PENDAHULUAN
Persalinan yang bersih dan aman serta pencegahan kajian dan bukti
ilmiah menunjukan bahwa asuhan persalinan bersih, aman dan tepat waktu
merupakan salah satu upaya efektif untuk mencegah kesakitan dan kematian.
Penatalaksanaan komplikasi yang terjadi sebelum, selama dan setelah
persalinan. Dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu perlu
diantisipasi adanya keterbatasan kemampuan untuk menatalaksanakan
komplikasi pada jenjang pelayanan tertentu. Kompetensi petugas, pengenalan
jenis komplikasi dan ketersediaan sarana pertolongan menjadi penentu bagi
keberhasilan penatalaksanaan komplikasi yang umumnya akan selalu berada
menurut derajat keadaan dan tempat terjadinya. Tidak sedikit ibu dan bayinya
mengalami kegawatdaruratan dan sampai pada akhirnya tak dapat
terselamatkan yang pada akhirnya menyebabkan meningkatnya angak
kematian ibu dan anak. Akan tetapi hal tersebut dapat diminimalisir dengan
asuhan persalinan.
1
Asuhan persalinan kala I, II, III, dan IV memegang kendali penting
pada ibu selama persalinan karena dapat membantu ibu dalam mempermudah
proses persalinan, membuat ibu lebih yakin untuk menjalani proses persalinan
serta untuk mendeteksi komplikasi yang mungkin terjadi selama persalinan
dan ketidaknormalan dalam proses persalinan. Untuk itu kami bermaksud
membuat makalah ini dengan tujuan menyelesaikan tugas Asuhan Kebidanan
2 dan dapat membantu para ibu dalam mempersiapkan proses persalinan yang
lebih baik.
Dari latar belakang diatas, maka didapat rumusan masalah sebagai berikut:
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah diatas, maka didapat tujuan penulisan makalah sebagai
berikut :
2
4. Untuk mengetahui tentang syok hemoragik.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2. Klasifikasi :
a. Plasenta adhesive
Palsenta adhesive adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion
plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi
fisiologis.
b. Plasenta akreta
Plasenta akreta adalah implatasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai sebagian lapisan myometrium.
c. Plasenta inkreta
Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai atau melewati lapisan myometrium.
d. Plasenta prekreta
Plasenta prekerta adaah implantasi jonjot korion plasentan yang
menembus lapisan myometrium hingga mencapai lapisan serosa
dinding uterus.
e. Plasenta inkarserata
Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum
uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
Tabel gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta:
4
Bentuk uterus Discoid Agak globuler Discoid
Perdarahan Sedang banyak Sedang Sedikit/tidak ada
Tali pusat Terjulur Terjulur Tidak terjulur
sebagian
Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka
Seperasi plasenta Lepas sebagian Sudah lepas Melekat
seluruhnya
3. Penatalaksanaan:
1) Retensio Plasenta Dengan Separasi Parsial
1. Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan
tindakan yang akan diambil.
2. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila
ekspulsi plasenta tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.
3. Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40
tetes per menit. Bila perlu, kombinasikan dengan misoprostol 400
mg per rektal (sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena
kontraksi tonik yang timbul dapat menyebabkan plasenta
terperangkap dalam kavum uteri).
4. Bila teraksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta lakukan
manual plasenta secara hati-hati dan halus untuk menghindari
terjadinya perforasi dan perdarahan.
5. Lakukan transfusi darah apabila diperlukan.
6. Beri antibitotika profilaksis (ampisilin 2 g IV/oral + metronidazole
1 g supositorial/oral).
7. Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok
neurogenic.
2) Plasenta Inkarserata
1. Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan
pemeriksaan.
2. Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk
menghilangkan kontriksi serviks dan melahirkan plasenta.
3. Pilih fluethane atau eter untuk konstriksi serviks yang kuat,
siapkan infus oksitosin 20 IU dalam 500 ml NS/RL dengan 40
tetes per menit untuk mengantisipasi gangguan kontraksi yang
diakibatkan bahan anestesi tersebut.
4. Bila prosedur anestesi tidak tersedia dan serviks dapat dilalui
cunan ovum, lakukan maneuver sekrup untuk melahirkan plasenta.
5
Untuk prosedur ini diberikan analgesic (tramadol 100 mg IV atau
pethidine 50 mg IV) dan sedatif (diazepam 5 mg IV) pada tabung
suntik yang terpisah.
