimiyah yang menaklukkan sekolah-sekolah menetapkan
peraturan baru dan mengangkat orang-orangnya sebagai kepala
tertinggi di dalam institusi pendidikan tersebut. Gerakan ini juga
diikuti oleh aktifitas kelompok mazhab al-Malikiyah yang
memperbanyak halaqah-halaqah di berbagao aula dan rabitah.
Gerakan kelompok Barbar juga semakin meningkat dalam
menghidupkan aula-aula bermazhab Ibadiyah di pegunungan dan
lembah-lembah, seiring dengan melemahnya usaha masyarakat
Secilia dalam menyebarkan mazhab al-Hanafiyah.
Dengan berpindahnya kaum al-Fatimiyyah ke Mesir, maka
pada umumnya berakhirlah daulat yang berunsur Arab di Magrib.

9
Posisinya kemudian digantikan oleh daulat-daulat bangsa Barbar
Arab, seperti daulat al-Murabitun.
Perkembangan perjalanan institusi pendidikan pada masa
daulah Murabitun dapat diuraikan kepada bebrapa tahap yakni:
pengajaran Rabitah yakni pengajaran dasar seperti dasar-dasar
ajaran Islam, menyoal penghapalan Alquran dan penafsirannya,
maka kebutuhan dasar lah yang diajarkan yakni ilmu bahasa Arab.
Karena itu tafsir yang muncul adalah penafsiran yang mengikuti
kaidah bahasa bukan tafsir yang menguraikan makna. Hal inilah
yang menjadikan daulah Murabitun menjadi penganut aliran al-
Mujassamah dan al-Musyabbahah. Dari dasar-dasar ajaran Islam,
juga diajarkan akidah pragmatis lebih banyak ketimbang akidah
dalam tataran konsep, di dalamnya tidak didapatkan ajaran-ajaran
al-Mu’tazilah, tidak juga paham-paham aliran syi’ah. Sementara
pelajaran fikih merupakan pelajaran yang cukup mudah.
Jadi secara ringkas dapat dikatakan bahwa pengajaran pada
masa daulah al-Murabitun berdiri untuk menyiarkan propaganda
dan penyebaran ajaran-ajaran dasar agama Islam dan akidahnya.
Sedangkah pada tahapan kedua pada masa daulah al-
murabitun dapat diuraikan bahwa di Magrib terdapat uiversitas di
Qairawan. Kemunduran universitas tersebut, mendorong daulah al-
murabitun untuk mendirikan universitas yang baru di Marakis.
Yusuf bin Tasyifin, pada waktu menduduki kekhalifahan,
mengumpuljan para ulama dan sastrawan Andalusia, kemudian
memindahkan mereka serta bangunan univrsitas Qairawan ke
ibukota pemerintahannya di Marakis.
Sementara itu, ilmu sastar dan ilmu-ilmu keIslaman dianggap
tidak cukup untuk memenuhi perkembangan dan urusan

10
keperintahan daulah ini, karena itu harus diajarkan juga imu
matematika, ilmu alam dan sebagainya. Karena itulah Andalusia
terkenal dengan perkembangan ilmu-ilmu ini dibandingkan dengan
Magrib yang tidak mengjarkan ilmu tersebut. Hal ini juga
mengharuskan adanya universitas yang akan mengeluarkan ahli-
ahli kesehatan dan farmasi, ahli matematika, guru pengajar, untuk
kepentingan itu, Yusuf bin Tasyifin mendirikan universitas al-
Yusufiyah pada tahun 514 di Marakis. Universitas baru ini kemudian
berkembang di samping universitas lainnya seperti Universitas
Qairawan al-Idrisiyah di Fas dan univrsitas Sabtah di Andalusia.
Kurikulum pendidikan universitas al-Yusufiyah dapat
dikelompokkan kepada tiga dasar yakni:
1. ilmu-ilmu agama.
a. utamanya adalah ilmu tafsir.
b. kemudian hadis
kitab yang digunakan adalah kitab al-Muwatta karya
Imam Malik bin Anas, sedangkan kitab syarah yang dipakai
yang paling terkenal adalah kitab syarh Abu Marwan al-
Buwaini, kitab at-Tamhid karena dalam pelajaran hadis juga
terdapat kata-kata yang sulit diartikan serta sanad-sanad
dan kitab al-Istidzkar karya Ibnu Abdul Barr an-Nasri.
Kitab kedua yang menjadi landasan pelajaran dalam
ilmu hadis adalah kitab Sahih Muslim, beserta syarahnya
kitab syarh karya al-Marizi yang dikenal dengna al-
Mu’allim, juga syarh al-Qadi Iyad yang merupakan guru di
universitas pada abad ke6.
c. Kemudian ilmu fikih dan usul fikih

11
Para ahli fikih mendapat tempat penting pada masa
ini, mereka menjadi panutan masyarakat. Salah satu
dari buku fikih bermazhab Maliki terpenting yang
dipelajari adalah karya-karya Ibnu Rusyd al-Andalusi,
karya-karya Abul Walid al-Baji, kitab al-Kafi karya Ibnu
Abdil Barr an-Namiri.
2. Kemudian ilmu Nahwu dan ilmu bahasa.
Dalam ilmu nahwu, buku yang dipakai adalah karangan
Imam Sibawaihi dan kitab al-Idhah karya al-Farisi, kitab al-
Ma’lul fi al-Lughah al-Mukhassas wa al-Muhkam karya Ibnu
Sayyidihi.
3. Kemudian Ilmu kedokteran.
Dalam ilmu kedokteran, buku yang dipakai adalah al-
Qanun karya Ibnu Sina, sebagai buku utama. Sedangkah buku
pelengkapnya adalah buku-buku karya dokter-dokter terkenal
yang berasal dari Andalusia.

12

Anda mungkin juga menyukai