Anda di halaman 1dari 8

PENGARUH KONSENTRASI ASAM DAN WAKTU HIDROLISIS PADA PEMBENTUKAN

BIOETANOL DARI DAUN NANAS

Nina Haryani 1), Novia 1), Viesta Listuyeri Syarif 2), Soraya Rizky Ananda 2)
1)
Dosen Jurusan Teknik Kimia – Universitas Sriwijaya
2)
Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia – Universitas Sriwijaya

Abstrak

Kebutuhan energi yang kian meningkat tidak diimbangi dengan cadangan bahan bakar fosil yang semakin
menipis. Krisis energi ini menuntut adanya pengembanganenergi alternatif pengganti bahan bakar fosil.
Salah satunya ialah pemanfaatan biomassa menjadi bioenergi. Daun nanas merupakan biomassa yang
mengandung selulosa yang cukup tinggisehingga dapat dijadikan bahan baku alternatif pembuatan
bioetanol. Penelitian ini bertujuan untukmemproduksi bioetanol dari daun nanas melalui alkaline
pretreatment, kemudian dihidrolisis dengan asam sulfat, dan difermentasi oleh Saccharomyces cerevisiae.
Jangkauan variabel yang digunakan ialah konsentrasi asam sulfat 1, 2, 3, 4, dan 5% dengan waktu
hidrolisis 30, 60, 90, dan 120 menit. Diperoleh bioetanol tertinggi pada konsentrasi asam sulfat 2%
dengan waktu 120 menit sebesar 6,244%.

Kata Kunci: Daun Nanas, alkaline pretreatment, hidrolisis asam, bioetanol

Abstract

Increasing the necessity of energy is not balanced with reserves of fossil fuels. The energy crisis claims a
development of altenative energy to replace the fossil fuels. One of the alternatives is use the biomass to
bioenergy. Pineappleleafis a biomasswhich contain quite high cellulose so it can be use as an alternative
raw materials for bioethanol production. This study aimed to produce bioethanol from pineapple leaf
through alkaline pretreatment, then hydrolyzed with sulfuric acid, and fermented by
Saccharomycescerevisiae. Range of variables used in this research is concentration of 1, 2, 3, 4, and 5%
sulfuric acid with 30, 60, 90, and 120 minutes of hydrolysis time. The highest bioethanol was obtained at
a concentration of 2% sulfuric acid with hydrolysis time at 120 minutesis 6.244%.

Keywords: Pineapple leaf, alkaline pretreatment, acid hydrolysis, bioethanol

1. PENDAHULUAN Daun nanas merupakan limbah yang


Pertumbuhan penduduk dan ekonomi paling banyak dihasilkan dari pertanian nanas,
Indonesia yang kian pesat mengakibatkan yaitu sekitar 90% setiap kali panen
meningkatnya konsumsi energi secara (Onggo,2007).Daun nanas mengandung 69,5-
signifikan.Kondisi ini menuntut penyediaan 71,5% selulosa dan 4,4-4,7% lignin (Onggo dan
energi untuk keberlangsungan aktivitas. Namun, Jovita, 2003 dalam Jayanudin, 2009). Jumlah
dalam beberapa tahun belakang produksi limbah yang banyak namun belum
minyak Indonesiacenderung menurun sehingga dimanfaatkan secara optimal serta tingginya
untuk menanggulangi defisit energi yang kadar selulosa daun nanas membuat biomassa
berkelanjutan diperlukan pengembangan energi lignoselulosa ini cukup potensial untuk
alternatif pengganti bahan bakar fosil, misalnya dikonversi menjadi bioetanol.
bahan bakar nabati (biofuel). Nanas (Ananas Comocus) merupakan
Salah satu contoh bahan bakar berbasis tanaman yang termasuk dalam jenis semak
nabati adalah bioetanol.Selama ini, bioetanol berbunga yang tumbuh di daerah tropis, seperti
dibuat dari bahan berpati dan bergula seperti Indonesia.Tanaman monokotil ini tumbuh
gula, tebu, ubi kayu, dan jagung. Penggunaan melalui beberapa cabang vegetatif baru yang
bahan pangan ini nantinya dapat membuat muncul dari batang dan bisa juga menghasilkan
permasalahan baru berupa persaingan terhadap buah yang masih merupakan satu tanaman
pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Hal dengan induk. Tinggi tanaman ini mencapai 90-
ini menuntut diperlukannya inovasi bahan baku 100 cm dengan daun yang rimbun dan melekat
yang bukan merupakan sumber pangan sehingga membentuk rumpun yang menutupi
masyarakat yaitu biomassa lignoselulosa (Daud, batang (Rukmana, 1996 dalam Zulfikar, 2008).
2012). Produksi nanas di Indonesia merupakan tiga
terbesar setelah produksi pisang dan mangga.