5. Maneuver sekrup:
a) Pasang speculum sims sehingga ostium sebagian plasenta
tampak dengan jelas.
b) Jepit porsio dengan klem ovarium pada jam 12,4 dan 8
kemudian lepaskan speculum.
c) Tarik ketiga klem ovarium agar ostium, tali pusat dan
plasenta tampaklebih jelas.
d) Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta
di sisi berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin.
Minta asisten untuk memegang klem tersebut.
e) Lakukan hal yang sama untuk plasenta pada sisi yang
berlawanan.
f) Satukan kedua klem tersebut kemudian sambil diputar
searah jarum jam, Tarik plasenta keluar perlahan-lahan
melalui pembukaan ostium.
4) Sisa Plasenta
1. Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan
pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah melahirkan. Pada kasus
sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian
besar pasien akan kembali lagi ketempat bersalin dengan keluhan
6
perdarahan setelah beberapa hari pulang ke rumah dan sub involusi
uterus.
2. Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala
metritis. Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin dosis awal 1g IV
dilanjutkan 3x1 g oral dikombinasi dengan metronidazole 1 g
supositorial dilanjutkan 3 x 500 mg oral.
3. Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan
bekuan darah atau jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh
instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilakukan dan
kuretase.
4. Bila kadar Hb <8 g/dL berikan transfusi darah. Bila kadar Hb ≥ 8
g/dL, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari.
5) Manual Plasenta
Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan
perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak
dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase, retensio plasenta
setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti
forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk
eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus.
Teknik Plasenta Manual:
1. Sebelum dikerjakan, penderita disiapkan pada posisi litotomi.
Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau di
infus NaCl atau ringer laktat. Anestesi diperlukan kalau ada
constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg
intramuscular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri.
Operator berdiri atau duduk di hadapan vulva dengan salah satu
tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain
(tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut.
2. Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada
waktu melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran
kekejangan (constriction ring), ini dapat diatasi dengan
mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang
membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di
atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu sampai menahan atau
mendorong fundus itu ke bawah. Setelah tangan yang di dalam
sampai ke plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah ada
bagian pinggir plasenta yang terlepas.
3. Melalui celah tersebut, selipkan bagian luar dari tangan yang
berada di dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang
telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti mengikis air,
plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin), sementara
tangan yang diluar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut
7
terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus
(perforasi) dapat dihindarkan.
4. Setelah plasenta berhasil dikeluarkan lakukan eksplorasi untuk
mengetahui kalau ada bagian dinding uterus yang robek atau
bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu eksplorasi sebaiknya
sarung tangan diganti dengan yang baru. Setelah plasenta keluar,
gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, dan lakukan masase
uterus. Lakukan insfeksi dengan speculum untuk mengetahui ada
tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan apabila ditemukan
segera di jahit.
8
Pada tahun 1951, Jones mengklasifikasikan inversio uteri menurut
hubungannya dengan kehamilan, menjadi :
9
akibat mioma submukosa), sarcoma dan kanker endometrium namun
bisa juga idiopatik.
Tanda dan gejala klinis inversio uteri akut lebih jelas, yaitu
berupa nyeri berat dan perdarahan.
10
Inversio uteri derajat IV merupakan inversio uterus disertai
dengan inversi vagina.
Manajemen kala III yang salah (tarikan tali pusat yang terlalu dini dan
penekanan fundus sebelum plasenta terlepas) merupakan penyebab
tersering inversion uteri. Hal ini bisa terjadi bila persalinan dipimpin oleh
petugas yang tidak terlatih. Selain itu, faktor resiko terjadinya inversio
uteri antara lain, primipara, implantasi plasenta di fundus, plasenta
adhesive, atonia uteri, bayi makrosomia, penggunaan MgSO4,
abnormalitas uterus, manual plasenta, tali pusat pendek, plasenta previa.
50% kejadian inversio uteri, tidak ditemukan faktor resiko dan tidak ada
kesalahan dalam manajemen kala III. Sehingga inversio uteri merupakan
kejadian yang tidak dapat diprediksi.
Ada 3 hal yang menjadi dasar terjadinya inversio uteri akut, yaitu :
11
di fundus, terjadinya lekukan fundus mudah terjadi. Dengan
mekanisme yang unik, kelemahan myometrium ini (ditambah dengan
penarikan tali pusat tidak terkendali) menyebabkan fundus melekuk
dengan atau tanpa adanya plasenta yang masih melekat. Hal ini
menyebabkan terjadinya inversio uteri.