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 21, Desember 2015 Page 39


Menurut data BPS, pada tahun 2013 produksi mencapai 7.5 x 1010 ton per tahun hasil
nanas di Indonesia sebesar 1.882.806 ton. fotosintesis tanaman setiap tahunnya (Ljungdahl
Pada umumnya, bagian tanaman nanas & eriksson, 1985 dalam Monserrate et al, 2001).
(Ananas comosus) yang dimanfaatkan hanya Selulosa dapat dikonversi menjadi glukosa
buahnya saja, sedangkan bagian lain belum melalui pemutusan ikatan β-1,4 glikosida oleh
begitu banyak digunakan. Fokus budidaya asam ataupun enzim. Sedangkan hemiselulosa
tanaman nanas adalah untuk diambil buahnya. adalah senyawa matriks yang berada diantara
Selain bisa dimakan secara langsung, buah mikrofibril–mikrofibril selulosa. Berbeda
nanas juga bisa diawetkan melalui pengolahan dengan selulosa dan hemiselulosa, lignin
menjadi beragam produk, seperti jus, selai, dan merupakan senyawa berstruktur kuat yang
kripik. Selain itu buah nanas dapat digunakan menyelimuti dan mengeraskan dinding sel
untuk pelunak daging (Onggo, 2007).Limbah (Yuanisa dkk , 2015). Kehadiran lignin akan
nanas berupa kulitnya juga sudah dimanfaatkan membuat akses enzim selulase ke selulosa
untuk makanan ternak dan pembuatan nata de menjadi sulit dan menurunkan efisiensi
phina (Lathifah,2013), dan yang masih hangat hidrolisis. Pretreatment bertujuan untuk
diperbincangkan kini yaitu kulit nanas sebagai menghilangkan lignin dan hemiselulosa,
bahan baku pembuatan bioetanol karena mengurangi kekristalan selulosa, dan menaikkan
kandungan selulosanya yang cukup tinggi. tingkat porositas sehingga hidrolisis dapat lebih
Padahal, setiap kali panen buah nanas mudah dilakukan (McMillan, 1994 dalam Sun
menghasilkan limbah yang terdiri dari 1% dan Cheng, 2002).
batang, 9% tunas batang, dan 90% daun Pretreatment biomassa lignoselulosa
(Onggo, 2007). Daun nanas yang muda dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu
digunakan untuk pakan kambing, selebihnya secara kimiawi, fisis, dan mikrobiologis.
hanya dibuang di lahan nanas (Onggo dan Masing-masing metode memiliki kelebihan dan
Jovita, 2003)Daun nanas mengandung selulosa kekurangan.Efisiensi dan efektivitas
yang tinggi dengan lignin yang sangat kecil, penggunaannya bisa berbeda-beda, bergantung
yaitu 69,5-71,5% selulosa dan 4,4-4,7% lignin. pada sumber bahan dan tujuan prosesnya (Sun
Hal ini menjadikan daun nanas cukup potensial dan Cheng, 2002).
untuk dijadikan bioetanol. 1) Pretreatment Kimiawi
Pretreatment secara kimiawi adalah
Tabel 1. Komposisi kering daun nanas metode yang paling umum digunakan
Komposisi Serat karena lebih mudah, lebih efektif, lebih
Kimia Nanas (%) cepat dan tidak memakan energi terlalu
1. Selulosa 69,5 – 71,5 tinggi.Pretreatment secara kimiawi dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu pelarutan
2. Pentosan 17,0 – 17,8
dalam larutan basa atau pelarutan dalam
3. Lignin 4,4 – 4,7 larutan asam.
4. Pektin 1,0 – 1,2 2) Pretreatment Fisika
5. Lemak dan Wax 3,0 – 3,3 Pretreatment secara fisis diantaranya
adalah penggilingan, irradiasi, pemberian
6. Abu 0,71 – 0,87
suhu tinggi, dan steam
7. Zat-at lain 4,5 – 5,3 explosion. Pretreatment jenis ini cukup
(protein, asam efektif dalam memecah lignin, hanya saja
organik,dll) aplikasinya membutuhkan energi yang
Sumber : Onggo dan Jovita, 2003 dalam sangat tinggi sehingga bisa meningkatkan
Jayanudin 2009 biaya produksi.
3) Pretreatment Biologis
Biomassa lignoselulosa mengandung Pretreatmentsecara biologis
campuran polimer karbohidrat, yaitu selulosa menggunakan mikroorganisme seperti
dan hemiselulosa, lignin juga ekstraktif dan jamur pelapuk putih,jamur pelapuk coklat,
abu.Lignoselulosa adalah biomassa yang atau jemur pelapuk lunak untuk
bersumber dari tanaman yang terdiri dari mendegradasi lignin dan hemiselulosa
komponen utama berupa selulosa, hemiselulosa pada biomassa.
dan lignin. Ketiga komponen ini berikatan satu
sama lain danmenjadi bahan dasar penyusun Alkaline pretreatment dapat
dinding sel tumbuhan. Selulosa merupakan meningkatkan efektifitas enzim pada proses
biopolimer tanaman yang paling banyak enzimatik hidrolisis. Kandungan lignin pada
terdapat di bumi, diperkirakan jumlahnya biomassa akan mengalami proses penguraian

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 21, Desember 2015 Page 40


dengan proses NaOH pretreatment, tetapi tidak rendah dan produk samping yang tidak
terjadi pada kandungan selulosanya. Alkaline diinginkan yang dapat menjadi inhibitor pada
pretreatment dapat meningkatkan kandungan proses fermentasi. Inhibitor yang dapat
selulosa dan efektif untuk menghilangkan lignin terbentuk seperti 5-hydroxymethylfurfural
(Kristina, dkk., 2012). Larutan basa yang (HMF), levulinic acid, asam asetat, asam
digunakan dapat berupa natrium, kalium, format, asam uronic, 4-hydroxybenzoic acid,
kalsium, maupun amonium hidroksida (Kumar, vanilic acid, vanillin, fenol, cinnamaldehyde,
2009). Pretreatment ini dapat dilakukan pada dan formadehid. Untuk mencegah degradasi
temperatur yang rendah, namun proses berjalan monosakarida pada temperatur yang tinggi dan
dalam waktu yang relatif lama dan konsentrasi pembentukan inhibitor, maka metode hidrolisis
basa yang tinggi. Jika dibandingkan dengan asam encer ini dilakukan dalam dua (atau lebih)
larutan asam dan agen oksidatif, larutan basa tahap.Dimana pada tahap pertama dilakukan
bersifat lebih efektif dalam menyebabkan pada kondisi yang relatif rendah. Pada tahap ini
peningkatan luas permukaan, penurunan derajat hemiselulosa akan dikonversikan menjadi gula
polimerisasi, penurunan kristalinitas, pemisahan monomer. Selanjutnya tahap kedua dilakukan
struktur lignin dan selulosa, serta perusakan pada kondisi yang lebih ekstrim. Pada tahap ini,
struktur lignin (Gaspar, 2007 dalam Binod et al., sisa padatan dan selulosa akan
2010). dihidrolisis(Brethauer dan Wyman, 2010).\
Hidrolisis merupakan tahapan proses Proses pretreatment dan hidrolisis
untuk mengubah polimer karbohidrat dilakukan untuk mengoptimalkan proses
(polisakarida) seperti selulosa dan hemiselulosa fermentasi. Proses ini bergantung pada kondisi
menjadi gula monomer. Selulosa dapat dan bahan baku serta kehadiran mikroorganisme
dihidrolisis menjadi monomer gula baik secara untuk memfermentasikan gula menjadi alkohol,
kimia dengan senyawa asam maupun enzimatik asam laktat, dan lainnya. S.cerevisiae telah
dengan selulase (Mosier, 2005). digunakan untuk bahan bakar industri berbasis
1) Hidrolisis Kimia jagung dan gula sebagai strain fermentasi utama
Larutan asam dikontakkan dengan (Limayem and Ricke, 2011).
selulosa pada suhu dan tekanan tertentu Fermentasi gula menjadi alkohol terjadi
untuk mengubah polimer gula menjadi karena adanya aktifitas suatu mikroba.Aktifitas
komponen gulanya. Penggunaan asam hidup mikroba yang dipengaruhi oleh
untuk proses ini terbagi menjadi persediaan dan pemakaian nutrisi ini
dua, yaitu asam pekat dan asam encer. menentukan jumlah alkohol yang terbentuk.
2) Hidrolisis Enzim Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
Bakteri dan jamur dapat fermentasi etanol, yaitu (Said dkk, 1992 dalam
menghasilkan selulosa untuk Osvaldo dkk, 2012) :
menghidrolisis biomassa lignoselulosa. 1) Jenis Mikroorganisme
Mikroorganisme ini bisa berupa aerob, Setiap jenis mikroorganisme memiliki
anaerob, mesofilik, ataupun termofilik. fungsi yang berbeda dalam proses
fermentasi. Pemilihan jenis
Hidrolisis asam terbagi menjadi dua, mikroorganisme dilakukan berdasarkan
yaitumenggunakan asam pekat dan asam substrat yang akan difermentasi,
encer(Taherzadeh & Karimi, 2008). Hidrolisis misalnya untuk menghasilkan etanol
ini dilakukan pada suhu rendah dalam waktu khamir yang digunakan
yang lebih lambat daripada hidrolisis asam ialahSaccharomyces Cerevisae.Hal ini
encer. Metode ini umumnya menggunakan asam didasarkan atas pertimbangan
sulfat pekat yang diikuti pengenceran dengan air kemampuanpertumbuhan dan toleransi
untuk mengkonversi selulosa menjadi glukosa tinggi terhadap konsentrasi gula yang
(Demirbas, 2005). Lain halnya dengan hidrolisis tinggi dari mikrooganisme, sehingga
menggunakan asam encer yang dilakukan pada dapat menghasilkan kadar etanol yang
suhu dan tekanan tinggi, namun dalam waktu dikehendaki.
yang relatif singkat. Hal ini membuat proses 2) Lama fermentasi
hidrolisis dapat dilakukan secara kontinu. Fermentasi berhenti ditandai dengan
Penggunaan asam encer dalam hidrolisis ini tidak terproduksinya lagi CO2. Kadar
dapat meningkatkan laju reaksi dari hidrolisa etanol yangdihasilkan akan semakin
selulosa secara signifikan (Sun dan Cheng, tinggi sampai waktu optimal dan setelah
2002).Dalam mencapai konversi tinggi dari itu kadar etanol yang dihasilkan
selulosa, hidrolisis asam dapat menyebabkan menurun.
degradasi hemiselulosa, menghasilkan yield