Tata laksana awal inversio uterus harus dilakukan secara cepat untuk
mencegah risiko kematian pada pasien. Penanganan awal pasien inversio
uterus bertujuan untuk menstabilkan hemodinamik pasien. Berikut ini
merupakan penanganan awal inversio uterus:
12
- Stabilisasi hemodinamik dengan resusitasi cairan
2. Tokolisis
13
Salah satu efek samping tokolisis adalah dapat memperberat
perdarahan postpartum sehingga klinisi harus berhati-hati dalam
pemberian obat ini.
3. Reposisi Nonsurgikal
a. Reposisi Manual
14
b. Reposisi Hidrostatik
Cairan air steril atau cairan salin normal hangat dapat dialirkan ke
vagina pasien melalui silastic venthouse cup . Cairan diposisikan
100–150 cm di atas vagina agar cairan dapat mengalir secara
gravitasi. Klinisi kemudian menutup introitus sekitar ujung selang
dengan tangan untuk mencegah adanya kebocoran.
4. Surgikal
15
dilakukan tindakan. Beberapa teknik tindakan operatif, seperti operasi
Huntingdon, Haultain, atau histerektomi dapat dilakukan pada pasien.
a. Operasi Huntingdon
b. Operasi Haultain
c. Histerektomi
16
Histerektomi merupakan terapi lini terakhir yang dilakukan
apabila seluruh tindakan sudah gagal dilakukan. Selain itu, apabila
terjadi plasenta akreta atau penempelan plasenta yang lebih berat,
maka histerektomi merupakan pilihan terapi yang paling
disarankan.
Atonia uteri sering kali terjadi pada pasien inversio uterus yang telah
dilakukan reposisi. Oleh karena itu, setelah plasenta selesai dilepaskan
dari uterus, agen uterotonika dapat diberikan.
17
tunggal dapat diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi akibat
bakteri gram positif, gram negatif, dan anaerob.
1. Etiologi
2. Klasifikasi
a. Syok Ringan
Sudah terjadi jika perdarahan kurang dari 20% volume darah. Timbul,
penurunan perfusi jaringan dan organ non vital. Tidak terjadi
perubahan kesadaran, volume urine yang keluar normal atau sedikit
berkurang, dan mungkin (tidak selalu terjadi asidosis metabolic).
b. Syok Sedang
c. Syok Berat, Perfusi dalam jaringan otak dan jantung sudah tidak
adekuat
18
3. Patofisiologi
Pada syok ringan terjadi penurunan perfusi darah tepi pada organ yang
dapat bertahan lama terhadap hiskemia (kulit, lemak, otot dan tulang). Ph
arteri normal, pada syok sedang terjadi penurunan perfusi sentral pada
organ yang hanya tahan terhadap hiskemia waktu singkat (hati, usu, dan
ginjal) terjadi asidosis metabolic. Pada syok berat sudah terjadi
penurunan perfusi pada jantung dan otak, asidosis metabolic berat, dan
mungkin terjadi pula asidosis respiratorik.
4. Gejala Klinis
5. Penatalaksanaan
19
Penanganan awal :
3) Pantau TTV
Penanganan Khusus
3) Berikan paling sedikit 2 liter cairan ini pada 1 jam pertama. Jumlah
ini melebihi cairan yang dibutuhkan untuk mengganti kehilangan
cairan yang sedang berjalan
20
Usahakan untuk mengganti 2-3 kali lipat dalam jumlah cairan yang
diperkirrakan hilang
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
21
Inversio uteri adalah suatu kejadian terbaliknya uterus bagian dalam ke arah
luar, sehingga bagian fundus uteri dipaksa melalui serviks dan menonjol ke
dalam atau keluar dari vagina. Inversio Uteri dapat diklasifikan menurut
beberapa kriteria, yaitu berdasarkan hubungan dengan kehamilan, durasi,
dan derajat inversio.
Dalam manajemen kala III yang salah (tarikan tali pusat yang terlalu dini
dan penekanan fundus sebelum plasenta terlepas) merupakan penyebab
tersering inversion uteri. Hal ini bisa terjadi bila persalinan dipimpin oleh
petugas yang tidak terlatih.
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dnegan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Maka
dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahsan
makalah dalam kesimpulan di atas.
DAFTAR PUSTAKA
22
Junizav, Santoso et.al. 2011. “Buku Ajar Uroginekologi Indonesia”. Jakarta :
Himpunan Uroginekologi Indonesia.
23