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 21, Desember 2015 Page 41


3) Derajat Keasaman b) Bahan
Pada umumnya pH untuk fermentasi 1) Daun Nanas
buah-buahan dibutuhkan keasaman 2) Ragi
optimum antara 4-5,5, jika pH diatas 5,5 3) NaOH 0.5 N
atau dibawah 4,maka pertumbuhan 4) H2SO4 1,2,3,4,5 %
mikroba akan terganggu. 5) KMNO4 0.1 N
4) Kadar Gula 6) Na2S2O3 0.2 N
Gula yang ditambahkan berguna sebagai 7) KI 1 N
nutrien untuk mikroba agar fermentasi 8) H2SO4 4 N
dapat terjadi secara maksimal.Kadar gula 9) KI 20%
yang optimum adalah 10 – 18 %. 10) Na2CO3
5) Suhu 11) C6H8O7
Suhu untuk tiap-tiap golongan memiliki 12) CuSO4.5H2O
suhu pertumbuhan yang optimum yang 13) Aquadest
berbeda-beda, untuk mikroba suhu 14) Indikator Amilum
optimumnya 19–32 oC. 15) Nutrisi Urea

Destilasi adalah salah satu metode dari Prosedur Penelitian


pemurnian dengan cara memisahkan dua atau Persiapan Bahan Baku
lebih komponen- komponen dalam suatu cairan 1) Biomassa daun nanas didapatkan dari
berdasarkan perbedaan tekanan uap masing- lahan perkebunan nanas di Desa
masing komponen (Hidayat, 2007). Proses Sukajadi, Kecamatan Sungai Rotan
distilasi dimulai dengan cara memanaskan 2) Daun nanas dicuci sampai bersih
senyawa cair hingga menguap, dan uap yang kemudian dijemur dibawah sinar
terbentuk akan diembunkan lalu ditampung matahari hingga didapatkan daun nanas
secara terpisah untuk memperoleh distilat. kering berwarna kecoklatan.
Etanol memiliki titik didih murni sebesar 78 oC 3) Daun nanas yang telah kering dihaluskan
dan pada keadaan standar air memiliki titik dengan cara dicacah dan diblender
didih 100 oC. Sehingga untuk memisahkan Alkali Pretreatment
etanol dari air dapat dilakukan dengan 1) Delignifikasi dilakukan dengan
memanaskan campuran pada temperatur 78-90 mengambil sebanyak 50 gram serbuk
o
C (Kristina dkk., 2012). daun nanas ditambah dengan 500 ml
NaOH 0,2 N ke dalam erlenmeyer
2. METODOLOGI bertutup dengan perbandingan ratio
Penelitian ini bertujuan untuk (w/v) daun nanas : NaOH = 1 : 10.
mengetahui pengaruh konsentrasi asam sulfat 2) Selanjutnya sampel dalam wadah
dan waktu hidrolisis terhadap kadar glukosa dan diinkubasi dalam water bath pada suhu
etanol dari daun nanas. Penelitian dilakukan di 1000C selama 1 jam. Setelah 1 jam,
Laboratorium Bioproses Jurusan Teknik Kimia sampel dipisahkan dengan cara disaring
Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya. menggunakan kertas saring. Serbuk
Peralatan dan Bahan daun nanas yang telah terpisah dibilas
a) Alat dengan aquadest hingga pH 7 (netral).
1) Gelas Ukur Hidrolisis
2) Erlenmeyer 1) Serbuk daun nanas yang telah melalui
3) Batang Pengaduk tahap pretreatment dimasukkan ke
4) Corong Buchner dalam erlenmeyer dan dicampurkan
5) Kertas Saring dengan larutan H2SO4 sesuai dengan
6) Autoklaf variabel yang dijalankan, yaitu 1, 2, 3,
7) Termometer 4, dan 5 %
8) Beaker Gelas 2) Selanjutnya dipanaskan dengan suhu
9) Buret konstan 1210C selama30, 60, 90, dan
10) Pipet 120 menit
11) Mesh Screening 3) Setelah itu masing-masing larutan
12) Labu Didih hasil hidrolisis disaring kembali dan
13) Magnetic Stirer diambil filtratnya untuk fermentasi dan
14) Kondenser análisis pengujian kadarglukosa
15) Labu Ukur menggunakan metode Luff Schoorl.

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 21, Desember 2015 Page 42


Fermentasi 7) Residu diabukan dan ditimbang (e)
1) Alat – alat yang digunakan pada proses 8) Kadar selulosa didapatkan dari rumus
fermentasi disterilisasi dalam autoklaf = x 100%
pada suhu 121oC selama 15 menit agar
9) Kadar Hemiselulosa didapatkan dari
tidak ada mikroba lain karena kesterilan
akan mempengaruhi fermentasi. rumus = x 100%
2) Ragi roti (Saccharomyces Cerevisiae)
nanas) sebanyak 12,5 gram Penentuan Kadar Lignin
ditambahkan ke dalam masing-masing 1) Timbang 3 gr sampel dan masukkan ke
sampel hidrolisat. dalam beaker gelas Tambahkan 500 ml
3) Tutup rapat masing - masing aquadest.
erlenmeyer dengan alumunium foil 2) Pindahkan sampel ke dalam beker
supaya tidak ada kontaminan yang gelas 2000 ml dan bilas beker gelas
mengganggu fermentasi. dengan aquadest secukupnya sampai
4) Fermentasi dilakukan selama 5 hari. mencapai jumlah 795 ml. Suhu
Destilasi aquadest harus(25,0 ± 0,2) °C.
1) Menyiapkan 1 set peralatan destilasi. 3) Letakkan beker gelas dalam penangas
Lalu merangkai dan menghidupkan air bersuhu (25,0 ± 0,2) °C dan aduk
peralatan destilasi dengan baik. perlahan menggunakan magnetic
2) Memasukkan hasil fermentasi yang stirrer selama berlangsungnya reaksi.
telah disaring ke dalam labu, kemudian 4) Pipet (100,0 ± 0,1) ml larutan kalium
memasang labu tersebut pada alat permanganat (0,1000 ± 0,0005) N dan
destilasi. 100 ml larutan asam sulfat 4,0 N
3) Mengatur temperatur nya 79-80oC. masukkan ke dalam beker gelas 250
4) Proses destilasi dilakukan selama 0,5-1 ml. Letakkan beker gelas dalam
jam sampai bioetanol tidak menetes penangas air 25 °C.
lagi. 5) Tambahkan campuran larutan kalium
5) Destilat (bioetanol) yang dihasilkan permanganat dan asam sulfat pada poin
disimpan di dalam botol yang tertutup 4 ke dalam beker gelas yang berisi
rapat. sampel. Bilas beker gelas dengan
6) Bioetanol di ukur densitas nya dengan aquadest jangan lebih dari 5 ml,
.menggunakan piknometer. masukkan air pembilas ke dalam beker
gelas. Jumlah volume harus (1000 ± 5)
Analisa Hasil mL. Biarkan reaksi berlangsung selama
Penentuan Kadar Selulosa dan Hemiselulosa 10 menit.
1) Satu g (a) sampel kering ditambahkan 6) Setelah 10 menit, tambahkan larutan
150 ml H2O kemudian direfluks pada kalium iodida 1,0 N sebanyak 20 ml.
suhu 100 oC dengan water bath selama 7) Lakukan titrasi dengan larutan natrium
1 jam thiosulfat 0,2 N setelah terbentuk
2) Hasil refluks disaring dan dicuci iodiumbebas (timbul warna kuning).
dengan air panas. Residu kemudian Sebagai indikator tambahkan beberapa
ditimbang (b) tetes larutan amilum, sampai timbul
3) Residu ditambahkan 150 ml H2SO4 1 N warna biru, lanjutkan titrasi sampai
dan direfluks dengan water bath selama warna biru hilang. Catat pemakaian
1 jam pada suhu 100 oC larutan natrium thiosulfat sebagai a
4) Hasil refluks disaring, dicuci dengan mL.
air sampai netral, dan dikeringkan (c) 8) Kerjakan blanko seperti pada poin 1-7
5) Residu kering ditambahkan 10 ml tanpamenggunakan sampel. Catat
H2SO4 72% dan direndam pada suhu pemakaian larutan natrium thiosulfat
kamar selama 4 jam. Kemudian dalam titrasi blanko sebagaib ml.
ditambahkan 150 ml H2SO4 1 N dan 9) Kadar lignin dihitung dari bilangan
direfluks dengan water kappa x 0,147
bath selama 1 jam
6) Residu disaring dan dicuci dengan Penentuan Kadar Glukosa
H2O 1) Sampel diambil 10 ml dari tiap
sampai netral lalu dipanaskan dengan perlakuan dan tambahkan 15 ml
oven pada suhu 105 oC dan hasilnya aquadest serta 25 ml larutan Luff-
ditimbang (d)

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 21, Desember 2015 Page 43


Schoorl. Didihkan selama 10 menit Kromatografi dengan tahapan analisa sebagai
dalam erlenmeyer berikut :
2) Hasilpendidihan didinginkan dengan 1) Sampel disiapkan dengan komposisi
cepatdan ditambahkan dengan belum diketahui dan larutan baku
hati-hati 25 ml larutan H2SO4 26,5% dengan komposisi diketahui.
dan 15 ml larutan KI 20% 2) Running alat, dengan kondisi suhu
3) Larutan dititrasi dengan larutan maksimum 200oC dan jenis detektor
Na2S2O3 0.1 N secara hati-hati FID (Flame Ionisasion Detector).
sampailarutan berwarna kuning muda 3) Mengatur tekanan manometer pada
4) Menambahkan indikator amilum tabung sebesar 3,5 kg/cm.
hingga larutan berubah menjadi warna 4) Mengatur kecepatan gas pembawa
biru (Helium)ke kanan atau ke kiri sebesar
5) Titrasi dilanjutkan sampai warna biru 300ml/min.
tepat hilang 5) Menyuntikan larutan baku minimal
6) Melakukan titrasi terhadap blanko (25 1µL etanol.
ml aquadest), volume masing-masing 6) Puncak etanol tampak pada
dicatat kromatogram (alat perekam).
7) Kadar gula dihitung berdasarkan selisih 7) Hasil analisa akan tertulis oleh
titrasi blanko dan titran sampel dengan integrator dalam bentuk laporan RT
menggunakan tabel gula menurut Luff- (waktu retensi), AREA (luas puncak),
Schoorl TYPE (tipe puncak), AREA% (persen
senyawa dalam larutan).
Penentuan Kadar Etanol 8) Menyuntikan larutan cuplikan minimal
Untuk menganalisa kadar alkohol 1µL etanol dan membuat
(etanol) yang didapat digunakan analisa density. kromatogramnya.
Analisa density ini dilakukan dengan 9) Membandingkan antara kromatogram
menggunakan alat piknometer, piknometer yang larutan baku dan larutan cuplikan.
digunakan adalah piknometer 5 ml pada suhu
kamar. Prosedur perhitungandensity dengan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
menggunakan piknometer yaitu :
1) Menimbang berat piknometer kosong Pengaruh Konsentrasi H2SO4 Terhadap
pada suhu kamar diperoleh a gram Kadar Glukosa Pada Berbagai Waktu
2) Menimbang berat piknometer yang Hidrolisis
telah berisi aquadest penuh pada suhu Pada penelitian ini daun nanas yang telah
kamar diperoleh b gram. dipretreatment menggunakan NaOH 0,2
3) Menghitung volume piknometer Ndihidrolisis pada beberapa variasi konsentrasi
dengan menggunakan rumus Volume H2SO4 (1%, 2%, 3%, 4%, dan 5%) dan variasi
Piknometer = = C mL waktu hidrolisis (30 menit, 60 menit, 90 menit,
.
dan 120 menit) dengan temperatur konstan
4) Menimbang berat piknometer yang
121oC.
telah diisi penuh dengan zat (etanol)
yang akan ditentukan densitynya pada
suhu kamar diperoleh d gr.
Density=

Density =

Dari density yang diperoleh, dapat


ditentukan kadar alkohol (etanol) yang
terkandung, dengan melihat tabel density
standar etanol pada suhu kamar.
Selain itu, kadar etanol juga dapat
dianalisa dengan menggunakan gas
kromatografi. Untuk melihat kadar bioetanol Gambar 1. Kadar Glukosa Setelah Proses
yang dihasilkan dengan lebih akurat maka Hidolisis dengan H2SO4 pada Berbagai Variasi
dilakukan analisa dengan menggunakan Gas Konsentrasi dan Waktu Hidrolisis

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 21, Desember 2015 Page 44


Gambar1.memperlihatkan bahwa Proses fermentasi dilakukan selama 5
kenaikan kadar glukosa paling optimal terjadi hari dengan berat ragi 25% dari berat sampel
pada konsentrasi asam sulfat 2% dan mengalami awal. Karena variabel proses fermentasi tidak
penurunan kembali pada konsentrasi 3% sampai divariasikan, maka kadar etanol yang dihasilkan
5%. Hal ini disebabkan penambahan konsentrasi berbanding lurus dengan kadar glukosa.Oleh
larutan asam membentuk lebih banyak gugus karena itu, semakin besar jumlah glukosa yang
radikal bebas, tetapi menyebabkan semakin akan difermentasi, maka kadar etanol yang
sedikitnya jumlah air dalam larutan hidrolisis. didapatkan juga semakin besar. Untuk hasil
Hal ini menyebabkan jumlah OH- sebagai analisa etanol menggunakan GC terlihat pada
pengikat radikal bebas berkurang dan glukosa gambar 3. berikut.
yang dihasilkan semakin sedikit. Selain itu,
peningkatan konsentrasi asam ini juga dapat
mengakibatkan terdegradasinya glukosa yang
sudah terbentuk menjadi produk samping yang
dapat menjadi inhibitor dalam pembentukan
etanol selama proses fermentasi, seperti furfural,
5-hydroxymethylfurfural (HMF), asam
levulinat, asam asetat, asam formiat,
formaldehid, dan lain- lain (Taherzadeh dan
Karimi, 2007).
Gambar 1. juga menunjukkan bahwa
semakin lama waktu hidrolisis, kadar glukosa Gambar 3. Hasil Analisa Etanol dengan Metode
yang dihasilkan juga semakin tinggi. Hal ini Kromatografi Gas
disebabkan karena semakin lama proses
hidrolisis maka kesempatan selulosa melakukan Osvaldo dkk (2012) melakukan
dekomposisi lebih lama, sehingga kadar glukosa penelitian terhadap pembuatan bioetanol dari
menjadi naik. Dengan menggunakan suhu yang alang-alang dan menemukan hal yang sama
mencapai 121oC dan penambahan waktu proses seperti dalam penelitian ini. Konsentrasi asam
hidrolisis maka dapat meningkatkan konstanta sulfat yang optimum dan peningkatan waktu
laju reaksi. Meningkatnya konstanta laju reaksi hidrolisis mempengaruhi konversi selulosa
dengan penambahan waktu reaksi memperbesar menjadi glukosa. Dalam penelitian yang telah
konversi yang dicapai sampai titik optimumnya. dilakukannya, peningkatan waktu reaksi
hidrolisis dari 20-150 menit pada konsentrasi
Pengaruh Konsentrasi H2SO4 Terhadap asam sulfat 2% dan temperatur 120oC
Kadar Etanol Pada Berbagai Waktu menghasilkan kadar etanol tertinggi pada waktu
Hidrolisis 150 menit sebesar 4,5%.

4. KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah dilakukan,
dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:
1) Untuk konsentrasi H2SO41-2%, semakin
tinggi konsentrasi asam sulfat pada proses
hidrolisis maka kadar glukosa dan etanol
yang terbentuk juga semakin tinggi.
Sedangkan untuk konsentrasi H2SO43-5%,
kadar glukosa dan etanol menurun.
2) Semakin lama waktu hidrolisis maka kadar
glukosa dan etanol yang terbentuk semakin
besar. Kondisi terbaik pada penelitian ini
Gambar 2. Kadar Etanol Setelah Proses didapatkan pada konsentrasi asam sulfat 2%
HidolisisMenggunakan H2SO4 pada Beberapa dan waktu hidrolisis 120 menit yang
Variasi Konsentrasi dan Waktu Hidrolisis menghasilkan 7,3896% glukosa dan
6,2444% etanol.
Dari gambar 2.diatas, terlihat bahwa
kadar etanol yang paling tinggi diperoleh pada
DAFTAR PUSTAKA
saat sampel hidrolisis menggunakan konsentrasi Binod, P., R. Sindhu, R.R. Singhania, S.
asam sulfat 2% selama 120 menit yaitu sebesar Vikram, L. Devi, S. Naglakshmi, N.
6,2445%.

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 21, Desember 2015 Page 45


Kurien, R.K. Sukumaran, A. Pandey. Monserrate, E., S.B. Leschine, E.C. Parola.
2010. Bioethanol Production from Rice 2001. Clostridium hungatei sp.nov., a
Straw: An Overview. Bioresource mesophilic, N2-fixing cellulolytic
Technology 101: 4764-4774. bacterium isolated from soil.
Brethauer, S. and Wyman, C.E. 2010. Review: International Journal of Systematic and
Continous Hydrolysis and Evolutionary Microbiology. 51: 123-
Fermentation For Cellulosic Ethanol 132.
Production. Bioresource Technology: Mosier, N., C. Wyman, B. Dale, R. Elander, Y.
4862-4874. Lee, M. Holtzapple, and M. Ladish.
Daud, M., W. Safii, K. Syamsu. 2012. 2005. Features of promising
Biokonversi Bahan Berlignoselulosa technologies for pretreatment of
Menjadi Bioetanol Menggunakan lignocellulosic biomass. Bioresource
Aspergillus niger dan Saccharomyces Technology. 96: 673−686.
cerevisiae. Jurnal Perennial. 8(2): 43- Onggo, H. 2007. Produk Serat Daun Nenas
51. Berbasis Teknologi Tepat Guna.
Demirbas, A. 2005. Bioethanol from Workshop Sosialisasi dan
cellulosicmaterials: A renewable motor Implementasi Produk Agroindsutri
fuel from biomass. Energy Sour. 27: Nenas Berbasis Teknologi Tepat Guna,
327–337. 6-7 Juni 2007.
Hidayat, P. 2008. Pemanfaatan Serat Daun Osvaldo, Z.S., Panca, P.S., Faizal, M. 2012.
Nanas Sebagai AlternativeBahan Pengaruh Konsentrasi Asam dan
Baku Tekstil.Teknoin. Waktu Pada Proses Hidrolisis dan
13(2) :31-35. Fermentasi Pembuatan Bioetanol dari
Jayanudin.2009. Pemutihan Daun Nanas Alang-alang. Jurnal Teknik Kimia.
Menggunakan Hidrogen 2(18):52-62
Peroksida.Jurnal Rekayasa Proses. Sun, Y. and J. Cheng. 2002. Hydrolysis of
1(3): 10-14 lignocellulosic materials for ethanol
Kristina, E.R. Sari, Novia. 2012. Alkaline production: A review. Bioresource
Pretreatment dan Proses Simultan Technology. 83:1–11.
Sakarifikasi-Fermentasi untuk Produksi Taherzadeh, M.J., and K. Karimi. 2007. Acid-
Etanol dari Tandan Kosong Kelapa Based Hydrolysis Processes for
Sawit. Jurnal Teknik Kimia. 18 (3) : Ethanol from Lignocellulosic
34-43. Materials: A Review. Bio Resources 2
Kumar, P., Barrett, D.M., Delwiche, M.J., and (3): 472-499.
Stroeve, P. 2009. Methods for Yuanisa, A., Kafidul, U., Agustin, W. 2015.
Pretreatment of Lignocellulosic Pretreatment Lignoselulosa Batang
Biomass for Efficient Hydrolysis and Kelapa Sawit Sebagai Langkah Awal
Biofuel Production. Industrial & Pembuatan Bioetanol Generasi
Engineering Chemistry research. Kedua.3(4): 1620-1626 . Malang
Limayem, A. and Ricke, S.C. 2012. Zulfikar, T . 2008. Teknologi Produksi Pulp
Lignocellulosic Biomass For Dari Serat Daun Nenas (Kajian Variasi
Bioethanol Production: Current Pelarut CAO, Suhu, dan Waktu
Perspectives, Potential Issues, and Pemasakan).
Future Prospects. Progress in Energy . Jawa Timur
and Combustion Sciences. 38: 449-467.

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 21, Desember 2015 Page 46

Anda mungkin juga menyukai